Costumer centric. Financial Result. Management Engagement. Resources Commitment. Execution Infrastructur Penelitian Terdahulunggunakan metode

4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang diinginkan pelanggan menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ. 5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ menentukan nilai maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ. 6. Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target Six Sigma. Sumber: “Pedoman Implementasi Six Sigma”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz, Vincent, 2002. Perusahaan yang telah menerapkan metode ini salah satunya adalah Motorola. Beberapa keberhasilan Motorola yang patut dicatat dari aplikasi program Six Sigma adalah sebagai berikut :  Peningkatan produktivitas rata-rata : 12,3 per tahun.  Penurunan COPQ cost of poor quality lebih dari 84 .  Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7 .  Penghematan biaya manufakturing lebih dari 11 miliar.  Peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata : 17 dalam penerimaan, keuntungan dan harga saham Motorola.

2.5.2. Faktor Penentu Dalam Six Sigma

Dijelaskan pula bahwa faktor penentu dalam pelaksanaan Six Sigma ini antara lain:

a. Costumer centric.

Pelanggan adalah tujuan utama Six Sigma dimana kualitas dari produk diukur melalui perspektif pelanggan dengan jalan : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 1 Voice of coctumer VOC, menyatakan keinginan pelanggan. 2 Requirements, masukan dari VOC ditransfer secara spesifik dengan elemen yang dapat diukur. 3 Critical to quality CTQ, permintaan yang paling penting bagi pelanggan. 4 Defect, bagian yang kurang memenuhi spesifikasi.

b. Financial Result.

Total Quality Management TQM dikenal lebih dahulu dari pada Six Sigma. Pada TQM sendiri susah menentukan hal mana yang dijadikan prioritas utama bahkan hampir semua proyek yang dikerjakan mengenakan biaya pada pelanggan dan penanam saham, sehingga dapat menghasilkan banyak biaya. TQM sering dipimpin oleh pihak yang paling kurang pemahaman terhadap pengendalian kualitas dan cenderung menemukan cara pengukurannya sendiri. Sedangkan Six Sigma mengakomodasikan penurunan biaya dan kenaikan pendapatan.

c. Management Engagement.

Pada penerapan Six Sigma ini selain pada proses juga memerlukan perhatian dan kerjasama pada semua lini manajemen perusahaan.

d. Resources Commitment.

Komitmen untuk maju lebih ditekankan daripada jumlah personel yang terlibat dalam implementasi ini. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. e. Execution Infrastructure. Six sigma didukung oleh infrastruktur yang berisi orang-orang dari top management sampai operasional dimana keseluruhannya memiliki fokus yang sama yaitu kepuasan pelanggan. Sumber: “Lean Six Sigma”, McGraw-Hill Companies, Inc George, Michael L, 2002.

2.6. DMAIC define, measure, analyze, improve, control

Proses perbaikan dalam Six Sigma dikenal dengan Define, Measure, Analyze, Improve, Control DMAIC. Siklus DMAIC merupakan proses kunci dalam six sigma melakukan peningkatan secara continous dengan menghilangkan proses yang tidak produktif dan berfokus pada pengukuran-pengukuran dalam menerapkan perbaikan untuk peningkatan kualitas menuju target six sigma. Tahapan DMAIC menurut Gaspersz 2002 adalah sebagai berikut :

1. Define

Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk dilakukan adalah identifikasi produk danatau proses yang akan diperbaiki. Kita harus menetapkan prioritas utama tentang masalah-masalah danatau kesempatan peningkatan kualitas mana yang akan ditangani terlebih dahulu. Pemilihan proyek terbaik adalah berdasarkan pada identifikasi proyek yang sesuai dengan kebutuhan, kapabilitas dan tujuan organisasi. Langkah kedua yaitu pernyataan tujuan proyek harus ditetapkan untuk setiap proyek Six Sigma yang terpilih. Pernyataan tujuan yang benar adalah apabila mengikuti prinsip SMART sebagai berikut : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.  Specific : Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus bersifat spesifik yang dinyatakan dengan tegas. Tim peningkatan kualitas Six Sigma harus menghindari pernyataan-pernyataan tujuan yang bersifat umum dan tidak spesifik. Pernyataan tujuan seyogianya menggunakan kata kerja, seperti : menaikkan, menurunkan, menghilangkan, dan lain – lain.  Measurable : Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat diukur menggunakan indikator pengukuran yang tepat guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan-ulang, dan tindakan perbaikan diwaktu mendatang. Pengukuran harus mampu memunculkan fakta-fakta yang di-nyatakan secara kuantitatif menggunakan angka-angka.  Achievable : Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat dicapai melalui usaha - usaha yang menantang challenging effort.  Result-oriented: Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus berfokus pada hasil-hasil berupa pencapaian target-target kualitas yang ditetapkan, yang ditunjukkan melalui penurunan DPMO defect per million opportunities, peningkatan kapabilitas proses cpm;cpmk, dan lain - lain. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.  Time-bound : Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus menetapkan batas waktu pencapaian tujuan itu dan harus dicapai secara tepat waktu. Gasperz,2002. 2. Measure Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap Measure, yaitu : 1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas CTQ kunci yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan. 2. Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada tingkat proses, output dan outcome. Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu kita harus membedakan apakah data yang diukur itu merupakan data variabel atau data atribut. Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume. Data atribut merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut bersifat diskrit. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan lain-lain. 3. Mengukur kinerja sekarang current performance pada tingkat proses, output, dan outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja performance baseline pada awal proyek Six Sigma. Baseline kinerja dalam proyek Six Sigma biasanya diterapkan menggunakan satuan pengukuran DPMO dan tingkat kapabilitas sigma sigma level. Sesuai dengan konsep pengukuran yang biasanya diterapkan pada tingkat proses, output dan outcome, maka baseline kinerja juga dapat ditetapkan pada tingkat proses, output dan outcome. Pengukuran biasanya dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output dari proses dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.

