Devosi dalam Gereja Penghayatan Devosi Jalan Salib sebagai sarana untuk memperkuat iman umat di Wilayah Maria Cordis Rogobelah, Paroki Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria Boyolali, Jawa Tengah.

51 yang hadir dalam Ekaristi. Penghormatan khusus yang disampaikan para murid kepada Bunda Maria ibu Yesus terdapat pada Kis 1:14. Penghormatan- penghormatan yang dilakukan oleh para murid kepada Yesus dan Maria merupakan praktek devosi yang sampai saat ini masih berlangsung dalam Gereja katolik. Devosi dalam kitab suci juga berarti penyerahan seluruh pribadi kepada Allah dan rencana penyelamatan-Nya Bil 16:1; bdk. 1 Taw 7:8; Luk 1:3. Devosi merupakan sikap tetap dalam penyerahan kepada Allah yang merupakan misteri. Devosi membawa umat masuk kedalam pengalaman akan misteri Allah dan karya penyelaman-Nya. Devosi memiliki unsur penting bagi umat yang melaksanakannya, unsur tersebut adalah kesetiaan. Perjumpaan dengan Allah tidak semata-mata hanya melakukan devosi saja, namun perlu adanya kepekaan dalam menanggapi tanda-tanda penyelamatan dan misteri Allah. Darminta 1995: 30 menjelaskan bahwa devosi merupakan wujud kesetiaan kepada kasih Allah, karena Allah sendiri telah menunjukkan kesetiaannya kepada manusia. Devosi mengungkapkan sikap hati, gerak, dan mengajak seseorang mengarahkan diri kepada sesuatu yang dijunjung tinggi dan dicintai. Devosi merupakan penghayatan relasi dengan Allah sang pencipta, sebagai pribadi yang sangat tinggi dan sekalius sangat dekat. Penghayatan tersebut berdasarkan pada watak dan kecenderungan hati umat beriman sehingga muncullah berbagai motivasi, sasaran, dan bentuk penghayatan umat beriman. Devosi oleh Gereja Katolik dijadikan bentuk kerohanian untuk menghayati cinta dan anugerah Allah. 52 Menurut Santo Thomas Aquino yang dikutip Darminta 1993: 84 devosi merupakan gerak kemauan untuk memberikan diri seutuhnya untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah. Devosi menunjukkan hormat serta bakti umat beriman kepada sang pencipta. Sikap hormat itulah yang akhirnya menjadi dorongan yang hidup dalam dalam hati dan kehendak umat beriman untuk meluhurkan dan menghormati Allah. Sebagai sikap hormat dan bersifat pribadi, devosi memerlukan wujud kongkret sebagai sarana untuk mendekati dan berbakti kepada Allah. Wujud kongkret tersebut misalnya menghormati bunda Maria, Para Kudus, Yesus, dan benda-benda kudus lainnya. Bentuk atau cara pelaksanaan devosi merupakan wujud kecenderungan umat beriman dalam berbakti kepada Allah dan merupakan sarana yang terbatas untuk mewujudkannya.

