Uji efek anti inflamasi ekstrak etanol akar krokot belanda [Talinum triangulare [Jacq.] Wild.] pada mencit putih betina.

(1)

INTISARI

Inflamasi merupakan respon biologik pada jaringan tubuh yang cedera atau mati. Akar krokot belanda (Talinum triangulare (Jacq) Willd) merupakan salah satu obat tradisional yang diduga berefek sebagai anti inflamasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kebenaran efek anti inflamasi dan mengetahui besarnya persentase efek anti inflamasi ekstrak etanol akar krokot belanda dalam menghambat terjadinya udema pada mencit putih betina.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode yang digunakan adalah metode Langford dkk. yang telah dimodifikasi pelaksanaannya, yaitu induksi udema pada kaki kiri belakang hewan uji secara subplantar menggunakan suspensi karagenin 1%. Hewan uji yang digunakan adalah mencit betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Enam puluh tiga ekor mencit dikelompokkan menjadi 9 kelompok secara acak. Kelompok I adalah kontrol negatif karagenin 1%, kelompok II adalah kontrol negatif CMC Na 1%, kelompok III, IV, dan V adalah kontrol positif natrium diklofenak dengan dosis 9,75 mg/kgBB; 10,795 mg/kgBB; dan 11,95 mg/kgBB, sedangkan kelompok VI, VII, VIII, dan IX adalah perlakuan ekstrak etanol akar krokot belanda dengan dosis 1674,49 mg/kgBB; 2411,26 mg/kgBB; 3472,22 mg/kgBB; dan 5000 mg/kgBB. Lima belas menit kemudian kaki kiri mencit bagian belakang diinjeksi dengan karagenin 1%, setelah 3 jam mencit dikorbankan dan kedua kakinya dipotong pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang. Data bobot udema yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mencari persentase efek anti inflamasi. Distribusi data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan dengan Anova satu arah dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol akar krokot belanda memiliki efek anti inflamasi. Efek anti inflamasi ekstrak etanol akar krokot belanda dosis 1674,49 mg/kgBB; 2411,26 mg/kgBB; 3472,22 mg/kgBB; dan 5000 mg/kgBB berturut-turut sebesar 13,37%; 20,53%; 27,47%; dan 51,18%. Kata kunci : anti inflamasi, ekstrak etanol akar krokot belanda, modifikasi

pelaksanaan metode Langford


(2)

ABSTRACT

Inflammation is a biological response that occured in injury area. Krokot belanda root is one of the traditional medicine which is assuming to have effects in anti inflammation. Because of that, the purpose of this research is to prove the truth of anti inflammation effect and to know the amount of potency anti inflammation effect of ethanolic extract of krokot belanda root on preventing oedema.

This research is pure experimental research by one way complete random design. The experiment method which used was Langford method which the implementation had been modified. Implementation of Langford et al. method was oedema inductional method to the left underside of the experiment animals foot-sole with 1% carrageenan. The subject of this experiment were Swiss strain white female mice, whose age 2-3 months, and its weight were 20-30 grams. Sixty three mice were divided into 9 groups by random. Group I was carageenaan 1% negative control, group II was aquadest negative control, group III until group V were natrium diclofenac positive control with dose of 9,75 mg/kgBB; 10,795 mg/kgBB; dan 11,95 mg/kgBB, and group VI until group IX were ethanol extract of krokot belanda root with dose of 1674,49 mg/kgBB; 2411,26 mg/kgBB; 3472,22 mg/kgBB; dan 5000 mg/kgBB. Fifteen minutes later, those mice’s left legs were injected with carrageenan 1%. After three hours those mice were killed and its two legs were cut at torsocrural joint. Data obtained were data of weight of mice paws that used to calculate the percentage of anti inflammation effect. Distribution data were analyzed statistically with Kolmogorov-Smirnov. After that, the analysis were continued with one way ANOVA with 95% significance level and were continued with Scheffe test.

The results shows that ethanol extract of krokot belanda root has anti inflammation effect. Anti inflammation effect of ethanol extract of krokot belanda root on the dose of 1674,49 mg/kgBB; 2411,26 mg/kgBB; 3472,22 mg/kgBB; dan 5000 mg/kgBB were 13,37%; 20,53%; 27,47%; dan 51,18%.

Key words : anti inflammation, ethanolic extract of krokot belanda root, modified implementation of Langford method

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

AKAR KROKOT BELANDA (Talinum triangulare (Jacq.)Willd) PADA MENCIT PUTIH BETINA

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Agnes Meiriana NIM : 038114121

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2007


(4)

UJI EFEK ANTI INFLAMASI EKSTRAK ETANOL AKAR KROKOT BELANDA (Talinum triangulare (Jacq.)Willd)

PADA MENCIT PUTIH BETINA

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Agnes Meiriana NIM : 038114121

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

(6)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

^xà|~t }tÄtÇ {tÅÑt? t~â ^tâ ÑâÄ|{~tÇ

^xà|~t Ñâàâá tát? t~â ^tâ ~âtà~tÇ

^xà|~t ÄxÄt{? t~â ^tâ áxztÜ~tÇ

fx}tâ{ ÑxÜ}tÄtÇtÇ çtÇz àxÄt{ ~âàxÅÑâ{

gt~ áxwxà|~ ÑâÇ t~â ~x{|ÄtÇztÇ ~tá|{`â

`âÇz~|Ç àt~ ~âÑt{tÅ|

TÑt çtÇz ~|Ç| t~â tÄtÅ|

atÅâÇ ~â àtâ Ñtáà|

^tá|{ TÄÄt{~â àt~ t~tÇ uxÜ{xÇà|

^tÇ ~â ~âáxÜt{~tÇ áxÅât ÑxÜzâÅâÄtÇ~â ÑtwtÅâ lxáâá

^tÜxÇt ~â àtâ Ñtáà| TÄÄt{~â ux~xÜ}t ÅxÇwtàtÇz~tÇ ~xut|~tÇ utz|

çtÇz ÅxÇztá|{|açt

^âÑxÜáxÅut{~tÇ ~tÜçt ~xv|Ä~â |Ç| utz|

UtÑt? câàÜt wtÇ eÉ{ ^âwâá áxutzt| cÜ|utw| gÜ|àâÇzztÄ tàtá

~tá|{ áxà|taçt

^xÄâtÜzt~â çtÇz ~âv|Çàt|AAA

ft{tutà@át{tutà~â çtÇz ~âátçtÇz|‹

TÄÅtÅtàxÜ~âAAAA


(8)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa berkat kasih karuniaNya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Efek Anti Inflamasi Ekstrak Etanol Akar Krokot Belanda (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) pada Mencit Putih Betina“ ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Drs. Mulyono, Apt selaku pembimbing utama skripsi ini atas segala dukungan, bimbingan, kritik dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

3. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. selaku penguji skripsi atas bantuan dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

4. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku penguji skripsi atas bantuan dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

5. Mas Parjiman, Mas Heru dan Mas Kayat selaku laboran bagian Farmakologi-Toksikologi, serta Mas Wagiran selaku laboran bagian Farmakognosi-Fitokimia atas segala bantuan dan kerja sama selama di laboratorium.


(10)

6. Papa, Mama dan Kak Nina yang selalu menemani dan mendukung terutama dukungan moral, semangat dan kasih sayang selama ini serta adik Putra (Alm) yang telah lebih dahulu dipanggil untuk menikmati keindahan dan kedamaian surga.

7. Nike, Jenny, Erma, Nia, Indri, Ratna, Tyas, Marlin, Yenny, Ndari, dan Sigit, atas kebersamaan, dukungan dan persahabatan yang telah memberi makna hidupku

8. Iin, Margie, Nunik, Joan yang jauh di mata tetapi dekat di hati atas canda tawa, kekonyolan, dan dukungan yang sangat menghibur penulis selama ini 9. Teman-teman Amakusa : Nova, Inchan, Deka, C’dian, Henny, C’monic, Desi,

Silvi, Mira, Cendani, Tata, Ayu, Tyas, Ita, Yemi, Dewi, Uut, dan Dian serta Yeyen sebagai teman komsel atas canda tawa, dan kehebohan yang menyenangkan.

10. Teman-teman kelas C angkatan 2003 yang disebut Chemistry’03. Semoga persahabatan dan kebersamaan yang telah kita jalin bertahan selamanya. 11. Pihak-pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari dengan rendah hati bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(11)

INTISARI

Inflamasi merupakan respon biologik pada jaringan tubuh yang cedera atau mati. Akar krokot belanda (Talinum triangulare (Jacq) Willd) merupakan salah satu obat tradisional yang diduga berefek sebagai anti inflamasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kebenaran efek anti inflamasi dan mengetahui besarnya persentase efek anti inflamasi ekstrak etanol akar krokot belanda dalam menghambat terjadinya udema pada mencit putih betina.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode yang digunakan adalah metode Langford dkk. yang telah dimodifikasi pelaksanaannya, yaitu induksi udema pada kaki kiri belakang hewan uji secara subplantar menggunakan suspensi karagenin 1%. Hewan uji yang digunakan adalah mencit betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Enam puluh tiga ekor mencit dikelompokkan menjadi 9 kelompok secara acak. Kelompok I adalah kontrol negatif karagenin 1%, kelompok II adalah kontrol negatif CMC Na 1%, kelompok III, IV, dan V adalah kontrol positif natrium diklofenak dengan dosis 9,75 mg/kgBB; 10,795 mg/kgBB; dan 11,95 mg/kgBB, sedangkan kelompok VI, VII, VIII, dan IX adalah perlakuan ekstrak etanol akar krokot belanda dengan dosis 1674,49 mg/kgBB; 2411,26 mg/kgBB; 3472,22 mg/kgBB; dan 5000 mg/kgBB. Lima belas menit kemudian kaki kiri mencit bagian belakang diinjeksi dengan karagenin 1%, setelah 3 jam mencit dikorbankan dan kedua kakinya dipotong pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang. Data bobot udema yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mencari persentase efek anti inflamasi. Distribusi data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan dengan Anova satu arah dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol akar krokot belanda memiliki efek anti inflamasi. Efek anti inflamasi ekstrak etanol akar krokot belanda dosis 1674,49 mg/kgBB; 2411,26 mg/kgBB; 3472,22 mg/kgBB; dan 5000 mg/kgBB berturut-turut sebesar 13,37%; 20,53%; 27,47%; dan 51,18%. Kata kunci : anti inflamasi, ekstrak etanol akar krokot belanda, modifikasi

pelaksanaan metode Langford


(12)

ABSTRACT

Inflammation is a biological response that occured in injury area. Krokot belanda root is one of the traditional medicine which is assuming to have effects in anti inflammation. Because of that, the purpose of this research is to prove the truth of anti inflammation effect and to know the amount of potency anti inflammation effect of ethanolic extract of krokot belanda root on preventing oedema.