3. Analyze

Tahap ini merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah beberapa hal sebagai berikut : 1. Menentukan kapabilitaskemampuan dari proses. Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas six sigma ditunjukkan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk menuju tingkat kegagalan nol. Kemampuan proses didefinisikan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. sebagai “ukuran statistik dari variansi yang inheren pada suatu peristiwa tertentu dalam proses yang stabil.” Cpm =   2 2 6 s T x LSL USL    2.5 Dimana : Cpm = indeks kapabilitas proses Process Capability Indeks USL = batas spesifikasi atas Upper Specification Limit LSL = batas spesifikasi bawah Lower Specification Limit T = target s = standart deviasi x = arithmetic mean Kriteria penilaian indeks kapabilitas proses sebagai berikut : Cpm 2,00 : maka proses dianggap mampu capable Cpm = 1,00 – 1,99 : maka proses dianggap mampu namun perlu upaya upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia. Cpm 1,00 : maka proses dianggap tidak mampu not capable, Semakin tinggi Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas yang diinginkan pelanggan. Menurut Vincent 2002:350 bahwa analisis kapabilitas proses Cpm dan Cpk tidak dapat diterapkan pada data atribut karena data tersebut mengikuti Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. pola distribusi binomium. Data atribut sering berbentuk kategori atau klasifikasi seperti : baikburuk, sukses atau gagal. 2. Mengidentifikasi sumber–sumber dan akar penyebab kecacatan atau kegagalan. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kegagalan, dapat menggunakan Fishbone diagram cause and effect diagram. Dengan analisa cause and effect, manajemen dapat memulai dengan akibat sebuah masalah, atau dalam beberapa kasus, merupakan akibat atau hasil yang diinginkan dan membuat daftar terstruktur dari penyebab potensial. Setelah akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan, dimasukkan ke dalam cause and effect diagram yang telah mengkategorikan sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu : 1 Manpower tenaga kerja . 2 Machines mesin-mesin . 3 Methods metode kerja . 4 Material bahan baku dan bahan penolong . 5 Media surat kabar. 6 Motivation motivasi . 7 Money keuangan . Analyze dapat disajikan dalam sebuah siklus gambar 2.4. Siklus didapatkan dengan menghasilkan dan dengan mengevaluasi “hipotesis-hipotesis” terhadap penyebab masalah. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Gambar 2.4. Siklus hipotesis analisis dari akar masalah Sumber : Peter S.P. Etal., 2002:87. Sebagaimana diindikasikan oleh diagram siklus analisis, ada 2 sumber kunci dari input untuk menentukan penyebab sesungguhnya dari masalah yang ditargetkan, yaitu :

1. Analisis data

Menggunakan ukuran-ukuran data yang telah dikumpulkan, atau data baru yang dikumpulkan dalam fase analyze - untuk membedakan pola-pola, kecenderungan, atau faktor-faktor lain mengenai masalah yang menunjukkanmembuktikantidak membuktikan penyebab-penyebab yang mungkin.

2. Analisis proses

Penyelidikan yang lebih dalam dan memahami bagaimana pekerjaan dilakukan untuk mengidentifikasi inkonsistensi, “disconnect”, atau bidang- Analisa data proses Memperbaiki menolak hipotesis Analisa data proses Membuat hipotesa kausal Mengkonfirmasi memilih penyebab vital Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. bidang masalah yang mungkin menyebabkan atau memberikan kontribusi terhadap masalah. Jika digabungkan, ke-2 strategi tersebut akan menciptakan analisis six sigma yang kuat.

