Faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja pada penduduk di desa dalam perkebunan kelapa sawit (kasus desa Cimulang dan desa Bantar Sari, kecamatan Rancabungur, kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat)

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN

KERJA PADA PENDUDUK DI DESA DALAM PERKEBUNAN

KELAPA SAWIT

(Kasus Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor. Provinsi Jawa Barat)

Oleh :

Mery Purnamasarie

NRP. I34070022

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

ABSTRAC

Oilpalm is one of Indonesia’s agricultural commodities with rapid growth in the last two decades – annually size of plantation increased by 11% whereas production by 9.4%. One of the objective of oilpalm development is to generate employment opportunity – which is expected to be captured by community surrounding oilpalm plantation. This research is to describe and analyze employment opportunity by sectors (foodcrops-fisheries, plantation, secondary/manufacture, and tertiary/trade and services) and the internal and external factors that affect employment opportunity.

Cimulang and Bantarsari are two villages in West Java with 75% of its area inside a state-owned plantation, which undergone conversion from rubber to oilpalm in the year 2000. The research is done on 4 hamlets of these villages differentiated by geographical location and transportation access into two (2) Kampung Dalam which are inside plantation-area and limited transportation access and two (2) Kampung Luar which most area are outside plantation and easy transportation access.

The research indicated that all of the internal factors (gender, age, education, social status), affect employment opportunities. In general more men works in different sectors than women, and more workers (of young age group, higher education, and high social status) work in tertiary sector. Only a small percentage work in oilpalm plantation, and only those from Kampung Dalam, male, of medium age-group, with some education (Elementary, Junior High), and of poor social status.

Of the external factors (access to information of job, access of transportation), access to information affect employment opportunities in secondary and tertiary sectors. As the difference of employment opportunity seems to be more based on location (Kampung Dalam or Kampung Luar), which is indicated by access to transportation, access of transportation is seen as mediating factor that affect both internal and external factors.

Key words: employment opportunity, village inside oilpalm plantation, internal and external factors


(3)

RINGKASAN

MERY PURNAMASARIE, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Penduduk Di Desa Dalam Perkebunan Kelapa Sawit (Kasus Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor . Provinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan MELANI ABDULKADIR-SUNITO.

Tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sebesar 237 juta jiwa dengan jumlah angkatan kerja sebanyak 116,5 juta jiwa atau 49% dari total penduduk (BPS,2010). Berdasarkan pekerjaan utama sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian, antara Tahun 2005 ke Tahun 2010 persentase menurun dari 43% menjadi 38%, secara mutlak jumlahnya bertambah (BPS,2011). Salah satu tujuan pengembangan kelapa sawit adalah untuk membuka lapangan pekerjaan. Ekspansi lahan sebagai cara meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan, tidak saja melalui perluasan daerah tetapi juga perubahan komoditas tanaman perkebunan.

Berbeda dengan pulau-pulau di luar Jawa, pengembangan perkebunan kelapa sawit di Jawa diuntungkan oleh daerah dekat pusat pemerintahan, kemudahan akses informasi meningkatkan kesempatan akses trasportasi serta tersedianya tenaga kerja.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisis dan menjelaskan tentang; 1) Kesempatan kerja pada penduduk desa di dalam perkebunan di bidang pertanian dan non pertanian pinggiran perkebunan bagi laki-laki dan perempuan. 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja penduduk desa dalam perkebunan.

Penelitian ini difokuskan pada dua desa yang berada di sekitar perkebunan yaitu Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari. Kemudian memilih kampung yang berada di dalam dan luar perkebunan untuk mengetahui kesempatan kerja penduduk. Kampung Dalam adalah Kampung Cimulang Ujung dan Gunung Leutik. Kampung Luar adalah Kampung Ciheleut dan Hulurawa. Penelitian dilakukan selama Maret – Mei 2011. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pemilihan informan dilakukan secara purposive dengan teknik snowball sampling. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik random sampling. Informan yang digunakan jumlahnya tidak terbatas selama informasi yang dibutuhkan sudah cukup memenuhi, sedangkan responden yang digunakan sebanyak 30 rumah tangga untuk setiap kampung jadi jumlah total responden adalah 120 rumah tangga. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder dan primer yang diperoleh dari literature, pengamatan, wawancara mendalam dan kuesioner. Data yang diperoleh akan diolah dengan proses editing, coding, entry, cleaning, dan analisis data dengan menggunakan program microsoft excel dan teknik tabulasi silang.

Kesempatan Kerja Penduduk sebelum komoditas sawit banyak yang bekerja di perkebunan baik laki-laki dan perempuan. Setelah perubahan komoditas menjadi sawit kesempatan kerja penduduk menurun bahkan untuk perempuan hampir tidak ada sama. Tidak terbukti salah satu tujuan pengembangan kelapa sawit yaitu meningkatkan lapangan pekerjaan. Kenyataannya setelah sawit menurunkan kesempatan kerja penduduk dan semakin tinggi kesempatan kerja penduduk di luar perkebunan yang lebih menarik.


(4)

Kesempatan kerja penduduk berdasarkan jenis kelamin dan umur 15 tahun ke atas menunjukkan laki-laki lebih banyak berperan di sektor produktif sedangkan perempuan lebih banyak terlibat di sektor reproduktif. Tidak ada perempuan yang telibat dalam pekerjaan di sektor pertanian-perkebunan. Penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar memiliki kesempatan kerja tinggi di bidang non pertanian tersier dan pertanian pangan-perikanan.

Kampung yang lebih dekat dengan perkebunan lebih banyak yang bekerja di perkebunan dibandingkan dengan kampung yang berada jauh dari perkebunan. Setelah perubahan komoditas perkebunan (dari komoditas karet menjadi komoditas kelapa sawit) menunjukkan semua kampung tidak ada perempuan yang terlibat dalam kegiatan perkebunan, tetapi mengalami peningkatan kesempatan kerja perempuan di sektor pertanian pangan dan perikanan dan non pertanian tersier. Kesempatan kerja laki-laki tidak jauh berbeda dengan perempuan, hanya beberapa penduduk yang berada di dalam perkebunan masih bekerja.

Faktor faktor yang menpengaruhi kesempatan kerja meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kesempatan kerja penduduk dalam perkebunan sawit adalah jenis kelamin, Pendidikan umur dan status sosial. Kesempatan kerja laki-laki lebih beragam di beragam sektor dibanding perempuan, terlebih di sektor pertanian-perkebunan. Semakin tinggi tingkat pendidikan kesempatan kerja semakin beragam. Usia produktif muda (15-29 tahun) mayoritas bekerja di non pertanian tersier. Usia produktif tengah (30-44 tahun) memiliki kesempatan kerja yang lebih tersebar di beragam sektor. Usia produktif tua (45-59 tahun) bekerja di sektor pertanian pangan- perikanan. Kesempatan kerja pada status sosial tinggi dan rendah di Kampung Dalam dan Kampung Luar berbeda. Pada status sosial tinggi dan rendah antara Kampung Dalam dan Kampung Luar memiliki penyebaran kesempatan kerja berbeda.

Faktor ekternal yang mempengaruhi adalah akses informasi, sedangkan akses trasportasi menjadi faktor antara dari faktor-faktor lain dalam mempengaruhi kesemptan kerja. Berdasarkan letak geografis, akses trasportasi langsung dapat dibedakan Kampung Dalam dengan akses trasportasi sulit dan Kampung Luar dengan akses trasportasi mudah.

Perlu adanya penelitian lanjutan tentang penelitian kesenpatan kerja penduduk perkebunan sawit terutama membandingkan kesempatan kerja penduduk perkebunan sawit di pulau Jawa dan kesempatan kerja penduduk perkebunan sawit di luar pulau Jawa. Pentingnya peran pemerintah untuk lebih memperhatikan sarana trasportasi jalan desa di Kampung dalam sehingga mempermudah penduduk untuk mencari pekerjaan keluar kampung


(5)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN

KERJA PADA PENDUDUK DESA DALAM PERKEBUNAN

KELAPA SAWIT

(Kasus Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor. Provinsi Jawa Barat)

Oleh : Mery Purnamasarie

NRP. I34070022

SKRIPSI

Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi:

Nama Mahasiswa : Mery Purnamasarie

NIM : I34070022

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja pada Penduduk di Desa Dalam Perkebunan Kelapa Sawit

(Kasus Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor . Provinsi Jawa Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan KPM 499 pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Melani Abdulkadir-Sunito, M.Sc NIP. 196030805 198903 2 003

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr.Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003


(7)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA PADA PENDUDUK DI DESA DALAM PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (KASUS DESA CIMULANG DAN DESA BANTAR SARI, KECAMATAN RANCABUNGUR, KABUPATEN BOGOR. PROVINSI JAWA BARAT)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Juli 2011

Mery Purnamasarie I34070022


(8)

RIWAYAT HIDUP

Mery Purnamasarie lahir di Jember, 01 Mei 1988. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara yang terlahir dari pasangan Bapak Saputro dan Ibu Tatik Herlina. Penulis merupakan keturunan dari 2 suku yang berbeda yaitu suku Jawa dan suku Madura.

Penulis memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 02 Kalisat pada Tahun 1995-2001. Kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 01 Kalisat pada Tahun 2001-2004, dan SMUN 01 Kalisat pada Tahun 2004-2007. Banyak prestasi yang telah penulis raih selama sekolah, baik di lingkup sekolah maupun luar sekolah. Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMU, penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dengan studi di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB.

Semenjak memasuki bangku kuliah, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi dan ekstrakurikuler serta kegiatan kepanitiaan. Beberapa organisasi yang pernah diikuti yaitu sekretaris umum Lembaga Struktural Bina Desa Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (LS Bina Desa BEM KM IPB) dan Bendahara Umum Badan eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (BEM FEMA IPB). Kegiatan di luar kampus pun aktif diikuti dengan bergabung bersama Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN) untuk belajar tentang pemberdayaan dan pendampingan penduduk


(9)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan anugerah-Nya serta kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir atau skripsi dengan sebaik-baiknya. Skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja pada Penduduk di Desa dalam Perkebunan Sawit ini mengupas tentang kesempatan kerja penduduk desa pinggir dan dalam perkebunan terhadap sektor pertanian, perkebunan dan non pertanian, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja tersebut. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga penulisan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

.

Bogor, Juli 2011

Mery Purnamasarie I34070022


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena rahmat Allah SWT, pemilik semesta alam, penentu segala kebijakan, tempat mengadu, tiada waktu terindah dan ternyaman selain curhat padaMu Ya Rabb. Skripsi ini dapat diselesaikan atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Ibunda tersayang dan tercinta Tatik Herlina yang telah mengiringi setiap langkah dengan doa dan semangat, serta Ayahanda tercinta Saputro yang selalu mendukung penulis baik moril maupun materil , dan saudara-saudara kandung penulis Hesti widiartik, Oktovin Hermanto, Ririn saputri, Nur Azizah Saputri yang selalu memberi motivasi untuk berusaha dan memberikan yang terbaik.