This research is pure experimental research by one way complete random design. The experiment method which used was Langford method which the implementation had been modified. Implementation of Langford et al. method was oedema inductional method to the left underside of the experiment animals foot-sole with 1% carrageenan. The subject of this experiment were Swiss strain white female mice, whose age 2-3 months, and its weight were 20-30 grams. Sixty three mice were divided into 9 groups by random. Group I was carageenaan 1% negative control, group II was aquadest negative control, group III until group V were natrium diclofenac positive control with dose of 9,75 mg/kgBB; 10,795 mg/kgBB; dan 11,95 mg/kgBB, and group VI until group IX were ethanol extract of krokot belanda root with dose of 1674,49 mg/kgBB; 2411,26 mg/kgBB; 3472,22 mg/kgBB; dan 5000 mg/kgBB. Fifteen minutes later, those mice’s left legs were injected with carrageenan 1%. After three hours those mice were killed and its two legs were cut at torsocrural joint. Data obtained were data of weight of mice paws that used to calculate the percentage of anti inflammation effect. Distribution data were analyzed statistically with Kolmogorov-Smirnov. After that, the analysis were continued with one way ANOVA with 95% significance level and were continued with Scheffe test.

The results shows that ethanol extract of krokot belanda root has anti inflammation effect. Anti inflammation effect of ethanol extract of krokot belanda root on the dose of 1674,49 mg/kgBB; 2411,26 mg/kgBB; 3472,22 mg/kgBB; dan 5000 mg/kgBB were 13,37%; 20,53%; 27,47%; dan 51,18%.

Key words : anti inflammation, ethanolic extract of krokot belanda root, modified implementation of Langford method

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA... vii

INTISARI ... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xix

BAB I. PENGANTAR... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 3

C. Keaslian Penelitian... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

1. Manfaat teoritis ... 4

2. Manfaat praktis ... 4


(14)

E. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan umum ... 5

2. Tujuan khusus ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Tanaman Krokot Belanda ... 6

1. Sistematika ... 6

2. Sinonim ... 6

3. Nama lain ... 6

4. Uraian tanaman ... 7

5. Kandungan kimia ... 8

6. Khasiat dan kegunaan ... 13

B. Perkolasi... 13

C. Inflamasi ... 15

1. Patogenesis... 15

2. Gejala ... 16

3. Mekanisme ... 18

D. Obat Anti Inflamasi... 25

E. Natrium Diklofenak ... 27

F. Metode Pengujian Aktivitas Anti Inflamasi... 28

G. Landasan Teori... 34

H. Hipotesis ... 35

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(15)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 36

B. Metode Penelitian ... 36

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 37

1. Variabel Penelitian... 37

2. Definisi Operasional ... 37

D. Subjek dan Bahan Penelitian... 38

1. Subjek Penelitian ... 38

2. Bahan Penelitian ... 38

E. Alat atau Instrumen Penelitian ... 39

F. Tata Cara Penelitian ... 40

1. Determinasi tanaman... 40

2. Pengumpulan bahan ... 40

3. Pembuatan ekstrak etanol akar krokot belanda... 40

4. Penyiapan hewan uji ... 41

5. Pembuatan suspensi karagenin 1% ... 41

6. Pembuatan CMC-Na 1%... 41

7. Pembuatan larutan natrium diklofenak ... 41

8. Pembuatan suspensi ekstrak etanol akar krokot belanda ... 42

9. Penetapan dosis ... 42

10. Uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi suspensi karagenin 1% ... 44


(16)

11. Uji pendahuluan rentang waktu pemberian ekstrak etanol

akar krokot belanda ... 45

12. Perlakuan Hewan Uji ... 45

13. Perhitungan Respon Daya Anti Inflamasi... 46

G. Analisis Hasil ... 47

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN... 48

A. Determinasi Tanaman ... 48

B. Pembuatan Ekstrak Etanol Akar Krokot Belanda... 48

C. Uji Pendahuluan... 49

1. Uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi suspensi karagenin 1% ... 50

2. Uji pendahuluan rentang waktu pemberian ekstrak etanol akar krokot belanda... 53

D. Pengujian Efek Anti Inflamasi Ekstrak Etanol Akar Krokot Belanda... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN... 74

BIOGRAFI PENULIS ... 104

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Rangkuman hasil anova satu arah dengan taraf kepercayaan

95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi suspensi karagenin 1% ... 51 Tabel II. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi suspensi

karagenin 1% pada rentang waktu tertentu, beserta hasil uji

Scheffe ... 51 Tabel III. Rangkuman hasil anova satu arah dengan taraf kepercayaan

95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan rentang waktu pemberian ekstrak etanol akar krokot belanda ... 54 Tabel IV. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi suspensi

karagenin 1% pada uji pendahuluan rentang waktu pemberian ekstrak etanol akar krokot belanda... 54 Tabel V. Rata-rata bobot udema kaki mencit beserta persen (%) daya

anti inflamasi dari seluruh kelompok perlakuan ... 59 Tabel VI. Rangkuman hasil anova satu arah dengan taraf kepercayaan

95% persentase daya anti inflamasi ekstrak etanol akar krokot belanda dalam empat peringkat dosis beserta kontrolnya ... 62


(18)

Tabel VII. Hasil uji Scheffe daya anti inflamasi pada perlakuan ekstrak etanol akar krokot belanda dalam empat peringkat dosis beserta kontrolnya... 62

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka flavonoid... 9

Gambar 2. Struktur saponin ... 10

Gambar 3. Struktur tanin ... 11

Gambar 4. Struktur umum steroid ... 11

Gambar 5. Patogenesis dan gejala inflamasi ... 17

Gambar 6. Mekanisme inflamasi ... 24

Gambar 7. Struktur diklofenak ... 27

Gambar 8. Rumus perhitungan anti inflamasi ... 33

Gambar 9. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi suspensi karagenin 1% ... 53

Gambar 10. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan rentang waktu pemberian ekstrak etanol akar krokot belanda... 56

Gambar 11. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit perlakuan ekstrak etanol akar krokot belanda dalam 4 peringkat dosis beserta kontrolnya... 60

Gambar 12. Diagram batang persentase efek anti inflamasi perlakuan ekstrak etanol akar krokot belanda beserta kontrolnya... 61

Gambar 13. Tanaman Krokot Belanda ... 77

Gambar 14. Akar Krokot Belanda ... 78


(20)

Gambar 15. Serbuk akar Krokot Belanda ... 78 Gambar 16. Ekstrak etanol kental akar Krokot Belanda ... 79 Gambar 17. Perbandingan persamaan garis antara log dosis natrium

diklofenak dan log dosis ekstrak etanol akar krokot belanda.. 101

xviii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat pernyataan pengambilan dan determinasi dari BPTO . . 74 Lampiran 2. Sertifikat analisis natrium diklofenak ... 76 Lampiran 3. Foto tanaman Krokot Belanda ... 77 Lampiran 4. Foto akar Krokot Belanda dan serbuk akar Krokot Belanda 78 Lampiran 5. Foto ekstrak etanol akar Krokot Belanda... 79 Lampiran 6. Skema kerja uji pendahuluan rentang waktu pemotongan

kaki mencit setelah injeksi suspensi karagenin 1% ... 80 Lampiran 7. Hasil dan analisis hasil uji pendahuluan rentang waktu

pemotongan kaki mencit setelah injeksi suspensi karagenin

1% ... 81 Lampiran 8. Skema kerja uji pendahuluan rentang waktu pemberian

ekstrak etanol akar krokot belanda... 84 Lampiran 9. Hasil dan analisis hasil uji pendahuluan rentang waktu

pemberian ekstrak etanol akar krokot belanda... 85 Lampiran 10. Skema kerja perlakuan hewan uji ... 88 Lampiran 11. Hasil dan analisis hasil bobot udema kaki mencit akibat

pemberian ekstrak etanol akar krokot belanda dalam empat peringkat dosis dan kontrolnya ... 90 Lampiran 12. Hasil perhitungan dan analisis hasil persen (%) efek anti

inflamasi akibat pemberian ekstrak etanol akar krokot belanda dalam empat peringkat dosis dan kontrolnya ... 95


(22)

Lampiran 13. Perbandingan persamaan garis antara log dosis natrium diklofenak dan log dosis ekstrak etanol akar krokot belanda.. 101 Lampiran 14. Hasil Perhitungan Potensi Relatif Efek Anti inflamasi

Pemberian Ekstrak Etanol Akar Krokot BelandaDalam Empat Peringkat Dosis... 103

xx

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(23)

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Inflamasi atau radang merupakan respon yang menyolok pada jaringan hidup yang mengalami cedera atau mati. Respon inflamasi yang terjadi berupa penginaktivasian atau perusakan organisme penyerang, penghilangan zat iritan, dan perbaikan jaringan (Harvey, Mycek, dan Champe, 2001).

Reaksi inflamasi diperlukan karena inflamasi ini merupakan respon biologik dari reaksi-reaksi kimia berurutan dan berfungsi melindungi tubuh dari infeksi dan memperbaiki jaringan yang rusak akibat trauma (Wilmana, 1995). Namun bila reaksi inflamasi tersebut berlebihan maka akan merugikan sehingga diperlukan obat-obat anti inflamasi untuk mengendalikan reaksi inflamasi sampai taraf yang tidak merugikan.

Obat tradisional merupakan salah satu alternatif yang digunakan sebagai sarana perawatan kesehatan dan untuk menanggulangi berbagai macam penyakit. Penggunaan obat tradisional sudah menjadi tradisi budaya dalam mengatasi masalah kesehatan oleh masyarakat di Indonesia. Salah satu alasan masyarakat untuk tetap menggunakan obat tradisional adalah karena masyarakat berasumsi bahwa obat tradisional dinilai memiliki efek samping yang lebih ringan daripada obat modern terutama untuk pengunaan jangka panjang.

Krokot belanda (Talinum triangulare (Jacq.)Willd) merupakan salah satu tanaman di Indonesia yang memiliki khasiat sebagai obat. Bagian tanaman yang


(24)

2

sering dimanfaatkan adalah akarnya. Akar krokot belanda secara tradisional umumnya digunakan sebagai tonikum atau penghilang keletihan. Menurut Perry (1980), akar krokot belanda juga berkhasiat untuk mengatasi inflamasi dan mengurangi bengkak.