2. Dasar Teologis Devosi

Misteri penjelmaan dan penebusan Yesus Kristus menjadi kunci pokok dalam memahami devosi. Misteri penjelmaan Yesus yang mau menjadi manusia menunjukkan sikap keterbukaan Allah untuk menerima seluruh dimensi kehidupan manusia. Inteligensi, afeksi, emosi, rohani, tradisi, dan budaya manusia diterima oleh Allah dan dikuduskan. Seluruh segi kemanusiaan dan unsur manusia oleh Gereja dipersatukan dalam liturgi sebagai ungkapan syukur kepada Allah. Namun, Gereja juga mengakui dan menghargai aneka praktek kesalehan umat yang berkembang. Gereja mempercayai bahwa praktek kesalehan umat atau yang disebut devosi dihayati dalam “roh dan kebenaran”. Yoh 4:23 menyatakan bahwa segala praktek devosi harus berlandaskan roh dan kebenaran, karena hal ini 53 selaras dengan kehendak Allah dan akhirnya dapat mengantarkan perjumpaan dengan-Nya Martasudjita, 2011: 252. Misteri inkarnasi menjadi jalan bagi Yesus untuk mengangkat seluruh kemanusiaan dengan segala budaya dan ungkapan sebagai sarana perjumpaan dengan Allah. Penebusan dosa manusia oleh Yesus direnungkan melalui misteri paskah. Yesus memurnikan manusia dari segala dosa dan menjadikan manusia sebagai tempat pertemuan dengan Allah. Rm 5:5 menjelaskan bahwa Roh Kudus yang dicurahkan dalam hati manusia dapat mengantarkan manusia menuju Allah. Roh Kudus selalu mengajak, mendorong, dan membawa manusia kepada kebenaran Yoh 14:26. Setiap perbuatan yang dilandaskan pada karya Roh Kudus selalu berjalan seperti angin tanpa ada batasnya. Devosi dirasakan umat sebagi sarana untuk semakin mendekatkan diri pada Allah. Semangat melaksanakan devosi tak lepas dari karya Roh Kudus yang berkarya dalam diri umat. Dengan adanya karya Roh Kudus devosi mempunyai peran sebagai ungkapan iman yang sejati Martasudjita, 2011: 253. Teologi memahami devosi seperti halnya ketika Yesus dengan keterbukaan dan kesanggupan menerima orang-orang sakit yang datang kepada- Nya untuk menerima penyembuhan Luk 5:17-19. Dalam injil Markus dijelaskan bagaimana devosi tumbuh karena iman rakyat akan Yesus. Pada Mrk 6:56 dijelaskan bahwa banyak orang yang mengikuti Yesus dimanapun, mereka percaya apabila menyentuh jubah-Nya maka mereka akan sembuh dari segala penyakit. Para ahli taurat melihat hal ini sebagai kegiatan yang magis atau “takhayul”. Namun, berbeda dengan tanggapan Yesus yang membiarkan banyak 54 orang untuk mengikuti-Nya dan menjamah jubah-Nya. Yesus memahami hal seperti ini sebagai iman yang muncul dari umat secara spontan. Akhirnya Martasudjita menyimpulkan bahwa pokok penting devosi bukan cara pengungkapan iman yang penting, namun iman umatlah yang terpenting dalam berdevosi. Iman umat yang sungguh-sungguh memuat kepercayaan total dan tanpa syarat kepada Allah Martasudjita 2011: 254.

3. Tujuan Devosi

Devosi berawal dari adanya kerinduan hati manusia untuk semakin dekat dengan Allah. Iman akan karya keselamatan Allah dalam pribadi Yesus Kristus menjadi landasan orang kristiani dalam berdevosi. Allah menjadi Awal Alfa dan Akhir Omega dari segala tujuan Why 22:13-17. Devosi mempunyai tujuan untuk menjadi sarana bagi umat beriman untuk mencapai Yesus Kristus. Martasudjita 1999: 35-36 menyatakan bahwa tujuan akhir dari setiap devosi adalah Yesus Kristus, maka diharapkan umat ikut aktif mengambil bagian dalam perwujudan Kerajaan Allah. Sikap dan perbuatan Yesus menjadi dasar dan teladan hidup umat beriman. Perbuatan Yesus untuk umat beriman melalui sabda maupun perbuatan-Nya, hendaknya juga dilakukan oleh umat beriman bagi umat yang lain. Tujuan yang paling penting adalah perubahan hidup menjadi tahan menderita sampai muncul semangat bela rasa. Sacrosanctum Concilium art. 13 menyatakan bahwa devosi harus selaras dengan liturgi dan mengatar umat kepada perayaan liturgi. Dengan demikian devosi harus berakhir dalam pada perjumpaan dengan Allah dalam perayaan 55 liturgis. Ada 3 tiga peristiwa antara devosi dengan liturgi yang dapat mengatar umat untuk berjumpa dengan Allah sang pencipta sebagai tujuan dari devosi sendiri. Pertama, devosi diserasikan dengan masa liturgi, misalnya dalam masa Pra-paskah dan masa Adven. Pada masa pra-paskah umat beriman dapat melaksanakan devosi jalan salib, devosi kepada Wajah Kristus, dan devosi kepada Tujuh Sabda. Dalam masa Adven, umat beriman dapat berdevosi kepada Bunda Maria sebagai ibu Yesus. Kedua, devosi diserasikan dengan perayaan liturgi misalnya perarakan daun palma mengantikan ritus pembuka dalam misa mengenang sensara Yesus Kristus yang dikenal dengan Minggu Palma ataupun perarakan Sakramen Mahakudus sebagai pengganti ritus penutup dalam misa mengenang perjamuan Yesus biasanya dilaksanakan pada misa Jumat pertama setiap bulan. Ketiga, devosi dalam budaya, misalnya pohon Natal yang biasanya berupa pohon cemara budaya barat dapat diganti dengan pohon lain yang mempunyai nilai khusus dalam budaya setempat dan makna simbolis yang serupa Sylvia Marsidi, 2011: 13. Sylvia Marsidi 2011: 14 mengutip pendapat Mgr A.M. Sutrisnaatmaka MSF mengenai tujuan utama devosi. Tujuan utama devosi adalah Allah. Devosi merupakan semangat positif umat beriman secara mendalam. Devosi mengajak umat beriman untuk mengungkapkan isi iman kepada Allah melalui sarana-sarana dan cara yang berbeda satu dengan yang lain. Devosi menjadi jembatan antara umat beriman menuju perjumpaan dengan Allah sebagai tujuan utama dan terakhir. 56

