10
devosi jalan salib. Devosi jalan salib menjadi ciri khas tersendiri di Wilayah Maria Cordis sebagai bentuk relasi dengan Allah.
A. Gambaran Umum Situasi Paroki Boyolali
Perkembangan umat di Paroki Boyolali diawali pada masa penjajahan Belanda. Hal ini terbukti dengan bentuk bangunan gereja dan pasturan yang sesuai
dengan bangunan rumah Belanda. Pada mulanya Paroki Boyolali merupakan salah satu Stasi dari Paroki Purbayan Surakarta, kemudian menjadi bagian dari Paroki
Purwosari Surakarta, dan akhirnya berdiri menjadi Paroki sendiri pada tahun 1961. Pada tahun 2014 umat Paroki Boyolali berjumlah 1.909 jiwa Gereja Hati
Tak Bernoda Santa Perawan Maria Boyolali, 2014: 5. Paroki Boyolali terletak di Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Semarang. Umat Paroki Boyolai tersebar di 7
Kecamatan di Kabupaten Boyolali Boyolali Kota, Mojosongo, Teras, Musuk, Cepogo, Selo, dan Ampel dan 2 Kecamatan di Kabupaten Semarang Tengaran
dan Kaliwungu. Umat Paroki Boyolali tersebar di 12 desa dan berkembang dengan kebudayaan yang masih kental dan dengan situasi yang plural religius
Gereja Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria Boyolali, 2013: 3. Kebudayaan yang hidup di Paroki Boyolali merupakan kebudayaan Jawa.
Kebudayaan Jawa dapat dilihat dalam tata cara bergaul, berdoa, dan upacara- upacara tradisi Jawa yang sering dilakukan oleh umat Paroki Boyolali. Baik dalam
upacara syukur atas ulang tahun Gereja yang tak lepas dari kenduri bersama masyarakat sekitar maupun dalam acara misa dalam Minggu terakhir umat
menggunakan bahasa Jawa. Dalam hal menjalin relasi dengan Allah, umat Paroki
11
Boyolali juga mengadakan devosi yang dilaksanakan baik bersama di pusat Paroki maupun secara berkelompok. Devosi kepada Bunda Maria, devosi kepada Roh
Kudus, devosi kepada Sakramen Maha Kudus, dan devosi jalan salib merupakan devosi yang sering dilaksanakan oleh umat Paroki Boyolali. Kegiatan berdevosi
secara tidak langsung sudah menjadi budaya yang dilaksanakan oleh umat seperti halnya melaksanakan budaya Jawa.
1. Sejarah Perkembangan Paroki Boyolali
Sejarah munculnya umat Katolik di Boyolali diawali sekitar tahun 1940 oleh keluarga kecil yang berasal dari Yogyakarta dan menetap di Boyolali,
keluarga tersebut memberikan pelajaran agama pada keluarga Karyosemita. Seiring perjalanan waktu di masa penjajahan Belanda, agama Katolik bertumbuh
secara pelan namun pasti, berangkat dari keluarga-keluarga sederhana, meningkat ke para guru sekolah rakyat dan kemudian dikembangkan oleh pegawai
pemerintahan yang berada di lingkungan pendidikan dan kebudayaan. Setahun kemudian umat Katolik di Boyolali mendapatkan kunjungan Vikaris Apostolik
Semarang, Romo Albertus Soegijapranata SJ Agung Nugroho, 2011: 12. Dalam kunjungannya, Beliau mengadakan acara sarasehan yang ditutup dengan Misa
pemberkatan Kapel Tjondrodipuran Gereja Katolik Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria Boyolali, 1986: 3. Tahun 1951 Stasi Boyolali yang semula
menjadi bagian dari Paroki Purbayan beralih menjadi bagian dari Paroki Purwosari Surakarta di bawah penggembalaan para pastor MSF. Para pastor
tersebut membentuk kring-kring di Stasi Boyolali yang terletak di Kecamatan