Senyawa kimia yang terkandung di dalam akar krokot belanda adalah flavonoid, steroid, saponin dan tanin (Anonim, 1994; Dalimarta, 2003; Misra, 1992) yang dapat larut dalam etanol. Flavonoid, steroid dan tanin diduga dapat menimbulkan efek anti inflamasi. Penelitian ini menggunakan etanol dengan harapan kandungan kimia pada akar krokot belanda yang diduga berefek anti inflamasi dapat terekstraksi dengan baik. Hal tersebut di atas, yang mendorong dilakukannya penelitian tentang uji efek anti inflamasi ekstrak etanol akar krokot belanda pada mencit putih betina.

Metode yang digunakan untuk pengujian efek anti inflamasi ekstrak etanol akar krokot belanda adalah metode Langford, Holmes dan Emele (1972) dengan prinsip induksi udem pada telapak kaki mencit. Metode ini dipilih karena dapat digunakan sebagai langkah pengujian awal untuk mengetahui apakah bahan uji memiliki efek anti inflamasi atau tidak. Di samping itu, metode ini mudah dilaksanakan, pengukuran dapat dilakukan secara obyektif serta dapat diandalkan untuk pengujian efek anti inflamasi dalam waktu yang singkat. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah mencit betina. Mencit betina dipilih berdasarkan asumsi bahwa mencit betina lebih peka terhadap rangsang nyeri (nyeri merupakan bagian dari inflamasi) bila dibandingkan mencit jantan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(25)

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, masalah pada penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

a. Apakah ekstrak etanol akar krokot belanda memiliki efek anti inflamasi terhadap mencit putih betina?

b. Berapa besar efek anti inflamasi ekstrak etanol akar krokot belanda terhadap mencit putih betina?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran penulis di Universitas Sanata Dharma, penelitian tentang Uji Efek Anti Inflamasi Ekstrak Etanol Akar Krokot Belanda pada Mencit Putih Betina belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Evaluasi Efek Stimulan Susunan Syaraf Pusat Ekstrak Daun dan Batang

Talinum triangulare (Jacq) Willd (Rustam, 1991). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun dan batang Krokot Belanda memberikan

efek stimulan dengan dosis oral terendah adalah 1,33 g/kg BB pada mencit dan 0.89 g/kg BB pada tikus jantan.

b. Pemeriksaan Pendahuluan Kandungan Kimia Tumbuhan Talinum triangulare

(Jacq) Willd (Misra, 1992). Hasil penelitian menunjukkan bahwa krokot belanda mengandung flavonoid, saponin, tanin dan steroid


(26)

4

c. Khasiat dan Keamanan Som Jawa (Talinum paniculatum Gaertn) dan Kolesom (Talinum triangulare Willd) (Nugroho, 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji toksisitas akut Som Jawa mempunyai LD50 sebesar 32,22 mg/10 g BB sedangkan Kolesom mempunyai LD50 sebesar 45,1 mg/10 g BB (rute i.p. pada mencit). Som Jawa dan Kolesom aman berdasarkan uji toksisitas akut.

d. Uji Efek Tonikum Infusa Akar Krokot Belanda (Talinum triangulare (Jacq) Willd) terhadap Fungsi Motorik pada Mencit Jantan dengan Metode Rotarod test (Astawa, 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa akar krokot belanda dosis 2 mg/g BB/hari, 3,5 mg/g BB/hari dan 5 mg/g BB/hari terbukti memiliki efek tonikum yang setara dengan Panax ginseng dosis 1,2 mg/g BB/hari

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang obat tradisional tentang khasiat akar krokot belanda sebagai obat anti inflamasi

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat tentang penggunaan akar krokot belanda sebagai alternatif obat anti inflamasi beserta dosis efektifnya dalam menimbulkan efek anti inflamasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(27)

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menambah informasi kepada masyarakat tentang tanaman obat yang berkhasiat sebagai anti inflamasi.

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol akar krokot belanda memiliki efek anti inflamasi dan untuk mengetahui seberapa besar efek anti inflamasi yang dimiliki ekstrak etanol akar krokot belanda terhadap mencit putih betina.


(28)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Krokot Belanda 1. Sistematika

Sistematika tanaman Talinum triangulare (Jacq.) Willd adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Caryophyllales Suku : Portulacaceae Marga : Talinum

Jenis : Talinum triangulare (Jacq) Willd (Anonim, 1994) 2. Sinonim

Sinonim tanaman krokot belanda adalah Talinum racemosum Rohrbach (Anonim, 1994; Dalimarta, 2003).

3. Nama lain

Tanaman krokot belanda memiliki nama daerah dan nama asing sebagai berikut :

a. Nama daerah

Poslen, Gelang (Jawa), Krokot Belanda (Sunda), Talesom, Som Jawa (Jawa) (Pitojo, 2000).

6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(29)

b. Nama asing

Suriname postelein, Grand pourpier, Cia ren shen (Anonim, 1986a;

Pitojo, 2000).

4. Uraian Tanaman

Krokot Belanda merupakan tanaman yang hidup menahun di dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut (Dalimarta, 2003). Tumbuh mengerombol, memiliki banyak percabangan dan sejumlah anakan yang letaknya berdekatan dengan induknya (Pitojo, 2000).

Akarnya tunggang bila berasal dari biji, sedangkan tanaman yang berasal dari stek tidak membentuk akar tunggang. Akar berwarna keputihan saat muda, setelah tua berwarna coklat. Akar serabut intensif di lapisan atas tanah. Pada bagian pangkal, tumbuh akar-akar kecil memanjang. Batang muda berwarna hijau bulat, relatif lunak dan mudah dipatahkan. Batang tua berwarna kemerahan, agak keras. Daunnya hijau, bertangkai pendek, panjang daun antara 3 -13 cm dengan lebar 1,5 - 5 cm. Letak daun tersebar, melekat pada batang dan cabang tanaman. Bunganya majemuk, terdapat pada malai yang muncul dari ujung tangkai atau di ketiak percabangan atas. Daun kelopak berupa selaput, dengan 1-3 tulang daun hijau tua. Bunga memiliki 5 helai daun mahkota berbentuk solet dengan panjang 1-12 mm berwarna ungu kemerahan. Biji pada buah muda berwarna hijau, berukuran kecil, berbentuk ujung korek api. Pada buah agak tua, berwarna kecoklatan, setelah tua berubah jadi hitam (Pitojo, 2000).


(30)

8

5. Kandungan Kimia

Akar dan daun krokot belanda mengandung saponin, dan flavonoid (Anonim, 1994), di samping itu akarnya juga mengandung tanin dan steroid (Misra, 1992; Dalimarta, 2003).

a. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Kandungan senyawa flavonoid di dalam tumbuhan sangat rendah, yaitu sekitar 0,25% dan secara umum terikat atau terkonjugasi dengan senyawa gula membentuk glikosida (Robinson, 1995). Khusus pada divisi Angiospermae yang lazim dijumpai adalah flavon dan flavonol, C-glikosida dan O-glikosida, di samping isoflavon dan flavanon(Markham, 1988).

Flavonoid merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH) dan aseton. Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida (Markham, 1988).

Flavonoid menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Efek flavonoid terhadap organisme sangat banyak macamnya sehingga tumbuhan yang mengandung flavonoid dapat dipakai dalam pengobatan (Robinson, 1995). Flavonoid menunjukkan aktivitasnya sebagai anti alergi, anti inflamasi, anti mikrobial, dan anti kanker. Pada kenyataannya, flavonoid bekerja sebagai anti oksidan kuat, melindungi dari serangan oksidatif dan radikal bebas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(31)

(Anonim, 2007a). Di antara senyawa flavonoid yang telah lama dikenal dan merupakan suatu kelompok antioksidan yakni, kelompok polifenol memiliki kemampuan sebagai penangkal superoksida, oksigen singlet, dan radikal peroksi lipid (Sitompul, 2003). Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor lipoksigenase yang berperan dalam produksi mediator inflamasi yaitu leukotrien (Robinson, 1995) sehingga proses peradangan dapat terhambat. Kerangka flavonoid dapat dilihat pada gambar 1 (Robinson, 1995).

O

A

B

1 2

3 4 5

6 7

8

1'

2' 3'

4'

5' 6'

O

Gambar 1. Kerangka flavonoid b. Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dipicu oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat diubah di laboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting (misalnya, kortison, estrogen kontraseptik, dll) (Harborne, 1987).

Berdasarkan aglikonnya, saponin dibagi menjadi dua yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid (Evans, 2002).


(32)

10

Saponin steroid Saponin triterpenoid

Gambar 2. Struktur saponin

Senyawa glikosida seperti saponin dan glikosida jantung tidak larut dalam pelarut non polar. Senyawa ini paling cocok diekstraksi dari tumbuhan memakai etanol atau metanol panas 70-95% (Robinson, 1995).

c. Tanin

Tanin merupakan substrat kompleks yang biasanya terjadi sebagai campuran polifenol yang sulit diseparasi karena tidak dapat dikristalkan. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh dalam angiospermae khususnya

jaringan kayu. Tanin dapat dibedakan menjadi tanin terhidrolisis dan tanin tidak terhidrolisis (tanin terkondensasi) (Heinrich, Barnes, Gibbons danWilliamson, 2004). Dalam industri, tanin merupakan senyawa yang berasal dari tumbuhan yang mampu mengubah kulit hewan mentah menjadi kulit siap pakai. Sedangkan dalam dunia kesehatan tanin bermanfaat untuk mengurangi bengkak (edema), radang, dan sekresi pada gastrointestinal (Harborne, 1987). Tanin dapat mempengaruhi respon inflamasi dengan aktivitasnya sebagai penangkal radikal bebas, karena radikal bebas dapat merangsang terjadinya inflamasi (Diane, 2006).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(33)

Tanin terhidrolisiskan dan glikosida dapat diekstraksi dengan air panas atau campuran etanol-air (Robinson, 1995).

Gambar 3. Struktur tanin d. Steroid

Senyawa steroid merupakan lipid yang dikarakteristikkan mempunyai kerangka karbon yang dihubungkan dengan empat cincin (Anonim, 2007b) yaitu siklopentanaperhidrofenantrena. Struktur umum senyawa steroid dapat dilihat pada gambar 4 (Mursyidi, 1990).