4. Penghayatan Devosi Yang Benar

Perayaan ketujuh sakramen dan ibadat harian merupakan doa liturgis yang sejak lama dikenal oleh Gereja Katolik. Doa liturgis memiliki unsur resmi, selaras dengan kesepakatan Gereja terhadap tanda dan sarana yang dipakai. Sacrosanctum Concilium art. 2 menyebutkan, doa-doa liturgis merupakan pelaksanaan karya penebusan manusia dan pujian syukur bagi Allah serta pengudusan manusia. Dalam Sacrosanctum Concilium art. 26 menegaskan doa- doa liturgis bukan tindakan perseorangan melainkan tindakan Gereja. Meskipun dilakukan oleh perorangan, namun tindakan itu dilakukan atas nama seluruh Gereja. Martasudjita 2000: 247 mengungkapkan devosi sebagai kegiatan non- liturgis meskipun Gereja Katolik telah mengenalnya. Sacrosanctum Concilium art. 13 mengungkapkan, devosi harus selaras dengan liturgi kudus, bersumber pada liturgi, dan mengantar umat kepada perayaan liturgi. Semua kegiatan devosional harus memuncak pada perjumpaan dengan Allah dalam perayaan liturgis. Devosi yang benar mestinya sesuai dengan kehendak Allah dalam kesatuan Gereja katolik untuk mewujudkan gerak hidup rohani. Devosi harus didasarkan pada perjumpaan orang beriman dengan Allah, melalui Kitab Suci, sakramen-sakramen, karya kasih, dan dalam hati nurani umat beriman. Devosi sejati tidak didasari harapan agar Tuhan memenuhi kebutuhan pribadi. Tetapi, didasarkan semangat untuk bertobat dan keyakinan akan iman Yesus Kristus Sylvia Marsidi, 2011: 11-12. Devosi yang benar akan menjadi tempat bertumbuhnya iman dan kasih persaudaraan demi kemuliaan-Nya. 57 Darminta 1995: 39-41 mengungkapkan kriteria-kriteria devosi yang benar dengan dua kriteria yaitu obyektif dan subyektif. Kriteria obyektif yaitu devosi merupakan dorongan Roh Kudus yang mempunyai arti bahwa devosi harus disetujui oleh Gereja. Devosi sebaiknya mampu memupuk transformasi manusia ke dalam Kristus dengan pengertian bahwa semakin menghayati rasa-perasaan Yesus, tidak hanya sebagai sikap batin tetapi juga tindakan. Kriteria subyektif yang mendasari devosi yang benar adalah devosi dapat menyentuh batin seseorang dengan pengertian devosi mampu memberikan dorongan kepada umat beriman untuk mendekatkan setiap pribadi kepada Allah. Devosi itu teguh berdasarkan iman yang benar, baik keyakinan maupun pengayatannya terbebas dari rasa keragu-raguan. Devosi harus mampu mempertahankan dan menumbuhkan sikap tanpa pamrih dalam pengabdian kepada Allah dan hidup demi kepentingan bersama. Devosi pada prakteknya menimbulkan rasa penyerahan diri secara total dalam pengabdian kepada Allah dan tidak berlandaskan pada kepentingan atau kebutuhan sesaat umat beriman. Devosi menjadi media umat beriman untuk selalu bersyukur dan berserah kepada Allah.

5. Bentuk-bentuk Devosi

Banyak bentuk dan cara yang digunakan oleh umat beriman untuk mewujudkan iman kepercayaan kepada Allah. Misteri iman yang berkaitan dengan kehidupan iman manusia menjadi salah satu modal sebagai bentuk devosi yang selama ini berkembang di tengah umat beriman. Gereja mengakui segala 58 praktek ulah kesalehan SC, art. 12 yang ada dalam kehidupan umat beriman. Ulah kesalehan atau lebih terkenal dengan istilah devosi yang selama ini dilaksanakan oleh umat beriman haruslah bersumber pada liturgi dan mengantar kepada liturgi. Kecuali jalan salib, devosi yang sering dilaksanakan dalam kehidupan umat beriman adalah devosi kepada Bunda Maria, devosi kepada Hati Yesus Yang Mahakudus, dan devosi kepada Orang Kudus.