2. Dosen Pembimbing Skripsi, Ir. Melani Abdulkadir-Sunito,M.Sc. yang telah membimbing, memberi saran dan kritik yang membangun, serta motivasi kepada penulis sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Dosen Uji Petik Skripsi, Ir. Fredian Tony, MS. Dosen Penguji Utama Sidang Skripsi, Martua Sihaloho, SP, MS. Dan Dosen Penguji Sidang Skripsi, Sofyan Sjaf, Msi. Yang telah memberikan koreksi dan saran yang membangun agar skripsi bisa terselesaikan dengan baik.

4. Keluarga-keluarga di Desa Cimulang dan Desa Bantar sari (Keluarga Bapak Azis, Bapak Atang, Bapak Maja, Bapak Feri, Bapak Umang, Bapak Roni, Bapak Safrudin, Bapak Istikhori, dan Bapak Engkus) yang sangat membantu penulis untuk mendpatkan informasi yang dibutuhkan dari warga serta bimbingan dan araha agar dapat berinteraksi baik dengan masyarakat.

5. Selurus penduduk kampung (Cimulang Ujung, Ciheleut, Gunung Leutik dan hulurawa) yang telah bersedia menjadi responden dengan sambutan yang hangat dan meluangkan waktunya untuk penulis.

6. Anak-anak kampung (Edon, Eli, Nuri dan Bocin) yang telah bersedia menemani penulis kerumah-rumah warga kampung.


(11)

7. Aparat pemerintahan Kecamatan Rancabungur, Desa Bantar Sari dan Desa Cimulang yang telah membantu memberikan informasi-informasi sekunder mengenai masyarakat dan perkebunan.

8. Indra Dharmaswara sebagai salah satu orang yang paling direpotkan dengan bantuan secara moril, materi, tenaga dan pikiran sehingga penelitian bahkan skripsi ini terselesaikan

9. Sahabat terbaik penulis Maria Febri Cahyani, Erna Seniwati, Melia Dian Fitriana, Isnian Adiwijaya, Dodik Hartanto, Rahmat Wageono dan Miftahul Huda yang tak pernah letih untuk memahami serta menjadi inspirasi dan memotivasi setiap langkah penulis.

10. Keluarga Kecil penulis di Bogor teman-teman ”Arsida 4”(Erna Piantari, Hesti Paramita Sari, Rithoh Yahya,dan Switenia Wana Putri ) yang selalu menjadi tempat berbagi duka dan senang bersama. Rasa kekeluargaan untuk saling menopang dan mendorong selama menempuh studi di IPB.

11. Sahabat-sahabat baru penulis di bangku kuliah Medal Lintas Perceka, Genk Jojotik (Geidy Tiara Ariendi, Hardiyanti Darma Pertiwi, Isma Rosyida, Lisbet Juwita Girsang dan Marika Veraria), Nendy Rizka Halandevi, Puput Barbie,Ali Sulton, dan Eka Ariwijayanti untuk persabahatan penuh warna dan semangat yang diberikan agar segera menyelesaikan skripsi

12. Teman-teman KPM 44, Teman-teman OMDA Jember dan teman-teman BEM FEMA yang memberikan banyak contoh pembelajaran untuk menjadi insan yang lebih baik bagi penulis

13. Semua pihak yang terlewatkan dan tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu, menyemangati, dan mengisi hari-hari Skripsi penulis dengan tawa, semangat, dan doa.


(12)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI ………... xii

DAFTAR TABEL ……….. xiv

DAFTAR GAMBAR ……….. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvii

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Rumusan Masalah ..……… 4

1.3 Tujuan Penelitian ……… 5

1.4 Kegunaan Penelitian ..………. 6

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ………. 7

2.1 Kesempatan Kerja .……….. 7

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja ……… 9

2.3 Kerangka Berpikir ……….. 13

2.4 Hipotesis Penelitian ……… 15

2.5 Definisi Operasional ………. 15

BAB III METODE PENELITIAN ………... 19

3.1 Lokasi dan Waktu ……….. 19

3.2 Pendekatan Penelitian ………. 19

3.3 Teknik Pemilihan Informan dan Responden ……… 20

3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ……… 21

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ………... 22

BAB IV GAMBARAN UMUM ………. 24

4.1 Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari ……… 24

4.1.1 Kondisi Geografi ………. 24

4.1.2 Kondisi Sosial ……….. 25

4.1.3 Kondisi Ekonomi ………. 26

4.2 ” Kampung Luar” dan ” Kampung Dalam” Perkebunan ………. 28

4.2.1 Kondisi Geografi ………. 28

4.2.2 Kondisi Sosial ………. 29

4.2.3 Kondisi Ekonomi ……… 31

4.3 Sejarah Desa dan Perkebunan ………... 34

BAB V KESEMPATAN KERJA PENDUDUK DALAM PERKEBUNAN SAWIT ……… 36 5.1 Kondisi Keluarga Penduduk Desa Perkebunan dan Responden …… 36

5.2 Kesempatan Kerja Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin ... 41 5.3 Kesempatan Kerja Penduduk Berdasarkan Perubahan Antar Waktu

(Sebelum Komoditas Sawit Dan Setelah Komoditas Sawit) ………… 43


(13)

BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA PENDUDUK PINGGIR PERKEBUNAN ……….

48

6..1 Faktor Internal ………... 48

6.1.1 Jenis Kelamin ………..……… 48

6.1.2 Pendidikan ……….. 49

6.1.3 Umur ……… 50

6.1.4Status Sosial ………. 51

6.2 Faktor Ekstrnal ………. 52

6.2.1 Akses Informasi ……… 52

6.2.2 Akses Transportasi ……….. 54

BAB VII PENUTUP ………..………. 56

7.1 Kesimpulan ………..………. 56

7.2 Saran ……….. 57

DAFTAR PUSTAKA ………. 58


(14)

DAFTAR TABEL

No Hal

1 Penduduk Usia Produktif berdasarkan SUPAS 2005 dan SENSUS 2010, Tahun 2010 ……….

2

2 Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas menurut Pekerjaan Utama di Indonesia, Tahun 2010(dalam Persen) ………..

3

3 Penduduk menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Desa Cimulang Dan Bantar Sari, Tahun 2011 (dalam Persen) ………

25

4 Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari, Tahun 2011 (dalam Persen) …………..………..

26 5 Penduduk menurut Mata Pencaharian Desa Cimulang dan Desa

Bantar Sari, Tahun 2011 (dalam Persen) ………..

27

6 Penduduk menurut Tingkat Kesejahteraan Penduduk Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari, Tahun 2011 (dalam Persen) ...………

28

7 Penduduk menurut Kondisi Geografi di Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) …………..………

29

8 Penduduk Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) …. 30 9 Penduduk menurut Kelompok Umur di Kampung Dalam dan

Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) ……..……….. 30

10 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) ………..…………..

32

11 Responden menurut Kondisi Umum di Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) ………...

37

12 Responden menurut Kegiatan Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) ………...

38 13 Penduduk menurut Kepemilikan Dan Penguasaan Rumah Tangga di

Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) ………. 39

14 Penduduk menurut Akses Informasi Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011(dalam Persen) ………

40

15 Penduduk menurut Akses Trasportasi di Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011(dalam Persen) ………


(15)

16 Penduduk menurut Kepemilikan Dan Pengusaan Rumah Tangga di Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) ………

40

17 Kesempatan Kerja Perempuan Dan Laki-Laki Usia 15 Tahun ke Atas di Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011(dalam Persen) …..…

41

18 Kesempatan Kerja Perempuan Sebelum dan Setelah Sawit di Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011(dalam Persen) ………

44

19 Kesempatan Kerja Laki-Laki Sebelum dan Setelah Sawit di Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen)………

45

20 Kesempatan kerja menurut Jenis Kelamin di Kampung Dalam da luar, Tahun 2011 (dalam Persen) ………..

48 21 Kesempatan Kerja menurut Tingkat Pendidikan di Kampung Dalam

dan Luar, Tahun 2011(dalam Persen) ………

50

22 Kesempatan Kerja menurut Umur di Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) ………

51

23 Kesempatan Kerja menurut Status Sosial di Kampung Dalam dan Luar, tahun 2011(dalam Persen) ………..……….

52

24 Kesempatan kerja menurut Akses Informasi di Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen) ………....

53

25 Kesempatan Kerja menurut Ragam informasi yang di Terima Penduduk di Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011(dalam Persen)..

54

26 Kesempatan Kerja menurut Akses Transportasi di Kampung Dalam dan Luar, tahun 2011(dalam Persen) ……….


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1 Kerangka Berpikir “ Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Penduduk Desa Dalam Perkebunan Sawit” ………

14

2 Peta Desa Rancak Bungur ……….. 63

3 Peta Desa Cimulang ……….. 64

4 Peta Desa Bantar Sari ……….. 65

5 Fasilitas Pendidikan di Kampung Luar ………. 66

6 Fasilitas Kesehatan di Kampung Luar ……….. 66

7 Fasilitas Jalan di Kampung Luar ………. 66

8 Fasilitas Jalan di Kampung Dalam ………. 66

9 Kondisi Rumah Warga di Kampung Dalam ……… 66

10 Fasilitas Koperasi Pertanian di Kampung Luar ……….. 66

11 Pekerja Memanen Sawit ………. 67

12 Pupuk Kandang untuk Pertanian di Kampung Luar ………. 67

13 Ibu-Ibu Pulang Setelah Menjadi Buruh ………. 67

14 Penduduk Menjemur Hasil Panen ……….. 67

15 Perikanan di Kampung Dalam ……….. 67

16 Peternakan Kambing ………. 67

17 Membuat Sapu Lidi di Kampung Dalam ………. 67


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk besar dan laju pertumbuhan tinggi. Pada SENSUS Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia adalah 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,11 persen (BPS, 2011). Tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sebesar 237 juta jiwa dengan jumlah angkatan kerja sebanyak 116,5 juta jiwa atau 49 persen dari total penduduk (BPS, 2010). Disatu pihak jumlah penduduk dan tenaga kerja menggambarkan potensi yang dapat digunakan untuk usaha produktif yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan penduduk, dilain pihak hal ini menunjukkan besarnya tantangan yang dihadapi.

