Daya anti-inflamasi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii hook. F. pada mencit putih betina.
INTISARI
Tripterygium wilfordii Hook. F. telah digunakan dalam pengobatan tradisional Cina untuk mengobati demam, kedinginan, udema dan bisul,
rheumatoid arthritis, hepatitis kronik, nefritis kronik, dan beberapa penyakit kulit. Senyawa bioaktif yang berperan sebagai anti-inflamasi yaitu triptolide dan tripdiolide. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan kebenaran daya anti-inflamasi dan mengetahui besarnya persentase dan potensi relatif serta kisaran dosis dari ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dalam menghambat udema.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Subyek uji adalah mencit putih betina galur
Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Lima puluh ekor mencit dikelompokkan menjadi 10 kelompok. Kelompok I-IV merupakan kelompok kontrol, sedangkan kelompok V-X diberi ekstrak etanolik akar
Tripterygium wilfordii Hook. F. dengan dosis berturut-turut 3,37; 10,11; 30,35; 91; 273 dan 819 mg/kg BB. Sembilan puluh menit kemudian diinjeksi subplantar dengan karagenin 1% pada kaki kiri bagian belakang. Setelah 3 jam hewan uji dikorbankan dan kedua kakinya dipotong pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang. Data bobot udema dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusinya, dilanjutkan analisis varian pola satu arah dan uji Scheffe untuk melihat perbedaan antarkelompok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. tidak memiliki daya anti-inflamasi. Persentase penurunan bobot udema berturut-turut sebesar 32,28%; 21,80%; dan 14,85%. Potensi relatif penurunan bobot udema secara berturut-turut adalah 46,49%; 31,39%; dan 21,39%. Kisaran dosis yang memiliki kemampuan menurunkan bobot udema yaitu pada dosis 3,37 dan antara 30,35 sampai 91 mg/kg BB.
Kata kunci : penurunan bobot udema, ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii
(2)
ABSTRACT
Tripterygium wilfordii Hook. F. have been used in traditional Chinese medicine to treat fever, chills, edema and carbuncles, rheumatoid arthritis, chronic hepatitis, chronic nephritis, and several skin disorders. Active compound that contributing as anti-inflammatory agent are triptolide and tripdiolide. The goal of this research is to prove the truth of anti-inflammation effect and to know the amount of percentage and relative potency of anti-inflammation effect and also range of dosage of etanolic extract of Tripterygium wilfordii Hook. F. root in preventing oedema.
This research is experimental research with randomized controlled design. The subject of this experiment was Switzerland white female mice whose age 2-3 months and its weight is 20-30 gram. Fifty mice were divided into ten groups. Group I to group IV were as control group, whereas group V to group X were given etanolic extract of Tripterygium wilfordii Hook. F. root with dosage 3.37; 10.11; 30.35; 91; 273 dan 819 mg/kg BW. Successively ninety minutes later, those mice’s left legs were injected with karagenin 1%. Then, 3 hours later those mice were killed and its two legs were cut at torsocrural joint. Data about oedema weight was analyzed with Kolmogorov-Smirnov to see its distribution. After that, this research was continued with ANOVA then followed with Scheffe test.
The result of the analysis shows that etanolic extract of Tripterygium wilfordii Hook. F. root did not have anti-inflammation effect. The percentage of edema weight reducing in dosage 3.37; 30.35 and 91 mg/kg BW was 32.28 %; 21.80 % and 14.85 %. Relative potency of edema weight reducing was successively 46.49 % ; 31.39 % and 21.39 %;. Range of dosage which has an ability to reduce edema was on the dosage 3.37 and between 30.35 up to 91 mg/kg BW.
Key words : edema weight reducing, etanolic extract of Tripterygium wilfordii
(3)
Tripterygium wilfordii Hook. F. PADA MENCIT PUTIH BETINA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Caecilia Ratna Tri Wijayanti NIM : 048114049
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
(4)
DAYA ANTI–INFLAMASI EKSTRAK ETANOLIK AKAR
Tripterygium wilfordii Hook. F. PADA MENCIT PUTIH BETINA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Caecilia Ratna Tri Wijayanti NIM : 048114049
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
(5)
(6)
(7)
HALAMAN PERSEMBAHAN
You have to endure caterpillars if you want to see butterflies (Antoine De Saint) There is no success without sacrifice Great success always calls for great sacrifice Even failure can become an important ingredient to success Failure just means that you have not yet succeeded Success is doing something good
When you can, where you can, while you can It’s better to attempt to do something great and fail,
than attempt to do nothing and succeed Success is not necessarily reaching your goal- but reaching the maximum possibilities in light of the opportunities that come your way Success is never ending, because success is like the process of seed planting Every creative contribution like a seed planted may bear fruit Success finally is not what you have it is not what you do;
it is who you are, and what you want to become of yourself (Felix Lugo)
“Thanks to Jesus Christ”
kupersembahkan skripsi ini sebagai tanda cinta dan baktiku
teruntuk bapak dan ibuk yang senantiasa menyayangi, mendoakan, memberi dukungan kepadaku
kedua kakakku dan mas Yoseph atas dukungan, kasih sayang dan perhatiannya
teman-teman dan saudara-saudaraku atas motivasi dan perhatiannya teruntuk almamaterku tercinta
(8)
(9)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di surga atas kasih,
karunia dan penyertaan-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Daya
Anti-Inflamasi Ekstrak Etanolik Akar Tripterygium wilfordii Hook. F. Pada
Mencit Putih Betina” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak
mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga penulis mampu
menghadapi setiap kesulitan yang ditemui. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
2. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
memberi bimbingan, arahan, masukan dan bantuan selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritikan, saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan
(10)
5. IOT. Sari Sehat – PT. Capung Indah Abadi atas bantuan dan kerja samanya
dalam penyediaan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. yang
digunakan dalam penelitian ini.
6. Romo Sunu atas bantuannya dalam menganalisis data sehingga penulis
memperoleh gambaran mengenai bagaimana mengolah data hasil penelitian.
7. Mas Heru, Mas Parjiman dan Mas Kayat yang telah memberikan bantuan
berupa penyediaan mencit dan peralatan yang penulis butuhkan selama
penelitian serta memberikan keceriaan selama penelitian dengan canda tawa
dan obrolannya.
8. Staf pengajar dan segenap dosen Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
9. Bapak Antonius Tumiyo dan Ibu Maria Theresia Sumilah yang telah
mendidik, membesarkan, dan memberikan dukungan baik moral maupun
material serta tak henti-hentinya berdoa dan memberikan semangat kepada
penulis untuk tetap tegar dalam menghadapi segala cobaan dan tantangan.
10.Mas Heri dan Mas Nolly, kedua kakak ipar (Mbak Ning dan Mbak Santi),
keponakan tersayang Farrel, nenek, budhe, bulik, om, sepupu dan
keponakan-keponakan penulis (Ogik dan Dio) atas perhatian, kasih sayang, serta
dukungan yang diberikan kepada penulis.
11.Yoseph Harjanto beserta keluarga terima kasih atas semua doa, dukungan,
cinta dan perhatian serta bantuan yang dengan tulus diberikan kepada penulis.
12.Teman-teman seperjuangan Keke, Ratna Puspita, Avi atas kerja samanya
(11)
13.Teman-teman dekat, Keke, Angel dan Dika yang telah memberikan semangat,
motivasi dan keceriaan di saat suka maupun duka.
14.Teman-teman kost ”Wisma Mawar”, Anas, Anna, Ani, Cicil, Rita, Krisna,
Putri, Tina, yang dengan canda tawa dan obrolannya mampu menghibur
penulis saat sedang susah dan memberi motivasi kepada penulis.
15.Teman-teman FKK ’04 dan teman-teman kelas B, Ika Sindu, Heti, Nina,
Dipta, Andri, Rissa, Nur, Anna, Siska, Atin, Wida, Ari, Erline, Yudi, Budi,
Indah, Maduma yang sama-sama berjuang di Farmasi. Terima kasih karena
penulis diberi kesempatan untuk mengenal kalian semua.
16.Teman-teman KKN di Pedukuhan Plumutan, Bambanglipuro (Soni, Dita,
Pauline, Lala, Metta, Ferani, Atik, Yohan, An). Terima kasih atas dukungan
dan bantuannya.
17. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik moral
maupun material yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat dan menjadi bagian suatu ilmu pengetahuan bagi
semua orang.
(12)
(13)
INTISARI
Tripterygium wilfordii Hook. F. telah digunakan dalam pengobatan
tradisional Cina untuk mengobati demam, kedinginan, udema dan bisul, rheumatoid arthritis, hepatitis kronik, nefritis kronik, dan beberapa penyakit kulit. Senyawa bioaktif yang berperan sebagai anti-inflamasi yaitu triptolide dan tripdiolide. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan kebenaran daya anti-inflamasi dan mengetahui besarnya persentase dan potensi relatif serta kisaran dosis dari ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dalam menghambat udema.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Subyek uji adalah mencit putih betina galur
Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Lima puluh ekor
mencit dikelompokkan menjadi 10 kelompok. Kelompok I-IV merupakan kelompok kontrol, sedangkan kelompok V-X diberi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dengan dosis berturut-turut 3,37; 10,11; 30,35; 91; 273 dan 819 mg/kg BB. Sembilan puluh menit kemudian diinjeksi subplantar dengan karagenin 1% pada kaki kiri bagian belakang. Setelah 3 jam hewan uji dikorbankan dan kedua kakinya dipotong pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang. Data bobot udema dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusinya, dilanjutkan analisis varian pola satu arah dan uji Scheffe untuk melihat perbedaan antarkelompok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. tidak memiliki daya anti-inflamasi. Persentase penurunan bobot udema berturut-turut sebesar 32,28%; 21,80%; dan 14,85%. Potensi relatif penurunan bobot udema secara berturut-turut adalah 46,49%; 31,39%; dan 21,39%. Kisaran dosis yang memiliki kemampuan menurunkan bobot udema yaitu pada dosis 3,37 dan antara 30,35 sampai 91 mg/kg BB.
Kata kunci : penurunan bobot udema, ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.