a. Devosi kepada Maria

Devosi yang ditujukan kepada Perawan Maria, karena peran Maria dalam rencana karya keselamatan Allah di dunia ini. Gereja Katolik menghormati dan menjunjung tinggi Maria, sebagai teladan orang beriman. Kesetiaan dan kedewasaan Maria semasa hidupnya, sangat dijunjung tinggi dan dijadikan teladan oleh semua orang beriman Harjawiyata, 1993:81. Gereja Katolik merayakan 3 tiga pesta liturgis besar bagi Maria untuk menghormati peran serta-Nya dalam karya penyelamatan di dunia. 3 tiga pesta besar yang ditujukan kepada Maria yaitu pada tanggal 1 Januari memperingati Maria Bunda Allah, tanggal 15 Agustus memperingati Maria diangkat ke Surga, dan tanggal 8 Desember memperingati Santa Perawan Maria dikadung tanpa noda Maria Immaculata. Gereja Katolik juga menetapkan bulan Mei sebagai bulan Maria dan bulan Oktober sebagai bulan Rosario. Rosario yang mempunyai arti karangan bunga mawar terdiri dari beberapa butir manik-manik yang didoakan secara bergantian dengan merenungkan peristiwa iman bunda Maria. Rosario sendiri mempunyai tujuan untuk membangkitkan iman, harapan, dan kasih umat 59 beriman. Sebagai salah satu bentuk devosi khusus kepada bunda Maria, rosario berperan sebagai perantara kepada Allah dengan cara merenungkan misteri- misteri penyelamatan Groenen, 1988:177. Selain berdevosi kepada Maria, Gereja Katolik juga mempraktikan kebiasaan berziarah di tempat-tempat yang dipercaya sebagai tempat penampakan Maria. Lourdes Perancis, Guadalupe Mexico, Fatima Portugal menjadi tempat peziarahan yang paling sering dikunjungi oleh umat di seluruh dunia karena boleh dipercaya sebagai tempat penampakan Bunda Maria. Dalam perkembangannya banyak tempat peziarah lokal untuk Maria, seperti gua Maria Sendang Sono, gua Maria Sriningsih, gua Maria Kerep, gua Mawar, gua Jatiningsih, dan sebagainya Martasudjita 2011: 261. Luk 1:48-49 mengungkapkan pokok devosi kepada Maria ialah menyadari dan menghayati karya agung Allah yang terlaksana dalam diri Maria, yang dipilih Allah menjadi Bunda Kristus. Kesetiaan dan keteladanan Maria merupakan proses keselamatan yang dimulai oleh Maria dan sekarang dilanjutkan oleh Gereja LG, art. 52. Lumen Gentium art. 53 menyatakan bahwa tempat dan kedudukan Maria dalam Gereja Katolik adalah anggota Gereja yang paling mulia dilihat dari seluruh proses karya penyelamatan.

