reseptor fosfolipase A
2,
siklooksigenase 2 COX-2, dan interleukin-2 IL-2 Neal, 2005.
Kortikosteroid berdaya menghambat fosfolipase, sehingga pembentukan baik dari prostaglandin maupun leukotrien dihalangi. Oleh karena itu efeknya
terhadap gejala rema lebih baik daripada OAINS. Kekurangannya ialah efek sampingnya yang lebih berbahaya pada dosis tinggi dan penggunaan lama Tjay
dan Rahardja, 2002.
E. Natrium diklofenak
NH Cl
Cl NaOCCH2
O
Gambar 6. Struktur Natrium diklofenak Hanson, 2000
Natrium diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenilasetat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang relatif nonselektif dan kuat, juga
mengurangi bioavailabilitas asam arakhidonat Furst dan Munster, 2001. Natrium diklofenak diindikasikan untuk mengobati nyeri akut dan kronik yang berkaitan
dengan kondisi inflamasi pada orang dewasa Karch, 2003. Natrium diklofenak mengurangi inflamasi, nyeri dan demam melalui penghambatan aktivitas
siklooksigenase dan sintesis prostaglandin Tatro, 2003. Dosis yang digunakan yaitu 150-200 mghari secara per oral atau 25-50 mg 2 kali sampai 4 kali sehari
secara per oral Karch, 2003.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Obat ini terikat 99 pada protein plasma dan mengalami efek lintas awal sebesar 40-50 . Walaupun waktu paruh singkat yaitu 1-3 jam, Natrium
diklofenak diakumulasi di cairan sinovia yang menjelaskan efek terapi di sendi lebih lama dari waktu paruh obat tersebut Wilmana, 1995. Ekskresi melalui
kemih berlangsung untuk 60 sebagai metabolit dan untuk 20 melalui empedu dan tinja Tjay dan Rahardja, 2002.
Efek-efek yang tidak diinginkan bisa terjadi pada kira-kira 20 dari pasien dan meliputi distres gastrointestinal, pendarahan gastrointestinal yang
terselubung dan timbulnya ulserasi lambung, sekalipun timbulnya ulkus lebih jarang terjadi daripada dengan beberapa OAINS lainnya. Sebuah kombinasi antara
Natrium diklofenak dan mesoprostol mengurangi ulkus pada gastrointestinal bagian atas tetapi bisa mengakibatkan diare Furst dan Munster, 2001.
F. Metode Uji Daya Anti-inflamasi
Metode in vivo yang dapat digunakan untuk menguji aktivitas anti- inflamasi, antara lain :
1. Uji
erythema ultraviolet
Hewan percobaan jenis Albino dari kedua jenis kelamin dengan berat badan berkisar 350 gram digunakan dalam metode ini. Hewan percobaan diberi
suspensi barium sulfida untuk menghilangkan bulu. Pada hari berikutnya, senyawa uji dilarutkan atau disuspensikan dalam pembawa dan setengah dari
dosisnya diberikan secara gavage pada 10 mlkg 30 menit sebelum penyinaran ultraviolet. Hewan kontrol hanya diberi larutan pembawa saja. Empat hewan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dipakai untuk tiap-tiap kelompok perlakuan dan kontrol. Hewan percobaan diletakkan dalam manset berbulu dengan lubang berukuran 1,5 x 2,5 cm sebagai
jalan masuknya radiasi ultraviolet. Hanau ultraviolet burner Q 600 dipanaskan selama 30 menit sebelum digunakan dan diletakkan pada jarak konstan 20 cm
diatas hewan percobaan. Setelah dilakukan penyinaran ultraviolet selama 2 menit, setengah dosis senyawa uji yang tersisa diberikan kepada hewan percobaan.
Erythema diamati 2 dan 4 jam setelah penyinaran ultraviolet. Hasil pengamatan dapat ditunjukkan dengan penilaian : 0 tidak ada erythema, 1 erythema ringan, 2
erythema berat, 4 erythema sangat berat. Hewan dengan nilai 0 atau 1 menandakan hewan tersebut terlindungi Vogel, 2002.