(14)
ABSTRACT
Tripterygium wilfordii Hook. F. have been used in traditional Chinese
medicine to treat fever, chills, edema and carbuncles, rheumatoid arthritis, chronic hepatitis, chronic nephritis, and several skin disorders. Active compound that contributing as anti-inflammatory agent are triptolide and tripdiolide. The goal of this research is to prove the truth of anti-inflammation effect and to know the amount of percentage and relative potency of anti-inflammation effect and also range of dosage of etanolic extract of Tripterygium wilfordii Hook. F. root in preventing oedema.
This research is experimental research with randomized controlled design. The subject of this experiment was Switzerland white female mice whose age 2-3 months and its weight is 20-30 gram. Fifty mice were divided into ten groups. Group I to group IV were as control group, whereas group V to group X were given etanolic extract of Tripterygium wilfordii Hook. F. root with dosage 3.37; 10.11; 30.35; 91; 273 dan 819 mg/kg BW. Successively ninety minutes later, those mice’s left legs were injected with karagenin 1%. Then, 3 hours later those mice were killed and its two legs were cut at torsocrural joint. Data about oedema weight was analyzed with Kolmogorov-Smirnov to see its distribution. After that, this research was continued with ANOVA then followed with Scheffe test.
The result of the analysis shows that etanolic extract of Tripterygium wilfordii Hook. F. root did not have anti-inflammation effect. The percentage of edema weight reducing in dosage 3.37; 30.35 and 91 mg/kg BW was 32.28 %; 21.80 % and 14.85 %. Relative potency of edema weight reducing was successively 46.49 % ; 31.39 % and 21.39 %;. Range of dosage which has an ability to reduce edema was on the dosage 3.37 and between 30.35 up to 91 mg/kg BW.
Key words : edema weight reducing, etanolic extract of Tripterygium wilfordii Hook. F. root
(15)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………...……
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….
HALAMAN PENGESAHAN ……….
HALAMAN PERSEMBAHAN ………..
PRAKATA ………..
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...………....
INTISARI ………….………...
ABSTRACT ………...………...
DAFTAR ISI ...………
DAFTAR TABEL ..……….
DAFTAR GAMBAR ….………...………..
DAFTAR LAMPIRAN ..……….
BAB. I PENGANTAR .………...
A. Latar Belakang ……….………...
1. Permasalahan ……….………..
2. Keaslian penelitian ……….………..
3. Manfaat penelitian .……….………..
B. Tujuan Penelitian ……….………...
1. Tujuan umum ……….………..
2. Tujuan khusus .……….………...
Hal ii iii iv v vi ix x xi xii xvi xviii xx 1 1 3 4 5 6 6 6
(16)
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA …….………...
A. Tripterygium wilfordii Hook. F. ………….………...
1. Klasifikasi umum ………...
2. Nama ………
3. Morfologi tanaman ………..
4. Kandungan kimia …..………...
5. Kegunaan ………...
6. Toksisitas ………...
B. Ekstraksi ……….
C. Inflamasi ……...………..
1. Definisi ….………...
2. Penyebab ………..
3. Klasifikasi ………...
4. Gejala …...………...
5. Mekanisme………...
6. Mediator-mediator ………...
D. Obat Anti-inflamasi ..………...
1. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) ...
2. Golongan steroid ...
E. Natrium diklofenak ………..………...
F. Metode Pengujian Daya Anti-inflamasi………...
1. Uji erythema ultraviolet………...
2. Udema pada kaki ………... 7 7 7 7 7 8 8 9 10 12 12 12 12 13 16 19 24 25 26 27 28 28 29
(17)
3. Uji radang selaput dada ...………...
4. Tes kantong granuloma……….
G. Landasan Teori……….
H. Hipotesis………...
BAB III. METODE PENELITIAN ……….………...
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……….
B. Variabel dan Definisi Operasional………...
1. Variabel penelitian …..………...
2. Definisi Operasional………...
C. Bahan penelitian ...…...………...
D. Alat Penelitian ...………...………...
E. Tata Cara Penelitian ..………..
1. Penyiapan hewan uji ………...…...………...
2. Pembuatan bahan uji………..…..……….
3. Perhitungan dan penetapan dosis ……….
4. Uji pendahuluan ….………...………...
5. Perlakuan hewan uji ...………...
6. Perhitungan persentase daya anti-inflamasi ………...
7. Perhitungan potensi relatif daya anti-inflamasi ...
F. Analisis Hasil ………..
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………...………....
A. Hasil Uji Pendahuluan ...……….
30 30 31 32 33 33 33 33 34 35 36 37 37 37 40 44 45 46 46 46 48 48
(18)
1. Hasil uji pendahuluan penetapan selang waktu pemotongan kaki
2. Hasil uji pendahuluan penetapan selang waktu pemberian
Natrium diklofenak ...
B. Hasil Uji Daya Anti-inflamasi pada Mencit ...…..………..
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …….………
A. Kesimpulan ..………
B. Saran ...……….
DAFTAR PUSTAKA ...………..
LAMPIRAN ………...……….
BIOGRAFI PENULIS ……….
48
52
57
71
71
72
73
77
(19)
DAFTAR TABEL
I. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1%
subplantar dalam berbagai variasi selang waktu pemotongan
kaki..……...
II. Rangkuman hasil uji Homogenitas Variansi data bobot udema kaki
mencit akibat injeksi karagenin 1% subplantar dalam berbagai variasi
selang waktu pemotongan kaki ………
III. Rangkuman hasil uji Anova Satu Arah data bobot udema kaki mencit
akibat injeksi karagenin 1% subplantar dalam berbagai variasi selang
waktu pemotongan kaki……….….………...
IV. Rangkuman hasil uji Scheffe data bobot udema kaki mencit akibat
injeksi karagenin 1% subplantar dalam berbagai variasi selang waktu
pemotongan kaki……….……..………
V. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1%
subplantar setelah pemberian Natrium diklofenak dosis efektif pada
selang waktu tertentu………....
VI. Rangkuman hasil uji Homogenitas Variansi data bobot udema kaki
mencit akibat injeksi karagenin 1% subplantar setelah pemberian
Natrium diklofenak dosis efektif pada selang waktu tertentu ………...
VII. Rangkuman hasil uji Anova Satu Arah data bobot udema kaki mencit
akibat injeksi karagenin 1% subplatar setelah pemberian Natrium
diklofenak dosis efektif pada selang waktu tertentu...………..
Hal
48
49
50
50
54
55
(20)
VIII.Rangkuman hasil uji Scheffe data bobot udema kaki mencit akibat
injeksi karagenin 1% subplantar setelah pemberian Natrium diklofenak
dosis efektif pada selang waktu tertentu..….………
IX. Rata-rata bobot udema telapak kaki mencit akibat karagenin 1%
subplantar pada kelompok kontrol dan perlakuan...….……...
X. Rata-rata persentase daya anti-inflamasi pada kelompok kontrol dan
perlakuan………...………
XI. Rangkuman hasil uji Homogenitas Variansi daya anti-inflamasi
kelompok kontrol dan perlakuan ...
XII. Rangkuman hasil uji Anova Satu Arah daya anti-inflamasi kelompok
kontrol dan perlakuan………
XIII.Rangkuman hasil uji Scheffe daya anti-inflamasi kelompok kontrol dan
perlakuan………...
XIV.Potensi relatif ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F
terhadap Natrium diklofenak ..………...
56
59
61
63
64
65
(21)
Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8 . Gambar 9. Gambar 10. DAFTAR GAMBAR
Struktur triptolide ...………....
Struktur tripdiolide ...………...
Respon inflamasi yang berhubungan dengan tanda-tanda
inflamasi ...
Skema dari mediator-mediator yang berasal dari asam
arakhidonat dan titik tangkap kerja obat anti-inflamasi ...
Klasifikasi Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (OAINS) ...
Struktur Natrium diklofenak...………...
Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi
karagenin 1% subplantar dalam berbagai variasi selang waktu
pemotongan kaki...
Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi
karagenin 1% subplantar setelah pemberian Natrium
diklofenak dosis efektif pada selang waktu
tertentu……….……...
Grafik rata-rata bobot udema telapak kaki mencit akibat
karagenin 1% subplantar pada kelompok kontrol dan
perlakuan ……...………. ……….
Grafik rata-rata daya anti-inflamasi pada kelompok kontrol
dan perlakuan...… Hal 9 9 17 23 24 27 49 54 60 62
(22)
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Tanaman Tripterygium wilfordii Hook. F………..
Ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F ……...
Suspensi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F
dalam CMC-Na ………...
Neraca analitik Mettler Toledo AB 204 ...
77
78
79
(23)
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. DAFTAR LAMPIRAN
Foto tanaman Tripterygium wilfordii Hook. F...………
Foto ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F ...
Foto suspensi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii
Hook. F dalam CMC-Na ...
Foto neraca analitik Mettler Toledo AB 204 ...
Surat pernyataan proses pembuatan ekstrak etanolik akar
Tripterygium wilfordii Hook. F. dari IOT. Sari Sehat – PT.
Capung Indah Abadi ...
Perhitungan konsentrasi ekstrak etanolik akar Tripterygium
wilfordii Hook. F. ...
Skema kerja uji pendahuluan penetapan selang waktu
pemotongan kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% ...
Hasil dan Analisis Hasil Uji Pendahuluan Waktu Pemotongan
Kaki Setelah Injeksi Karagenin 1% ...
Skema kerja uji pendahuluan waktu pemberian Natrium
diklofenak dosis efektif (4,48 mg/kg BB) ...
Hasil dan Analsiis Hasil Uji Pendahuluan Waktu Pemberian
Natrium diklofenak Dosis Efektif (4,48 Mg/Kg BB) ...
Skema kerja perlakuan hewan uji ...
Hal 77 78 79 80 81 82 85 86 89 90 94
(24)
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Hasil Bobot Udema Kaki Mencit Akibat Pemberian Ekstrak
Etanolik Akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dalam Enam
Peringkat Dosis Dan Kontrol ...
Hasil Perhitungan Dan Analisis Persentase (%) Daya
Anti-Inflamasi Kontrol Positif Natrium diklofenak dan Ekstrak
Etanolik Akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dikurangi
Pelarutnya (Aquadest dan CMC-Na) ...
Hasil Perhitungan Potensi Relatif Daya Anti-Inflamasi
Ekstrak Etanolik Akar Tripterygium wilfordii Hook. F.
terhadap Natrium diklofenak ……….