b. Devosi kepada Hati Yesus Yang Maha Kudus

Dasar devosi kepada Hati Yesus Yang Maha Kudus adalah iman kepada cinta Yesus dan Bapa, cinta Yesus kepada manusia menjadi wujud konkret cinta Allah kepada Manusia. Hati Yesus Yang Maha Kudus menjadikan Yesus seperti 60 Bapa-Nya yang juga kudus. Devosi ini mewujudkan bentuk peyerahan diri secara total kepada Allah. Devosi ini dikembangkan oleh Santa Gertrudis dari Helfta dan Santa Mechtildis pada abad pertengahan. Namun baru tersebar luas ketika abad ke-17 oleh Santo Yohanes Eudes, St. Klaudius la Colombiere dan Santa Margaretha Maria Alacoque. Hati Yesus menjadi obyek inderawi dan cinta-Nya menjadi obyek rohani dalam devosi ini. Isi devosi ini adalah iman kepada cinta Yesus kepada Bapa. Devosi ini berkembang dengan cara digabungkan bersama dengan devosi kepada Sakramen Maha Kudus. Penggabungan ini nampak dalam pesta liturgis pada hari raya Tubuh dan Darah Kristus. Praktik dari devosi ini adalah penghormatan kepada Hati Kudus Yesus dan dilanjutkan dengan menyambut Sakramen Maha Kudus selama sembilan kali pada setiap Jumat pertama dalam bulan Harjawiyata, 1993: 80. Devosi Hati Yesus Yang Mahakudus merupakan salah satu bentuk ungkapan iman yang mengungkapkan relasi umat beriman dengan Allah dalam bentuk sembah sujud dan ungkapan kasih kepada Allah sebagai perwujudan iman. Devosi ini diharapkan mampu membawa perubahan akan cinta Allah kepada umat beriman seperti halnya cinta Allah kepada Yesus sebagai Putra-Nya maupun manusia. Percaya secara total akan kasih Allah kepada ciptaan menjadikan umat beriman menjadi lebih kuat dalam berpijak diatas pondasi iman dan bimbingan yang mengarah kepada hidup dan gerak nyata di dunia. Devosi Hati Yesus Yang Mahakudus mengajak umat beriman untuk melakukan pertobatan secara radikal untuk menuju jalan keselamatan sebagai wujud tanggapan umat beriman akan 61 cinta Allah. Cinta dan pemberian tak bersyarat yang dilakukan Yesus di salib mengundang umat beriman untuk ikut ambil bagian dalam pemulihan dosa bagi sesama dengan cara bermatiraga, amal bakti, dan berdoa. Umat beriman yang ingin meledani sikap Yesus dalam devosi Hati Yesus Yang Mahakudus perlu memahami cinta-Nya. Cinta Yesus adalah tindakan spontan yang muncul dari kesadaran-Nya akan kebersatuan-Nya dengan Allah, diri-Nya, sesama, dan alam semesta. Dengan memahami cinta Yesus, umat beriman diajak untuk mempraktikan cinta kasih dalam kehidupan aktif maupun kontemplasi. Cinta yang dikobarkan dalam diri Yesus tidak pernah berhenti namun senantiasa dalam pergerakan terus-menerus. Haryono 2011b: 40 menyimpulkan bahwa devosi Hati Yesus Yang Mahakudus merupakan sumber spiritualitas yang membebaskan. Spiritualitas yang berpusat pada cinta Allah dan sikap hormat yang dilakukan Yesus. Cinta Allah sebagai proses pertobatan yang dinamis dari dosa menuju suatu komitmen solidaritas pada sesama, perjuangan melawan ketidakadilan, serta membangun dunia yang lebih baik.

c. Devosi kepada Orang Kudus

Devosi kepada Orang Kudus melekat dalam kehidupan Gereja Katolik. Gereja Katolik mempercayai apabila berdevosi dan merayakan pesta Orang Kudus berarti ikut ambil bagian dalam mewartakan iman dan karya-karya Allah dalam hamba-hamba-Nya SC, art. 9. Berkat karya Allah dalam hamba-hamba-Nya umat beriman menjadi terang dunia dan memuliakan Allah di hadapan umat lain dengan meneladaan para kudus. 62 Gereja Katolik menghayatai devosi Para Kudus dengan berbagai cara, seperti pesta Orang Kudus dalam kalender liturgi, Para Kudus pelindung baptis atau pelindung Gereja, tempat, dan lainnya. Gereja menggunakan nama Orang Kudus tersebut dengan maksud ingin meneladan sikap-sikap hidupnya sehingga umat beriman dapat hidup sesuai dengan kehidupan orang kudus dalam kehidupan sehari-hari. Gereja Katolik percaya bahwa para kudus adalah anggota Gereja yang sudah menang dan sudah mencicipi kebahagiaan surgawi Harjawiyata, 1993: 82. Gereja Katolik memiliki berbagai cara untuk menghormati Orang Kudus seperti halnya peringatan hari Orang-orang Kudus yang terdaftar pada kalender liturgi. Pada bulan November secara khusus Gereja memperingati Para Kudus, tepat tanggal 1 November adalah Hari Raya Semua Orang Kudus. Bulan November Gereja memohon dengan perantaraan Orang Kudus untuk mendoakan umat beriman yang masih berjuang dalam hidup di dunia. Bentuk lain dari devosi kepada Orang Kudus adalah litani Orang Kudus yang sering didaraskan pada saat malam paskah, tahbisan imam, tiga hari menjelang pesta kenaikan, dan pada saat upacara-upacara tertentu. Litani Orang Kudus mempunyai pengertian sebagai doa yang dipanjatkan dengan penuh permohonan maupun tanggapan akan kasih Allah melalui perantara Para Orang Kudus. Orang Kudus dipercaya sebagai saksi karya agung Yesus di dunia ini dan sebagai pewarta rahmat Allah. Devosi kepada Para Kudus tidak diarahkan kepada para santo ataupun santa, namun ditujukan kepada Allah. Peran para santo ataupun santa hanyalah sebagai perantara menuju kepada Allah Haryono, 2011b: 121. 63