2

3 4

5 6

7 8 9

10 11

12

13 14

15 16 17 18

19 1

Gambar 4. Struktur umum steroid

Steroid dapat berupa senyawa alkohol, aldehid dan keton atau asam karboksilat yang tersebar luas dalam makhluk hidup dan umumnya termasuk ke


(34)

12

dalam fraksi lipid. Menurut fungsi fisiologis dan terdapatnya steroid secara garis besar dibagi menjadi : golongan sterol, golongan asam empedu, golongan hormon, golongan saponin dan sapogenin dan golongan glikosida jantung (Mursyidi, 1990). Secara umum sterol dapat diisolasi dengan pelarut organik seperti metanol, etanol, eter, kloroform, dan campuran dari pelarut-pelarut tersebut (Mursyidi, 1990).

Steroid dapat menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya (Anonim, 1991) sehingga pembentukan histamin, prostaglandin, dan mediator-mediator kimia lainnya yang mengakibatkan peradangan dapat terhambat pula (Greene, Harris, dan Goodyer, 2000).

Nama sterol dipakai khusus untuk steroid alkohol, tetapi karena praktis semua steroid tumbuhan berupa alkohol dengan gugus hidroksil pada C-3 sering kali semuanya disebut sterol (Robinson, 1995). Golongan fitosterol (sterol tumbuhan) yang termasuk golongan ini adalah sitosterol yang merupakan sterol tumbuhan terbanyak dan terdiri dari α, , dan sitosterol, stigmasterol, kampesterol, dan spinasterol (Mursyidi, 1990). Tiga senyawa ‘fitosterol’ yang mungkin terdapat dalam tiap tumbuhan tinggi tersebut yaitu sitosterol (dahulu dikenal sebagai ß-sitosterol), stigmasterol, dan kampestrol. Fitosterol dilaporkan dapat menurunkan kolesterol, anti-inflamasi, antibakteri, antijamur, dan menghambat pembentukan tumor (Froschle, Piuss, Peter, Etzweiler, Ruegg, 2004)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(35)

6. Khasiat dan kegunaan

Akar tanaman krokot belanda berkhasiat untuk mengatasi inflamasi dan mengurangi bengkak (Perry, 1980) serta untuk mengatasi bisul (Dalimartha, 2003). Akar krokot belanda juga berkhasiat sebagai obat lemah syahwat, penyegar atau tonikum terhadap fungsi motorik pada keadaan keletihan (Anonim, 1994; Wahjoedi, 2003).

B. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri atas tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan dan penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak atau perkolat (Anonim, 1986b).

Perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan (Anonim,1986b).

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif


(36)

14

yang keluar dari perkolator disebut perkolat atau sari, sedang sisa setelah penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Anonim,1986b).

Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adhesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi). Cara perkolasi lebih baik daripada dengan cara maserasi karena:

1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.

2. Ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi (Anonim,1986b).

Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas (Anonim, 1995).

Etanol digunakan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorpsinya baik, dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(37)

C. Inflamasi 1. Patogenesis

Peradangan yang merupakan respon menyolok yang terjadi pada jaringan-jaringan hidup di sekitar sel atau jaringan tubuh yang cedera atau mati adalah suatu reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut, dan sel-sel dari darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan-jaringan interstisial pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson, 1992). Inflamasi disebabkan oleh pengaruh-pengaruh yang sifatnya merusak sel (noksi). Noksi dapat berupa noksi kimia (obat-obatan), noksi fisika (panas atau dingin yang berlebihan, radiasi, benturan), serta infeksi dengan mikroorganisme atau parasit (Muschler, 1986).

Adanya jaringan yang rusak menyebabkan terjadinya pelepasan mediator kimia dan reaksi imun yang meliputi : histamin, eicosanoid (prostaglandin,

tromboksan, leukotrien), PAF (platelet activating factor), bradikinin, nitrit oksida,

neuropeptida, dan cytokine (seperti interleukin, intereferon, dll) (Rang, Dale,

Ritter, and Moore, 2003)

Menurut waktu terjadinya, inflamasi dibagi menjadi 2 yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut disebabkan oleh rangsangan sesaat atau mendadak (akut). Inflamasi kronis disebabkan oleh luka yang berlangsung beberapa minggu, bulan, atau bersifat menetap dan merupakan kelanjutan dari inflamasi akut. (Sander, 2003)


(38)

16

2. Gejala

Pada level makroskopik gejala reaksi radang yang dapat diamati adalah kemerahan (rubor), panas meningkat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri

(dolor), dan gangguan fungsi (functio laesa). (Mutschler, 1986; Rang, et al, 2003).

Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang

mengalami proses peradangan. Waktu reaksi peradangan dimulai maka arteriol yang mensuplai daerah itu melebar, sehingga darah yang mengalir ke mikrosirkulasi lokal bertambah. Kapiler yang semula kosong atau sebagian saja meregang dengan cepat terisi darah. Keadaan ini dinamakan hiperemia atau kongesti yang menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hiperemia pada awal reaksi peradangan diatur oleh tubuh, baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamin (Price dan Wilson, 1992).

Calor terjadi bersamaan dengan rubor pada reaksi peradangan akut.

Sebenarnya calor atau panas hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam

keadaan normal lebih dingin dari 37oC yaitu panas tubuh. Daerah peradangan pada kulit lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan ke permukaan daerah yang terkena infeksi lebih banyak daripada daerah yang normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah radang yang jauh di dalam tubuh karena jaringan-jaringan tersebut sudah memiliki suhu inti 37oC, dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan (Price dan Wilson, 1992).

Tumor atau pembengkakan merupakan segi paling mencolok dari

peradangan akut. Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(39)

dari sirkulasi darah ke jaringan interstisial. Cairan dan sel yang tertimbun dalam daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan akibat luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Price dan Wilson, 1992).

Dolor atau nyeri dapat dihasilkan dari berbagai cara. Perubahan pH lokal

atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf (Price dan Wilson, 1992). Nyeri juga ditimbulkan oleh iritasi saraf tepi oleh mediator kimia dan cairan ekstravaskular yang merangsang ujung-ujung saraf (Sander, 2003)

Functio laesa atau perubahan fungsi merupakan berkurangnya fungsi

organ yang mengalami inflamasi, akibat terbentuknya metabolit-metabolit yang merugikan oleh sel-sel yang mengalami trauma dan peningkatan temperatur di daerah yang terinflamasi. (Sander, 2003).

Rangsang

Kerusakan sel

Emigrasi leukosit Pembebasan mediator

Proliferasi sel gangguan eksudasi perangsangan sirkulasi lokal reseptor nyeri

pemerahan panas pembengkakan gangguan fungsi nyeri


(40)

18

3. Mekanisme

Proses peradangan akut memiliki tiga komponen penting: (1) perubahan penampang pembuluh darah dengan akibat meningkatnya aliran darah (vasodilatasi), (2) perubahan struktural pembuluh darah yang memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah (peningkatan permeabilitas vaskular), dan (3) migrasi leukosit ke daerah jejas (Robbins dan Kumar, 1995).

Bila agen penyebab jejas menyerang, maka fenomena vaskular akan terjadi. Fenomena vaskular memiliki ciri khas yaitu bertambahnya aliran darah pada daerah terjejas, terutama disebabkan oleh dilatasi arteriol dan pembukaan anyaman kapiler. Hal ini terjadi akibat perangsangan pada membran sel yang melepaskan mediator kimia seperti histamin, bradikinin dan zat-zat prostaglandin (PGE2, PGI2, dan PGD2). Pada manusia, histamin dan bradikinin utamanya dapat bertindak pada sel-sel endotel dengan meningkatkan celah antar sel sehingga terjadi peningkatan permeabilitas vaskular.

Peningkatan permeabilitas vaskular mengakibatkan protein plasma disertai leukosit bergerak menuju benda asing, mikroorganisme atau jaringan yang rusak (proses eksudasi). Sel-sel darah putih atau leukosit pada proses peradangan akut mengalami marginasi. Massa sel darah merah akan menggumpal dan berada di bagian tengah dalam aliran darah aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Leukosit akan mengadakan hubungan dengan permukaan endotel, melekat, dan melapisi permukaan endotel. Protein plasma meninggalkan pembuluh darah melalui pertemuan antar endotel yang melebar. Leukosit terutama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(41)

neutrofil juga meninggalkan pembuluh darah melalui pertemuan antar endotel menuju daerah jejas (emigrasi). Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah, disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Agen kemotaksis yang penting untuk neutrofil adalah (1) C5a, komponen system komplemen, (2) leukotrin B4, hasil metabolisme asam arakidonat dan (3) produk-produk kuman. Setelah leukosit bermigrasi ke lokasi jejas, maka leukosit akan menggerombol pada pusat radang atau mengelilingi pusat radang dengan tujuan melokalisir daerah radang. Pada akhirnya leukosit akan memfagosit agen yang menyerang dengan akibat penghancuran dan pemusnahan semua bentuk jejas.

Neutrofil merupakan sel pertama yang muncul dalam jumlah besar di dalam eksudat pada jam-jam pertama peradangan (Price dan Wilson, 1992). Stimulasi membran neutrofil menghasilkan radikal bebas yang berasal dari oksigen. Anion superoksida dibentuk oleh reduksi oksigen molekuler yang dapat memacu produksi molekul lain yang reaktif, seperti hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH·). Interaksi bahan-bahan ini dengan asam arakidonat menghasilkan pembentukan substansi substansi kemotaksis, selanjutnya secara berkesinambungan meneruskan inflamasi (Furst dan Munster, 2002)

Pada proses peradangan terjadi pembentukan atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh yang dinamakan mediator. Mediator yang dikenal dalam peradangan dapat dikelompokkan, yaitu dalam kelompok amina vaso aktif, substansi yang dihasilkan sistem enzim plasma, metabolit asam arakhidonat,


(42)

20

produk leukosit dan berbagai macam produk sel lainnya (Price dan Wilson, 1992; Robins dan Kumar, 1995). Metabolit asam arakhidonat merupakan mediator peradangan yang paling penting.

Asam arakhidonat ialah suatu asam lemah poli-tidak jenuh yang terdapat dalam jumlah banyak sebagai fosfolipid selaput sel. Bila terdapat kerusakan pada sel, maka enzim fosfolipase A2 diaktifkan untuk membebaskan asam arakhidonat yang ada dari fosfolipid. Asam arakhidonat dapat juga dilepaskan oleh suatu kombinasi fosfolipase C dan diasilgliserol lipase (DAG) lipase. Turunan asam arakhidonat adalah eicosanoids (prostanoids dan leukotrienes). Prostanoids terdiri

dari zat-zat prostaglandin (PG) dan tromboksan (TX). Leukotrienes terdiri dari

zat-zat leukotrien (Rang, et al, 2003).