Surat pernyataan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii
Hook. F. dari IOT. Sari Sehat – PT. Capung Indah Abadi ...
95
102
109
(25)
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Saat ini dengan kembali maraknya gerakan kembali ke alam (back to
nature) membuat kecenderungan penggunaan bahan obat alam/herbal di dunia
semakin meningkat (Wijayakusuma, 2007). Bahkan sampai saat ini menurut
perkiraan Badan Kesehatan Dunia (WHO), 80% penduduk dunia masih
menggantungkan dirinya pada pengobatan tradisional termasuk penggunaan obat
yang berasal dari tanaman (Radji, 2005). Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui
World Health Assembly telah merekomendasikan penggunaan obat tradisional
termasuk obat-obat bahan alam dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pengobatan penyakit terutama untuk penyakit kronis, penyakit
degeneratif dan kanker (Anonim, 2007a).
Pada tahun 1999, pemerintah telah mencanangkan visi “Indonesia Sehat
2010” dengan misi dan sasarannya antara lain mendorong kemandirian
masyarakat untuk hidup sehat. Salah satu program yang telah ditetapkan untuk
mencapai sasaran tersebut adalah meningkatkan penggunaan cara pengobatan
tradisional yang aman dan bermanfaat. Oleh karena itu perlu perhatian khusus
untuk mengembangkan obat alami Indonesia dalam rangka meningkatkan
pelayanan dan kemandirian di bidang kesehatan (Anonim, 2003). Berdasarkan
Surat Keputusan kepala BPOM RI No.HK.00.05.4.2411 tanggal 17 Mei 2004,
(26)
herbal terstandar, dan fitofarmaka (Anonim, 2008a). Pada umumnya masyarakat
Indonesia menggunakan obat bahan alam berdasarkan bukti empiris secara
turun-temurun namun belum dibuktikan secara ilmiah. Dalam upaya membuktikan
adanya manfaat klinik, khasiat dan keamanan obat tradisional yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah dapat dilakukan melalui serangkaian uji,
antara lain uji praklinik (uji farmakodinamika dan toksisitas) dengan bahan baku
terstandar agar berubah menjadi obat herbal terstandar dan uji klinis pada manusia
sehingga nantinya obat tradisional tersebut dapat berkembang menjadi
fitofarmaka sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi obat tradisional tersebut
dengan aman dan terjamin mutunya.
Berdasarkan uraian di atas maka IOT. Sari Sehat – PT. Capung Indah
Abadi, suatu industri obat tradisional, bekerja sama dengan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma untuk melakukan uji praklinik suatu sediaan bahan
alami. Uji praklinik ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai efikasi
dan keamanan sediaan bahan alami tersebut dan nantinya produk yang
diluncurkan memiliki standar mutu dan keamanan yang lebih meningkat sehingga
memiliki tingkat kepercayaan yang sama tingginya dengan obat non-herbal.
Reaksi inflamasi diperlukan karena inflamasi merupakan respon biologik
dari reaksi-reaksi kimia berurutan dan berfungsi melindungi tubuh dari infeksi dan
memperbaiki jaringan yang rusak akibat trauma (Wilmana, 1995). Namun, reaksi
inflamasi yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang merugikan tubuh.
Oleh karena itu, diperlukan obat anti-inflamasi untuk mengendalikan reaksi
(27)
Tripterygium wilfordii Hook. F. telah digunakan dalam pengobatan
tradisional Cina selama lebih dari 2000 tahun untuk mengobati demam,
kedinginan, udema dan radang di bawah kulit atau bisul (Anonim, 2007b). Lebih
dari 300 senyawa yang berasal dari genus Tripterygium telah diidentifikasi dan
beberapa diantaranya telah dievaluasi aktivitas biologinya. Keseluruhan aktivitas
ekstrak berdasarkan interaksi antar komponen-komponennya (Brinker, Jun Ma,
Lipsky dan Raskin, 2006). Suatu penelitian menyebutkan bahwa ekstrak
etanol/etil asetat dari akar Tripterygium wilfordii Hook. F. mampu berikatan
dengan reseptor glukokortikoid (Lipsky, Tao dan Cai, 1997). Pada penelitian
tersebut ekstraksi akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dilakukan dalam dua
tahap, yaitu ekstraksi dengan etanol dilanjutkan dengan etil asetat. Ekstrak etil
asetat tersebut terbukti memiliki daya anti-inflamasi. Kandungan kimia dari
Tripterygium wilfordii Hook. F. yang berperan sebagai anti-inflamasi tersebut
adalah triptolide dan tripdiolide (Evans, 2002). Penelitian ini menggunakan akar
Tripterygium wilfordii Hook. F. yang hanya diekstraksi dengan etanol tanpa
ekstraksi lanjut dengan etil asetat. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui daya anti-inflamasi yang dihasilkan oleh ekstrak etanol akar
Tripterygium wilfordii Hook. F tersebut.
Uji praklinik yang dilakukan oleh IOT. Sari Sehat – PT. Capung Indah
Abadi bekerja sama dengan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
bertujuan membuktikan khasiat tanaman Tripterygium wilfordii Hook. F. yang
secara turun temurun telah digunakan dalam pengobatan tradisional Cina sebagai
(28)
farmakologi) dari tanaman Tripterygium wilfordii Hook. F sebagai anti-inflamasi
agar dapat dikombinasikan dengan bahan lain dan nantinya dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap produk ini.
1. Permasalahan
Beberapa permasalahan yang muncul antara lain adalah sebagai berikut :
a. Apakah ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. memiliki daya
anti-inflamasi ?
b. Berapa persentase daya anti-inflamasi yang dihasilkan oleh ekstrak etanolik
akar Tripterygium wilfordii Hook. F.?
c. Berapa persentase potensi relatif daya anti-inflamasi yang dihasilkan oleh
ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.?
d. Berapa kisaran dosis ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.
yang memiliki daya anti-inflamasi?
2. Keaslian penelitian
Penelitian tentang Tripterygium wilfordii Hook. F. yang sudah pernah
dilakukan antara lain : Ekstrak Tripterygium wilfordii Hook. F. Komponen serta
Kegunaannya (Lipsky dkk., 1997). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
senyawa dari ekstrak etanol-etil asetat akar Tripterygium wilfordii Hook. F.
mampu menghambat deksametason dalam berikatan dengan reseptor
glukokortikoid. Senyawa tersebut adalah triptolide dan tripdiolide. Penelitian
dengan judul : Keuntungan Ekstrak Tripterygium wilfordii Hook. F. bagi Pasien
Rheumatoid Arthritis : a double-blind, placebo-controlled study (Tao, Younger,
(29)
dan kemanjuran dari ekstrak Tripterygium wilfordii Hook. F. pada pasien
rheumatoid arthritis. Ekstrak etanol-etil asetat akar Tripterygium wilfordii Hook.
F. memperlihatkan manfaat terapetik bagi pasien rheumatoid arthritis. Pada dosis
terapetik (180 mg/hari dan 360 mg/hari) ekstrak Tripterygium wilfordii Hook. F.
dapat ditoleransi dengan baik oleh sebagian besar pasien. Penelitian mengenai
Karakterisasi Imunokimia dari Komponen Tripterygium wilfordii Hook. F. yang
memiliki peran sebagai Anti-Inflamasi (Wong, Chan, Leung-Chan, Tam, Yang
dan Fan, 2007). Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menggambarkan
gugus fungsi dari triptolide yang memiliki kemampuan dalam menghambat
respon inflamasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gugus C-14 ȕ-hydroxyl dan Ȗ-butyrolactone dari molekul triptolide merupakan bagian terpenting yang berperan sebagai anti-inflamasi dan sitotoksisitas serta bertanggungjawab dalam
aktivitas antiproliferative. Namun, penelitian daya anti-inflamasi ekstrak etanolik
batang Tripterygium wilfordii Hook. F. pada mencit putih betina dengan metode
radang telapak kaki oleh Langford, Holmes dan Emele (1972) yang telah
dimodifikasi sepanjang pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang khasiat
tanaman obat terutama ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook.
F. yang memiliki khasiat sebagai anti-inflamasi dan dapat menjadi acuan
(30)
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi
yang berguna bagi masyarakat tentang khasiat dari ekstrak etanolik akar
Tripterygium wilfordii Hook. F. sebagai anti-inflamasi.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti mengenai khasiat
anti-inflamasi dari ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. secara in
vivo.
2. Tujuan khusus
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan khusus antara lain untuk :
a. Mengetahui apakah ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.
memiliki daya anti-inflamasi atau tidak.
b. Mengetahui besarnya persentase daya anti-inflamasi yang dimiliki ekstrak
etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dalam menghambat terjadinya
inflamasi.
c. Mengetahui besarnya persentase potensi relatif daya anti-inflamasi yang
dimiliki ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dalam
menghambat terjadinya inflamasi.
d. Mengetahui kisaran dosis ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook.
(31)
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tripterygium wilfordii Hook. F. 1. Klasifikasi umum
Tripterygium wilfordii Hook. F. diklasifikasikan ke dalam familia
Celastraceae, genus Tripterygium, dan spesies Tripterygium wilfordii Hook. F.
(Anonim, 2007b).
2. Nama
Sinonim :
Lei Gong Teng (Cina), tripterygium (Inggris), Tripterygium wilfordii Hook. F.
(nama botani), Radix Tripterygium wilfordii (nama farmasetikal), “thunder god
vine” (Chen, 2004).
3. Morfologi tanaman
Tripterygium wilfordii Hook. F. merupakan tumbuhan alami yang tumbuh
di beberapa wilayah Cina dan Burma. Tripterygium wilfordii Hook. F. merupakan
jenis tanaman merambat yang berganti daun dengan panjang mencapai 12 meter.
Rantingnya berwarna coklat, angular dan berbulu halus. Daunnya berwarna hijau,
permukaannya licin, dan berwarna pucat keabu-abuan dengan bulu terang
dibawahnya. Bunganya bersifat hermafrodit dan biasanya mekar pada bulan
(32)
sekitar 15 cm. Akarnya merupakan bagian dari tanaman yang berkhasiat obat dan
biasanya dipanen pada musim gugur (Chen, 2004).