2. Udema pada kaki
Merupakan metode yang umum dilakukan yaitu berdasarkan pada kemampuan setiap zat untuk menghambat udema pada kaki belakang dari hewan
uji setelah injeksi iritan. Beberapa zat pengiritasi iritan dapat digunakan, seperti brewer’s yeast, formaldehid, dextran, albumin telur, kaolin, Aerosil®, sulfated
polysaccharides seperti karagenin atau naphthoylheparamine. Efek antiinflamasi dapat diukur melalui beberapa cara. Tungkai kaki belakang dipotong pada sendi
talocrural lalu ditimbang. Umumnya, bobot kaki ditimbang sebelum dan setelah pemberian zat pengiritasi dan bobot kaki hewan yang diberi perlakuan
dibandingkan dengan kontrol. Hasil penilaian kurang dipengaruhi oleh apparatus tetapi lebih tergantung pada iritan yang digunakan. Beberapa iritan hanya
menginduksi inflamasi dalam waktu singkat sedangkan iritan yang lain menyebabkan udema pada kaki lebih dari 24 jam Vogel, 2002.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penelitian daya anti-inflamasi kali ini menggunakan metode radang telapak kaki oleh Langford dkk. 1972 yang telah dimodifikasi. Dasar metode ini
adalah dengan membuat udema pada telapak kaki belakang mencit menggunakan karagenin 1, kemudian kaki dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang.
Persentase daya anti-inflamasi dapat dihitung dari perubahan berat kaki hewan uji.
3. Uji radang selaput dada
Radang selaput dada pada hewan hewan dapat diinduksi dengan beberapa iritan, seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, sel mast, dextran, enzim,
antigen, mikroba, dan iritan non spesifik seperti turpentin dan karagenin. Tikus jantan bergalur Sprague-dawley dengan berat 220 – 260 gram
dipakai sebagai hewan uji. Larutan karagenin 2 sebanyak 0,1 ml diinjeksikan ke dalam rongga pleural. Satu jam sebelum injeksi karagenin dan 24 jam dan 48
jam sesudahnya, kelompok yang terdiri dari 10 tikus diberi perlakuan menggunakan standar atau senyawa uji secara subkutan atau oral. Kelompok
kontrol hanya diberi pelarut senyawa uji. Hewan uji dikorbankan 72 jam setelah injeksi karagenin menggunakan eter secara inhalasi Vogel, 2002.
4. Tes kantung granuloma
Tikus betina atau jantan galur Sprague-Dawley dengan berat antara 150 dan 200 gram digunakan sebagai hewan uji. Punggung hewan uji dicukur dan
diinjeksi secara subkutan dengan 20 ml udara, kemudian diinjeksi 0,5 ml campuran minyak kroton dengan minyak wijen sebagai senyawa iritan yang
merangsang pembentukan udema. Empat puluh delapan jam kemudian setelah terbentuk kantong, udara dihampakan. Hari keempat kantong dibuka cairan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
eksudat disedot dan volume diukur. Metode ini sangat berguna untuk memperkirakan daya anti-inflamasi kortikosteroid baik setelah pemberian lokal
maupun sistemik Vogel, 2002. Substansi fisiologis yang disebut autacoid berpengaruh pada proses
inflamasi dan perbaikan. Substansi tersebut meliputi histamin, serotonin, bradikinin, substansi P, dan kelompok eicosanoid prostaglandin, tromboksan dan
leukotrien, PAF platelet-activating factor baik sitokin maupun limfokin. Beberapa metode in vitro untuk menguji aktivitas anti-inflamasi, antara lain ikatan
reseptor bradikinin-H
3
, ikatan reseptor substansi P-H
3
, ikatan reseptor neurokinin, uji kemotakis leukosit polimorfonuklear, penghambatan dan induksi seluler
metabolisme asam arakhidonat, pembentukan leukotrien B
4
pada sel darah putih manusia Vogel, 2002.
G. Landasan Teori
Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap jaringan yang luka akibat rangsangan kimiawi, fisik atau mekanik. Bila membran sel mengalami kerusakan,
maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipid yang ada menjadi asam arakhidonat. Kemudian asam arakhidonat dimetabolisme melalui 2 jalur
yaitu siklooksigenase atau prostaglandin sintetase menghasilkan mediator- mediator tromboksan, prostasiklin, dan prostaglandin dan lipoksigenase yang
menghasilkan zat-zat leukotrien. Baik prostaglandin maupun leukotrien bertanggung jawab bagi sebagian besar proses inflamasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tripterygium wilfordii Hook. F. mengandung triptolide dan tripdiolide. Triptolide dan tripdiolide tersebut dapat berikatan dengan reseptor glukokortikoid
sehingga dapat menginduksi lipokortin. Lipokortin kemudian menghambat aktivitas fosfolipase A
2
. Akibatnya menghambat pembentukan asam arakhidonat dari fosfolipid. Selain itu triptolide dan tripdiolide juga menghambat induksi
terbentuknya siklooksigenase-2 sehingga tidak terbentuk prostaglandin dari asam arakhidonat akibatnya mampu menekan gejala inflamasi, seperti pembengkakan
dini, kemerahan, dan nyeri.
H. Hipotesis