Asam arakhidonat dimetabolisme untuk diubah baik oleh enzim siklooksigenase-1 (COX-1) maupun enzim siklooksigenase-2 (COX-2) menjadi endoperoksida siklik (PGG2, PGH2) dan seterusnya menjadi zat-zat prostaglandin dan tromboksan. Bagian lain dari arakhidonat diubah oleh enzim 5-lipoksigenase menjadi zat-zat leukotrien, lipoksinin dan komponen lainnya (Rang, et al, 2003).

Prostaglandin dan leukotrien bertanggung jawab bagi sebagian besar dari gejala peradangan. Selain itu radikal bebas oksigen yang dihasilkan peroksida juga berperan dalam menimbulkan nyeri yang merupakan salah satu gejala peradangan (Tjay dan Rahardja, 2002).

Enzim siklooksigenase bekerja ganda, memiliki dua aktivitas yang cukup berbeda : aksi utama, membentuk PGG2, dan aksi peroksidase mengubah PGG2 menjadi PGH2. Enzim siklooksigenase yang terlibat dalam reaksi ini terdiri dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(43)

dua isoenzim, yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Enzim COX-1 terdapat di kebanyakan jaringan antara lain di ginjal dan saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2002). Enzim COX-1 bersifat konstitutif (bersifat pokok, selalu ada) dan diperkirakan prostanoids terlibat fungsi homeostatis normal.. Enzim COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat di jaringan tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh stimulus inflamasi (Rang, et al, 2003).

Melalui jalur siklooksigenase-2 (COX-2), prostaglandin terpenting yang terbentuk adalah prostaglandin-E2 (PgE2) dan prostaglandin-F2 (PgF2), zat ini berdaya vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh dan membran sinovial sehingga terjadi radang dan nyeri. Prostaglandin-E2 (PgE2) dan prostasiklin dalam jumlah nanogram bisa menimbulkan eritema, vasodilatasi dan peningkatan aliran darah lokal. Prostasiklin (PgI2) dibentuk terutama di dinding pembuluh, berperan dalam vasodilatasi, anti trombosis, dan memiliki efek protektif terhadap mukosa lambung. Mediator ketiga yang dibentuk pada jalur siklooksigenase adalah tromboxan (TXA2, TXB2), zat ini berdaya vasokonstriksi dan menstimulasi agregasi pelat darah (trombosit) (Tjay dan Rahardja, 2002). Aksi prostanoid :

1. PGD2 : vasodilatasi, inhibisi agregasi platelet, relaksasi otot pencernaan, relaksasi uterine, modifikasi pembebasan hormon hipotalamus.

2. PGF2α : kontraksi otot rahim pada manusia, luteolisis pada makhluk hidup tertentu (hewan ternak), bronkonstriksi pada spesies lain (kucing dan anjing)


(44)

22

3. PGI2 : vasodilatasi, inhibisi agregasi platelet, pelepasan renin dan natriuresis melalui efek reabsorbsi Na+ tubular.

4. Tromboksan A2 : vasokonstriksi, agregasi platelet dan bronkokonstriksi, 5. PGE2 memiliki aksi kerja antara lain sebagai berikut : a). pada reseptor EP1

menimbulkan kontraksi bronkial dan otot halus pencernaan b). pada reseptor EP2 menimbulkan bronkodilatasi, vasodilatasi, stimulus sekresi cairan usus dan relaksasi otot halus pencernaan c). pada reseptor EP3 menimbulkan kontraksi otot halus usus, inhibisi sekresi asam lambung, meningkatkan sekresi mukus lambung, inhibisi lipolisis, inhibisi pembebasan neurotransmiter otonomik, dan stimulus kontraksi uterus pada wanita hamil (Rang, et al, 2003)

PGE2, PGI2, dan PGD2 pada dasarnya adalah vasodilator yang sangat kuat dan bersinergi dengan vasodilator inflamasi lain seperti histamin dan bradikinin. Aksi kombinasi vasodilator tersebut berperan pada timbulnya kemerahan dan peningkatan aliran darah pada daerah inflamasi akut. Zat-zat prostanoids ini tidak secara langsung meningkatkan permeabilitas post capillary venules, tetapi

memperkuat efek dari histamine dan bradikinin (Rang, et al, 2003). Bahan-bahan

yang dihasilkan oleh jaringan yang menimbulkan reaksi ini meliputi histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin (Guyton, 1993).

Melalui jalur lipoksigenase terbentuklah leukotrien yang juga merupakan mediator radang dan nyeri. Leukotrien (LT) ini terdiri dari LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE4. LTC4, LTD4, dan LTE4 terutama dibentuk di granulosit eusinofil yang berkhasiat vasokonstriktif di bronki dan mukosa lambung, sedangkan LTB4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(45)

khusus disintesis di makrofag dan neutrofil alveolar dan bekerja kemotaktis yaitu menstimulus migrasi lekosit dengan jalan meningkatkan mobilitas dan fungsinya. Dengan adanya leukotrien ini sejumlah besar lekosit akan menginvasi daerah peradangan dan mengakibatkan gejala radang juga (Tjay dan Rahardja, 2002). Leukotrien-B4 (LTB4) adalah kemotraktan kuat bagi eosinofil. Leukotrien tersebut juga meningkatkan perlekatan eusinofil, degranulasi, dan pembentukan oksigen radikal bebas (Furst dan Munster, 2002)

Fosfolipida selain diubah menjadi arakhidonat oleh enzim fosfolipase A2 juga diubah menjadi lyso-glyseril fosforilkolin yang diubah lagi menjadi Platelet

Activating Factor (PAF). Platelet Activating Factor menyebabkan agregasi dan

pelepasan trombosit, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, peningkatan adhesi leukosit, dan kemotaksis leukosit (Rang, et al, 2003).


(46)

24 Gangguan membran l Fosfolipida Asam arakhidonat PAF leukotrien

LTB4 LTC4/D4/E4

prostaglandin tromboksan prostasiklin kemotaksin meningkatkan permeabilitas vaskular, bronkokonstriktor, Vasodilator, Hiperalgesik, menghambat agregasi platelet Penghambat 5-lipoksigenase Cth. zileutin OAINS Rangsangan

Inhibitor TXA2

synthase 5-Lipoksigenase siklooksigenase Glukokortikoid (menginduksi terbentuknya lipocortin) agregasi platelet,

vasokonstriktor antagonis TXA2

PGD2 PGE2 PGF2α

Bronkokonstriksi Menghambat agregasi platelet, vasodilator Vasodilator, hiperalgelsik Antagonis PAF Antagonis PG Lyso-glyseril fosforilkolin Vasodilator, Kemotaksin, meningkatkan permeabilitas Fosfolipase A2

Gambar 6. Mekanisme Inflamasi (Tjay dan Rahardja, 2002; Rang, et al., 2003)

Keterangan : = menghambat proses pembentukan

= proses pembentukan

= enzim yang berperan

OAINS = Obat Anti Inflamasi Non Steroid PAF = Platelet Activating Factor

TX = Tromboksan LT = Leukotrien

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(47)

D. Obat Anti Inflamasi

Pengobatan inflamasi meliputi dua sasaran yaitu pertama, mengurangi nyeri sebagai gejala yang paling sering tampak, dan kedua dengan menghambat atau mencegah proses pengrusakan jaringan. Pengobatan inflamasi dengan obat anti inflamasi akan mengurangi nyeri selama waktu tertentu (Furst dan Munster, 2002).

Dua golongan senyawa yang banyak digunakan untuk menghambat prostaglandin yaitu kortikosteroid dan anti inflamasi non steroid (AINS) (Greene,

et al, 2000).

1. Kortikosteroid

Kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hati dan efek anti-inflamasinya sedangkan mineralokortikoid efek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit. Pengaruh mineralokortikoid pada penyimpanan glikogen hati sangat kecil (Wilmana, 1995)

Umumnya golongan mineralkortikoid tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9α-fluorokortisol, namun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya terhadap keseimbangan air sangat besar (Wilmana, 1995).

Glukokortikoid dikenal dapat menghambat fosfolipase A2, enzim yang bertanggung jawab atas pembebasan asam arakhidonat dari fosfolipid (Furst dan Munster, 2002) agar mediator inflamasi dapat terbentuk. Glukokortikoid


(48)

26

menginduksi terbentuknya lipokortin. Lipokortin tersebut yang dapat menghambat aktivasi enzim fosfolipase A2 (Rang, et al., 2003).

Kortikosteroid bekerja dengan menghambat enzim fosfolipase yang berperan dalam pembentukan fosfolipid menjadi asam arakhidonat. Hal ini mengakibatkan pembentukan histamin, prostaglandin, dan mediator-mediator kimia lainnya dapat terhambat pula (Greene, et al., 2000). Berkurangnya

komponen vaskular inflamasi dan penghambatan pelepasan mediator kimia yang berhubungan dengan kenaikan permeabilitas pembuluh darah dapat mengurangi pembentukan udema. Efeknya terhadap gejala rematik lebih baik daripada AINS. Keberatannya adalah efek sampingnya yang lebih berbahaya pada dosis tinggi dan penggunaan lama (Tjay dan Rahardja, 2002). Termasuk dalam golongan ini adalah kortison asetat, hidrokortison, prednison, prednisolon, deksametason, dan lain-lain (Bowman dan Rand, 1980).

2. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)

Mekanisme kerja AINS adalah menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin akan terganggu. Idealnya AINS hanya menghambat COX-2 yang hanya timbul pada saat ada peradangan dan tidak COX-1. Hal ini disebabkan karena penghambatan pada COX-1 akan memberikan efek samping terhadap mukosa lambung-usus dan ginjal (Tjay dan Rahardja, 2002).

Berbagai AINS mungkin memiliki mekanisme kerja tambahan termasuk hambatan kemotaksis, regulasi rendah (down-regulation) produksi interleukin-1,

penurunan produksi radikal bebas dan superoksida(Furst dan Munster, 2002).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(49)

E. Natrium Diklofenak

CH2 COOH

NH

Cl Cl

Gambar 7. Struktur diklofenak

Natrium Diklofenak termasuk turunan fenilasetat yang terkuat daya anti radangnya dan efek samping yang kurang keras dibandingkan dengan obat anti inflamasi lainnya (indometasin, piroxicam) (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang relatif nonselektif dan kuat, juga mengurangi bioavailabilitas asam arakhidonat (Furst dan Munster, 2002). Struktur diklofenak dapat dilihat pada gambar 7 (Budavari, 1989).

Absorbsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek lintas awal sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruhnya singkat yaitu 1-3 jam, diklofenak diakumulasi di cairan sinovial yang menjelaskan efek terapi di sendi lebih lama dari waktu paruh obat tersebut (Wilmana, 1995). Metabolismenya mengalami metabolisme lintasan pertama dalam hati dan dimetabolisme hampir sempurna. Ekskresinya berlangsung sebagian melalui kandung kemih sebagai glukoronida dan sisanya melalui ginjal kurang dari 1 % (Tjay dan Rahardja, 2002).

Efek samping yang lazim adalah mual, gastritis, eritema kulit, dan sakit kepala seperti semua obat AINS, pemakaian obat ini harus hati-hati pada


(50)

28

penderita tukak lambung (Wilmana, 1995). Obat ini banyak digunakan sebagai obat rematik, gangguan otot skelet lanilla, gout akut, dan nyeri paska bedah. Dosis oral yang dianjurkan adalah 75-150 mg/hari dalam 2-3 dosis (Anonim, 2000).

F. Metode Pengujian Aktivitas Anti-Inflamasi

Metode pengujian aktivitas anti-inflamasi dapat dilakukan dengan cara : 1. In Vitro

In vitro adalah metode pengujian yang dilakukan di luar tubuh makhluk

hidup. Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh

substansi-substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lain-lain dalam terjadinya inflamasi. Contoh percobaan in vitro antara lain : pengikatan

reseptor 3H-bradikinin, pengikatan reseptor neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit polimorfonuklear (Vogel, 2002).

Daya anti inflamasi uji pengikatan reseptor 3H-bradikinin, ditunjukkan dengan persen penghambatan pengikatan 3H-bradikinin terhadap reseptor pada preparat membran. Daya anti inflamasi uji pengikatan neurokinin, juga ditunjukkan dengan persen penghambatan pengikatan neurokinin terhadap reseptor pada preparat membran. Sedangkan pada uji kemotaksis leukosit polimorfonuklear, daya anti inflamasi ditunjukkan dengan persentase jumlah leukosit polimorfonuklear yang bergerak ke arah kemoatraktan (contohnya

zymosan-activated serum) (Vogel, 2002).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(51)

2. In Vivo

In vivo adalah metode pengujian yang dilakukan di dalam tubuh makhluk

hidup. Metode pengujian aktivitas anti inflamasi yang dapat dilakukan secara in

vivo dibedakan menjadi dua sesuai dengan jenis inflamasi yaitu inflamasi akut dan

inflamasi kronis. Inflamasi akut dapat dibuat dengan beberapa cara, yaitu dengan induksi edema kaki tikus, pembentukan eritema (respon kemerahan) dan pembentukan eksudatif inlamasi. Inflamasi kronik dibuat dengan cara pembentukan granuloma dan induksi arthritis (Gryglewski, 1977).

1. Uji Eritema

Tanda paling awal dari reaksi inflamasi di kulit adalah kemerahan (eritema) yang berhubungan dengan vasodilatasi, dimana belum disertai eksudasi plasma dan udema. Pada marmot albino reaksi eritema terlihat dua jam setelah penyinaran UV pada kulit yang telah dicukur. Uji eritema yang disebabkan UV dapat digunakan untuk mengukur fase vasodilatasi pada reaksi inflamasi. Mekanisme dari reaksi ini tidak diketahui, tapi pelepasan prostaglandin kelihatannya berperan pada fenomena ini (Gryglewski, 1977). Keuntungan dari uji ini adalah sederhana tapi membutuhkan latihan bagi penggunanya untuk menggunakan fotometer refleksi dengan tujuan untuk menghilangkan penilaian subjektif (Vogel, 2002)

2. Radang telapak kaki belakang

Diantara banyak metode yang digunakan untuk skrining obat anti-inflamasi, satu dari teknik yang paling umum digunakan didasarkan pada kemampuan beberapa bahan uji untuk menghambat produksi udema kaki hewan


(52)

30

uji setelah injeksi bahan pembuat radang. Banyak zat pembuat radang (iritan) yang telah digunakan seperti formaldehid, dextran, albumin telur, karagenin, dll (Vogel, 2002). Iritan yang paling banyak digunakan adalah karagenin. Karagenin adalah fosfolipida tersulfatasi yang diekstrak dari lumut irlandia Chondrus cripus

(Glyglewski, 1977). Reaksi inflamasi yang diinduksi karagenin mempunyai dua fase: fase awal dan akhir. Fase awal berakhir setelah 60 menit dan dihubungkan dengan pelepasan histamin, serotonin, dan bradikinin. Fase akhir terjadi antara 60 menit setelah injeksi dan berakhir setelah tiga jam. Fase ini dihubungkan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan radikal bebas, seperti hidrogen peroksida, superoksida, dan radikal hidroksil (Suleyman, dkk, 2004). Efeknya dapat diukur dengan memotong kaki belakang pada sendi torsocrural

dan ditimbang (Vogel, 2002).

3. Tes radang selaput dada

Radang selaput dada dikenal sebagai fenomena inflamasi eksudatif pada manusia (Vogel, 2002). Radang selaput dada pada tikus dapat disebabkan injeksi intrapleural dari turpentine, evans blue, gum arab, glikogen, dekstran, atau karagenin. Pada waktu tertentu setelah injeksi iritan hewan uji dibunuh dan eksudat dipindahkan, lebih baik dengan mencuci rongga dada dengan sejumlah larutan Hank’s yang diketahui volumenya untuk memastikan didapatnya eksudat dan sel utuh yang lengkap (Gryglewski, 1977). Radang selaput dada yang disebabkan karagenin dipertimbangkan sebagai model inflamasi akut yang paling sempurna dimana keluarnya cairan, migrasi leukosit, dan parameter biokimia lain

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(53)

yang ada dalam respon inflamasi dapat diukur dengan mudah dari eksudat (Vogel, 2002)

4. Radang Sendi

Hewan uji diinjeksi subplantar suspensi yang mengandung 0,5% mycobacterium

tuberculosis mati (0,05 ml untuk tikus dan 0,025 ml untuk mencit). Pemberian

obat untuk anti inflamasinya sudah diberikan satu hari sebelum injeksi dan dilanjutkan maksimal sampai 28 hari. Untuk mengetahui adanya radang dilihat saat benjolan sudah muncul (biasanya pada hari ke-13), kemudian diukur volumenya (Williamson, 1996).

5. Tes kantung granuloma

Metode ini dapat digunakan untuk memperkirakan potensi anti-inflamasi kortikosteroid (Vogel, 2002). Setelah kantung dibuat di punggung tikus dengan injeksi subkutan 10 – 25 ml udara steril, berbagai iritan (minyak croton yang dicairkan, turpentine, microbacterial, fosfolipase A2 atau karagenin) dimasukkan pada lubang (Gryglewski, 1977). Empat puluh delapan jam sesudahnya udara diambil dan hewan diinjeksi larutan uji atau larutan standar (Vogel, 2002). Empat dampai empat belas hari setelahnya respon inflamasi dievaluasi dengan dasar volume cairan yang diambil dari kantung sama seperti berat dan tebal dinding kantung. Model kantung granuloma ini lebih sensitif terhadap obat anti-inflamasi steroid daripada non steroid (Gryglewski, 1977).

Metode aktivitas anti inflamasi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode secara in vivo karena faktor keterbatasan alat, dan lebih aman


(54)

32

in vivo yang digunakan adalah metode Langford dkk (1972) yang telah

dimodifikasi pelaksanaannya. Bila dibanding metode in vivo lainnya, metode ini

dipilih karena dapat digunakan sebagai langkah pengujian awal untuk mengetahui apakah bahan uji memiliki efek anti inflamasi atau tidak. Selain itu karena metode ini mudah dilaksanakan, pengukuran dapat dilakukan secara obyektif serta dapat diandalkan untuk pengujian efek anti inflamasi dalam waktu yang singkat.

Dasar metode Langford dkk (1972) ini adalah induksi udema pada telapak kaki belakang mencit. Metode ini dimodifikasi pelaksanaannya dengan mengganti zat penginduksi udem (karagenin 1% meggantikan ragi) serta rumus efek anti inflamasinya. Menurut Langford dkk (1972) persentase efek anti inflamasi dapat dihitung dari perubahan bobot kaki hewan uji dengan rumus sebagai berikut :

% efek anti inflamasi = ⎢⎣⎡ − ⎥⎦

D D U

X 100%

keterangan :

U : Harga rata berat kaki kelompok karagenin (terinflamasi) dikurangi rata-rata berat kaki kelompok normal ( tanpa perlakuan )

D : Harga rata berat kaki kelompok perlakuan (terinflamasi) dikurangi rata-rata berat kaki normal ( tanpa perlakuan )

Setelah dianalisis lebih lanjut, rumus di atas ternyata menunjukkan peningkatan udema. Karena persentase efek anti inflamasi dihitung dari pengurangan udema maka rumus di atas diubah sebagai berikut :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(55)

% efek anti inflamasi = ⎢⎣⎡ − ⎥⎦

U D U

X 100%

keterangan :

U : Harga rata berat kaki kelompok karagenin (terinflamasi) dikurangi rata-rata berat kaki kelompok normal ( tanpa perlakuan )

D : Harga rata berat kaki kelompok perlakuan (terinflamasi) dikurangi rata-rata berat kaki normal ( tanpa perlakuan )

D U

II III I

(U-D) Bobot kaki

U = Kelp. II – Kelp.III D = Kelp. II – Kelp. I

% 100 U

D U inflamasi anti

% = − x

Gambar 8. Rumus perhitungan anti inflamasi

Keterangan :

I : + inflamatogen + obat (bahan yang diuji) II : + inflamatogen


(56)

34

G. Landasan Teori

Inflamasi terjadi karena adanya reaksi antara jaringan ikat pembuluh dengan pengaruh-pengaruh yang merusak (noksi) baik kimia, fisika, maupun infeksi organisme. Rangsangan tersebut membuat adanya pembebasan mediator-mediator inflamasi yang meliputi : histamin, eicosanoid (prostaglandin,

tromboksan, leukotrien), PAF (platelet activating factor), bradikinin, nitrit oksida,

neuropeptida, dan cytokine (seperti interleukin, intereferon, dll) (Rang, et al,

2003)

Akar dan daun krokot belanda mengandung saponin, dan flavonoid (Anonim, 1994), di samping itu akarnya juga mengandung tanin dan steroid (Misra, 1992; Dalimarta, 2003).