4. Kandungan kimia
Tripterygium wilfordii Hook. F. mengandung alkaloid (wilfordine,
wilforine, wilforidine, wilforgine, wilfortrine, wilforzine, wilformine, wilfornine,
euonine, celacinnine, celafurine, celabenzine, neowilforine, regilidine) dan
terpenoid (triptolide T13, tripdiolide, tripterolide, triptonide, triptolidenol T9,
hypolide, triptonoterpenol, triptophenolide methylether, neotriptophenolide, isotriptophenolide, isoneotriptophenolide, triptonoterpene, triptonoterpene methylether, tripdioltonide, tripdiolide T8, triptriolide T11, triptolide T10, wilforlide AT1, triptotriterpenoidal lactone A, wilforlide B, triptotriterpenic acid AT3, triptotriterpenic acid BT2, triptoterpenic acid CT28, selaspermic acid, wilfornide, triptofordin A,B,C-1,C-2, D) (Chen, 2004).
5. Kegunaan
Dalam pengobatan tradisional Cina, Tripterygium wilfordii Hook. F.
digunakan untuk mengobati demam, kedinginan, udema dan bisul, rheumatoid
arthritis, hepatitis kronik, nefritis kronik, dan beberapa penyakit kulit (Anonim,
2007b). Senyawa bioaktif dari ekstrak Tripterygium wilfordii Hook. F. yang
berperan dalam inflamasi dan penyakit imun adalah triptolide (Evans, 2002) dan
(33)
O O
H
H
OH O
O O
Gambar 1. Struktur triptolide (Evans, 2002)
O O
HO
H
OH O
O O
Gambar 2. Struktur tripdiolide(Evans, 2002)
Suatu penelitian (Lipsky dkk., 1997) menyebutkan bahwa hasil ekstrak
etanol-etil asetat akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dapat berikatan dengan
reseptor glukokortikoid. Secara bersamaan juga menghambat induksi
terbentuknya siklooksigenase-2 dan proses inflamasi seperti produksi
prostaglandin E2. Komponen dari ekstrak Tripterygium wilfordii Hook. F. yang
berperan sebagai inhibitor efektif dalam mekanisme tersebut adalah triptolide dan
tripdiolide.
6. Toksisitas
Tanaman Tripterygium wilfordii Hook. F bersifat toksik. Kulit terluar dari
akar memiliki toksisitas yang lebih besar dibandingkan bagian tanaman yang lain.
(34)
bentuk kering yang telah disimpan selama beberapa tahun. Tanda-tanda toksik
meliputi iritasi lokal saluran gastrointestinal, kerusakan sistem saraf pusat,
pendarahan dan nekrosis dalam organ. Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa
LD50 dari Tripterygium wilfordii Hook. F. pada mencit ditemukan pada dosis
159,7±14,3 mg/kg (Lipsky dkk., 1997). Overdosis penggunaan Tripterygium
wilfordii Hook. F. dapat menyebabkan pendarahan lambung, usus, hati dan
paru-paru. Gejala-gejala lainnya meliputi pusing, mulut kering, palpitasi, nekrosis
membran mukosa dan menstruasi tidak teratur (Chen, 2004).
B. Ekstraksi
Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Zat aktif yang semula
berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif
dalam cairan penyari tersebut. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila
permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin luas
(Anonim, 1986).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Anonim,
1979).
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik
(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan
demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa
(35)
kandungan yang diinginkan (Anonim, 2000). Cairan penyari yang biasanya
digunakan antara lain air, eter, atau campuran etanolik dan air. Penyarian
simplisia dengan air dapat dilakukan dengan maserasi, perkolasi, atau penyeduhan
dengan air mendidih. Penyarian campuran etanolik dan air dilakukan dengan cara
maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan perkolasi
(Anonim, 1979 ).
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar) (Anonim, 2000). Maserasi dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel
dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Cairan penyari
yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain (Anonim,
1986).
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 0C)
selama waktu tertentu (15-20 menit) (Anonim, 2000). Cara ini sangat sederhana
dan sering digunakan oleh perusahaan obat tradisional. Dengan beberapa
(36)
C. Inflamasi 1. Definisi
Inflamasi adalah suatu respon terhadap stimulus yang berbahaya (Burke,
Smyth dan FitzGerald, 2006). Bila sel-sel atau jaringan-jaringan tubuh mengalami
cedera atau mati, selama hospes tetap hidup, ada suatu respon yang menyolok
pada jaringan-jaringan hidup di sekitarnya. Respon terhadap cedera ini dinamakan
peradangan. Yang lebih khusus, peradangan adalah suatu reaksi vaskular yang
hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari darah
yang bersirkulasi ke dalam jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau
nekrosis (Price dan Wilson, 1984).
2. Penyebab
Peristiwa inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai macam agen noksius
(Burke dkk., 2006). Bermacam-macam stimulus eksogen dan endogen dapat
menyebabkan luka pada sel. Pada jaringan vaskular, stimulus tersebut juga
merangsang respon host (Kumar, Abbas dan Fausto, 2005). Agen-agen tersebut
dapat berupa agen fisik (seperti panas atau dingin), kimiawi (seperti konsentrat
asam atau basa atau bahan kimia lainnya), atau mikrobiologi (seperti bakteri atau
virus) (Crowley, 2001).
3. Klasifikasi
Respon inflamasi terjadi dalam tiga fase yang berbeda, tiap-tiap fase
diperantarai oleh mekanisme yang berbeda, yaitu fase akut, fase subakut, dan fase
proliferasi kronik. Fase akut ditandai oleh vasodilatasi lokal yang bersifat
(37)
disebabkan oleh rangsangan yang berlangsung sesaat/mendadak (akut) (Sander,
2003). Hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid serta pada umumnya
didahului oleh pembentukan respon imun. Respon imun terjadi bila sejumlah sel
yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing
atau substansi antigenik yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta
kronis (Furst dan Munster, 2001). Sedangkan fase subakut ditandai oleh infiltrasi
sel leukosit dan fagosit (Burke dkk., 2006).
Radang kronis disebabkan oleh jejas atau injury yang berlangsung
beberapa minggu, bulan, atau bersifat menetap dan merupakan kelanjutan dari
radang akut (Sander, 2003). Pada fase proliferasi kronik terjadi degenerasi
jaringan dan fibrosis (Burke dkk., 2006). Disebut juga radang proliferatif karena
selalu diikuti dengan terjadinya proliferasi fibroblast (jaringan ikat) (Sander,
2003). Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak
menonjol dalam respon akut seperti interferon, platelet-derived growth factor
(PDGF) serta interleukin-1,2,3 (Furst dan Munster, 2001).
4. Gejala
Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal ialah calor, rubor, tumor,
dolor dan functio laesa (Wilmana, 1995).
a. Calor
Calor atau panas terjadi karena kenaikan aliran darah menuju daerah luka
(Karch, 2003). Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari
(38)
disalurkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena daripada yang
disalurkan ke daerah yang normal (Price dan Wilson, 1984).
b. Rubor
Yaitu warna kemerahan pada daerah peradangan akibat vasodilatasi
(Sander, 2003). Peningkatan panas dan kemerahan jaringan yang mengalami
inflamasi disebabkan oleh dilatasi kapiler dan lambatnya aliran darah melalui
pembuluh (Crowley, 2001). Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol
yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah
mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong
atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang
dinamakan hiperemia atau kongesti, bertanggung jawab atas warna merah lokal
karena peradangan akut. Timbulnya hiperemia pada permulaan reaksi peradangan
diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui
pengeluaran zat seperti histamin (Price dan Wilson, 1984).
c. Tumor
Yaitu benjolan akibat penimbunan cairan abnormal di jaringan interstitial
atau rongga tubuh, yang dinamakan dengan oedema (Sander, 2003).
Pembengkakan terjadi karena ekstravasasi plasma dari bagian yang membesar dan
pembuluh yang lebih permeabel sehingga menyebabkan volume cairan pada
jaringan inflamasi mengalami peningkatan (Crowley, 2001). Campuran cairan dan
sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini
(39)
meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Price dan
Wilson, 1984).
d. Dolor
Nyeri merupakan respon terhadap terjadinya iritasi pada ujung terakhir
saraf sensorik (Crowley, 2001) yang disebabkan oleh mediator kimia dan
penekanan oleh cairan ekstravaskular (Sander, 2003) yang berada di tempat yang
mengalami proses inflamasi (Crowley, 2001). Prostaglandin (PG) hanya berperan
pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. Penelitian
telah membuktikan bahwa PG menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap
stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi PG menimbulkan keadaan hiperalgesia
(Wilmana, 1995). Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu
dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia
tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf.
Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan
tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Price dan
Wilson, 1984).
e. Functio laesa
Yaitu berkurangnya fungsi dari organ yang mengalami peradangan, akibat
terbentuknya metabolit-metabolit yang merugikan oleh sel-sel yang mengalami
trauma dan peningkatan temperatur di daerah peradangan untuk reaksi biokimia
(40)
5. Mekanisme
Respon inflamasi berhubungan dengan proses pemulihan. Proses
pemulihan dimulai selama fase awal inflamasi dan biasanya berakhir setelah
pengaruh injury berhasil dinetralisasi. Selama pemulihan, jaringan yang luka
diganti melalui regenerasi dari sel parenkim asli atau melalui pengisian bagian
yang rusak dengan jaringan fibrosa atau kombinasi antara dua proses tersebut
(Kumardkk., 2005).
Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya
permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang (Wilmana, 1995).
Dalam reaksi ini ikut berperan pembuluh darah, syaraf, cairan dan sel-sel tubuh di
tempat jejas (injury) (Sander, 2003). Gambaran unik dari proses inflamasi adalah
reaksi pembuluh darah, menimbulkan akumulasi cairan dan leukosit pada jaringan
ekstravaskular (Kumar dkk., 2005).
Luka pada sel menyebabkan aktivasi faktor Hageman. Faktor Hageman
mengaktivasi kallikrein yang menyebabkan prekursor substansi kininogen diubah
menjadi bradikinin dan kinin yang lain (Karch, 2003). Bradikinin menyebabkan
vasodilatasi dan kenaikan permeabilitas vaskular (Rang, Dale, Ritter dan Moore,
2003) sehingga menyebabkan lebih banyak darah menuju tempat luka dan
memperantarai sel darah putih untuk keluar menuju jaringan. Bradikinin
menstimulasi ujung saraf sehingga menimbulkan rasa nyeri, yang memberi
peringatan kepada tubuh adanya luka. Bradikinin juga menyebabkan pelepasan
(41)
substansi lain yang disebut autocoid (prostaglandin, leukotrien, tromboksan)
(Karch, 2003).
Jaringan yang luka
Plasma keluar menuju sel yang luka, dll
Pelepasan histamin Aktivasi faktor Hageman Kallikrein aktif
Kininogen Bradikinin
Pelepasan asam arakhidonat
Leukotrien (LT)
(LTB4, LTC4,
LTD4, LTE4)
Prostaglandin
(PGI2)
Permeabilitas
kapiler ↑
Vasodilatasi
Aliran
darah ↑
Calor (Panas) Rubor (Keme rahan) Eksudasi protein plasma Udema Tumor (Pembeng kakan) Dolor (Nyeri) Kemotaksis leukosit; Aktivasi neutrofil Fagositosis Penghilangan debris dan pemulihan daerah luka Pre
Kallikrein
Gambar 3. Respon inflamasi yang berhubungan dengan tanda-tanda inflamasi (Karch, 2003)
Sementara sedang terjadi proses yang melibatkan faktor Hageman, ada
(42)
banyak darah dan komponennya menuju daerah luka; mengubah permeabilitas
kapiler sehingga memudahkan neutrofil dan zat-zat kimia darah untuk
meninggalkan aliran darah dan masuk ke daerah luka sehingga menstimulasi
persepsi nyeri. Aktivitas ini membawa neutrofil menuju daerah luka untuk
memakan dan membuang agen-agen injury atau menghilangkan sel yang telah
terinfeksi (Karch, 2003).
Efek lokal reaksi inflamasi terdiri dari dilatasi (pelebaran) pembuluh darah
dan kenaikan permeabilitas vaskular (Crowley, 2001). Pertama, didapatkan
tekanan hidrostatik yang meningkat dalam pembuluh darah akibat meningkatnya
aliran darah di daerah injury, sehingga cairan keluar menuju daerah yang
bertekanan lebih rendah yaitu interstitial. Kedua menurunnya tekanan onkotik
dalam pembuluh darah, sehingga cairan plasma tertarik keluar pembuluh darah ke
jaringan interstitial. Permeabilitas pembuluh darah meningkat, sehingga terjadi
banyak kebocoran pembuluh darah, dan akhirnya plasma protein dengan berat
molekul yang besar dapat menerobos dinding pembuluh darah ke jaringan
interstitial (Sander, 2003).
Karena viskositas darah naik dan alirannya lambat, maka leukosit-lukosit
mengalami marginasi, yaitu mereka bergerak ke bagian arus perifer, sepanjang
lapisan pembuluh. Dengan berkembangnya fenomena, leukosit yang mengalami
marginasi mulai menempel pada endotel (Price dan Wilson, 1984) dan bermigrasi
menuju daerah luka (Crowley, 2001). Migrasi leukosit ke jaringan radang
(43)
Leukosit-leukosit tersebut ditarik menuju daerah infeksi oleh suatu proses
yang disebut kemotaksis. Kemotaksis merupakan kemampuan untuk menarik
neutrofil dan makrofag lain serta menstimulasinya pada daerah luka agar menjadi
lebih agresif. Karena neutrofil menjadi aktif dan bahan kimia lain dilepaskan
menuju daerah luka, mereka dapat melukai dan menghancurkan sel lokal (Karch,
2003). Pada akhirnya neutrofil memakan kuman atau sel-sel mati dan dicerna oleh
enzim katalitik dari lisosom, disebut fagositosis (Sander, 2003). Sel fagosit
menelan partikel dengan mekanisme yang menyerupai amuba dalam mencerna
makanan. Partikel kemudian dikelilingi oleh perpanjangan sitoplasma yang
disebut pseudopoda. Partikel tersebut kemudian dikelilingi oleh membran yang
berasal dari membran plasma dan terdapat dalam organela yang analog dengan
vakuola makanan pada amuba. Vakuola tersebut kemudian bergabung dengan
lisosom (organela yang mengandung enzim pencernaan). Selama fagositosis,
bakteri atau bahan asing terlingkupi di dalam vakuola dalam sitoplasma sel dan
lisosom melarutkan bahan tersebut dengan mengeluarkan enzimnya ke dalam
vakuola (Crowley, 2001).
6. Mediator-mediator
Bradikinin dan kallidin peptida merupakan peptida vasoaktif yang
dibentuk oleh aksi dari enzim pada substrat protein kininogen. Bradikinin dapat
menyebabkan vasodilatasi dan kenaikan permeabilitas vaskular. Aksi
vasodilatornya sebagian dihasilkan oleh PGI2 dan pelepasan nitric oxide (NO).
Pada suatu percobaan, disebutkan bahwa bradikinin mampu menghasilkan
(44)
vasodilatasi, kenaikan permeabilitas vaskular dan kejang otot lunak tetapi
perannya dalam inflamasi dan alergi belum dapat diterangkan dengan jelas (Rang
dkk., 2003).
Histamin adalah amin yang terbentuk dari histidin oleh histidin
dekarboksilase. Histamin ditemukan pada sebagian besar jaringan tubuh tetapi
konsentrasi tinggi terdapat pada paru-paru dan kulit dan terutama pada saluran
pencernaan. Pada tingkat seluler, histamin ditemukan pada sel mast dan basofil.
Histamin dilepaskan dari sel mast melalui mekanisme eksositosis selama
inflamasi atau reaksi alergi (Rang dkk., 2003). Histamin diduga memainkan
sebagian peran pada respon inflamasi akut. Pada jejas jaringan, lepasnya histamin
menyebabkan vasodilatasi lokal dan kebocoran plasma yang mengandung
mediator inflamasi akut (komplemen, protein C reaktif), antibodi, dan sel-sel
inflamasi (neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit) (Foegh dan Ramwell,
2001).
Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi,
fisik atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah
fosfolipida yang terdapat di situ menjadi asam arakhidonat (Tjay dan Rahardja,
2002). Asam arakhidonat adalah prekursor eicosanoid yang penting. Asam
arakhidonat merupakan asam lemak 20-karbon (C20) yang mengandung 4 ikatan
ganda dimulai pada posisi omega-6 membentuk 5,8,11,14-asam eicosatetraenoat
(Foegh dan Ramwell, 2001). Asam arakhidonat bebas dimetabolisme melalui
beberapa jalur, yaitu oleh siklooksigenase asam lemak yang terdapat dalam 2
(45)
Siklooksigenase terdiri dari dua iso-enzim, yakni COX-1 dan COX-2,
dengan berat molekul dan daya enzimatis yang sama (Tjay dan Rahardja, 2002).
Siklooksigenase-1 menghasilkan prostaglandin jenis PGI2 dan PGE2 serta
tromboksan (TXA2) yang dibutuhkan dalam fungsi homeostasis. Di lambung,
enzim ini bertugas mensintesis prostaglandin yang berfungsi memproteksi mukosa
lambung dan regulasi darah. Enzim siklooksigenase-1 bersifat konstitutif (bersifat
pokok, selalu ada) dan cenderung menjadi homeostasis dalam fungsinya (Foegh
dan Ramwell, 2001). Enzim siklooksigenase-2 dalam keadaan normal tidak
terdapat di jaringan tapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang
(Tjay dan Rahardja, 2002). PGE2, PGI2, PGD2, PGF2α, dan tromboksan A2
merupakan produk dari jalur sikooksigenase yang terpenting (Rang dkk., 2003).
Prostaglandin yang dibentuk ada tiga kelompok yaitu prostaglandin (PG),
prostasiklin (PGI2), dan tromboksan (TXA2, TXB2). Prostaglandin (PG) dapat
dibentuk oleh semua jaringan. Yang terpenting adalah PGE2 dan PGF2 yang
berdaya vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh dan
membran sinovial sehingga terjadi radang dan nyeri. Prostasiklin terutama
dibentuk di dinding pembuluh dan berdaya vasodilatasi. Tromboksan khusus di
bentuk dalam trombosit berdaya vasokonstriksi (antara lain di jantung) (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Bagian lain dari arakhidonat diubah oleh enzim lipoksigenase menjadi
zat-zat leukotrien (LTB4, LTC4, LTD4 dan LTE4). Melalui rute lipoksigenase
terbentuk LTA4 yang tidak stabil, yang oleh hidrolase diubah menjadi LTB4 atau
(46)
di makrofag dan neutrofil alveolar dan bekerja kemotaksis, yaitu menstimulasi
migrasi leukosit dengan jalan meningkatkan mobilitas dan fungsinya. Tertarik
oleh leukotrien, leukosit dalam jumlah besar menginvasi daerah peradangan dan
mengakibatkan banyak gejala radang pula (Tjay dan Rahardja, 2002). LTB4 dapat
ditemukan dalam eksudat inflamasi dan ada dalam jaringan yang mengalami
inflamasi, meliputi rheumatoid arthritis, psoriasis (penyakit kulit kronis) dan
(47)
Fosfolipid Glukokortikoid (menginduksi lipokortin) -Fosfolipase A2 Arakhidonat
Gangguan membran sel Stimulus Siklo oksigenase NSAID -Siklik endoperoksida Glukokor tikoid meng hambat induksi PGI2 (vasodilat or; hiperalge sik; menghent ikan agregasi platelet) Lipoksin
A dan B 15-lipoksigenase 12-lipok sigenase 12-HETE (kemotaksin) 5-lipok sigenase Inhibitor 5-lipoksigenase (mis.zileutin) -Inhibitor TXA2 sintase -5-HETE TXA2 (trombotik; vasokonstrik tor) Antagonis TXA2 - LTA4 Anta gonis PAF Liso-gliseril-fosforilkolin -PAF (vasodilator; meningkatkan permeabilitas vaskular; bronkokonstrik tor; kemotaksin) LTB4 (kemotaksin)
PGF2α PGD2 PGE2 (bronko (menghambat (vasodilator; konstriktor; agregasi hiperalgesik) Konstraksi platelet;
miometrial) vasodilator) Antagonis
PG
-
LTC4 (bronko
↓ konstrik LTD4 tor;
↓ mening LTE4 katkan Permeabi litas Antagonis reseptor leukotrien mis.zafirukast, montelukast vaskular
Gambar 4. Skema dari mediator-mediator yang berasal dari asam arakhidonat dan titik tangkap kerja obat anti-inflamasi (Rang dkk., 2003)
Keterangan:
= dihambat
= enzim
= obat anti-inflamasi ¯
(48)
D. Obat Anti-inflamasi
Obat anti-inflamasi berdasarkan mekanisme kerjanya secara umum dibagi
dalam 2 (dua) golongan yaitu golongan steroid dan golongan non steroid. Obat
anti-inflamasi golongan steroid memiliki daya anti-inflamasi kuat yang
mekanismenya terutama menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel
sumbernya, sedangkan obat anti-inflamasi golongan non steroid (AINS) bekerja
melalui mekanisme lain seperti inhibisi siklooksigenase yang berperan dalam
biosintesis prostaglandin (Anonim, 1991).