Keterbatasan lapangan pekerjaan juga dicerminkan oleh tingkat pengangguran terbuka. Sekitar 13,8 juta jiwa penduduk Indonesia menganggur baik pengangguran terbuka maupun pengangguran paruh waktu (terselubung). Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Fadel Muhammad pada tahun 2011 ada penambahan jumlah pengangguran 1,1 juta yakni dari tamatan perguruan tinggi yang belum siap kerja.1 Tantangan yang dihadapi Indonesia dewasa ini adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya manusia yang begitu banyak menjadi potensi pendukung pembangunan (Simanjuntak, 1985). Persoalan ketenaga kerjaan merupakan salah satu dari unsur utama dalam pengembangan sumberdaya manusia (GBHN, 1993), oleh karena itu pembangunan di Indonesia tidak akan terlepas dari masalah perluasan dan pemerataan kesempatan kerja.


(19)

Tabel 1. Penduduk Usia Produktif berdasarkan SUPAS 2005 dan SENSUS 2010, Tahun 2010.

Jenis Kegiatan SUPAS 2005 SENSUS 2010 Jumlah penduduk Indonesia 218.868.791 237.641.326 Jumlah Penduduk Usia 15 +

(% dari total penduduk)

158.491.396 (72,4)

172.070.339 (72,4) Angkatan Kerja

(% dari total penduduk)

105.857.653 (48,6)

116.527.547 (49,0) a. Bekerja 93.958.387 108.207.767 b. Pengangguran

Terbuka

11.899.266 8.319.779 c. Reit Partisipasi

angkatan Kerja (RPAK)

66,8 67,7

d. Reit

Pengangguran(RP)

11,2 7,3 Bukan Angkatan Kerja

(% dari total penduduk)

52.633.743 (24,0)

55.542.793 (23,4) a. Sekolah 13.581.943 14.011.778 b. Mengurus Rumah

Tangga

30.619.529 32.971.456 c. Lainnya 8.432.271 8.559.559

*Sumber: Data Statistik 2011

Keterangan :

a. RPAK = Ʃ Angkatan Kerja : Ʃ Penduduk 15+ X 100

b. RP =Ʃ Pengangguran : Ʃ Angkatan Kerja X 100

Berdasarkan pekerjaan utama sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian (termasuk perkebunan;lihat Tabel 2), antara tahun 2005 ke tahun 2010 persentase menurun dari 43 persen menjadi 38 persen, secara mutlak jumlahnya bertambah. Pekerjaan yang menduduki posisi selanjutnya adalah perdagangan dan industri pengolahan, secara signifikan mengalami kenaikan cukup besar dalam penyerapan tenga kerja yaitu 1,73 persen dan 0,2 persen. Data berikut menggambarkan lebih rinci pekerjaan utama penduduk 15 tahun ke atas .


(20)

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas berdasarkan Pekerjaan Utama di Indonesia, Tahun 2010.

Lapangan Pekerjaan Utama SUPAS 2005 (%) SENSUS 2010 (%) Pertanian, kehutanan,

perburuan dan perikanan

41.309.776 (4,0) 41.494.941 (38,3) Pertambangan dan Penggalian 904.194 (1,0) 1.254.501 (1,2) Industri Pengolahan 11.952.985

(12,7)

13.824.251 (12,8) Listrik, Gas dan Air 194.642

(0,2)

234.070 (0,2)

Bangunan 4.565.454

(4,9)

5.592.897 (5,2) Perdagangan Besar,

Eceran, Rumah makan dan Hotel 17.909.147 (19,1) 22.492.176 (20,8) Angkutan, pergudangan dan komunikasi 5.652.841 (6,0) 5.619.022 (5,2) Keuangan, asuransi, usaha

persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan

1.141.852 (1,2)

1.739.486 (1,6) Jasa kependudukan, sosial

dan perorangan 10.327.496 (11,0) 15.956.423 (14,8) Total (%) 93.958.387 (100) 108.207.767 (100) *Sumber: Data Statistik 2011

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian di Indonesia yang pertumbuhannya paling pesat pada dua dekade terakhir. Pada periode tersebut, areal meningkat dengan laju sekitar 11 persen per tahun, produksi meningkat 9.4

persen pertahun. Konsumsi domestik dan ekspor meningkat sebesar masing-masing 10 persen dan 13 persen per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2005).

Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian, tujuan utama pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah 1) menumbuhkembangkan usaha kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan penduduk, dan 2) menumbuhkan industri pengolahan CPO dan produk turunannya serta industri


(21)

penunjang (pupuk, obat-obatan, alat-alat dan mesin) dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah CPO dan produk turunannya (Deptan, 2004). Pada tahun 2009 luas perkebunan kelapa sawit hampir 4.520.9 juta ha (BPS, 2009). Jumlah tenaga kerja di perkebunan sawit serta petani sawit dan keluarganya diperkirakan mencapai 10 juta orang. Besarnya tenaga kerja yang terserap diharapkan bisa menekan jumlah pengangguran yang masih menjadi masalah serius bagi Indonesia (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008).

Ekspansi lahan sebagai cara meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan, tidak saja melalui perluasan daerah tetapi juga perubahan komoditas tanaman perkebunan. Hal terakhir ini terjadi di PTPN VII di Jawa Barat, dimana komoditas karet diganti dengan kelapa sawit. Pembangunan perkebunan sawit diipandang dapat menyelesaikan sebagian masalah yang sedang dihadapi oleh pemerintah dan penduduk, terutama akibat krisis ekonomi Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Kelapa sawit dan produk turunannya merupakan sumber pendapatan daerah yang besar dan dapat menyerap tenaga kerja (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008)

Berbeda dengan pulau-pulau di luar Jawa, pengembangan perkebunan kelapa sawit di Jawa diuntungkan oleh daerah dekat pusat pemerintahan, kemudahan akses informasi meningkatkan kesempatan akses transportasi serta tersedianya tenaga kerja. Hal-hal tersebut juga memperluas keragaman kerja yang tersedia pada penduduk desa sekitar perkebunan kelapa sawit di pulau Jawa. Menjadi menarik untuk mengetahui kesempatan kerja apa sajakah baik di sektor pertanian, perkebunan dan non pertanian yang tersedia bagi masyarakat desa sekitar perkebunan kelapa sawit di Jawa.

1.2Rumusan Masalah

Cimulang dan Bantar Sari hanya berjarak 84 Km dari ibu Kota Negara, Jakarta. Sekitar 75 persen luas desa berada di dalam area perkebunan kelapa sawit. Posisi desa yang berada di dalam perkebunan kelapa sawit diduga akan memberi peluang kerja penduduk desa dalam kegiatan perkebunan. Perubahan komoditas tanaman perkebunan dari karet menjadi tanaman kelapa sawit


(22)

memungkinkan adanya dampak yang nyata untuk aktivitas perkebunan termasuk aktivitas penduduk dalam perkebunan .

Letak geografis wilayah desa karena kedekatan dengan kota besar yang beri peluang kerja non pertanian dan akses terhadap fasilitas transportasi umum menjadi pembeda kesempatan kerja penduduk di kedua desa tersebut. Mereka yang menetap di Kampung Dalam area perkebunan, memiliki kesempatan kerja yang lebih terbatas. Apalagi umumnya Kampung Dalam juga terkendala dengan terbatasnya fasilitas transportasi umum. Penduduk yang menetap di Kampung Luar area perkebunan, memiliki kesempatan kerja yang di bidang pertanian dan non pertanian lebih beragam ditambah sarana transportasi umum yang lebih baik. Menarik untuk dilihat apakah benar faktor geografis dan fasilitas transportasi berpengaruh terhadap kesempatan kerja penduduk yang tinggal di dalam perkebunan. Kesempatan kerja juga diduga akan berbeda untuk laki-laki dan perempuan, sehingga menarik untuk diketahui kesempatan kerja laki-laki dan perempuan penduduk Kampung Dalam dan luar perkebunan masih berpusat di sekitar lingkungan rumah (perkebunan) atau mulai menggunakan kesempatan kerja di luar lingkungannya. Hal yang juga menarik untuk dikaji adalah apa sajakah selain akses transportasi, letak geografi dan jenis kelamin faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan bekerja di sektor pertanian dan non pertanian.

1.3Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisis dan menjelaskan tentang:

1. Kesempatan kerja pada penduduk desa di dalam perkebunan di bidang pertanian dan non pertanian pinggiran perkebunan bagi laki-laki dan perempuan,

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja penduduk desa dalam perkebunan.


(23)

1.4Kegunaan Penelitian.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan kependudukan dan ketenagakerjaan, khususnya kepada:

1.Peneliti yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai kesempatan kerja penduduk desa dan perkebunan serta, melakukan penelitian lanjutan dan pengembangan dengan penelitian terkait yang sudah ada sebelumnya 2.Kalangan akademisi, dapat menambah literatur dalam melakukan kajian

mengenai kesempatan kerja

3.Kalangan non akademisi, pemerintah, maupun swasta dapat bermanfaat sebagai sebuah bahan pertimbangan dalam membuka kesempatan kerja bagi penduduk


(24)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Kesempatan Kerja

Penduduk terbagi menjadi penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Penduduk usia kerja terdiri atas angkatan kerja(15-64 tahun) dan bukan angkatan kerja(< 15 tahun dan > 65 tahun). Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja atau mencari pekerjaan. Sedangkan yang bukan angkatan kerja angkatan kerja adalah mereka yang khusus melakukan kegiatan bersekolah, mengurus rumah tangga atau lainnya dan sama sekali tidak bekerja atau mencari pekerjaan (BPS, 1998). Golongan yang masih sekolah dan yang mengurus rumah tangga dalam kelompok bukan angkatan kerja ini, sewaktu-waktu dapat masuk ke pasar kerja. Oleh sebab itu, kelompok ini dapat juga disebut sebagai angkatan kerja potensial (Simanjuntak, 1998).

Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian jumlah penduduk yang berkerja (Rusli, 2007). Suroto dan Oloan berbeda dengan Rusli tentang kesempatan kerja. Suroto (1992) menyebutkan bahwa dinamika pasar kerja adalah bagaimana penawaran atau persediaan tenaga kerja dan permintaan atau kebutuhan tenaga kerja dalam pasar kerja, berkembang dan menyusut. Dengan demikian, dinamika kesempatan kerja dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan dalam pola penyerapan tenaga kerja. Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian, pengertian kesempatan kerja adalah mencakup lapangan perkerjaan yang sudah diisi dan semua lapangan pekerjaan yang masih lowong. Dari lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut (yang mengandung arti adanya kesempatan), kemudian timbul kebutuhan akan tenaga kerja (Oloan, 2009).

