STRATEGI PENANGGULANGAN TERHADAP PELACURAN ANAK DI

BAB IV STRATEGI PENANGGULANGAN TERHADAP PELACURAN ANAK DI

BAWAH UMUR OLEH POLSEK MEDAN BARU A. Peran Serta Pemerintah Daerah Dalam Melakukan Langkah-Langkah Penanggulangan Pelacuran Anak Di Bawah Umur Sebagai konsekuensi bahwa dari segi hukum baik hukum perkawinan maupun hukum pidana, tersirat bahwa pelacuran tidak dapat dilenyapkan, yang disebabkan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, khususnya dihadapkan dengan sifat-sifat alami manusia. Hukum tidak mampu secara langsung menindak agar pelacuran dapat dihentikan, di sisi lain pelacuran sebagai gaya sosial dapat menimbulkan berbagai akibat yang membahayakan baik untuk individu yang bersangkutan, keluarga dan akhirnya adalah masyarakat. Menghadapi kenyataan ini Pemerintah Daerah Sumatera Utara Pemdasu mengambil langkah-langkah untuk mengatasi bertambahnya jumlah pelacuran dan mencegah akibat-akibat yang timbul karena pelacuran. Pemerintah Daerah Sumatera Utara dihadapkan pada permasalahan yang bukan hanya pelacuran yang dilakukan oleh orang dewasa saja, melainkan banyaknya timbul pelacuran yang dilakukan oleh anak di bawah umur, Pemerintah Daerah Kotamadya Medan telah mengeluarkan Peraturan Daerah Perda Nomor 06 Tahun 2003 tentang Larangan Gelandangan dan Pengemisan Serta Praktek Susila di Kota Medan. Pada Pasal 1 huruf h dinyatakan bahwa, “Tuna susila adalah seseorang yang melakukan hubungan kelamin tanpa ikatan perkawinan yang sah dengan mendapatkan imbalan jasa financial maupun materil bagi dirinya maupun pihak Universitas Sumatera Utara lain dan perbuatan tersebut bertentangan dengan norma sosial, agama dan kesusilaan termasuk di dalamnya wanita tuna susila, mucikari, gigolo, dan waria tuna susila. Orang-orang tuna susila tersebut memilih sebuah tempat yang strategis dan bukan saja jauh dari keramaian bahkan sudah masuk ke pusat kota Medan. Tempat tersebut dijadikan hanya untuk sementara saja bukan sebagai tempat tinggal para pelacur. Akan tetapi ada juga tempat yang sekaligus sebagai tempat tinggal bagi mucikari dan gigolo seperti yang ada di daerah Berastagi. Tempat yang digunakan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 huruf i bahwa, “Tempat tuna susila adalah tempat yang digunakan untuk melakukan atau menampung perbuatan praktek pelacuran baik yang bersifat tetap maupun besifat sementara.” Selain itu, Pasal 2 Ayat 3 Peraturan Daerah Perda Nomor 06 Tahun 2003 tersebut Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan ketertiban umum dengan menggariskan pengaturan mengenai perbuatan pelacuran yang menggangu norma umum di kota Medan. Selengkapnya berbunyi, ”Dilarang membujuk atau memikat orang lain dengan dengan perkataan-perkataan dan isyarat dan atau dengan perbuatan lainnya dengan maksud mengajak melakukan perbuatan pelacuran di jalan umum dan atau tempat yang diketahuidikunjungi oleh orang lain baik perorangan atau beberapa orang. Selanjutnya Pasal 3 Ayat 3 Peraturan Daerah Perda Nomor 06 Tahun 2003 mengatur mengenai pengawasan dan pembinaan penyelenggaraan ketertiban sebagaimana digariskan bahwa, ”Teknis penanggulangan gelandangan dan Universitas Sumatera Utara pengemis serta tuna susila akan diatur lebih lanjut dengan keputusan kepala daerah.” Selanjutnya dalam Pasal 4 disebutkan bentuk kegiatan dalam hal pembinaan terhadap para pelacur, selengkapnya berbunyi, “Pemerintah daerah melakukan pembinaan terhadap gelandangan dan pengemis serta tuna susila berupa kegiatan yang berbentuk dan mencakup keterampilan-keterampilan serta keahlian lainnya.” Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Peraturan Daerah Perda Nomor 06 Tahun 2003 mengenai larangan Pemerintah Daerah Kota Medan terhadap perbuatan pelacuran, maka menurut Pasal 5 Ayat 1 ditetapkan suatu ketentuan pidana bagi siapa saja yang melanggar ketentuan Pasal 2 peraturan daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 6 enam bulan dan atau denda sebanyakbanyaknya Rp.5.000.000,- lima juta rupiah. Oleh karena terhadap perbuatan pelacuran tersebut sulit untuk menentukan pasal-pasal mana yang dilanggar seperti di dalam KUH Pidana tidak ditemukannya ketentuan bahwa pelacuran termasuk kepada kejahatan Pasal 296, 297, dan 506. Di dalam Perda Peraturan Daerah Perda Nomor 06 Tahun 2003 juga tidak menentukan bahwa pelacuran digolongkan kepada bentuk kejahatan akan tetapi merupakan pelanggaran saja, untuk lebih jelasnya dalam Pasal 5 Ayat 2 ditentukan, ”Tindak pidana sebagaimana dimaksud Ayat 1 adalah pelanggaran.” Ayat 1 yang dimaksudkan itu adalah ketentuan pidana yang dicantumkan dalam Pasal 5 Ayat 1 tersebut di atas. Universitas Sumatera Utara Selain langkah pemberlakuan Peraturan Daerah Perda Nomor 06 Tahun 2003 tentang Larangan Gelandangan dan Pengemisan Serta Praktek Susila di Kota Medan, pihak Polsekta Medan Medan Baru melakukan razia di malam hari untuk menangkapi dan memproses orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan asusila di sekitar Kecamatan Medan Baru khususnya terhadap anak-anak yang masih di bawah umur yang berkeliaran di malam hari. Operasi ini dilakukan untuk mengantisipasi anak-anak terjerumus kepada dunia malam dan pergaulan bebas bahkan terhadap pelacuran yang berada di kamp-kamp atau barak-barak seperti di Nibung Raya Medan, di jalan Iskanda Muda, di jalan Gatoto Subroto, di jalan SM. Raja, di jalan Gajah Mada dan lain-lain. Operasi razia yang dilakukan Polsekta Medan Baru ini lebih dikenal dengan ”Razia Kasih Sayang”. Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya pelacuran di Polsek Medan Baru juga dilakukan penertiban terhadap kafe-kafe dan hiburan malam. Seperti kafe di sekitar jalan Gajah Mada hingga pada saat ini telah di bongkar dan tidak diperkenankan lagi terdengar suara musik-musik disco di sana, namun pada saat ini kafe-kafe di jalan Gajah Mada tersebut kembali dibangun oleh pengelola kafe namun musik-musik disco tidak ada kedengaran lagi hingga saat ini. Begitu pula kafe yang berada di sekitar SMU Harapan Kota Medan, juga telah digusur karena merupakan sarang terjadinya transaksi wanita Anak Baru Gede ABG yang masih di bawah umur seperti anak-anak sekolah yang masih duduk di bangku SMP dan SMA. Jika tempat-tempat seperti kafe di Warung Kopi Warkop Harapan terus beroperasi, maka berkemungkinan para laki-laki hidung belang semakin banyak berdatangan ke sana melakukan transaksi terselubung Universitas Sumatera Utara melalui mucikari atau gigolo istilah mucikari yang populer dikenal di kota Medan. Terhadap pelaku dan anak yang terlibat pelacuran seksual, Polsekta Medan Baru melakukan langkah-langkah pencegahan sekaligus dapat mengurangi kuantitas dunia pelacuran di Medan Baru. Oleh karena itu, Kapolsekta Medan Baru melakukan kebijakan-kebijakan yang terintegrasi terhadap pelacuran atau perbuatan asusila ini, di antaranya adalah: 80 a. Mengadakan upaya rehabilitasi kepada para pemeran pelacuran guna mempersiapkan proses rehabilitasi dirinya sendiri untuk mencapai penghidupan yang layak dan terhormat sesuai dengan nilai-nilai moral Pancasila. b. Mengadakan Inventarisasi daerah-daerah rawan. c. Mengadakan gerakan-gerakan operasional pemberantasan di dalam wilayah hukum Kecamatan Medan Baru. d. Mengadakan pengawasan untuk mencegah bertambahnya