melibatkan laki-laki tetapi juga wanita sering dilibatkan. Hasilnya di Desa Cimulang terdapat petani jamur yang memiliki pekerja dari penduduk desa
sendiri. Selain itu, penduduk Kampung Ciheleut dan Hulurawa sering memperoleh pinjaman uangmodal untuk usaha dan beberapa bantuan lain untuk
meningkatkan ekonomi penduduk. Mudahnya akses untuk ke luar kampung menjadi salah satu penyebab penduduk bekerja ke luar desa. Apabila salah satu
warga bekerja di suatu dinas, maka kampung sering mendapatkan program- program dari dinas tersebut.
Sebagian besar penduduk Kampung Hulurawa bekerja di sektor pertanian karena lahan pertanian masih cukup luas. Komoditas tanaman pertanian adalah
sayuran. Padi tidak banyak ditanam karena sulit memenuhi kebutuhan air sehingga penduduk beralih dari padi ke sayur meskipun tidak semenguntungkan
bertanam padi. Tidak ada penduduk yang bekerja di sektor perkebunan. Pekerjaan penduduk kampung Hulurawa adalah buruh pabrik, buruh bangunan, PNS, Polisi
dan pengusaha. Hulurawa meskipun tidak dilalui sarana transportasi angkot, kualitas jalan desa baik dan terletak dekat jalan kabupaten sehingga mudah
dijangkau.
4.3 Sejarah Desa dan Perkebunan
Saat komoditas karet penyerapan tenaga kerja di perkebunan lebih banyak dibandingkan komoditas sawit . Masih banyak penduduk yang bekerja di
perkebunan ada sekitar 50 KK pekerja tetap, dan buruh harian lepas. Pada komoditas karet masih banyak wanitaibu-ibu yang ikut bekerja di perkebunan.
Beberapa hal yang menjadi pembeda adalah luasan afdeling untuk sawit dan karet berbeda, keterampilan dan kekuatan tenaga. Selain itu, pada komoditas karet dulu
penduduk bisa menanam singkong tanpa ada larangan dari perkebunan sehingga mereka memiliki penghasilan lain. Tidak pernah ada konflik yang kuat antara
penduduk dengan perusahaan hanya beberapa kejadian larangan penduduk untuk mengambil buah sawit, tetapi masyarakat masih bisa memanfaatkan lidi daun
sawit untuk dijual dan pelepah batang untuk bahan bakar. Pada tahun 1996-1998 terjadi kevakuman perkebunan atau juga sebagai
masa peralihan karet ke sawit sehingga lahan perkebunan yang HGU-nya telah
habis digunakan menanam singkong oleh penduduk, namun setelah perkebunan memiliki hak HGU lagi kembali memanfaatkan lahan dengan memulai menanam
sawit sejak tahun 2000, 2004, dan 2006. Meskipun semua bagian desa berada dalam perkebunan tidak ada penduduk yang memiliki lahan perkebunan satu pun.
Perubahan sistem borongan dalam perawatan kebun juga mempengaruhi jumlah dan jenis kelamin pekerja. Terlihat pada perkebunan kelapa sawit sangat
sedikit perempuan yang bisa bekerja di perkebunan utamanya sebagai buruh. Upah sebesar Rp. 8.000hari untuk pegawai harian tetap dan ± Rp. 7.000hari
untuk borongan di pandang sebagai, bayaran yang rendah. Hal ini, menyebabkan penduduk mencari pekerjaan selain diperkebunan. Dapat pula perbedaan upah
untuk laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama khususnya pekerjaan borongan perkebunan.
Sejak tahun 2000 perkebunan Cimulang merupakan bagian dari perkebunan Cikasungka yang berkantor di Desa Cigudeg. Sebelumnya kebun
Cimulang menjadi bagian dari perkebunan karet PTPN VIII memiliki manajemen sendiri. Luas areal perkebunan Cikasungka yaitu 1050 Ha semua penguasaan
lahan berdasarkan HGU. Luas kebun tersebut dibagi menjadi 2 afdeling dengan rata-rata luas 500 Ha. Kepala afdeling berasal dari luar desa. Demikian juga
semua pegawai kantor. Hanya mandor dan beberapa pegawai harian tetap yang berasal dari desa Cimulang.
Akibat kualitas karet yang semakin menurun kebun Cimulang mengalami krisis. Beberapa tahun sebelum digabung dengan kebun Cikasungka, kualitas
produksi karet tak cukup mempertahankan status kebun . Pada akhirnya tahun 2000 dikeluarkan keputusan dari pusat tentang perubahan status Kebun Cimulang
menjadi bagian dari Kebun Cikasungka Tidak kebun induk lagi, serta rencana perubahan komoditas dari karet ke sawit sehingga terjadi peleburan kebun.
Penanaman sawit terjadi secara bertahap pada tahun 2000. 2003, 2004, dan 2006 di beberapa kawasan di Cimulang. Sejak peleburan banyak pegawai karet
khususnya untuk pegawai harian tetap yang di PHK. Sedikit penduduk desa yang bekerja di perkebunan sawit hanya sekitar 3 orang di setiap kampung, biasanya
sebagai mandor atau pekerja harian lepas Posisi yang lain hampir semuanya bukan merupakan penduduk asli desa Cimulang dan desa Bantar Sari.
BAB V KESEMPATAN KERJA MASYARAKAT PADA PENDUDUK
DI DESA DALAM PERKEBUNAN
Salah satu tujuan ekspansi lahan atau pun perubahan komoditas tanaman menjadi perkebunan sawit adalah meningkatkan lapangan pekerjaan masyarakat.
masyarakat dalam dan masyarakat luar perkebunan merupakan pihak-pihak yang paling merasakan perubahan kesempatan kerja perkebunan terutama masyarakat
dalam perkebunan. Perubahan kebijakan ataupun komoditas perkebunan sangat mempengaruhi kesempatan kerja yang bisa mereka dapatkan di kampung mereka.
Kesempatan kerja pada setiap daerah tersebut menunjukkan keragaman dan besarnya peluang kerja masyarakat yang tersedia di kampungnya ataupun dari
wilayah lain yang mampu menciptakan pekerjaan bagi masyarakat. Secara jelas perbandingan kesempatan kerja masyarakat Kampung Cimulang Ujung, K.
Ciheleut, Kampung Gunung Leutik dan Kampung Hulurawa dapat diamati berdasarkan jenis kelamin dan perubahan antar waktu sebelum dan sesudah
komoditas sawit sebagai berikut.
5.1 Kondisi Keluarga Penduduk Desa Perkebunan dan Responden
Jumlah Kepala Keluarga KK lebih banyak dibandingkan jumlah rumah tangga, hal tersebut karena dalam satu rumah dihuni lebih dari satu KK.
Kampung Dalam perkebunan lebih banyak menunjukkan kondisi tersebut. Rata- rata jumlah KK di setiap rumah adalah 2 KK, bahkan di beberapa rumah tangga
Kampung Dalam terdapat 6 KK sekaligus dengan kondisi rumah yang tidak memadai. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga di Kampung Dalam perkebunan
otomatis juga lebih besar dibandingkan penduduk luar perkebunan.