Efek flavonoid terhadap organisme sangat banyak macamnya sehingga tumbuhan yang mengandung flavonoid dapat dipakai dalam pengobatan. Flavonoid menunjukkan aktivitasnya sebagai anti alergi, anti inflamasi, anti mikrobial, dan anti kanker. Flavonoid mampu menghambat enzim lipoksigenase sehingga pembentukan leukotrien (Robinson, 1995) yang dapat menyebabkan peradangan menjadi terhambat. Flavonoid juga dikenal dengan aktivitasnya sebagai antioksidan (Anonim, 2007a)

Steroid juga bermanfaat sebagai anti inflamasi dengan menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya (Anonim, 1991). Selain itu, di dalam dunia kesehatan tanin juga bermanfaat mengurangi bengkak (edema) (Harborne, 1987). Tanin dapat mempengaruhi respon inflamasi dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(57)

aktivitasnya sebagai penangkal radikal bebas, karena radikal bebas dapat merangsang terjadinya proses inflamasi (Diane, 2006).

Etanol dapat melarutkan flavonoid, steroid, saponin, dan tanin. Pada penelitian ini digunakan etanol 70% dengan harapan senyawa aktif yang terkandung dalam akar krokot belanda dapat terekstraksi dengan baik. Adanya senyawa kimia akar krokot belanda yang dapat terekstrak oleh etanol 70%, diharapkan memiliki aktivitas sebagai anti inflamasi.

H. Hipotesis

Ekstrak etanol akar krokot belanda memiliki efek anti inflamasi terhadap mencit putih betina.


(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang uji efek anti inflamasi ekstrak etanol akar krokot belanda pada mencit putih betina ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Metode Penelitian

Pada penelitian ini digunakan metode pembentukan radang telapak kaki belakang dengan menggunakan hewan uji mencit betina. Metode ini merupakan metode yang telah dikembangkan oleh Langford dkk. (1972). Dasar metode yang pelaksanaannya telah dimodifikasi ini adalah dengan membuat udema pada telapak kaki belakang mencit menggunakan karagenin 1%, kemudian kaki dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Persentase efek anti inflamasi dapat dihitung dari perubahan bobot kaki mencit dengan rumus sebagai berikut :

% efek anti inflamasi = ⎢⎣⎡ − ⎥⎦

U D U

X 100%

keterangan :

U : Harga rata berat kaki kelompok karagenin (terinflamasi) dikurangi rata-rata berat kaki kelompok normal ( tanpa perlakuan )

D : Harga rata berat kaki kelompok perlakuan (terinflamasi) dikurangi rata-rata berat kaki normal ( tanpa perlakuan )

36

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(59)

C. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini meliputi: a. Variabel utama

1). Variabel bebas : dosis ekstrak etanol akar krokot belanda 2). Variabel tergantung : persentase efek anti inflamasi b. Variabel pengacau terkendali

umur mencit 2-3 bulan, berat badan mencit 20-30 gram, jenis kelamin betina, galur Swiss, umur tanaman, tempat tumbuh tanaman, dan waktu pemanenan.

c Variabel pengacau tak terkendali Kondisi patologis hewan uji 2. Definisi operasional

Definisi operasional penelitian ini adalah : a. Dosis ekstrak etanol akar krokot belanda

Dosis ekstrak etanol akar krokot belanda adalah sejumlah miligram (mg) ekstrak etanol kental akar krokot belanda hasil perkolasi, yang disuspensikan dalam sejumlah CMC-Na 1% dan diberikan secara peroral tiap kg berat badan mencit

b. Persentase efek anti inflamasi

Persentase efek anti inflamasi adalah kemampuan ekstrak etanol akar krokot belanda dalam menghambat atau mengurangi proses inflamasi pada kaki mencit akibat udema buatan dengan injeksi karagenin 1%. Persentase


(60)

38

efek anti inflamasi dapat dihitung dari perubahan berat kaki hewan uji (berat kaki terinflamasi (kontrol negatif) dikurangi berat kaki terinflamasi yang telah diobati dengan ekstrak etanol akar krokot belanda).

c. Ekstrak etanol akar krokot belanda

Ekstrak etanol akar krokot belanda adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi 150 gram serbuk kering akar krokot belanda secara perkolasi dengan menggunakan pelarut etanol 70% sejumlah 4000 ml selama 2 minggu.

D. Subyek dan Bahan Penelitian 1. Subjek uji

Subjek uji yang digunakan adalah mencit betina galur Swiss dengan berat badan 20-30 gram dengan umur 2-3 bulan, yang diperoleh dari laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan penelitian a. Bahan uji

Bahan uji yang digunakan berupa ekstrak etanol akar krokot belanda. Akar krokot belanda diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO) Tawangmangu, Kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah.

b. Bahan kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian antara lain sebagai berikut ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(61)

1) Natrium Diklofenak sebagai kontrol positif berupa bantuan yang diperoleh dari PT. Fahrenheit, Tangerang.

2) Karagenin tipe I (Sigma Chemical Co) sebagai zat penginduksi radang yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

3) NaCl 0,9% sebagai pensuspensi karagenin yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

4) CMC-Na produksi Merck, Jerman sebagai pensuspensi natrium diklofenak dan ekstrak etanol yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 5) Aquadest sebagai pengencer konsentrasi etanol yang diperoleh dari

Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

6) Etanol kualitas p.a. (pro analisa) produksi Merck, Jerman, sebagai pelarut dalam perkolasi, yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

E. Alat atau Instrumen Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain sebagai berikut : seperangkat alat gelas merek Pyrex Iwaki Glass, Japan; perkolator; neraca analitik merek mettler Toledo; timbangan analitik merek mettler Toledo; pemanas merek


(62)

40

Ika Combimag Net spuit injeksi subplantar 1 ml merek Terumo; spuit injeksi per oral 1 ml merek Terumo; stopwatch; seperangkat alat bedah.

F. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman krokot belanda dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO) Tawangmangu, kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah. 2. Pengumpulan bahan

Akar tanaman krokot belanda diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO) Tawangmangu, kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah. Akar krokot belanda yang diperoleh berupa serbuk kering.

3. Pembuatan ekstrak etanol akar krokot belanda

Metode pembuatan ekstrak ini adalah dengan metode perkolasi. Serbuk akar krokot belanda sebanyak 150 serbuk dimasukkan ke dalam perkolator, kemudian direndam dengan etanol 70% sampai mencapai ketinggian 1,5 cm diatas permukaan serbuk selama 24 jam. Keran perkolator dibuka dengan kecepatan alir 20 tetes per menit. Selama proses perkolasi berlangsung tinggi etanol diatas permukaan serbuk harus tetap 1-1,5 cm. Perkolat ditampung dalam erlenmeyer. Ekstraksi dihentikan jika perkolat yang keluar berwarna bening. Pengentalan perkolat dilakukan dengan bantuan rotary evaporator dan waterbath. Ekstrak pekat kemudian disimpan di dalam lemari pendingin (kulkas).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(63)

4. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah mencit betina, galur Swiss, usia 2-3 bulan, dengan berat badan 20-30 gram. Hewan uji dibagi secara acak menjadi 2 kelompok. Kelompok untuk orientasi sebanyak 40 ekor dan kelompok perlakuan sebanyak 63 ekor. Sebelum digunakan, mencit dipuasakan 18-24 jam dan tetap diberi minum. Kelompok perlakuan terdiri dari 9 kelompok yaitu kontrol negatif karagenin 1 %, kontrol negatif CMC-Na 1%, kontrol positif natrium diklofenak dalam 3 peringkat dosis (9,75; 10,795; dan 11,95 mg/kg BB) dan kelompok perlakuan ekstrak etanol akar krokot belanda dalam 4 peringkat dosis (1674,49; 2411,26; 3472,22; dan 5000 mg/kgBB).

5. Pembuatan suspensi karagenin 1%

Timbang 100 mg karagenin, larutkan dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% dalam labu takar 10 ml.

6. Pembuatan CMC-Na 1%

Larutan CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang secara seksama CMC-Na sebanyak 1 gram kemudian dilarutkan ke dalam sejumlah air panas sambil terus diaduk-aduk sampai semuanya terlarut dan menjadi jernih. Larutan dituang ke dalam labu ukur 100 ml dan tambahkan air panas sampai diperoleh volume 100 ml.

7. Pembuatan larutan natrium diklofenak

Timbang seksama sejumlah natrium diklofenak dan dilarutkan dalam CMC-Na 1% sampai diperoleh konsentrasi 0,5%. CMC-Na 1% dalam kondisi masih hangat sangat membantu kelarutan natrium diklofenak.


(64)

42

8. Pembuatan suspensi ekstrak etanol akar krokot belanda

Timbang ekstrak etanol akar krokot belanda dan suspensikan ke dalam larutan CMC-Na sampai diperoleh konsentrasi tertentu berdasarkan orientasi 9. Penetapan dosis

a. karagenin 1 %

Dosis karagenin ditetapkan berdasarkan penelitian Williamson, Okpako, dan Evans (1996) dengan konsentrasi karagenin yang digunakan adalah 1% dengan volume 0,05 ml. 0,05 ml karagenin 1% adalah volume pemberian untuk mencit dengan berat 20 gram sehingga dosis bisa dicari dengan cara : Dosis karagenin =

kgBB ml mg ml 02 , 0 10 / 100 05 , 0 ×

= 25 mg/kg BB

b. Natrium Diklofenak

Dosis natrium diklofenak yang digunakan sebagai dosis orientasi adalah 9,75 mg/kg BB; 10,795 mg/kg BB; 11, 95 mg/kg BB. Dosis ini diperoleh berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Novita (2003).