6. Makna Devosi Bagi Umat

Haryono 2011a: 141-150 mengungkapkan peranan devosi sebagai kekuatan yang memperdekaan. Devosi dikatakan sebagai kekuatan pemerdekaan karena mendorong kemampuan untuk saling mengampuni, mengangkat kemanusiaan dengan segala martabatnya, dan mendorong umat menyadari kesetaraan manusia di hadapan Allah. Selain itu devosi juga mengingatkan akan sikap keadilan dan cinta kasih. Cinta kepada Allah dan sesama 1 Yoh 4:7-20 dan mencintai sesama yang menderita, miskin, dan tertindah Mat 25:31-36 merupakan ciri publik devosi. Devosi mengarahkan umat pada pembangunan jemaat dan keterlibatan sosial. Keluarga merupakan bentuk pembangunan jemaat yang otentik yang berakar dari iman. Keluarga yang partisipatif dan bertanggung jawab berkaitan erat dengan komunitas iman. Komunitas iman berdevosi sesuai dengan kontekstual dengan hidup saat ini sehingga melahirkan kesaksian, pelayanan, dan kasih dalam pribadi Kristiani. Devosi mampu membangun kesadaran akan realitas sekitarnya, peka akan penderitaan, sumber ketidakadilan, serta kerinduan pembebasan personal maupun komuniter. Devosi mencari kepenuhan mendesak atas kebutuhan sosial. Dalam devosi ditemukan unsur-unsur keagamaan yang menginspirasi dan membantu perjuangan hidup. Martasudjita 1999: 45 mengungkapkan bahwa devosi membawa umat akan pengalaman pribadi bersama Allah menjadi sungguh hidup, menyuburkan, dan membawa kepada penghayatan liturgi yang lebih kaya. Umat dapat merasakan penghayatan iman devosional yang personal dan subyektif dengan 64 penghayatan kebersamaan orang beriman dalam Gereja secara seimbang dalam liturgi resmi Gereja. Devosi tidak dilepaskan dari liturgi Gereja, tetapi diintegrasikan di dalamnya sehingga devosi mendapaatkan tempat yang sehat dan benar dalam kehidupan umat beriman. Darminta 1993: 74 mengungkapkan bahwa devosi membantu umat beriman untuk mewujudkan persembahan diri melalui ibadah dan pengabdian yang tulus kepada Allah sang pencipta. Persembahan diri yang dilakukan oleh umat selalu didasari dengan semangat cinta atas sikap-sikap batin yang muncul melalui doa maupun devosi dihadapan Allah. Sikap-sikap batin yang dimiliki oleh umat beriman dalam melaksanakan devosi kepada Allah secara tak langsung dapat membentuk sikap religius dalam diri umat beriman ketika menjalani kehidupan sehari-hari.

B. Devosi Jalan Salib

Devosi jalan salib adalah devosi umat yang biasanya dilaksanakan pada masa prapaskah. Devosi yang mengajak umat untuk merenungkan kisah sengsara dan wafat Yesus di dunia untuk menebus dosa manusia. Devosi jalan salib merupakan prosesi umat beriman dengan melewati 14 perhentian kisah sengsara dan wafat Yesus. Kisah sengsara dan wafat Yesus menjadi harapan dan gambaran akan kesetiaan-Nya kepada Allah yang juga Bapa bagi Yesus. Umat percaya dengan melaksanakan devosi jalan salib, mereka mampu mendapatkan sikap yang sabar dan mempunyai sikap percaya akan rencana indah Allah dalam penyelenggaraan kehidupan manusia agar terbebas dari kuasa jahat. 65