4. Improve

Bertujuan untuk menerapkan dan mengimplementasikan rencana tindakan perbaikan yang ada dalam setiap proyek Six Sigma untuk menghilangkan akar-akar penyebab dan mencegah agar penyebab-penyebab tersebut tidak terulang lagi.

5. Control

Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan dimana praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarluaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses, yang berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini. Berikut adalah pendekatan siklus DMAIC dalam Six Sigma menurut Gaspersz, 2007 Six Sigma adalah sebagai berikut : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Gambar 2.5. Siklus DMAIC Siklus DMAIC merupakan proses kunci dalam six sigma melakukan peningkatan secara continous dengan menghilangkan proses yang tidak produktif dan berfokus pada pengukuran-pengukuran dalam menerapkan perbaikan untuk peningkatan kualitas menuju target six sigma Dibawah ini adalah proses perbaikan dalam six sigma menurut Gaspersz, 2007 Six Sigma meliputi tahap Define, Measure, Analyze, Control, Improve adalah sebagai berikut : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Gambar 2.6. Proses Perbaikan Dalam Six Sigma Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Gambar diatas menggambarkan langkah-langkah pendekatan pada siklus DMAIC dalam Six Sigma. Tahap pertama yaitu tahap Define, tahap ini merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini langkah-langkah yang harus dilakukan adalah : 1 mengidentifikasi kesempatan, 2 membentuk team dan lingkup atau tujuan proyek. Pada tahap kedua adalah Measure. Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah yang diharuskan pada tahap ini adalah 3 menganalisa proses yang berjalan, 4 menentukan hasil yang dinginkan. Tahap yang ketiga yaitu Analyze, tahap ini merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, langkah yang harus dilakukan adalah 5 mengidentifikasi penyebab utama dan solusi yang ditetapkan. Setelah mengidentifikasi penyebab utama maka yang harus dilakukan adalah 6 mengutamakan rencana dan solusi yang ditetapkan dan 7 memperbaiki serta menerapkan solusi tersebut. Kedua langkah tersebut dilakukan pada tahap Improve. Tahap yang terakhir adalah tahap Control, tahap ini merupakan tahap operasional terakhir dalam proyek peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah yang harus dilakukan pada tahap ini adalah 8 mengukur kemajuan dan meraih laba dan 10 mengenalkan tim dalam proyek Six Sigma. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, yang berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.6.1. Diagram Pareto

Gambaran tentang suatu diagram yang menunjukkan adanya prosentase cacat terbesar sampai dengan terkecil, untuk prioritas langkah-langkah yang harus diambil dalam perbaikan kualitas, dan dibuat berdasarkan check sheet jenis cacat. Contoh pengukuran tentang suatu diagram yang menunjukkan adanya prosentase cacat terbesar sampai dengan terkecil, sebagai berikut : Table 2.3 Tingkat Kecacatan NO Jenis Cacat Jumlah Data Prosentase Jumlah Komulasi Komulasi 1 Pemasangan salah arah 10 35,71 10 35,71 2 Pemasangan salah tempat 8 28,57 18 64,28 3 Pemasangan kurang rapat 6 21,43 24 85,71 4 Komponen rusak 4 14,29 28 100 28 100 36 20 17 7 45 70 91,25 100 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 B A C D Jenis Cacat Ju m lah D at a 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Pr ose nt asi K om ul a ti f G ambar 2.7 Diagram pareto Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Diagram Pareto menjelaskan jumlah dan prosentase serta akumulasi jumlah cacat mulai cacat yang terbesar hingga yang terkecil dari suatu produk. Dari Diagram Pareto diatas untuk perakitan Mini Scooter terlihat bahwa jenis cacat mulai dari yang terbesar adalah pemasangan salah arah, pemasangan salah tempat, pemasangan kurang rapat dan komponen rusak dengan prosentase cacat terbesar 35,71 pada pemasangan salah arah.

2.6.2. Defect Concentration Diagram

Merupakan salah satu alat pengendalian kualitas yang digunakan sebagai alat untuk memastikan lokasi defect yang dapat memberikan informasi tentang penyebab potensial defect. Konsep utama adalah menunjukkan secara langsung letak cacat yang terjadi pada spesimen dengan memberi tanda khusus pada gambar spesimen.

2.6.3. Cause–Effect Diagram

Diagram ini disebut juga dengan diagram tulang ikan karena bentuknya seperti ikan. Selain itu disebut juga dengan diagram Ishikawa karena yang menemukan adalah Prof. Ishikawa yang berasal dari Jepang. Diagram ini digunakan untuk menganalisa dan menemukan faktor–faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja, mencari penyebab–penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah. Ada 5 faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan yaitu : metode kerja, mesinperalatan lain, bahan baku, dan pengukuran kerja. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Gambar 2.8. Fishbone Diagram Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman 2002, “The Six Sigma Way”, Penerbit Andi, Jogyakarta. Mengapa hanya diklasifikasikan pada 4 point, karena menurut Dr. Kaoru Ishikawa dalam bukunya teknik pengendalian mutu menyatakan hampir separuh kasus yang terjadi di lantai produksi disebabkan oleh bahan mentah, mesin atau peralatan dan metode kerja. Yang kemudian ketiga penyebab tersebut mengakibatkan dispersi produk pada histogram bertambah besar.