Dosis I : untuk manusia 70 kgBB = 75 mg

konversi ke mencit 20 gBB = 75 mg/70kgBB x 0,0026 = 0,195 mg/20 gBB

= 9,75 mg/kgBB Dosis II : untuk manusia 70 kgBB = 83,0385 mg

konversi ke mencit 20 gBB = 83,0385 mg/70kgBB x 0,0026 = 0,2195 mg/20 gBB

= 10,795 mg/kgBB Dosis III: untuk manusia 70 kgBB = 91,923 mg

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(1)

dosis 3472,22 mg/kgBB -33.35871(*) 5.81845 .001 -57.2936 -9.4239 dosis 5000 mg/kgBB -57.06871(*) 5.81845 .000 -81.0036 -33.1339 kontrol

Na-diklofenak 9,75mg/kgBB

kontrol karagenin 1%

70.86714(*) 5.81845 .000 46.9323 94.8020 kontrol CMC-Na 1% 76.75729(*) 5.81845 .000 52.8224 100.6921 kontrol Na-diklofenak

10,795 mg/kgBB 10.33857 5.81845 .919 -13.5963 34.2734 kontrol Na-diklofenak

11,95 mg/kgBB 19.52143 5.81845 .215 -4.4134 43.4563 dosis 1674,49 mg/kgBB 57.49714(*) 5.81845 .000 33.5623 81.4320 dosis 2411,26 mg/kgBB

50.33571(*) 5.81845 .000 26.4009 74.2706 dosis 3472,22 mg/kgBB

43.39857(*) 5.81845 .000 19.4637 67.3334 dosis 5000 mg/kgBB 19.68857 5.81845 .205 -4.2463 43.6234 kontrol

Na-diklofenak 10,795 mg/kgBB

kontrol karagenin 1%

60.52857(*) 5.81845 .000 36.5937 84.4634 kontrol CMC-Na 1% 66.41871(*) 5.81845 .000 42.4839 90.3536 kontrol Na-diklofenak

9,75mg/kgBB -10.33857 5.81845 .919 -34.2734 13.5963 kontrol Na-diklofenak

11,95 mg/kgBB 9.18286 5.81845 .958 -14.7520 33.1177 dosis 1674,49 mg/kgBB 47.15857(*) 5.81845 .000 23.2237 71.0934 dosis 2411,26 mg/kgBB

39.99714(*) 5.81845 .000 16.0623 63.9320 dosis 3472,22 mg/kgBB 33.06000(*) 5.81845 .001 9.1252 56.9948 dosis 5000 mg/kgBB

9.35000 5.81845 .954 -14.5848 33.2848 kontrol

Na-diklofenak 11,95 mg/kgBB

kontrol karagenin 1%

51.34571(*) 5.81845 .000 27.4109 75.2806 kontrol CMC-Na 1% 57.23586(*) 5.81845 .000 33.3010 81.1707 kontrol Na-diklofenak

9,75mg/kgBB -19.52143 5.81845 .215 -43.4563 4.4134 kontrol Na-diklofenak

10,795 mg/kgBB -9.18286 5.81845 .958 -33.1177 14.7520 dosis 1674,49 mg/kgBB 37.97571(*) 5.81845 .000 14.0409 61.9106 dosis 2411,26 mg/kgBB 30.81429(*) 5.81845 .002 6.8794 54.7491 dosis 3472,22 mg/kgBB

23.87714 5.81845 .051 -.0577 47.8120 dosis 5000 mg/kgBB

.16714 5.81845 1.000 -23.7677 24.1020 dosis 1674,49

mg/kgBB

kontrol karagenin 1%

13.37000 5.81845 .724 -10.5648 37.3048 kontrol CMC-Na 1% 19.26014 5.81845 .231 -4.6747 43.1950 kontrol Na-diklofenak

9,75mg/kgBB -57.49714(*) 5.81845 .000 -81.4320 -33.5623 kontrol Na-diklofenak

10,795 mg/kgBB -47.15857(*) 5.81845 .000 -71.0934 -23.2237 kontrol Na-diklofenak

11,95 mg/kgBB -37.97571(*) 5.81845 .000 -61.9106 -14.0409 dosis 2411,26 mg/kgBB -7.16143 5.81845 .991 -31.0963 16.7734 dosis 3472,22 mg/kgBB -14.09857 5.81845 .661 -38.0334 9.8363


(2)

dosis 5000 mg/kgBB

-37.80857(*) 5.81845 .000 -61.7434 -13.8737 dosis 2411,26

mg/kgBB

kontrol karagenin 1%

20.53143 5.81845 .160 -3.4034 44.4663 kontrol CMC-Na 1%

26.42157(*) 5.81845 .018 2.4867 50.3564 kontrol Na-diklofenak

9,75mg/kgBB -50.33571(*) 5.81845 .000 -74.2706 -26.4009 kontrol Na-diklofenak

10,795 mg/kgBB -39.99714(*) 5.81845 .000 -63.9320 -16.0623 kontrol Na-diklofenak

11,95 mg/kgBB -30.81429(*) 5.81845 .002 -54.7491 -6.8794 dosis 1674,49 mg/kgBB 7.16143 5.81845 .991 -16.7734 31.0963 dosis 3472,22 mg/kgBB -6.93714 5.81845 .993 -30.8720 16.9977 dosis 5000 mg/kgBB -30.64714(*) 5.81845 .003 -54.5820 -6.7123 dosis 3472,22

mg/kgBB

kontrol karagenin 1%

27.46857(*) 5.81845 .012 3.5337 51.4034 kontrol CMC-Na 1%

33.35871(*) 5.81845 .001 9.4239 57.2936 kontrol Na-diklofenak

9,75mg/kgBB -43.39857(*) 5.81845 .000 -67.3334 -19.4637 kontrol Na-diklofenak

10,795 mg/kgBB -33.06000(*) 5.81845 .001 -56.9948 -9.1252 kontrol Na-diklofenak

11,95 mg/kgBB -23.87714 5.81845 .051 -47.8120 .0577 dosis 1674,49 mg/kgBB 14.09857 5.81845 .661 -9.8363 38.0334 dosis 2411,26 mg/kgBB 6.93714 5.81845 .993 -16.9977 30.8720 dosis 5000 mg/kgBB -23.71000 5.81845 .054 -47.6448 .2248 dosis 5000

mg/kgBB

kontrol karagenin 1%

51.17857(*) 5.81845 .000 27.2437 75.1134 kontrol CMC-Na 1%

57.06871(*) 5.81845 .000 33.1339 81.0036 kontrol Na-diklofenak

9,75mg/kgBB -19.68857 5.81845 .205 -43.6234 4.2463 kontrol Na-diklofenak

10,795 mg/kgBB -9.35000 5.81845 .954 -33.2848 14.5848 kontrol Na-diklofenak

11,95 mg/kgBB -.16714 5.81845 1.000 -24.1020 23.7677 dosis 1674,49 mg/kgBB 37.80857(*) 5.81845 .000 13.8737 61.7434 dosis 2411,26 mg/kgBB 30.64714(*) 5.81845 .003 6.7123 54.5820 dosis 3472,22 mg/kgBB 23.71000 5.81845 .054 -.2248 47.6448 * The mean difference is significant at the .05 level.


(3)

Lampiran 13. Perbandingan Persamaan Garis antara Log Dosis Natrium

Diklofenak dan Log Dosis Ekstrak Etanol Akar Krokot

Belanda

Kelompok

dosis

(mg/kg

BB)

log dosis

efek anti

inflamasi (%)

9,75

0,9890

70,87

10,795 1,0332 60,53

Natrium Diklofenak

11,95 1,0774 51,35

1674,49 3,2234

13,37

2411,26 3,3822

20,53

3472,22 3,5406

27,47

Ekstrak etanol akar krokot

belanda

(EEAKB)

5000 3,6990 51,18

perbandingan persamaan garis

-700

-600

-500

-400

-300

-200

-100

0

100

200

0

1

2

3

4

5

log dosis

ef

ek

an

ti

i

n

fl

a

m

asi

(

%

)

persamaan garis

Na-diklofenak

persamaan garis

EEAKB

Gambar 17 Perbandingan persamaan garis antara log dosis ekstrak etanol

akar krokot belanda dan log dosis natrium diklofenak


(4)

Menurut perhitungan regresi linier antara log dosis natrium diklofenak (0,9890;

1,0332; dan 1,0774) dengan daya anti inflamasinya (70,87; 60,53; dan 51,35%),

diperoleh nilai A = 289,0622 ; B = -220,8145 ; dan r = -0,9990. Berdasarkan

nilai tersebut maka diperoleh persamaan garis Na-diklofenak sebagai berikut :

Y = -220,8145 X + 289,0622

Menurut perhitungan regresi linier antara log dosis EEAKB (3,2234 ;

3,3822 ; 3,5406 ; dan 3,6990) dengan daya anti inflamasinya (13,37 ; 20,53;

27,47; dan 51,18 %) diperoleh nilai A = -234,9591 ; B = 76,0082 ; dan r = 0,9473.

Berdasarkan nilai tersebut diperoleh persamaan garis EEAKB sebagai berikut :


(5)

Lampiran 14. Hasil Perhitungan Potensi Relatif Efek Anti inflamasi

Pemberian Ekstrak Etanol Akar Krokot BelandaDalam Empat

Peringkat Dosis

Kontrol Dan Perlakuan

% Efek Anti inflamasi

% Potensi relatif efek anti

inflamasi

Natrium Diklofenak

Dosis 9,75 mg/kgBB

70,87 100

Ekstrak Etanol Akar

Krokot Belanda Dosis

1674,49 mg/kgBB

13,37 18,87

Ekstrak Etanol Akar

Krokot Belanda Dosis

2411,26 mg/kgBB

20,53 28,97

Ekstrak Etanol Akar

Krokot Belanda Dosis

3472,22 mg/kgBB

27,47 38,76

Ekstrak Etanol Akar

Krokot Belanda Dosis

5000 mg/kgBB

51,18 72,22

Potensi relatif efek anti inflamasi =

DAd

DAp

x 100 %

Keterangan : DAp = % rata-rata efek anti inflamasi kelompok perlakuan

pemberian Ekstrak Etanol Akar Krokot Belanda

DAd = % rata-rata efek anti inflamasi kelompok kontrol Natrium

Diklofenak

Contoh Perhitungan :

Potensi relatif efek anti inflamasi kelompok perlakuan pemberian Ekstrak Etanol

Akar Krokot Belanda Dosis 1674,49 mg/kgBB

Potensi relatif efek anti inflamasi

=

87

,

70

37

,

13

x 100 %


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi “Uji Efek Anti Inflamasi Ekstrak Etanol

Akar Krokot Belanda (

Talinum triangulare

(Jacq.)

Willd) pada Mencit Putih Betina“ yang bernama

lengkap Agnes Meiriana dilahirkan di Jayapura pada

tanggal 6 Mei 1985. Penulis merupakan anak kedua dari

tiga bersaudara dari pasangan Silvius Soenarno dan

Susylowati. Penulis mengawali masa pendidikan

formalnya di Taman Kanak-Kanak Persit Kartika

Chandra Kirana Jayapura pada tahun 1991-1993, SD

YPPK Kristus Raja Jayapura pada tahun 1993-1998, SLTP Negeri 1 Jayapura

pada tahun 1998-2000, SMUK Kolese Santo Yusuf Malang pada tahun

2000-2003. Setelah lulus pada tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan menyelesaikan

pendidikannya pada tahun 2007. Selama kuliah, penulis pernah menjadi asisten

praktikum Farmakologi dan Toksikologi Dasar, serta ikut terlibat dalam beberapa

kegiatan kepanitiaan lainnya seperti Pengobatan Gratis dan Pengambilan Sumpah

Apoteker