1. Pengertian Devosi Jalan Salib

Martasudjita 2011: 258 berpendapat bahwa devosi jalan salib merupakan devosi yang membantu umat dalam menghayati dan merenungkan penderitaan dan wafat Yesus Kristus. Devosi jalan salib menjadi sarana bagi umat untuk semakin mengerti mengenai penebusan dosa yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus. Gereja Katolik melaksanakan devosi jalan salib secara serentak pada saat masa prapaskah. Gereja berpendapat bahwa setiap penderitaan yang dirasakan umat dipandang sebagai jalan salib. Penderitaan menjadi salah satu momentum kebersamaan antara umat dan Yesus dalam menempuh perjuangan memikul salib demi melaksanakan kehendak Allah bagi penyelamatan dunia. Seperti dalam Luk 9:23 berbunyi “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku”. Doa jalan salib yang biasanya dikenal oleh umat adalah doa jalan salib dengan 14 perhentian seperti yang berada pada buku Madah Bakti maupun buku Puji Syukur MB, no: 388; bdk. PS no: 201. Urutan-urutan 14 perhentian tersebut adalah, perhentian pertama “Yesus dijatuhi hukuman mati” Yoh 18:38-19-16, perhentian kedua “Yesus memanggul salib” Yoh 19:17, perhentian ketiga “Yesus jatuh untuk pertama kali”, perhentian keempat “Yesus berjumpa dengan ibu-Nya” Mat 12:50, perhentian kelima “Yesus ditolong Simon dari Kirene” Luk 23:26, perhentian keenam “Wajah Yesus diusap oleh Veronika”, perhentian ketujuh “Yesus jatuh kedua kalinya”, perhentian kedelapan “Yesus menghibur perempuan-perempuan yang menangisi-Nya” Luk 23:28, perhentian kesembilan “Yesus jatuh untuk ketiga kalinya”, perhentian kesepuluh “Pakaian Yesus 66 ditanggalkan” Yoh 19:23-24, perhentian kesebelas “Yesus disalibkan” Mrk 15:22-24a, perhentian keduabelas “Yesus mati di salib” Luk 23:44-46, perhentian ketigabelas “Yesus diturunkan dari salib” Mrk 15:42-46, dan perhentian keempatbelas “Yesus dimakamkan” Yoh 19:40-42. Doa jalan salib dilaksanakan dengan cara membacakan setiap perhentian dan dilanjutkan dengan ucapan pemimpin “kami menyembah Dikau, ya Tuhan, dan bersyukur kepada-Mu” kemudian dijawab oleh umat “sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia”. Pembacaan renungan singkat setiap perhentian dilakukan oleh pemimpin doa dengan membacakan kutipan Kitab Suci dan dilanjutkan dengan renungan mengenai keadaan yang sesuai dengan keadaan umat yang ada. Doa singkat dilaksanakan setelah renungan dan ditutup dengan ungkapan “ya Allah, kasihihanilah kami orang berdosa”. Sebagai penutup dan pengantar perpindahan perhentian maka dinyanyikan sebuah lagu untuk mengenang sengsara Yesus PS, no : 201. Ada beberapa bentuk doa jalan salib yang beredar ditengah umat. Selain dari Madah Bakti dan Puji Syukur yang menggunakan 14 perhentian, ada pula devosi jalan salib yang menggunakan 15 perhentian seperti yang diungkapkan oleh Leonardo Boff dalam bukunya yang berjudul Jalan Salib Jalan Keadilan dan Michael Heinz dalam bukunya yang berjudul Jalan Salib: Yesus Sang Perantau dan Pengungsi . Perbedaan yang nampak adalah cara penghayatan pada setiap perhentian dan juga tambahan satu perhentian pada akhir setelah Yesus dimakamkan. Perhentian tambahan tersebut ialah Yesus yang bangkit dari alam kematian. Berbeda dengan M. Heinz 2006: viii yang mengubah setiap peristiwa 67 sengsara Yesus dengan peristiwa sejak Yesus dilahirkan hingga Yesus bangkit di tengah para murid. Jalan salib jalan keadilan merupakan bentuk jalan salib dengan 15 perhentian. Urutan 14 perhentian sama dengan jalan salib lainnya, hanya ada satu tambahan pada perhentian terakhir yaitu Yesus bangkit ke kehidupan dalam kepenuhan-Nya. Permenungan dalam devosi jalan salib ini terbagi menjadi dua, permenungan pada masa Yesus dan pada masa kini. Permenungan dalam perhentian pertama “Yesus dihukum mati”, ditinjau dari masa Yesus hal ini merupakan bakti-Nya kepada Allah. Difitnah, ditinggalkan, ditolak, diancam, dan dihukum mati merupakan jalan yang harus ditempuh Yesus untuk menebus dosa- dosa manusia. Yesus tidak pernah melawan ataupun memberontak akan kejadian- kejadian yang menimpa diri-Nya. Sikap inilah yang mencerminkan ketaatan Yesus pada Allah dan kepada orang yang berkehendak baik. Bila dibandingkan dengan masa kini Yesus diumpamakan dengan orang-orang yang rela berjuang untuk masyarakat kecil yang tak berdaya dan memohon keadilan. Para relawan yang mendapatkan tantangan hingga rela mati demi masyarakat yang dibelanya tanpa sedikitpun penyesalan Boff, 1992: 154. Jalan salib yang berbeda diperlihatkan oleh Heinz 2006: 1-57 dengan merubah semua perhentian. Perhentian pertama “Maria dan Yosef melarikan diri ke mesir bersama kanak-kanak Yesus” Mat 2:13-15, perhentian kedua “Yesus dicobai iblis di Padang Gurun” Mat 4:1-11, perhentian ketiga “Yesus pergi dan berdiam di Galilea” Mat 4:12-16, perhentian keempat “Yesus dikhianati Yudas” Mat 26:12-26, perhentian kelima “Yesus berdoa di taman Getsemani” Mat 68 26:36-39, perhentian keenam “Yesus Ditangkap” Mat 26:47-50, perhentian ketujuh “Yesus diinterogasi imam-imam kepala” Mat 26:59-63, perhentian kedelapan “Yesus dijatuhi hukuman mati” Mrk 15:6-15, perhentian kesembilan “Yesus terjatuh di bawah beratnya tindihan salib” Luk 23:27-28, perhentian kesepuluh “Simon dari Kirene membantu Yesus memanggul salib-Nya” Luk 23:26, perhentian kesebelas “Yoh 19:23-24”, perhentian keduabelas “Yesus disalibkan bersama dengan dua orang penyamun” Mrk 15:25-27, perhentian ketigabelas “beberapa perempuan berdiri dekat salib Yesus” Yoh 19:25-27, perhentian keempatbelas “Yesus wafat di salib” Mat 27:49-50, dan perhentian kelimabelas “Yesus yang bangkit menemani para murid-Nya” Luk 24:13-32 Heinz, 2006: 57. Devosi jalan salib dengan lima belas perhentian ini memiliki arti kesinambungan sejak awal hidup Yesus di dunia hingga berakhir pada kemuliaan Yesus setelah wafat di kayu salib dengan penuh kehinaan. Devosi jalan salib ini membuktikan bahwa bentuk devosi jalan salib dapat berubah sesuai dengan kebutuhan umat beriman. Perhentian tetap sama ataupun berbeda namun renungannya dapat disesuaikan dengan keadaan umat yang ada. Oleh sebab itu devosi jalan salib merupakan kebaktian non-liturgis yang berkembang di dalam Gereja Katolik. Susunan devosi jalan salib dapat disusun sesuai dengan kebutuhan umat yang melaksanakannya. Dikatakan sebagai kebaktian non-liturgis karena sifatnya yang dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan uamt yang melaksanakan terutama dalam renungan tanpa mengganti susunan pemberhentian Leks, 1990: 18.