1. Scatter Diagram Diagram Pencar

Diagram ini digunakan untuk menemukan atau melihat korelasi dari suatu faktor penyebab yang berkesinambungan terhadap faktor lain. Dari penyebaran Scatter dapat dianalisa hubungan faktor sebab akibat.

2. Control Chart Peta kontrol

Peta kontrol pada dasarnya merupakan alat analisa yang dibuat mengikuti metode Statistik dimana data yang berkaitan dengan kualitas produk atau proses diplot dalam sebuah peta dengan batas kontrol atas BKA dan batas kontrol MUTU PERALATAN BAHAN METODE KERJA PENGUKURAN Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. bawah BKB. Prosedur pengendalian proses Statistik pada jalur yang paling sederhana dapat dilakukan dengan grafik pengendali. Adapun 3 kegunaan pokok grafik pengendali : 1. Pemantauan dan pengawasan suatu proses. 2. Pengurangan variabilitas proses. 3. Penaksiran parameter produk atau proses.

2.6.4. Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat juga sering juga disebut diagram tulang ikan fishbone diagram atau diagram Ishikawa adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab akibat. Bentuk umum diagram sebab–akibat ditunjukkan dalam gambar dibawah ini : V i n c e n t G a s p e r z F i s h b o n e D i a g r a m A K I B A T M o n e y M a t e r i a l s M a c h i n e s M a n p o w e r M e d i a M e t h o d s A k a r P e n y e b a b A k a r P e n y e b a b A k a r P e n y e b a b A k a r P e n y e b a b A k a r P e n y e b a b A k a r P e n y e b a b Gambar 2.9. Bentuk Umum Diagram Sebab Akibat. Diagram Sebab Akibat diatas menjelaskan mengenai sebab-sebab yang mengakibatkan adanya kecacatan dari produk. Dari diagram tersebut dapat terlihat Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. bahwa penyebab kecacatan produk terdiri dari beberapa faktor antara lain Manusia, Contoh : Perhitungan kurang teliti, Perhitungannya terburu-buru. Mesin dan peralatan, Contoh : Alatnya kurang lengkap, Kapasitas peralatan kurang memadai. Material, Contoh : Banyak ukuran yang tidak sesuai, Terlalu rumit. Metode, Contoh : Metode yang digunakam kurang efisien, Metode yang digunakan terlalu banyak. Lingkungan, Contoh : Suasana di Laboratorium terlalu ramai, Panas. Diagram Sebab Akibat ini nantinya akan digunakan untuk melakukan evaluasi dan meminimalkan cacat tersebut serta melakukan perbaikan-perbaikan dari kecacatan produk itu sendiri.

2.6.5. FMEA failure mode effects analyses

Failure mode adalah sejenis kegagalan yang mungkin terjadi, baik kegagalan secara spesifikasi maupun kegagalan yang mempengaruhi konsumen. Dari failure mode ini kemudian dianalisis terhadap akibat dari kegagalan dari sebuah proses terhadap mesin setempat maupun proses lanjutan bahkan konsumen. Pada dasarnya FMEA terbagi menjadi dua yaitu FMEA Design yang dipergunakan untuk memprediksi kesalahan yang terjadi pada design proses produksi, sedangkan FMEA process untuk mendeteksi kesalahan pada saat proses telah dijalankan. FMEA mengevaluasi penyebab terjadinya kegagalan yang berasal dari peralatan atau opersi-operasi yang tidak diperlukan yang menyebabkan terjadinya kegagalan. FMEA bertujuan melakukan perbaikan dengan cara: 1. Mengidentifikasikan model-model kegagalan pada konsumen, peralatan dan system. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 2. Menentukan akibat-akibat yang potensial pada peralatan, system yang berhubungan dengan setiap model kegagalan. 3. Membuat rekomendasi untuk menambah keandalan komponen, peralatan danatau system. FMEA mempunyai beberapa manfaat antara lain sebagai berikut: 1. Mengenali cara-cara dimana suatu proses bisa gagal untuk memenuhi persyaratan pelanggan. 2. Memperkirakan resiko dari sebab-sebab yang ada saat ini. 3. Menilai rencana pengawasan untuk sebab-sebab yang ada pada saat ini. Adapun tahapan-tahapan dari FMEA adalah : 1. