dapat memberi pilihan pada penduduk untuk mempunyai sikap indifferent untuk bekerja di sektor pertanian atau non pertanian
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja.
Kesempatan kerja terkait dengan kehidupan ekonomi yang selalu dinamis, dimana ada kegiatan-kegiatan yang baru timbul, ada yang maju berkembang,
meningkat, berpindah dan ada pula yang mundur dan hilang. Pergerakan dan perubahan-perubahan tersebut merupakan proses simultan atau sering diistilahkan
dinamika. Jumlah penduduk yang semakin meningkat merupakan sinyal bahwa
pertumbuhan angkatan kerja semakin meningkat, dengan kata lain pertambahan penduduk akan berimplikasi terhadap ketersediaan kesempatan baru. Kebutuhan
akan kesempatan kerja baru tidak hanya diperlukan bagi angkatan kerja baru akan tetapi juga bagi angkatan kerja yang belum memperoleh pekerjaan pada tahun-
tahun sebelumnya. Sektor pertanian juga mengalami hal seperti ini, walaupun kesempatan kerja bertambah, namun pertambahan ini tidak dapat menampung
semua angkatan kerja yang sudah bekerja di sektor tersebut, hal ini dapat mendorong angkatan kerja yang sudah bekerja di sektor pertanian untuk pindah ke
sektor non pertanian. Pada bidang pertanian pekerjaan produktif lebih banyak dilakukan oleh
laki-laki sehingga akses dan kontrol laki-laki di bidang produktif lebih besar. Laki-laki melakukan kegiatan pengolahan lahan, penentuan tanaman dan masa
tanam, pemasaran dsb. Wanita lebih dominan beraktivitas di sektor reprodukifrumah tangga. Hanya sedikit waktu mereka terlibat dalam kegiatan
produktif, sesuai kebutuhan tenaga kerja untuk membantu. Akan tetapi, istri tidak dibayar dari hasil pekerjaannya karena dianggap membantu pekerjaan suami
Hastuti, 2003. Hasil penelitian Santoso, et.al. 2003, melihat beberapa hal sebagai
berikut: 1 wanita walaupun melakukan usaha gula semut, namun harus tetap melakukan kegiatan domestik yang dianggap menjadi tanggung jawab
utamanya.2 pekerjaan pembuatan gula semut diserahkan pada wanita
disebabkan karena kegiatan memasak adalah kegiatan utama dan biasa dilakukan oleh wanita.
Stereotipe penduduk tentang posisi dan kedudukan antara laki-laki yang berbeda menimbulkan pembagian pekerjaan yang turun temurun di penduduk.
Laki-laki melakukan kegiatan produktif dan istri untuk melakukan kegiatan reproduktif. Hartomo 2007 menyatakan bahwa kelembagaan yang ada di
penduduk didominasi oleh laki-laki karena perempuan tidak memiliki banyak waktu setelah melakukan kegiatan reproduktif. Informasi yang diterima juga
berbeda karena laki-laki yang memiliki lahan dan melakukan kegiatan di bidang pertanian mendapatkan penyuluhan hampir semuanya adalah laki-laki. Kondisi
perempuan yang terkadang lemah pada saat akan menstruasi, hamil bahkan melahirkan menjadi alasan perusahaan perkebunan negara maupun swasta
mempertimbangkan pekerjaan yang akan mereka berikan kepada perempuan Sukesi, 2003. Alasan berkait kondisi perempuan juga berpengaruh terhadap
status mereka di perkebunan dengan mempekerjakan perempuan sebagai pekerja harian lepas bukan menjadi pegawai tetap. Akibat dari itu fasilitas yang diterima
pekerja harian lepas terbatas. Salah satu kendala di sektor pertanian adalah rendahnya produktivitas
tenaga kerja, sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan usia yang sudah relatif tua. Sedangkan tenaga kerja muda yang enerjik, progresif, dan lebih
berpendidikan cenderung tidak bekerja di sektor pertanian Suryana, 1989 dalam Fudjaja, 2002 . Beberapa faktor yang diduga menyebabkan tenaga kerja muda
dan yang berpendidikan lebih tinggi tidak memilih sektor pertanian sebagai lapangan kerja utama, antara lain: 1 terbatasnya kesempatan kerja bagi yang
berpendidikan lebih tinggi, 2 sektor pertanian pada umumnya tidak bisa mendatangkan pendapatan dalam waktu singkat, 3 usaha pertanian mengandung
banyak resiko, 4 pendapatan yang diperoleh dari sektor pertanian lebih rendah dari yang diharapkan, dan 5 kurangnya status sosial dan kenyamanan kerja
karena kesan usaha pertanian yang kumuh Swastika dan Kustiari, 2000 Faktor produksi tenaga kerja berkualitas memiliki produktif tinggi sangat
menentukan tingkat pendapatan. Pendapatan akan memberikan efek pengganda terhadap pembangunan dalam bentuk investasi dan pengeluaran, dan keduanya
diperkirakan akan berdampak positif terhadap kesempatan kerja. Hasil penelitian Safrida 1999 dalam Fudjaja 2002 menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan
upah minimum terhadap permintaan tenaga kerja sektor pertanian dan jasa cukup besar dan berpengaruh nyata, sedangkan terhadap permintaan tenaga kerja sektor
industri pengaruhnya kecil dan tidak nyata. Tingkat upah yang diterima seorang pekerja erat kaitannya dengan produktivitas tenaga kerja itu sendiri. Nurmanaf
2000, menyatakan bahwa besar kecilnya pendapatan lebih dipengaruhi oleh produktifitas faktor-faktor produksi yang ada, termasuk faktor produksi tenaga
kerja. Djauhari, et al 1998 dalam Nurmanaf 2000, memperkirakan bahwa produktivitas dan tingkat upah buruh tani dipengaruhi oleh pergeseran permintaan
jenis tenaga kerja di sektor pertanian. Jenis penawaran dan permintaan tenaga kerja pertanian juga dipengaruhi oleh pergeseran pasar tenaga kerja dan
pertumbuhan di luar sektor pertanian yang akan berdampak terhadap mobilitas dan kesempatan kerja. Sementara yang dapat menciptakan kesempatan kerja
menurut Suroto 1992 hanyalah pembangunan sektor non pertanian dan saling ketergantungan antar sektor pertanian dan non pertanian.