Dokumen yang terkait

Devosi Marial Kebaktian Santa Perawan Maria dalam Gereja Roma Katolik

0 25 81

Aplikasi Pengolahan Arsip pada Gereja Katolik Santa Perawan Maria yang terkandung Tak Bernoda Garut

0 18 199

Aplikasi Pengolahan Arsip pada Gereja Katolik Santa Perawan Maria yang terkandung Tak Bernoda Garut

0 15 199

KEPUASAN UMAT PAROKI GEREJA KUMETIRAN KEPUASAN UMAT PAROKI GEREJA KUMETIRAN TERHADAP BULETIN KOMPAK (Studi Deskriptif Kuantitatif tentang Kepuasan Umat Paroki Gereja Hati Santa Perawan Maria Tak Bercela Kumetiran Yogyakarta terhadap Buletin KOMPAK).

0 2 21

PENDAHULUAN KEPUASAN UMAT PAROKI GEREJA KUMETIRAN TERHADAP BULETIN KOMPAK (Studi Deskriptif Kuantitatif tentang Kepuasan Umat Paroki Gereja Hati Santa Perawan Maria Tak Bercela Kumetiran Yogyakarta terhadap Buletin KOMPAK).

0 4 34

EVALUASI STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN PENERIMAAN KAS PAROKI HATI SANTA PERAWAN MARIA TAK BERCELA EVALUASI STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN PENERIMAAN KAS PAROKI HATI SANTA PERAWAN MARIA TAK BERCELA KUMETIRAN YOGYAKARTA.

0 2 16

BAB I EVALUASI STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN PENERIMAAN KAS PAROKI HATI SANTA PERAWAN MARIA TAK BERCELA KUMETIRAN YOGYAKARTA.

0 2 12

PENUTUP EVALUASI STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN PENERIMAAN KAS PAROKI HATI SANTA PERAWAN MARIA TAK BERCELA KUMETIRAN YOGYAKARTA.

0 2 7

Penghayatan spiritualitas keterlibatan umat berinspirasi pada Santa Maria dalam hidup menggereja di Paroki Santa Maria Kota Bukit Indah Purwakarta.

0 0 189

Sumbangan katekese umat dalam rangka meningkatkan penghayatan iman umat Lingkungan Santo Yusuf, Berut, Wilayah Santa Marta, Sumber, Paroki Santa Maria Lourdes, Sumber, Magelang, Jawa Tengah melalui Shared Christian Praxis.

8 70 209