Pada tahun 1995, International Labor Organization (ILO) menyebutkan bahwa penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia sama atau lebih dari lima belas tahun sampai usia enam puluh tahun. Penduduk usia kerja tersebut dikenal sebagai tenaga kerja. Indonesia tidak menganut batas maksimum usia kerja. Alasannya, Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional. Hanya


(25)

sebagian penduduk yang menerima tunjangan hari tua, yaitu pegawai negeri dan sebagian pegawai swasta. Untuk golongan ini pun, pendapatan yang diterima tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itu, sebagian besar penduduk dalam usia pensiun masih aktif dalam kegiatan ekonomi dan tetap digolongkan sebagai tenaga kerja (Simanjuntak, 1998)

Banyaknya pencari kerja dibandingkan dengan banyaknya angkatan kerja adalah indikator tinggi rendahnya penggangguran di suatu wilayah dan waktu tertentu. Lipsey, et.al., (1997) menyebutkan bahwa angka pengangguran akan fluktuasi dari tahun ketahun karena perubahan pada angkatan kerja, tidak persis diimbangi oleh perubahan pada kesempatan kerja. Kesempatan kerja berubah karena adanya pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan beberapa sektor dalam perekonomian menurun dan sektor-sektor lain berkembang.

Novianto (1999), menyatakan bahwa kesempatan kerja pertanian di daerah pedesaan semakin menurut akibat berkurangnya lahan dan daya tarik perkotaan dengan beragam pekerjaan yang lebih nyaman dibandingkan di pedesaan. Budiharsono (1996) yang melakukan penelitian tentang transformasi struktural dan pertumbuhan ekonomi antar daerah di Indonesia 1967-1987 menyatakan bahwa transformasi struktur produksi dan perubahan tenaga kerja antara daerah berbeda dengan pola normalnya, hal ini disebabkan relatif kecilnya keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian baik dalam proses produksi maupun penyerapan tenaga kerja. Selama proses transformasi, sektor industri (non pertanian) sedikit menggunakan bahan baku dari sektor pertanian juga sektor industri kurang dapat menyerap tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian.

Swasono dan Sulistyaningsih (1993) menyatakan bahwa, pada umumnya perubahan struktur di bidang ketenagakerjaan mempunyai dua arti, yaitu (1) perubahan struktur tenaga kerja dalam arti sektoral (seperti halnya pada perubahan struktur ekonomi); (2) perubahan struktur tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor modern. Menurut konsep ini, perubahan struktur dalam arti yang pertama diartikan sebagai distribusi kesempatan kerja pada setiap sektor dari waktu ke waktu. Sedangkan dalam pengertian yang kedua dianggap bahwa perlu mencari suatu titik yang dikenal sebagai dengan turning point, yang akan terjadi apabila upah di sektor non pertanian dan pertanian adalah sama secara relatif. Keadaan ini


(26)

dapat memberi pilihan pada penduduk untuk mempunyai sikap indifferent untuk bekerja di sektor pertanian atau non pertanian

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja.

Kesempatan kerja terkait dengan kehidupan ekonomi yang selalu dinamis, dimana ada kegiatan-kegiatan yang baru timbul, ada yang maju berkembang, meningkat, berpindah dan ada pula yang mundur dan hilang. Pergerakan dan perubahan-perubahan tersebut merupakan proses simultan atau sering diistilahkan dinamika.

Jumlah penduduk yang semakin meningkat merupakan sinyal bahwa pertumbuhan angkatan kerja semakin meningkat, dengan kata lain pertambahan penduduk akan berimplikasi terhadap ketersediaan kesempatan baru. Kebutuhan akan kesempatan kerja baru tidak hanya diperlukan bagi angkatan kerja baru akan tetapi juga bagi angkatan kerja yang belum memperoleh pekerjaan pada tahun-tahun sebelumnya. Sektor pertanian juga mengalami hal seperti ini, walaupun kesempatan kerja bertambah, namun pertambahan ini tidak dapat menampung semua angkatan kerja yang sudah bekerja di sektor tersebut, hal ini dapat mendorong angkatan kerja yang sudah bekerja di sektor pertanian untuk pindah ke sektor non pertanian.

Pada bidang pertanian pekerjaan produktif lebih banyak dilakukan oleh laki-laki sehingga akses dan kontrol laki-laki di bidang produktif lebih besar. Laki-laki melakukan kegiatan pengolahan lahan, penentuan tanaman dan masa tanam, pemasaran dsb. Wanita lebih dominan beraktivitas di sektor reprodukif/rumah tangga. Hanya sedikit waktu mereka terlibat dalam kegiatan produktif, sesuai kebutuhan tenaga kerja untuk membantu. Akan tetapi, istri tidak

dibayar dari hasil pekerjaannya karena dianggap membantu pekerjaan suami ( Hastuti, 2003).

Hasil penelitian Santoso, et.al. (2003), melihat beberapa hal sebagai berikut: (1) wanita walaupun melakukan usaha gula semut, namun harus tetap melakukan kegiatan domestik yang dianggap menjadi tanggung jawab utamanya.(2) pekerjaan pembuatan gula semut diserahkan pada wanita


(27)

disebabkan karena kegiatan memasak adalah kegiatan utama dan biasa dilakukan oleh wanita.

Stereotipe penduduk tentang posisi dan kedudukan antara laki-laki yang berbeda menimbulkan pembagian pekerjaan yang turun temurun di penduduk. Laki-laki melakukan kegiatan produktif dan istri untuk melakukan kegiatan reproduktif. Hartomo (2007) menyatakan bahwa kelembagaan yang ada di penduduk didominasi oleh laki-laki karena perempuan tidak memiliki banyak waktu setelah melakukan kegiatan reproduktif. Informasi yang diterima juga berbeda karena laki-laki yang memiliki lahan dan melakukan kegiatan di bidang pertanian mendapatkan penyuluhan hampir semuanya adalah laki-laki. Kondisi perempuan yang terkadang lemah pada saat akan menstruasi, hamil bahkan melahirkan menjadi alasan perusahaan perkebunan negara maupun swasta mempertimbangkan pekerjaan yang akan mereka berikan kepada perempuan (Sukesi, 2003). Alasan berkait kondisi perempuan juga berpengaruh terhadap status mereka di perkebunan dengan mempekerjakan perempuan sebagai pekerja harian lepas bukan menjadi pegawai tetap. Akibat dari itu fasilitas yang diterima (pekerja harian lepas) terbatas.

Salah satu kendala di sektor pertanian adalah rendahnya produktivitas tenaga kerja, sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan usia yang sudah relatif tua. Sedangkan tenaga kerja muda yang enerjik, progresif, dan lebih berpendidikan cenderung tidak bekerja di sektor pertanian (Suryana, 1989 dalam Fudjaja, 2002) . Beberapa faktor yang diduga menyebabkan tenaga kerja muda dan yang berpendidikan lebih tinggi tidak memilih sektor pertanian sebagai lapangan kerja utama, antara lain: 1) terbatasnya kesempatan kerja bagi yang berpendidikan lebih tinggi, 2) sektor pertanian pada umumnya tidak bisa mendatangkan pendapatan dalam waktu singkat, 3) usaha pertanian mengandung banyak resiko, 4) pendapatan yang diperoleh dari sektor pertanian lebih rendah dari yang diharapkan, dan 5) kurangnya status sosial dan kenyamanan kerja karena kesan usaha pertanian yang kumuh (Swastika dan Kustiari, 2000)

Faktor produksi tenaga kerja berkualitas (memiliki produktif tinggi) sangat menentukan tingkat pendapatan. Pendapatan akan memberikan efek pengganda terhadap pembangunan dalam bentuk investasi dan pengeluaran, dan keduanya


(28)

diperkirakan akan berdampak positif terhadap kesempatan kerja. Hasil penelitian Safrida (1999) dalam Fudjaja (2002) menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan upah minimum terhadap permintaan tenaga kerja sektor pertanian dan jasa cukup besar dan berpengaruh nyata, sedangkan terhadap permintaan tenaga kerja sektor industri pengaruhnya kecil dan tidak nyata. Tingkat upah yang diterima seorang pekerja erat kaitannya dengan produktivitas tenaga kerja itu sendiri. Nurmanaf (2000), menyatakan bahwa besar kecilnya pendapatan lebih dipengaruhi oleh produktifitas faktor-faktor produksi yang ada, termasuk faktor produksi tenaga kerja. Djauhari, et al (1998) dalam Nurmanaf (2000), memperkirakan bahwa produktivitas dan tingkat upah buruh tani dipengaruhi oleh pergeseran permintaan jenis tenaga kerja di sektor pertanian. Jenis penawaran dan permintaan tenaga kerja pertanian juga dipengaruhi oleh pergeseran pasar tenaga kerja dan pertumbuhan di luar sektor pertanian yang akan berdampak terhadap mobilitas dan kesempatan kerja. Sementara yang dapat menciptakan kesempatan kerja menurut Suroto (1992) hanyalah pembangunan sektor non pertanian dan saling ketergantungan antar sektor pertanian dan non pertanian.

Menurut Sigit(1989) dalam Fudjaja (2002), faktor penyebab terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:1) faktor pendorong dan 2) faktor penarik. Faktor pendorong berasal dari sektor pertanian sedangkan faktor penarik berasal dari sektor non pertanian. Secara umum penyebab perubahan pada tingkat pendidikan, penduduk usia muda yang semakin meningkat, perubahan norma-norma yang berhubungan dengan jenis dan situasi pekerjaan di kalangan pencari kerja dan penduduk umumnya, adanya peluang untuk bekerja di luar sektor pertanian, sempitnya pemilikan lahan pertanian (sawah) dan meningkatnya penggunaan teknologi serta tingkat upah yang relatif tinggi di sektor non pertanian. Sementara itu, Rachmad (1992) menyatakan transformasi tenaga kerja terjadi akibat adanya perubahan sikap mental para tenaga kerja, upah tenaga kerja di sektor pertanian cenderung tetap, timbulnya kesempatan kerja baru di sektor non pertanian, kenyamanan bekerja di sektor non pertanian dan semakin meningkatnya atau membaiknya kondisi komunikasi sehingga terjadi proses trasformasi.