AINS ASAM KARBOKSILAT Derivat Asam Salisilat Derivat Asam Propionat Derivat Asam Fenamat Derivat Pirazolon Aspirin Benorilat Diflunisal Salsalat As. Tiaprofenat Fenbufen Fenoprofen Flurbiprofen Ibuprofen Ketoprofen Naproksen As. Mefenamat Meklofenamat Azapropazon Fenilbutazon Oksifenbutazon Derivat Oksikam Piroksikam Tenoksikam Asam Asetat
Derivat Asam Fenilasetat Derivat Asam Asetat Inden/Indol :
ASAM ENOLAT Indometasin Sulindac Tolmetin Diklofenak Fenklofenak
(49)
1. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
OAINS memiliki aksi anti-inflamasi, analgesik, antipiretik, dan
platelet-inhibiting action (Eisenhauer, Lynn dan Roberta, 1998). Cara kerja OAINS
sebagian besar berdasarkan hambatan sintesa prostaglandin yaitu memblokir
kedua jenis siklooksigenase. OAINS ideal hendaknya hanya menghambat COX-2
(peradangan) dan tidak COX-1 (perlindungan mukosa lambung) serta tidak
menghambat lipoksigenase (pembentukan leukotrien) (Tjay dan Rahardja, 2002).
Secara normal, prostaglandin sintetase mengkatalisis perubahan asam
arakhidonat membentuk endoperoksida, beberapa diantaranya adalah
prostaglandin. Penghambatan prostaglandin sintetase berarti menurunkan jumlah
satu mediator proses inflamasi (prostaglandin) dan kemudian menurunkan tanda
dan gejala inflamasi (misal nyeri) (Eisenhauer dkk., 1998).
Pada inflamasi prostaglandin berperan dalam menyebabkan vasodilatasi
dan meningkatkan permeabilitas vaskular (Neal, 2005). Aksi anti-inflamasi
OAINS yaitu penurunan prostaglandin vasodilator (PGE2, prostasiklin) yang
berarti mengurangi vasodilatasi dan secara tidak langsung mengurangi udema
(Rang dkk., 2003).
OAINS dengan cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, mencapai kadar
puncak dalam waktu 1 sampai 3 jam. OAINS dimetabolisme di dalam hati dan
diekskresikan dalam urin. OAINS dapat melintasi plasenta dan masuk dalam air
susu. Sehingga tidak direkomendasikan selama kehamilan dan menyusui karena
(50)
Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung
atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan
saluran cerna. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah iritasi yang bersifat
lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan
menyebabkan kerusakan jaringan dan iritasi atau perdarahan lambung yang
bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini
banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam
lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif
(Wilmana, 1995).
2. Golongan steroid
Kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada
penyimpanan glikogen hati dan efek anti-inflamasinya. Mineralkortikoid efek
utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit. Umumnya golongan
mineralkortikoid tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali
9á-fluorokortisol (Wilmana, 1995). Glukokortikoid dapat menghambat proses
inflamasi. Gukokortikoid menginduksi lipokortin yang nantinya menghambat
aktivitas fosfolipase A2 sehingga menghambat pelepasan asam arakhidonat.
Akibatnya pembentukan mediator-mediator inflamasi, seperti prostaglandin,
leukotrien dan interleukin juga dihambat (Frame, Hart dan Leakey, 1998).
Kortikosteroid menekan semua fase respon inflamasi, termasuk
pembengkakan dini, kemerahan, nyeri, dan selanjutnya perubahan proliferasi yang
(51)
reseptor fosfolipase A2, siklooksigenase 2 (COX-2), dan interleukin-2 (IL-2)
(Neal, 2005).
Kortikosteroid berdaya menghambat fosfolipase, sehingga pembentukan
baik dari prostaglandin maupun leukotrien dihalangi. Oleh karena itu efeknya
terhadap gejala rema lebih baik daripada OAINS. Kekurangannya ialah efek
sampingnya yang lebih berbahaya pada dosis tinggi dan penggunaan lama (Tjay
dan Rahardja, 2002).
E. Natrium diklofenak
NH
Cl Cl NaOCCH2
O
Gambar 6. Struktur Natrium diklofenak (Hanson, 2000)
Natrium diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenilasetat. Obat
ini adalah penghambat siklooksigenase yang relatif nonselektif dan kuat, juga
mengurangi bioavailabilitas asam arakhidonat (Furst dan Munster, 2001). Natrium
diklofenak diindikasikan untuk mengobati nyeri akut dan kronik yang berkaitan
dengan kondisi inflamasi pada orang dewasa (Karch, 2003). Natrium diklofenak
mengurangi inflamasi, nyeri dan demam melalui penghambatan aktivitas
siklooksigenase dan sintesis prostaglandin (Tatro, 2003). Dosis yang digunakan
yaitu 150-200 mg/hari secara per oral atau 25-50 mg 2 kali sampai 4 kali sehari
(52)
Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek lintas awal
sebesar 40-50 %. Walaupun waktu paruh singkat yaitu 1-3 jam, Natrium
diklofenak diakumulasi di cairan sinovia yang menjelaskan efek terapi di sendi
lebih lama dari waktu paruh obat tersebut (Wilmana, 1995). Ekskresi melalui
kemih berlangsung untuk 60% sebagai metabolit dan untuk 20% melalui empedu
dan tinja (Tjay dan Rahardja, 2002).
Efek-efek yang tidak diinginkan bisa terjadi pada kira-kira 20% dari
pasien dan meliputi distres gastrointestinal, pendarahan gastrointestinal yang
terselubung dan timbulnya ulserasi lambung, sekalipun timbulnya ulkus lebih
jarang terjadi daripada dengan beberapa OAINS lainnya. Sebuah kombinasi antara
Natrium diklofenak dan mesoprostol mengurangi ulkus pada gastrointestinal
bagian atas tetapi bisa mengakibatkan diare (Furst dan Munster, 2001).
F. Metode Uji Daya Anti-inflamasi
Metode in vivo yang dapat digunakan untuk menguji aktivitas
anti-inflamasi, antara lain :
1. Uji erythema ultraviolet
Hewan percobaan jenis Albino dari kedua jenis kelamin dengan berat
badan berkisar 350 gram digunakan dalam metode ini. Hewan percobaan diberi
suspensi barium sulfida untuk menghilangkan bulu. Pada hari berikutnya,
senyawa uji dilarutkan (atau disuspensikan) dalam pembawa dan setengah dari
dosisnya diberikan secara gavage (pada 10 ml/kg) 30 menit sebelum penyinaran
(53)
dipakai untuk tiap-tiap kelompok perlakuan dan kontrol. Hewan percobaan
diletakkan dalam manset berbulu dengan lubang berukuran 1,5 x 2,5 cm sebagai
jalan masuknya radiasi ultraviolet. Hanau ultraviolet burner Q 600 dipanaskan
selama 30 menit sebelum digunakan dan diletakkan pada jarak konstan (20 cm)
diatas hewan percobaan. Setelah dilakukan penyinaran ultraviolet selama 2 menit,
setengah dosis senyawa uji yang tersisa diberikan kepada hewan percobaan.
Erythema diamati 2 dan 4 jam setelah penyinaran ultraviolet. Hasil pengamatan
dapat ditunjukkan dengan penilaian : 0 tidak ada erythema, 1 erythema ringan, 2
erythema berat, 4 erythema sangat berat. Hewan dengan nilai 0 atau 1
menandakan hewan tersebut terlindungi (Vogel, 2002).
2. Udema pada kaki
Merupakan metode yang umum dilakukan yaitu berdasarkan pada
kemampuan setiap zat untuk menghambat udema pada kaki belakang dari hewan
uji setelah injeksi iritan. Beberapa zat pengiritasi (iritan) dapat digunakan, seperti
brewer’s yeast, formaldehid, dextran, albumin telur, kaolin, Aerosil®, sulfated
polysaccharides seperti karagenin atau naphthoylheparamine. Efek antiinflamasi
dapat diukur melalui beberapa cara. Tungkai kaki belakang dipotong pada sendi
talocrural lalu ditimbang. Umumnya, bobot kaki ditimbang sebelum dan setelah
pemberian zat pengiritasi dan bobot kaki hewan yang diberi perlakuan
dibandingkan dengan kontrol. Hasil penilaian kurang dipengaruhi oleh apparatus
tetapi lebih tergantung pada iritan yang digunakan. Beberapa iritan hanya
menginduksi inflamasi dalam waktu singkat sedangkan iritan yang lain
(54)
Penelitian daya anti-inflamasi kali ini menggunakan metode radang
telapak kaki oleh Langford dkk. (1972) yang telah dimodifikasi. Dasar metode ini
adalah dengan membuat udema pada telapak kaki belakang mencit menggunakan
karagenin 1%, kemudian kaki dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang.
Persentase daya anti-inflamasi dapat dihitung dari perubahan berat kaki hewan uji.
3. Uji radang selaput dada
Radang selaput dada pada hewan hewan dapat diinduksi dengan beberapa
iritan, seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, sel mast, dextran, enzim,
antigen, mikroba, dan iritan non spesifik seperti turpentin dan karagenin.