jumlah pelacuran, bahkan berkurang atau hilang serta mencegah meluasnya daerah operasi mereka. e. Memberikan penyuluhan dan penerangan kepada masyarakat tentang bahaya pelacuran. f. Menyampaikan laporan periodik kepada walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan dan Kepolisian Daerah Sumatera Utara mengenai segala 80 Wawancara langsung dengan Kanit Patroli Kepolisian Sektor Medan Baru tanggal 12 Februari 2010 di Kantor Polsekta di Jalan Nibung Raya Medan. Universitas Sumatera Utara aktifitas di Polsekta Medan Baru serta saran-saran konkrit untuk menyusun kebijaksanaan selanjutnya. g. Mengkoordinasikan Satuan Pelaksana Pemberantasan Pelacuran di Kecamatan Medan Baru dari mulai perencanaan, pembinaan sampai dengan operasional baik preventif, represif maupun rehabilitatif. Walaupun masalah pelacuran anak di bawah umur secara konkrit tidak terdapat di dalam sarana non penal, dalam mengatasi masalah pelacuran yang dilakukan oleh anak di bawah umur yang terjaring operasi dibina dan direhabilitasi, memberikan penyuluhan, pelatihan menjahit, pelatihan salon, membuat kerajinan dan upaya lainnya, tetapi yang bisa bertahan dan kembali ke kampung halamannya hanya sebagian kecil dan sebagian besar kembali lagi menjadi pelacur. Hal ini diketahui apabila dalam razia yang tertangkap adalah muka-muka lama atau pemain-pemain lama yang beroperasi kembali di jalanan. Menangani para pelacur yang masih di bawah umur Kantor Sosial biasanya memanggil orang tua atau walinya atau cukup dengan memberikan surat pemberitahuan, karena anak yang masih di bawah umur selalu di kembalikan kepada orang tuannya karena masih menjadi tanggung jawab orang tuanya untuk dibina jika orang tuanya tidak ada, maka dikembalikan kepada walinya atau saudaranya yang bertanggung jawab, jika walinya tersebut tidak ada, maka direhabilitasi oleh pemerintah melalui panti rehabilitasi. Konsepsi kebijakan penanggulangan kejahatan yang integral mengandung konsekwensi, bahwa segala usaha yang rasional untuk menanggulangi kejahatan harus merupakan satu kesatuan yang terpadu integralitas. Ini berarti kebijakan Universitas Sumatera Utara penal harus pula dipadukan dengan kebijakkan atau usaha-usaha lain yang bersifat non penal. Ini berarti pula, apabila dalam pelaksanaan politik kriminal tidak dilakukan upaya integralitas terhadap kedua kebijakan penal dan non penal tersebut, maka akan terjadi pemikulan beban yang berlebihan, terutama yang dirasakan oleh Hukum Pidana, Kenapa? Di dalam masyarakat sering terjadi, bahwa urusan penanggulangan kejahatan adalah urusan hukum pidana, sehingga dalam sehari-hari akan tampak bahwa hukum itu berfungsi sebagai “Panglima” dalam poltik kriminal. Padahal usaha-usaha preventif pencegahan akan sangat dirasakan lebih efektif dari pada usaha penindakan secara represif. Sebab usaha- usaha preventif non penal yang dapat meliputi bidang yang sangat luas sekali di seluruh sektor kebijakan sosial atau pembangunan nasional, mempunyai tujuan utama yakni memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu secara tidak langsung mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan. Dengan demikian ditinjau dari sudut politik kriminal, maka keseluruhan kegiatan preventif usaha-usaha non penal tersebut sebenarnya mempunyai kedudukan yang sangat strategis. Karena menempati posisi kunci yang harus diintensifkan dan diefektifkan. Kegagalan dalam menggarap posisi strategis ini berarti akan berakibat fatal bagi usaha penanggulangan asusila dalam bentuk pelacuran di Kecamatan Medan Baru dan sekitarnya.

B. Peran Serta Pihak Lain Dalam Penanggulangan Pelacuran Anak Di Bawah Umur