(29)

Penelitian Sutrisno (1985) menyimpulkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi keputusan mobilitas kerja adalah rasio upah atau pendapatan sektor pertanian dibandingkan dengan sektor non pertania. Keputusan mobilitas kerja juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pemilikan tanah, tuntutan terhadap status sosial dimana mereka beranggapan bahwa bekerja di sektor non pertanian lebih tinggi statusnya. Kesempatan kerja di pedesaan terutama juga dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja pertanian dan sektor non pertanian, mobilitas tenaga kerja dan pertumbuhan angkatan kerja (Yusdja,1985)

Menurut Simanjuntak (2001) faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja, yaitu: a) kondisi perekonomian, dimana pesatnya roda perekonomian suatu daerah mencerminkan aktivitas produksi yang tinggi, kapasitas produksi yang tinggi membutuhkan tingginya faktor produksi diantaranya adalah tenaga kerja. Jadi banyak perusahaan yang menambah tenaga kerja baru. b) pertumbuhan penduduk ; kualitas pertumbuhan ekonomi akan dipengaruhi oleh tingginya angka pertumbuhan penduduk. Oleh sebab itu semakin tinggi jumlah penduduk akan mengurangi kesempatan orang untuk bekerja. c) produktivitas/kualitas sumber daya manusia; tingginya produktivitas dan kualitas sumber daya seseorang akan mendorong tingginya tingkat kesempatan kerja, dan sebaliknya kualitas sumber daya manusia yang rendah akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya. d) tingkat upah; kenaikan upah yang tidak dibarengi dengan kenaikan kapasitas produksi akan menyebabkan pihak perusahaan akan mengurangi jumlah karyawannya, hal tersebut akan menurunkan tingkat kesempatan kerja. e) struktur umur penduduk; semakin besar struktur umur penduduk yang digolongkan mudah (usia <15 tahun), maka kesempatan kerja akan menurun dan sebaliknya.

Berdasarkan uraian di atas, maka diduga kesempatan kerja secara keseluruhan dipengaruhi oleh faktor-faktor: tingkat pendidikan, usia, norma-norma, peluang pekerjaan, teknologi, upah/pendapatan, permintaan tenaga kerja, mobilitas tenaga kerja, pertumbuhan angkatan kerja, kondisi perekonomian, pertumbuhan penduduk,kepemilikan lahan, kualitas sumberdaya manusia, dan jenis kelamin tenaga kerja.


(30)

2.2 Kerangka Pemikiran

Kesempatan kerja penduduk dapat digolongkan menjadi berbagai sektor yaitu ; pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, non pertanian sekunder, dan non pertanian tersier. Kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Berdasarkan Sukesi, 2003; Fudjaja, 2002; Swastika dan Kustiarii, 2000; Simanjuntak, 2001 Faktor internal meliputi : jenis kelamin, pendidikan, umur, dan status sosial, sedangkan faktor eksternal meliputi akses informasi tenaga kerja, dan akses transportasi. Kemungkinan ada keterkaitan hubungan antara faktor internal dan eksternal dalam mempengaruhi kesempatan kerja masyarakat di sektor Pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, non pertanian sekunder dan non pertanian tersier.

Faktor internal; 1) jenis kelamin berdasarkan Hastuti(2003) dan Santoso, et.al. (2003), laki-laki bekerja disektor produktif dan perempuan disektor non produktif. 2) pendidikan menunjukan kualitas sumberdaya seseorang akan mendorong tingginya tingkat kesempatan kerja diberbagai sektor. 3) struktur umum penduduk yang digolongkan muda semakin besar maka kesempatan kerja akan menurun atau sebaliknya. 4) status sosial mampu membuka kesempatan kerja penduduk diberbagai sektor akibat kekuatan individu. Faktor eksternal;1) akses informasi membuka peluang mempermudah penduduk memperoleh kesempatan kerja di berbagai sektor terutama di sektor non pertanian; 2) akses transportasi mempermudah penduduk memilih pekerjaan yang diinginkan karena jangkauan alat transportasi besar.


(31)

Gambar 1. Kerangka Berpikir “ Faktor- faktor yang mempengaruhi Kesempatan Kerja pada Penduduk Desa dalam Perkebunan Sawit”

Keterangan :

: Terdapat hubungan Faktor Internal

Faktor Eksternal a. Jenis Kelamin b. Umur

c. Pendidikan d. Status sosial

a. Akses Informasi tentang kerja b. Akses transportasi

Kesempatan Kerja Beragam Sektor a. Pertanian pangan dan

perikanan dan perikanan b. Pertanian-perkebunan c. Non Pertanian Sekunder d. Non Pertanian Tersier


(32)

2.4 Hipotesis Penelitian

1. Penduduk Kampung Dalam dan penduduk Kampung Luar memiliki kesempatan kerja yang berbeda di bidang pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, pertanian sekunder dan pertanian tersier.

2. Faktor internal yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan dan status sosial mempengaruhi kesempatan kerja penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar di bidang pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, pertanian sekunder dan pertanian tersier

3. Faktor eksternal yaitu akses informasi tentang kerja dan akses transportasi mempengaruhi kesempatan kerja penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar di bidang pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, pertanian sekunder dan pertanian tersier

2.5 Definisi Operasional

1. Kesempatan kerja adalah jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, non pertanian sekunder dan non pertanian tersier

a. Kesempatan kerja pertanian pangan dan perikanan dan perikanan adalah jumlah penduduk yang pekerjaan utama di pertanian pangan dan perikanan atau perikanan baik lahan kering maupun lahan sawah/basah yang ditanami untuk tanaman pangan atau perikanan baik lahan milik sendiri ataupun milik orang lain (petani pemilik lahan, buruh tani, petani sawah dan petani ikan).

b. Kesempatan kerja pertanian-perkebunan adalah jumlah penduduk yang bekerja di perkebunan baik perkebunan milik Negara atau perkebunan milik swasta (pegawai perkebunan dan buruh perkebunan).

c. Kesempatan kerja non pertanian sekunder adalah jumlah penduduk yang bekerja di industri manufactur/pengolahan (indudtri, pabrik). d. Kesempatan kerja non pertanian tersier adalah jumlah penduduk

yang bekerja di pemerintahan; industri pengolahan; listrik, gas, dan air; konstruksi; perdagangan besar dan eceran; penyediaan


(33)

akomodasi dan penyediaan makan minum; transportasi, pergudangan, dan komunikasi; perantara keuangan; real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan; administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib; jasa pendidikan; jasa kesehatan dan kegiatan sosial; jasa kependudukan, sosial, budaya, dan perorangan; jasa perorangan yang melayani rumah tangga; badan internasional dan badan ekstra internasional lainnya (PNS, POLRI/TNI, buruh bangunan, pedagang, supir/ojeg, penjaga toko, pembantu rumah tangga).

2. Faktor Internal adalah pengaruh yang berasal dari individu sendiri

a) Jenis kelamin adalah merupakan penandaan berdasar biologis, yang dikategorikan ke dalam laki-laki dan perempuan.

b) Pendidikan adalah capaian tertinggi dalam pendidikan formal yaitu Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama atau sederajat, Sekolah Menengah Atas atau sederajat, Diploma atau Sarjana.

c) Umur adalah Jumlah tahun seseorang dari lahir hingga saat penelitian dalam satuan tahun

d) Status sosial adalah kedudukan rumah tangga dalam masyarakat ditunjukkan dengan ukuran kumulatif penguasaan lahan, luas rumah, kelayakan rumah atau kepemilikan barang mewah (seperti: tv, kulkas, sepeda motor), dan hewan ternak besar (seperti kambing, sapi, kerbau, ayam).

Penguasaan lahan adalah total penguasaan lahan kering, basah (empang) ataupun sawah dengan luas tertentu yang dikuasai (milik, sewa, gadai dll)

Luas ( kode = 2) : luas >1500 m2 Sempit (kode = 1) : luas ≤1500 m2

Luas Rumah adalah total luas rumah yang dimiliki dihitung dalam satuan meter persegi


(34)

Sempit (kode = 1) : luas ≤ 42 m2

Kelayakan rumah adalah keadaan ada atau tidak ada kondisi dinding tembok, , lantai plaster/keramik dan atap

Layak (kode = 2) : kondisi dinding tembok, lantai plaster atau keramik dan atap genteng

Tidak layak (kode = 1) : bila salah satu atau lebih kondisi (dinding tembok, lantai plaster atau keramik dan atap genteng) tidak terpenuhi.

Kepemilikan barang mewah adalah kepemilikan pribadi/ rumah tangga dari barang mewah seperti; audio/visual, radio, alat komunikasi, alat trasportasi

Banyak (kode = 2) :memiliki keempat jenis barang mewah Sedikit (kode = 1) : memiliki kurang dari empat jenis barang

mewah

Hewan ternak adalah hewan besar yang dimiliki atau dipelihara oleh penduduk dengan jumlah tertentu (kambing, sapi, kerbau).

Banyak (kode = 2) : > 2 ekor untuk kambing, sapi atau kerbau Sedikit (kode = 1) : ≤ 2 ekor untuk kambing, sapi atau kerbau

Status sosial tinggi bila kode berjumlah ≥7 Status sosial rendah bila kode berjumlah < 7

3. Faktor Eksternal adalah pengaruh yang berasal dari luar individu

a. Akses informasi adalah kemudahan untuk mendapatkan info tentang adanya lowongan kerja yang dibutuhkan penduduk untuk memperoleh pekerjaan

Mudah : Banyak teman dan kerabat bekerja diluar kampung yang kenal dekat sehingga memberikan informasi


(35)

tentang pekerjaan di luar maupun di dalam kampung, serta responden menjelaskan secara komplek sumber-sumber informasi yang didapat (teman/kerabat/orang lain sekampung dan di luar kampung, media cetak,dan media elektronik).

Sulit : Sedikit teman dan kerabat yang dikenal dekat sehingga informasi yang diperoleh sedikit, serta responden menjelaskan secara sederhana sumber informasi yang diperoleh mengenai pekerjaan.

b. Akses transportasi adalah kemudahan untuk memanfaatkan sarana transportasi yang ada untuk melaksanakan tujuan yang diinginkan yang diukur dari biaya dan lamanya waktu tempuh berjalan kaki untuk menuju transportasi umum.