Tikus jantan bergalur Sprague-dawley dengan berat 220 – 260 gram
dipakai sebagai hewan uji. Larutan karagenin 2 % sebanyak 0,1 ml diinjeksikan
ke dalam rongga pleural. Satu jam sebelum injeksi karagenin dan 24 jam dan 48
jam sesudahnya, kelompok yang terdiri dari 10 tikus diberi perlakuan
menggunakan standar atau senyawa uji secara subkutan atau oral. Kelompok
kontrol hanya diberi pelarut senyawa uji. Hewan uji dikorbankan 72 jam setelah
injeksi karagenin menggunakan eter secara inhalasi (Vogel, 2002).
4. Tes kantung granuloma
Tikus betina atau jantan galur Sprague-Dawley dengan berat antara 150
dan 200 gram digunakan sebagai hewan uji. Punggung hewan uji dicukur dan
diinjeksi secara subkutan dengan 20 ml udara, kemudian diinjeksi 0,5 ml
campuran minyak kroton dengan minyak wijen sebagai senyawa iritan yang
merangsang pembentukan udema. Empat puluh delapan jam kemudian setelah
(55)
eksudat disedot dan volume diukur. Metode ini sangat berguna untuk
memperkirakan daya anti-inflamasi kortikosteroid baik setelah pemberian lokal
maupun sistemik (Vogel, 2002).
Substansi fisiologis yang disebut autacoid berpengaruh pada proses
inflamasi dan perbaikan. Substansi tersebut meliputi histamin, serotonin,
bradikinin, substansi P, dan kelompok eicosanoid (prostaglandin, tromboksan dan
leukotrien), PAF (platelet-activating factor) baik sitokin maupun limfokin.
Beberapa metode in vitro untuk menguji aktivitas anti-inflamasi, antara lain ikatan
reseptor bradikinin-H3, ikatan reseptor substansi P-H3, ikatan reseptor neurokinin,
uji kemotakis leukosit polimorfonuklear, penghambatan dan induksi seluler
metabolisme asam arakhidonat, pembentukan leukotrien B4 pada sel darah putih
manusia (Vogel, 2002).
G. Landasan Teori
Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap jaringan yang luka akibat
rangsangan kimiawi, fisik atau mekanik. Bila membran sel mengalami kerusakan,
maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipid yang ada menjadi
asam arakhidonat. Kemudian asam arakhidonat dimetabolisme melalui 2 jalur
yaitu siklooksigenase (atau prostaglandin sintetase) menghasilkan
mediator-mediator (tromboksan, prostasiklin, dan prostaglandin) dan lipoksigenase yang
menghasilkan zat-zat leukotrien. Baik prostaglandin maupun leukotrien
(56)
Tripterygium wilfordii Hook. F. mengandung triptolide dan tripdiolide.
Triptolide dan tripdiolide tersebut dapat berikatan dengan reseptor glukokortikoid
sehingga dapat menginduksi lipokortin. Lipokortin kemudian menghambat
aktivitas fosfolipase A2. Akibatnya menghambat pembentukan asam arakhidonat
dari fosfolipid. Selain itu triptolide dan tripdiolide juga menghambat induksi
terbentuknya siklooksigenase-2 sehingga tidak terbentuk prostaglandin dari asam
arakhidonat akibatnya mampu menekan gejala inflamasi, seperti pembengkakan
dini, kemerahan, dan nyeri.
H. Hipotesis
Ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F memiliki efek
(57)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian daya anti-inflamasi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii
Hook. F. pada mencit putih betina merupakan jenis penelitian eksperimental
murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola satu arah.
Eksperimental murni artinya ada pemberian perlakuan pada subyek uji dan
terdapat kelompok kontrol serta membandingkan hasil perlakuan dengan
kelompok kontrol. Acak artinya setiap hewan uji mendapat kesempatan yang
sama untuk masuk dalam kelompok. Lengkap artinya seluruh subyek uji pada satu
kelompok perlakuan secara lengkap menerima satu macam perlakuan. Satu arah
artinya variabel bebas yang digunakan hanya satu.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel utama
1). Variabel bebas
Dosis sediaan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. tiap
kg berat badan mencit betina yang diberikan pada mencit putih betina yang
mengalami radang buatan dengan karagenin pada waktu pengukuran
(58)
2). Variabel tergantung
Penurunan bobot udema pada kaki mencit yang mengalami radang buatan
dengan karagenin akibat pemberian sediaan ekstrak etanolik akar
Tripterygium wilfordii Hook. F.
b. Variabel pengacau
1). Variabel pengacau terkendali
a) Umur mencit : 2 – 3 bulan
b) Jenis kelamin mencit : betina
c) Berat badan mencit : 20 – 30 gram
d) Galur mencit : Swiss
e) Keadaan hewan uji : sehat secara fisik
2). Variabel pengacau tak terkendali
Keadaan patologis hewan uji dan umur tanaman Tripterygium wilfordii
Hook. F.
2. Definisi operasional
a. Dosis sediaan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.
Dosis diperoleh dengan menimbang sekian miligram serbuk ekstrak
etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.per kilogram berat badan dilarutkan
dengan CMC-Na 1 % kemudian diberikan secara peroral tiap kilogram berat
badan mencit.
b. Uji daya anti-inflamasi
Uji ini dilakukan dengan menggunakan mencit galur Swiss sebagai hewan
(59)
memotong kedua kaki belakang mencit, kemudian ditimbang dan dibandingkan
dengan kelompok kontrol negatif karagenin 1% sub plantar.
c. Persentase daya anti-inflamasi
Persentase daya anti-inflamasi dihitung dari selisih perubahan bobot kaki
kontrol negatif karagenin 1% dengan perubahan bobot kaki yang terinflamasi
yang diobati dengan sediaan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.
kemudian dibagi dengan perubahan bobot kaki kontrol negatif karagenin 1%
kemudian dikalikan seratus persen.
d. Daya anti-inflamasi
Ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. pada 6 peringkat
dosis dapat dikatakan memiliki daya anti-inflamasi apabila mampu menurunkan
bobot udema kaki mencit dengan persentase penurunan bobot udema lebih dari
atau sama dengan 50%.
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai
berikut :
1. Hewan uji adalah mencit betina galur Swiss, dengan usia 2 – 3 bulan,
dengan berat badan 20 – 30 gram yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi & Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bahan uji yang digunakan adalah sediaan ekstrak etanolik akar
Tripterygium wilfordii Hook. F. yang diperoleh dari IOT. Sari Sehat - PT.
(60)
3. Karagenin sebagai zat peradang (inflamatogen) yang diproduksi oleh PT.
Bratacco.
4. Natrium diklofenak (tablet generik produksi PT. Phapros) sebagai kontrol
positif diperoleh dari Apotek Master, Sleman.
5. NaCl fisiologis 0,9 % (Otsuka) sebagai pensuspensi karagenin yang
diperoleh dari Apotek Kimia Farma, Sleman.
6. Carboxymethylcellulose-natrium (Bratacco) sebagai pensuspensi ekstrak
etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. yang diperoleh dari
Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
7. Aquadest yang diperoleh dari Alfa Kimia sebagai pelarut Natrium
diklofenak.
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Alat – alat gelas seperti beaker glass, labu takar, gelas ukur, pengaduk
bermerk Pyrex Iwaki Glass, Japan
2. Spuit injeksi oral (0,1 – 1,0 ml) yang ujungnya diberi bulatan kecil dengan
lubang ditengahnya agar tidak melukai hewan uji
3. Spuit injeksi subplantar (0,1 – 1,0 ml)
4. Neraca analitik Mettler Toledo AB 204
(61)
E. Tata Cara Penelitian 1. Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang dibutuhkan adalah 95 ekor mencit betina galur Swiss,
umur 2 – 3 bulan, berat badan 20 – 30 g. Hewan uji dibagi secara acak menjadi 2
kelompok. Kelompok untuk uji pendahuluan sebanyak 45 ekor dan kelompok
perlakuan sebanyak 50 ekor. Sebelum digunakan, hewan uji dipuasakan selama 18
– 24 jam tanpa menghentikan pemberian minum. Kelompok perlakuan terdiri dari
10 kelompok yang masing – masing terdiri dari 5 ekor, untuk perlakuan kontrol
negatif karagenin 1 %, kontrol negatif CMC-Na sebagai pensuspensi sediaan
ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F., kontrol negatif aquadest
sebagai pelarut Natrium diklofenak, kontrol positif Natrium diklofenak, dan
kelompok perlakuan sediaan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.
dalam 6 peringkat dosis.
2. Pembuatan bahan uji
a. Pembuatan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.
Akar Tripterygium wilfordii Hook. F. digiling kasar, kemudian dimaserasi
dengan 6,4 liter etanol 30% selama ½ jam, diinfusa selama ± 1 jam , kemudian
disaring. Hasil ekstrak dipekatkan, selanjutnya ditambahkan corn starch 200 gram
sebagai bahan pengisi (filler), dicampur merata kemudian dioven pada 75-80 oC.
Hasil ekstrak berupa powder 252,10 gram.
b. Pembuatan suspensi karagenin 1 %
Timbang 100 mg karagenin, larutkan dengan larutan NaCl fisiologis 0,9 %
(62)
sebagai zat inflamatogen pada kaki mencit. Apabila akan digunakan kembali
sebaiknya diletakkan dalam almari es.
c. Pembuatan larutan Natrium diklofenak
Natrium diklofenak yang digunakan dalam penelitian ini berupa tablet
generik 25 mg. Dosis Natrium diklofenak yang digunakan untuk penelitian
sebesar 4,48 mg/kg BB (Maryanto, 1997; Noni, Djunarko dan Donatus, 2003;
Rosiana, 2007).
1). Uji keseragaman bobot
Timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu
per satu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan
kolom A, dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B. Jika tidak
mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet; tidak satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan
kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar
dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom B.