Menurut Sigit1989 dalam Fudjaja 2002, faktor penyebab terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu:1 faktor pendorong dan 2 faktor penarik. Faktor pendorong berasal dari sektor pertanian sedangkan faktor penarik berasal dari
sektor non pertanian. Secara umum penyebab perubahan pada tingkat pendidikan, penduduk usia muda yang semakin meningkat, perubahan norma-norma yang
berhubungan dengan jenis dan situasi pekerjaan di kalangan pencari kerja dan penduduk umumnya, adanya peluang untuk bekerja di luar sektor pertanian,
sempitnya pemilikan lahan pertanian sawah dan meningkatnya penggunaan teknologi serta tingkat upah yang relatif tinggi di sektor non pertanian. Sementara
itu, Rachmad 1992 menyatakan transformasi tenaga kerja terjadi akibat adanya perubahan sikap mental para tenaga kerja, upah tenaga kerja di sektor pertanian
cenderung tetap, timbulnya kesempatan kerja baru di sektor non pertanian, kenyamanan bekerja di sektor non pertanian dan semakin meningkatnya atau
membaiknya kondisi komunikasi sehingga terjadi proses trasformasi.
Penelitian Sutrisno 1985 menyimpulkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi keputusan mobilitas kerja adalah rasio upah atau pendapatan
sektor pertanian dibandingkan dengan sektor non pertania. Keputusan mobilitas kerja juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pemilikan tanah, tuntutan terhadap status
sosial dimana mereka beranggapan bahwa bekerja di sektor non pertanian lebih tinggi statusnya. Kesempatan kerja di pedesaan terutama juga dipengaruhi oleh
permintaan tenaga kerja pertanian dan sektor non pertanian, mobilitas tenaga kerja dan pertumbuhan angkatan kerja Yusdja,1985
Menurut Simanjuntak 2001 faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja, yaitu: a kondisi perekonomian, dimana pesatnya roda perekonomian suatu
daerah mencerminkan aktivitas produksi yang tinggi, kapasitas produksi yang tinggi membutuhkan tingginya faktor produksi diantaranya adalah tenaga kerja.
Jadi banyak perusahaan yang menambah tenaga kerja baru. b pertumbuhan penduduk ; kualitas pertumbuhan ekonomi akan dipengaruhi oleh tingginya angka
pertumbuhan penduduk. Oleh sebab itu semakin tinggi jumlah penduduk akan mengurangi kesempatan orang untuk bekerja. c produktivitaskualitas sumber
daya manusia; tingginya produktivitas dan kualitas sumber daya seseorang akan mendorong tingginya tingkat kesempatan kerja, dan sebaliknya kualitas sumber
daya manusia yang rendah akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang
diinginkannya. d tingkat upah; kenaikan upah yang tidak dibarengi dengan
kenaikan kapasitas produksi akan menyebabkan pihak perusahaan akan mengurangi jumlah karyawannya, hal tersebut akan menurunkan tingkat
kesempatan kerja. e struktur umur penduduk; semakin besar struktur umur penduduk yang digolongkan mudah usia 15 tahun, maka kesempatan kerja
akan menurun dan sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, maka diduga kesempatan kerja secara
keseluruhan dipengaruhi oleh faktor-faktor: tingkat pendidikan, usia, norma- norma, peluang pekerjaan, teknologi, upahpendapatan, permintaan tenaga kerja,
mobilitas tenaga kerja, pertumbuhan angkatan kerja, kondisi perekonomian, pertumbuhan penduduk,kepemilikan lahan, kualitas sumberdaya manusia, dan
jenis kelamin tenaga kerja.
2.2 Kerangka Pemikiran