Mudah : Bila sarana transportasi umum menjangkau kawasan kampung dengan mudah selama 24 jam dengan ongkos maksimal Rp. 8000,00 dan menjangkau sarana transportasi umum tidak lebih dari 10 menit

Sulit : Bila sarana transportasi umum tidak menjangkau kawasan kampung, dengan ongkos trasportasi umum melebihi Rp. 8000,00 dan jarak tempuh untuk menjangkau sarana transportasi umum lebih dari 10 menit


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dipilih karena mampu memberikan pemahaman yang mendalam serta rinci tentang suatu peristiwa atau gejala sosial strategi dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Pemilihan studi kasus didasarkan atas pertimbangan bahwa studi kasus merupakan strategi penelitian yang memiliki sifat multi metode (wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen) (Sitorus, 1998). Pada penelitian ini pendekatan kualitatif dilakukan dengan mewawancarai penduduk yang dianggap mengetahui kondisi penduduk secara umum serta memberikan gambaran kesempatan kerja penduduk kampung. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas penduduk di dalam kampung maupun di luar kampung, serta penelusuran dokumen-dokumen yang terkait dengan penduduk yang berasal dari media cetak, data desa, data kecamatan dan data perkebunan. Metode kuantitatif digunakan untuk mengukur besarnya kesempatan kerja penduduk di bidang pertanian, perkebunan dan non pertanian, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pekerjaan di bidang-bidang tersebut

Pendekatan kuantitatif diperoleh menggunakan kuesioner yang telah disediakan. Kuesioner berisi tentang kondisi umum penduduk dan kesempatan kerja penduduk kampung. Data yang diperoleh dari kuesioner tersebut menjadi data kuantitatif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di dua desa, yakni Desa Cimulang dan Bantar Sari Kecamatan Rancabungur , Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret-Mei 2011 (rincian kegiatan dapat dilihat pada jadwal pelaksanaan penelitian) Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Desa Cimulang dan Bantar Sari 75 persen luas desa berada dalam perkebunan PTPN VIII dipilih menjadi lokasi penelitian setelah membaca literatur dan informasi


(37)

yang terkait dengan keberadaan PTPN VIII dan berdiskusi pihak-pihak praktis PTPN VIII

Pemilihan kampung dari setiap desa ditentukan secara purposive dengan mempertimbangkan letak kampung apakah di dalam atau di luar perkebunan (letak geografis) dan juga akses terhadap transportasi umum. Hal tersebut digunakan untuk melihat kesempatan kerja masyarakat yang berada dalam perkebunan atau pinggir perkebunan. Kampung Dalam perkebunan adalah Kampung Cimulang Ujung di Desa Cimulang dan Kampung Gunung Leutik di Desa Bantar Sari. Kampung Luar perkebunan adalah Kampung Ciheleut di Desa Cimulang dan Kampung Hulurawa di Desa Bantar Sari.

3.3. Teknik Pemilihan Informan dan Responden

Terdapat dua subjek dalam penelitian ini, yaitu informan dan responden. Informan adalah pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkungannya. Responden adalah sebagai pihak yang memberi keterangan tentang diri dan kegiatan yang dilaksanakannya. Pemilihan informan dilakukan secara purposive dengan teknik snowball sampling (teknik bola salju). Informan kunci yang dipilih adalah pihak PTPN VIII. Tokoh masyarakat (kampung Cimulang ujung, kampung Ciheleut, kampung Gunung Leutik, kampung Hulurawa) beserta aparat pemerintah Desa Cimulang dan Desa Bantar sari Kecamatan Rangkas Bungur yang mendapat manfaat dari perkebunan sawit PTPN VIII. Informal awal dipilih dari tokoh masyarakat kemudian aparat desa dan kecamatan. Setelah informasi umum dari masyarkat diperoleh informal selanjutnya adalah dari pihak PTPN VIII yaitu kepala afdeling dan pekerja harian tetap kantor untuk mengetahui kesempatan kerja penduduk di perkebunan. Jumlah Informan yang digunakan adalah 12 orang, laki-laki 7 orang dan perempuan 5 orang. Hampir setiap informan didatangi untuk dimintai informasi sebanyak 2 kali untuk menguatkan dan memastikan informasi yang mereka berikan. Tidak jarang informasi awal yang diberikan berbeda dengan informasi kedua meskipun dengan inti pertanyaan sama.

Pemilihan responden dilakukan dengan teknik pengambilan sampel acak (Random Sampling). Penelitian mengumpulkan data awal seperti nama, nomor


(38)

rumah jumlah KK dan pekerjaan penduduk dari Kampung Cimulang Ujung, Kampung Ciheleut, Kampung Gunung Leutik dan Kampung Hulurawa (informasi dari RT atau RW). Berdasarkan data tersebut dipilih secara acak 30 rumah tangga di setiap kampung sehingga total responden 4 kampung sebanyak 120 rumah tangga. Pada 120 rumah tangga tersebut seluruh anggota rumah tangga berusia 15+ tahun yang berdomisili di kampung lokasi wawancara. Total 120 responden adalah 120 orang yang terdiri dari 46 laki-laki dan 74 perempuan. Selain responden yang telah diwawancarai, anggota rumah tangga yang berusia 15+ tahun dan bekerja juga di wawancarai untuk memastikan kebenaran informasi tentang kesempatan kerja individu. Proses pengambilan data untuk setiap responden dilakukan 2 kali yaitu 1) berbincang-bincang santai untuk mengetahui kondisi umum rumah tangga; 2) melengkapi data yang kurang lengkap dari responden atau anggota keluarga. Proses pengambilan data responden dimulai dari Kampung Cimulang Ujung, Kampung Gunung Leutik, Kampung Ciheleut dan terakhir Kampung Hulurawa. Peneliti mengisi sendiri kuesioner berdasarkan informasi yang diberikan responden. Pengambilan data disesuaikan dengan kondisi luang penduduk di kampung-kampung tersebut, umumnya antara pukul 10.00-17.00 WIB

3.4. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini, terdapat dua data yang diperlukan, yaitu data primer dan data sekunder. Metode triangulasi merupakan metode yang dipilih untuk pengumpulan data dalam penelitian kualitatif agar diperoleh kombinasi yang akurat berupa wawancara mendalam, pengamatan berperanserta dan penelusuran dokumen.

1. Penelusuran Dokumen atau Literatur

Data sekunder diperoleh dari melakukan kajian pustaka dan menganalisis berbagai literatur, yaitu skripsi, buku, jurnal, makalah, internet yang terkait dengan kesempatan kerja baik itu dokumen pribadi ataupun dokumen resmi. Selain itu analisis data sekunder juga diperlukan terhadap dokumen yang diperoleh di lokasi penelitian, seperti monografi, peta lokasi, dan statistik.


(39)

2. Pengamatan Berperanserta dan Observasi

Pengamatan berperanserta bersifat participant as observer dimana peneliti hadir sebagai pengamat dinamika subjek penelitian. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat melihat dan mengamati kejadian, dan proses sosial yang terjadi di sekitar informan, maka peneliti juga ikut mengobservasi kegiatan penduduk dalam bekerja.

3. Wawancara Mendalam dan Kuesioner

Teknik wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan data primer dan deskriptif dari informan. Pemilihan informan pada awalnya dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mendatangi staf Perkebunan Sawit PTPN VIII dan pejabat desa untuk membantu penulis dalam mengumpulkan data di lapangan. Penggalian informasi dari informan mengacu pada daftar pertanyaan yang telah disusun untuk menseragamkan dan mempermudah peneliti mengumpulkan data.

Kuesioner dilakukan kepada rumah tangga yang telah dipilih secara acak di setiap kampung. Proses pengisian kuesioner dilakukan sendiri oleh peneliti, responden memberikan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan isi kuesioner dengan mengobrol santai dengan respoden. Hasil obrolan tersebut kemudian ditulis pada kuesioner yang telah disediakan. Data yang dikumpulkan dari responden meliputi kondisi umum rumah tangga(jumlah individu,jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan dan pekerjaan), perubahan pekerjaan sebelum dan setelah sawit, kepemilikan terhadap barang-barang, dan penguasaan lahan

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data primer. Data primer merupakan data yang didapatkan dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan dan penyebaran kuisioner kepada responden, disamping itu data primer juga didapatkan peneliti selama di lapangan. Sedangkan data sekunder merupakan data yang didapatkan dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah ataupun dokumen resmi yang instansi terkait. Untuk menghindari adanya distorsi pesan, maka peneliti setelah melakukan wawancara mendalam dengan informan, peneliti menulis kembali hasil


(40)

wawancara dalam bentuk catatan harian. Catatan harian atau catatan lapangan adalah instrumen utama yang melekat pada metode-metode pengumpulan data kuantitatif (Sitorus, 1998).

3.5.Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan adalah analisis data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif baik primer maupun sekunder yang telah didapatkan diolah dan dianalisis secara kuantitatif. Analisis data primer dan sekunder diolah menggunakan tiga tahapan kegiatan analisis data dan dilaukan secara bersamaan, yaitu reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Sitorus, 1998).

1. Mereduksi data, pada bagian pertama penulis menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan mengeliminasi data primer maupun sekunder yang telah diperoleh dilapang. Melalui tahap ini data yyang tidak dibutuhkan langsung di eliminasi dan mengorganisir data sedemikian sehingga di dapat kesimpulan

2. Data yang telah direduksi kemudain di atur sehingga menjadi data yang bisa disajikan secara deskriptif maupun tabel (tabulasi silang) sehingga data tersebut lebih mudah untuk dipahami dan dianalisi.

3. Kesimpulan, menarik simpulan melalui verifikasi dilakukan peneliti sebelum menarik kesimpulan akhir, dimana proses menyimpulkan tentang penelitian ini dilakukan bersama dengan para informan dan responden yang merupakan subjek dalam penelitian ini yang telah menyumbangkan data dan informasi terhadap penelitian.

Sedangkan untuk analisis data kuantitatif digunakan untuk mengukur besarnya kesempatan kerja di bidang pertanian, perkebunan dan non pertanian penduduk di sekitar perkebunan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja tersebut melalui hasil penyebaran kuisioner kepada responden. Pengolahan data kuantitatif tidak jauh berbeda dengan data kualitatif. Data kuantitatif yang diperoleh diolah dengan proses editing, coding, entry, cleaning, dan analisis data dengan menggunakan program microsoft excel dan teknik tabulasi silang.


(41)

BAB IV GAMBARAN UMUM

Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari merupakan dua desa dari tujuh desa yang berada dalam Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor.

4.1 Desa Cimulang dan Bantar Sari 4.1.1 Kondisi Geografi

Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari merupakan desa pemekaran. Sebelumnya Cimulang merupakan bagian Desa Pasirgaok, sedang Bantar Sari merupakan hasil pemekaran dari Desa Bantar Jaya yang saat ini berubah menjadi Desa Bantar Sari dan Bantar Kambing. Desa Cimulang berjarak 3 Km dari kecamatan Rancabungur, 22 Km dari Cibinong sebagai pusat pemerintah Kabupaten Bogor. Desa Bantar Sari lebih jauh ke Kecamatan Rancabungur namun lebih dekat ke Cibinong.

Kedua desa tersebut memiliki ketinggian di atas permukaan laut ±165 diatas permukaan laut (dpl) dan curah hujan kurang lebih 200 mm/tahun2) rata-rata suhu udara 28º-32º, bentuk wilayah rata-rata-rata-rata datar karena wilayah berombak hanya sekitar 1persen. Suhu dua desa tersebut tergolong panas sedang dan berbagai tanaman seperti sayuran tumbuh dengan subur.