(Anonim,1979) Penyimpangan Bobot rata-rata dalam % Bobot rata-rata
A B 25 mg atau kurang
26 mg sampai dengan 150 mg 151 mg sampai dengan 300 mg
lebih dari 300 mg
15 % 10% 7,5 %
5%
30% 20% 15% 10%
(63)
2). Penimbangan dan pembuatan larutan Natrium diklofenak
Apabila bobot tablet telah memenuhi uji keseragaman kemudian diambil
sejumlah tablet lalu digerus dan ditimbang. Konsentrasi Natrium
diklofenak yang diinginkan :
ml g/10 0,0027 ml mg/10 2,7 C mg/ml 0,27 C ml 0,5 g 30 x mg/kg 4,48 C V BB x D C = = = = =
Banyaknya serbuk yang akan ditimbang untuk mendapatkan zat aktif
Natrium diklofenak dengan konsentrasi 0,0027 g/10 ml didapat dengan
perhitungan : digerus yang tablet berat total x B A Keterangan :
A : jumlah Natrium diklofenak yang diinginkan
B : jumlah Natrium diklofenak pada kemasan x jumlah tablet yang digerus Misalnya, berat total 4 tablet yang digerus = 0,7456 gram
Maka perhitungannya :
gram 02 , 0 7456 , 0 x g 0,1 0,0027 = g g
Sehingga banyaknya serbuk hasil pengerusan tablet Natrium diklofenak
yang ditimbang sebanyak 0,02 gram.
Ditimbang seksama sejumlah serbuk tablet Natrium diklofenak
(64)
d. Pembuatan CMC-Na 1 %
Timbang 1 g CMC-Na, disuspensikan sampai 100 ml dengan aquadest
hangat, kemudian aduk sampai diperoleh larutan yang homogen
3. Perhitungan dan penetapan dosis a. Karagenin
Menurut Williamson (1996), konsentrasi karagenin yang digunakan pada
mencit adalah 1% dengan volume 0,05 ml. 0,05 ml karagenin 1% adalah
volume pemberian untuk mencit dengan berat 20 g sehingga dosis bisa
dicari dengan
rumus: V ml =
ml mg C kg BB x BB kg mg D / /
0,05 ml =
ml mg kg x BB kg mg D / 10 02 , 0 /
D = 25 mg/kg BB
b. Natrium diklofenak
Dosis Natrium diklofenak yang digunakan pada penelitian anti-inflamasi
yaitu 4,48 mg/kg BB. Dosis ini berdasarkan hasil penelitian Maryanto
(1997) dengan cara perhitungan :
dosis untuk tikus 250 g = 40 mg/kg BB
dosis untuk tikus 200 g = x40 32mg/kgBB 250
200
=
konversi dari tikus 200 g ke mencit 20 g = 0,14 x 32mg/kg BB
(1)
Tripterygium wilfordii
dosis 273 mg/kg BB 15.64200 15.01950 .997 -47.4902 78.7742 Tripterygium wilfordii
dosis 819 mg/kg BB 46.42200 15.01950 .330 -16.7102 109.5542 Natrium diklofenak
dosis 4,48 mg/kg BB -47.63800 15.01950 .296 -110.7702 15.4942 CMC-Na
21.79800 15.01950 .974 -41.3342 84.9302 Aquadest
21.79600 15.01950 .974 -41.3362 84.9282 Tripterygium wilfordii
dosis 91 mg/kg BB
Tripterygium wilfordii
dosis 3,37 mg/kg BB -17.42800 15.01950 .994 -80.5602 45.7042 Tripterygium wilfordii
dosis 10,11 mg/kg BB 18.67800 15.01950 .990 -44.4542 81.8102 Tripterygium wilfordii
dosis 30,35 mg/kg BB -6.94800 15.01950 1.000 -70.0802 56.1842 Tripterygium wilfordii
dosis 273 mg/kg BB 8.69400 15.01950 1.000 -54.4382 71.8262 Tripterygium wilfordii
dosis 819 mg/kg BB 39.47400 15.01950 .555 -23.6582 102.6062 Natrium diklofenak
dosis 4,48 mg/kg BB -54.58600 15.01950 .145 -117.7182 8.5462 CMC-Na 14.85000 15.01950 .998 -48.2822 77.9822 Aquadest
14.84800 15.01950 .998 -48.2842 77.9802 Tripterygium wilfordii
dosis 273 mg/kg BB
Tripterygium wilfordii
dosis 3,37 mg/kg BB -26.12200 15.01950 .925 -89.2542 37.0102 Tripterygium wilfordii
dosis 10,11 mg/kg BB 9.98400 15.01950 1.000 -53.1482 73.1162 Tripterygium wilfordii
dosis 30,35 mg/kg BB -15.64200 15.01950 .997 -78.7742 47.4902 Tripterygium wilfordii
dosis 91 mg/kg BB -8.69400 15.01950 1.000 -71.8262 54.4382 Tripterygium wilfordii
dosis 819 mg/kg BB 30.78000 15.01950 .830 -32.3522 93.9122 Natrium diklofenak
dosis 4,48 mg/kg BB 63.28000(*) - 15.01950 .049 -126.4122 -.1478 CMC-Na
6.15600 15.01950 1.000 -56.9762 69.2882 Aquadest
6.15400 15.01950 1.000 -56.9782 69.2862 Tripterygium wilfordii
dosis 819 mg/kg BB
Tripterygium wilfordii
dosis 3,37 mg/kg BB -56.90200 15.01950 .111 -120.0342 6.2302 Tripterygium wilfordii
dosis 10,11 mg/kg BB -20.79600 15.01950 .980 -83.9282 42.3362 Tripterygium wilfordii
dosis 30,35 mg/kg BB -46.42200 15.01950 .330 -109.5542 16.7102 Tripterygium wilfordii
(2)
Natrium diklofenak dosis 4,48 mg/kg BB
Tripterygium wilfordii
dosis 3,37 mg/kg BB 37.15800 15.01950 .635 -25.9742 100.2902 Tripterygium wilfordii
dosis 10,11 mg/kg BB 73.26400(*) 15.01950 .012 10.1318 136.3962 Tripterygium wilfordii
dosis 30,35 mg/kg BB 47.63800 15.01950 .296 -15.4942 110.7702 Tripterygium wilfordii
dosis 91 mg/kg BB 54.58600 15.01950 .145 -8.5462 117.7182 Tripterygium wilfordii
dosis 273 mg/kg BB 63.28000(*) 15.01950 .049 .1478 126.4122 Tripterygium wilfordii
dosis 819 mg/kg BB 94.06000(*) 15.01950 .000 30.9278 157.1922 CMC-Na
69.43600(*) 15.01950 .021 6.3038 132.5682 Aquadest
69.43400(*) 15.01950 .021 6.3018 132.5662 CMC-Na Tripterygium wilfordii
dosis 3,37 mg/kg BB -32.27800 15.01950 .790 -95.4102 30.8542 Tripterygium wilfordii
dosis 10,11 mg/kg BB 3.82800 15.01950 1.000 -59.3042 66.9602 Tripterygium wilfordii
dosis 30,35 mg/kg BB -21.79800 15.01950 .974 -84.9302 41.3342 Tripterygium wilfordii
dosis 91 mg/kg BB -14.85000 15.01950 .998 -77.9822 48.2822 Tripterygium wilfordii
dosis 273 mg/kg BB -6.15600 15.01950 1.000 -69.2882 56.9762 Tripterygium wilfordii
dosis 819 mg/kg BB 24.62400 15.01950 .946 -38.5082 87.7562 Natrium diklofenak
dosis 4,48 mg/kg BB
-69.43600(*) 15.01950 .021 -132.5682 -6.3038 Aquadest
-.00200 15.01950 1.000 -63.1342 63.1302 Aquadest Tripterygium wilfordii
dosis 3,37 mg/kg BB -32.27600 15.01950 .790 -95.4082 30.8562 Tripterygium wilfordii
dosis 10,11 mg/kg BB 3.83000 15.01950 1.000 -59.3022 66.9622 Tripterygium wilfordii
dosis 30,35 mg/kg BB -21.79600 15.01950 .974 -84.9282 41.3362 Tripterygium wilfordii
dosis 91 mg/kg BB -14.84800 15.01950 .998 -77.9802 48.2842 Tripterygium wilfordii
dosis 273 mg/kg BB -6.15400 15.01950 1.000 -69.2862 56.9782 Tripterygium wilfordii
dosis 819 mg/kg BB 24.62600 15.01950 .946 -38.5062 87.7582 Natrium diklofenak
dosis 4,48 mg/kg BB
-69.43400(*) 15.01950 .021 -132.5662 -6.3018 CMC-Na .00200 15.01950 1.000 -63.1302 63.1342
(3)
Homogeneous Subsets
DAI
Scheffe
Subset for alpha = .05
Tripterygium
N
1
2
Tripterygium wilfordii
dosis 819 mg/kg BB
5
-24.6240
Tripterygium wilfordii
dosis 10,11 mg/kg BB
5
-3.8280
CMC-Na
5
.0000
Aquadest
5
.0020
Tripterygium wilfordii
dosis 273 mg/kg BB
5
6.1560
Tripterygium wilfordii
dosis 91 mg/kg BB
5
14.8500
14.8500
Tripterygium wilfordii
dosis 30,35 mg/kg BB
5
21.7980
21.7980
Tripterygium wilfordii
dosis 3,37 mg/kg BB
5
32.2780
32.2780
Natrium diklofenak
dosis 4,48 mg/kg BB
5
69.4360
Sig.
.111
.145
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
(4)
Lampiran
14.
Hasil Perhitungan Potensi Relatif Daya Anti-Inflamasi
Ekstrak Etanolik Akar
Tripterygium wilfordii
Hook. F
terhadap Natrium diklofenak
Kelompok Perlakuan Ekstrak
Tripterygium Wilfordii
Potensi relatif (%)
Dosis 3,37 mg/kg BB
46,49
Dosis 10,11 mg/kg BB
-5,52
Dosis 30,35 mg/kg BB
31,39
Dosis 91 mg/kg BB
21,39
Dosis 273 mg/kg BB
8,87
Dosis 819 mg/kg BB
-35,47
Potensi relatif daya anti inflamasi =
DAd
DAp
x 100%
Keterangan :
DAp : persentase (%) daya anti inflamasi pada kelompok perlakuan ekstrak
etanolik akar
Tripterygium wilfordii
DAd : persentase (%) daya anti inflamasi rata-rata diklofenak 4,48 mg/kg BB
Contoh perhitungan :
Peringkat dosis 3,37 mg/kg BB
Potensi relatif =
%
44
,
69
%
28
,
32
(5)
Lampiran
15.
Surat pernyataan ekstrak etanolik akar
Tripterygium
wilfordii
Hook. F. dari IOT. Sari Sehat - PT.Capung Indah
Abadi
(6)