Desa Cimulang terbagi dalam ; 3 dusun,8 Rukun warga/RW dan 28 Rukun Tetangga/RT. Desa Bantar Sari terbagi dalam 3 wilayah administratif yaitu: 3 dusun, 7 RW dan 27 RT. Desa Bantar Sari berbatasan di bagian Utara dengan Desa Cimulang, dan berdekatan dengan landasan udara Atang Sanjaya. Batas-batas kedua desa di kemukakan pada peta (Gambar 2 hal 75 ) Pusat Desa Cimulang terletak di tengah desa dengan kantor desa berada dipinggir perkebunan dan bersebelahan dengan kantor perkebunan PTPN VIII. Kantor Desa Bantar Sari berada di luar perkebunan di tepi jalan kabupaten.

2

Data curah hujan tersebut tercatat di Desa selama 10 tahun terakhir, namun berkemungkinan besar


(42)

Luas wilayah Desa Cimulang 434 hektar lebih besar dibandingkan Desa Bantar Sari 343,41 Ha. Sekitar 75 persen luas tanah di kedua desa itu (300 hektar di Cimulang dan 256 Ha di Bantar Sari) merupakan tanah HGU (Hak Guna Usaha) dari PTPN VIII untuk perkebunan sawit. Dari luas itu di Cimulang tidak ada perkebunan milik rakyat sedang di Bantar Sari ada seluas 23,23 hektar namun diperkirakan luas sawah dalam 10 tahun terakhir telah berkurang karena berubah fungsi menjadi rumah warga. Desa Bantar Sari memiliki sawah lebih luas (60,9 hektar) dibandingkan lahan kering (3,28 hektar).

4.1.2 Kondisi Sosial

Jumlah penduduk Bantar Sari dan Cimulang hampir sebanding, yaitu Bantar Sari 5.986 jiwa (3.105 laki-laki dan 2.881 perempuan) dan Cimulang 5.388 jiwa (2.893 laki-laki dan 2.549 perempuan. Penduduk kedua desa hampir seluruhnya beragama Islam (99 persen)dan suku Sunda (85 persen).

Tabel 3. Penduduk menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari, Tahun 2011(dalam Persen). Golongan Umur

(Tahun)

Cimulang Ʃ (%)

Bantar Sari Ʃ (%) LK

(%)

PR (%)

LK (%)

PR (%)

0-14 30 32 31 35 37 36

15-29 28 27 28 29 27 28

30-44 22 21 22 18 18 18

45-59 15 14 14 11 11 11

≥ 60 5 6 5 7 7 7

Ʃ 100 100 100 100 100 100

Angkatan kerja 15+

48 24 36 40 28 34

Bukan angkatan kerja

52 76 64 60 72 66

Sumber: Kantor Desa Cimulang dan Bantar Sari 2011

Berdasarkan data kelompok umur dari dua desa tersebut dapat dilihat jumlah persentase usia anak-anak (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun), usia lanjut (>64 tahun) dari kedua desa hampir sama. Penduduk usia 0-14 tahun di


(43)

Cimulang lebih sedikit dibandingkan Bantar Sari ( 31 persen dibanding 36 persen). Sebaliknya pada usia 30-44 tahun dan usia 45-59 tahun Cimulang lebih besar dibandingkan Bantar Sari.

Tabel 4. Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari, Tahun 2011 (dalam Persen).

Tingkat Pendidikan Cimulang %

Bantar Sari %

Belum Sekolah 20,8 18,7

Tidak tamat sekolah 10,4 6,2 Tamat SD/Sederajat 27,7 26,5 Tamat SLTP/Sederajat 27,4 26,3 Tamat SLTA/Sederajat 12,8 21,1 Tamat Perguruan Tinggi 0,9 1,3

Jumlah 100 100

Sumber: Kantor Desa Cimulang dan Bantar Sari 2011

Tingkat pendidikan penduduk terutama pada jumlah tamatan SMA Desa Bantar Sari secara signifikan lebih baik di bandingkan dengan Desa Cimulang (21,1 persen persen berbanding 12,8 persen). Hal ini dikarenakan Bantar Sari sarana pendidikan yang lebih baik dengan 5 sekolah dasar/sederajat, dan 2 sekolah menengah pertama/sederajat, sedangkan Cimulang hanya memiliki 4 sekolah dasar/sederajat dan hanya 1 sekolah menengah pertama/sederajat. Posisi Desa Bantar Sari yang lebih dekat ke arah kabupaten mempermudah akses pendidikan ke luar desa. Meskipun besarnya ongkos angkutan umum yang harus dikeluarkan hampir sama (Rp. 8.000/Pulang-Pergi), tetapi yang membedakan adalah jauhnya jarak jalan kaki yang harus ditempuh untuk mencapai angkutan umum.

4.1.3 Kondisi Ekonomi

Proporsi penduduk Cimulang yang bekerja di bidang pertanian pangan dan perikanan hampir sama dengan yang bekerja di jasa (34,5 persen dibandingkan 31,6 persen ). Proporsi penduduk Bantar Sari yang bekerja di bidang jasa lebih besar dibandingkan dengan pertanian pangan dan perikanan (48,5 persen dibanding 30,7 persen). Dari penduduk yang bekerja di bidang


(44)

pertanian, di Cimulang sebagian besar adalah buruh tani sedangkan di Bantar Sari hampir seimbang antara petani pemilik dan buruh tani.

Persentase penduduk yang bekerja di bidang pertanian perkebunan sedikit lebih banyak di Desa Cimulang di banding Bantar Sari. Namun dari data keduannya jumlah buruh dan pergawai tetap dari masing-masing desa tersebut relatif sama.Demikian juga persentase penduduk Cimulang yang bekerja pabriki. 10,8 persen dibanding 4,5 persen persentase jumlah pengangguran Bantar Sari labih kecil dibandingkan Cimulang. Hal tersebut menunjukkan pekerja serabutan di Cimulang lebih besar di bandingkan.

Tabel 5. Penduduk menurut Mata Pencaharian Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari, Tahun 2011 (dalam Persen).

*Sumber: Kantor Desa Cimulang dan Bantar Sari 2011

Pada konteks lokal kesempatan kerja di desa di bagi menjadi pertanian pangan dan perikanan, pertanian non pangan, pabrik, dan jasa, sedangkan pada

Jenis Mata Pencaharian Cimulang Bantar Sari

% %

Pertanian pangan dan perikanan 34.5 30.7 a. Petani Pemilik lahan 8.8 15.5 b.Petani penggarap tanah 5.7 0

c. Buruh tani 20.0 15.2

Pertanian Non Pangan 5.0 2.3

a. Pegawai tetap perkebunan 1.7 0.5

b.Buruh perkebunan 3.3 1.8

Pabrik 10.8 4.5

a. Industri Kecil 0.2 0.2

b.Buruh Industri 10.6 4.3

Jasa 31.6 48.5

a. Pertukangan 16.0 12.2

b.Pedagang 6.9 29.3

c. Supir 6.1 3.6

d.Pegawai Negeri Sipil/ perusahaan 2.6 3.4

Lain-Lain 18.1 13.8

a. Pensiunan 1.7 1.3

b.Penganguran/serabutan 16.4 12.5


(45)

penelitian di bagi menjadi pertanian pangan-perikanan, pertanian-perkebunan, non pertanian sekunder dan non pertanian primer. Pada dasarnya kesempatan kerja tersebut adalah sama yaitu pertanian non pangan dengan pertanian-perkebunan, pabrik dengan non pertanian sekunder, dan jasa dengan non pertanian.

Kondisi mata pencaharian, faktor pendidikan dan lainnya dari penduduk tersebut berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan penduduk. Secara umum Penduduk Bantar Sari lebih sejahtera dibandingkan penduduk Cimulang. Sekitar 75 persen penduduk Cimulang berada pada tingkat kesejahteraan pra KS dan KS 1.

Tabel 6. Penduduk menurut Tingkat Kesejahteraan Penduduk Desa Cimulang dan Desa Bantar Sari, Tahun 2011 (dalam Persen).

Jenis Mata Pencaharian Cimulang Bantar Sari

% %

Pra KS 33.5 28.9

KS I 42.1 27.2

KS II 20.2 20.9

KS III 3.7 22.4

KS III+ 0.5 0.5

Jumlah 100 100

Sumber: Kantor Desa Cimulang dan Bantar Sari 2011 Keterangan : KS = Kesejahteraan

4.2 “Kampung Luar” dan “Kampung Dalam” Perkebunan

Kampung Dalam dan Kampung Luar merupakan istilah yang digunakan oleh peneliti untuk mempermudah pengelompokan kampung-kampung yang akan diamati. Perbedaan dari Kampung Dalam dan Kampung Luar telah dijelaskan pada rumusan masalah yaitu berdasarkan letak geografi dan akses transportasi. Kampung Luar meliputi Ciheleut dan Hulurawa, sedangkan Kampung Dalam meliputi Cimulang Ujung dan Gunung Leutik. Kampung Dalam berada dalam perkebunan merupakan kampung tertinggal karena sulitnya sarana transportasi jalan menjadi penghambat terbesar berkembangnya kampung tersebut.


(46)

4.2.1 Kondisi Geografi

Kampung Dalam dan Kampung Luar secara umum dibedakan atas lokasi kampung dengan perkebunan, tetapi perbedaan Kampung Dalam dan Kampung Luar juga dapat dilihat berdasarkan kondisi geografi meliputi jarak pusat pemerintahan, wilayah administratif, jumlah KK, Jumlah Rumah Tangga, dan luas wilayah. Kampung Dalam berada lebih jauh dibandingkan Kampung Luar dengan pusat pemerintahan dengan jumlah wilayah administratif hampir sama. Jumlah Kepala Keluarga tidak menggambarkan jumlah rumah tangga di masing-masing kampung. Cimulang ujung lebih memiliki lebih banyak empang/situ (3 buah) dibandingkan kampung lain, sedangkan Hulurawa memiliki lahan pertanian lebih luas dibandingkan kampung-kampung lain. Tabel 7 berikut akan menunjukkan perbedaan lebih rinci dari keempat kampung tersebut.

Tabel 7. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Kondisi Geografi di Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen). Kondisi Geografi

Kampung

Kampung Dalam Kampung Luar

Cimulang Ujung

Gunung Leutik

Ciheleut Hulurawa Jarak ke…. (Km)

a. Kantor desa 1-2 3-4 0-1 0-1 b. Kantor

kecamatan

1-2 4-5 3-4 5-6

Wilyah administratif (unit)

a. RW 8 1 1 1

b. RT 2 4 3 4

Jarak Ke Jalan Kabupaten (Km)

1-2 1-2 0-1 0-1

Akses Fasilitas Transportasi Publik

Sulit Sulit Mudah Mudah Persentase luas

Kampung Dalam Perkebunan

100 100 35 10

Luas kampung diluar perkebunan (%)

11 Ha 4,2 Ha 4,7 Ha 34,8 Ha

a. lahan kering 59 95 84 57

b. lahan sawah 7 5 12 43

c. empang/situ 34 0 4 0


(47)

4.2.2 Kondisi Sosial

Jumlah Penduduk Kampung Dalam dan Kampuung Luar perkebunan relatif hampir sama, terutama untuk kampung G. Leutik memiliki kemiripan dengan Kampung Luar perkebunan bila dibandingkan dengan Cimulang Ujung. Penduduk kedua desa hampir seluruhnya beragama Islam (99 persen) dan suku Sunda (85 persen). Tabel 8 dan 9 berikut menunjukkan gambaran lebih rinci kondisi sosial penduduk di keempat kampung tersebut.

Tabel 8. Penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).

Penduduk Kampung Dalam Bantar Sari

Cimulang Ujung (Jiwa) Gunung Leutik (Jiwa) Ciheleut (Jiwa) Hulurawa (Jiwa) Jumlah Kepala

Keluarga (KK) 136 259 286 257 Jumlah Rumah

Tangga (unit) 113 194 273 236

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki (%) 228 (46,44) 436 (45.04) 511 (50.90) 505 (49.12) Perempuan (%) 263 (53.56) 532 (54.96) 497 (49.10) 523 (50.88) Total (%) 491 (100) 968 (100) 1004 (100) 1028 (100) Sumber: Rekap Data Ketua Rukun warga 2010

Secara umum karakteristik jumlah kelompok umur penduduk Gunung Leutik lebih mirip dengan penduduk Kampung Luar dibandingkan Cimulang Ujung. Hal tersebut ditunjukkan dengan proporsi jumlah penduduk usia 15+ tahun yang hampir sama, sedangkan Cimulang Ujung memiliki karakteristik yang berkebalikan pada usia 15+ tahun tersebut. Jadi lebih terlihat secara karakteristik umur masyarakat Gunung Leutik lebih mirip dengan Kampung Luar.


(48)

Tabel 9. Penduduk menurut Kelompok Umur di Kampung Dalam Dan Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).

Golongan Umur (Tahun)

Kampung Dalam Kampung Luar Cimulang

Ujung (%)

G. Leutik (%)

Ciheleu t(%)

Hulurawa (%)

0-14 16 18 11 9

15-29 27 33 31 35

30-44 30 25 27 28

45-59 19 20 23 26

≥ 60 8 4 8 2

Ʃ 100 100 100 100

Sumber: Data Rukun warga 2010

Pendidikan rata-rata penduduk di Kampung Dalam adalah tingkat Sekolah Dasar (SD) lebih rendah dibandingkan penduduk di Kampung Luar yang rata-rata SMA bahkan kuliah meskipun ongkos yang harus dikeluarkan lebih besar dari pada biaya sekolah mereka(15 ribu/hari pp Cimulang-Bogor). Ongkos dari Hulurawa ke kota lebih murah dibandingkan dari Cimulang, karena posisi kampung yang dekat dengan jalan kabupaten. Penduduk kampung Ciheulet sering mendapatkan pelatihan keterampilan dan kewirausahaan sehingga menambah keterampilan dan kesempatan kerja mereka. Saat ini di Kampung Dalam telah ada kemajuan dengan adanya sekolah Madrasah Aliyah dan Sekolah Dasar yang letaknya berdekatan dengan kantor desa. Selama ini belum pernah ada pelatihan kewirusahaan atau keterampilan untuk penduduk yang menjangkau lokasi tersebut.

4.2.3 Kondisi Ekonomi

Penduduk Kampung Luar ( Ciheleut dan Hulurawa) dan kampung Dalam (Cimulang ujung dan Gunung Leutik) memiliki perbedaan dalam pekerjaan penduduk secara umum. Penduduk Kampung Dalam kampung memiliki ragam pekerjaan lebih sedikit dibandingkan penduduk perkebunan. Jumlah pekerja serabutan dan pengangguran lebih tinggi pada penduduk Kampung Dalam perkebunan. Penduduk Kampung Luar lebih banyakyang bekerja di bidang jasa serta pertanian pangan dan perikanan dibandingkan penduduk dalam perkebunan.


(49)

Namun di kedua lokasi tersebut jumlah masyarakat yang bekerja di perkebunan sedikit.

Persen angkatan kerja dari total penduduk Kampung Dalam yaitu Cimulang Ujung 41,99 persen dan Gunung Leutik 52,08 persen, sedangkan Kampung Luar yaitu Ciheleut 70,28 persen dan Hulurawa 69,81 persen. Junlah penduduk bukan angkatan kerja yaitu Cimulang unjung 58,01 persen, Gunung Leutik 47,92 persen, Ciheleut 29,47 persen, dan Hulurawa 27,7 persen. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan penduduk Kampung Luar lebih banyak yang memiliki kegiatan bila dibandingkan masyarakat Kampung Dalam perkebunan.

Tabel 10. Penduduk Usia 15 ke Atas menurut Jenis Mata Pencaharian di Kampung Dalam dan Luar, Tahun 2011(dalam Persen).

Jenis Mata Pencaharian

Kampung Dalam Kampung Luar Cimulang

Ujung

G. Leutik

Ciheleut Hulurawa Angkatan Kerja (%)

a. Pertanian 17,56 13,54 15,73 26,87 b. Perkebunan 14,50 2,43 3,15 0,28

c. Pabrik 1,53 5,21 5,25 3,60

d. Jasa 8,40 30,90 46,15 39,06

Bukan Angkatan Kerja (%)

a. Sekolah 6,87 4,86 8,84 6,37

b. Ibu Rumah tangga

39,69 35,07 18,88 21,05 c. Lain-lain 11,45 7,99 1,75 0,28

Jumlah (%) 100 100 100 100

Sumber: Rekap Data Ketua Rukun warga 2010

Dari penduduk Cimulang Ujung hanya dua orang KK yang bekerja sebagai PNS dan 3 orang KK yang bekerja di perkebunan (1 mandor dan 2 harian tetap). Hampir semua tenaga kerja Cimulang Ujung menjadi buruh di kota dan buruh pertanian. Kampung ini juga biasa menjadi buruh pertanian ke desa yang berbatasan dengan Desa Mekar Sari dan Rancak Bungur terlebih ketika tidak ada pekerjaan menjadi buruh bangunan keluar kampung. Adanya 3 situ/danau di Kampung Cimulang Ujung yang jaraknya berdekatan, menjadi sumber mata


(50)

pencaharian bagi keluarga yang memiliki lahan dengan membuat empang sebagai petani ikan. Khususnya penduduk RT 2 banyak yang bekerja baik sebagai pemilik empang maupun buruh. Namun jumlah air setiap tahun mengalami penurunan. Di kampung lain biasanya bila 1 bulan tidak turun hujan maka penduduk akan mencari air ke kampung Cimulang Ujung

Penduduk Kampung Gunung Leutik hanya 3 orang yang bekerja sebagai mandor perkebunan sisanya bekerja serabutan, tetapi tidak ada penduduk yang bekerja sebagai buruh harian lepas perkebunan. Kondisi kampung diperparah dengan tidak ada fasilitas jalan kecamatan. Beberapa jalan setapak hanya mampu dilalui motor, tetapi juga tidak ada sumber daya alam yang bisa diandalkan seperti situ dan empang dan hanya terdapat sedikit lahan pertanian. Penduduk yang bekerja di pertanian biasanya bekerja ke luar kampung. Banyak penduduk desa yang mengganggur karena besarnya biaya yang dikeluarkan untuk bekerja ke kota sama dengan penghasilan yang mereka dapat seperti buruh bangunan atau penjaga toko. Tahun ini Kampung Gunung Leutik mendapatkan proyek pembangunan jalan (paving jalan) dari PNPM dan bantuan mandiri oleh seorang pendatang untuk membangun jalan di dalam kampung. Meskipun lebar jalan tersebut hanya sekitar 0,75 meter, hal tersebut sangat mempermudah mobilitas penduduk terlebih di musim penghujan. Tidak setenang Kampung Cimulang, kampung ini sering bergejolak dengan perusahaan . Salah satunya akibat ulah penduduk yang suka mencuri sawit dan memindahkan batas perkebunan sehingga perusahaan merasa dirugikan. Kampung ini pernah melakukan demo terhadap perusahaan (tahun 1998, 2001,2002) karena upah dan perlengkapan kerja yang diberikan sangat minim. Namun demo tidak berlanjut semenjak para penggerak demo dijadikan pekerja tetap perkebunan.

Kondisi ekonomi penduduk di Kampung Ciheleut ini terlihat jauh lebih baik dari Kampung Hulurawa. Penduduk Kampung Ciheleut yang bekerja di perkebunan lebih banyak dibandingkan penduduk Kampung Hulurawa (3orang dibanding 1 orang) sebagai mandor . 20 Kepala Keluarga (K K) sebagai Pegawai Negeri Sipil dan sisanya adalah buruh, petani dan pekerja serabutan lain. Namun hampir semua yang bekerja sebagai PNS dan mandor perkebunan bukan merupakan orang asli Kampung Ciheleut. Pelatihan-pelatihan tidak hanya


(1)

LAMPIRAN 1

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN TAHUN 2011

Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Ke

t 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

Penjajakan lokasi

Penyusunan proposal skripsi

Kolokium

Pengambilan data lapangan

Pengolahan dan analisis data

Penulisan draft skripsi

Sidang skripsi


(2)

Gambar 2

PETA DESA RANCAK BUNGUR

U

SKALA= 1: 8400 met er


(3)

Gambar 3

PETA DESA CIM ULANG

SKALA= 1: 600 met er


(4)

Gam bar 4

PETA DESA BAN TAR SARI

U

SKALA= 1: 700 met er


(5)

DOKUM ENTASI PENELITIAN

Gambar 5. Fasilitas Pendidikan di Kampung Luar Gambar 6. Fasilitas Kesehatan di Kampung Luar

Gambar 7. Fasilitas Jalan di Kampung Luar Gambar 8. Fasilitas Jalan di Kampung Dalam

Gambar 9.Kondisi Rumah Warga di Kampung Dalam

Gambar 10. Fasilitas Koperasi Pertanian di Kampung Luar


(6)

Gambar 11. Pekerja Memanen Sawit Gambar 12. Pupuk Kandang untuk Pertanian di Kampung Luar

Gambar 13. Ibu-Ibu Pulang Setelah Menjadi Buruh

Gambar 14. Penduduk Menjemur Hasil Panen

Gambar 15. Perikanan di Kampung Dalam Gambar 16. Peternakan Kambing

Gambar 17. Membuat Sapu Lidi di Kampung Dalam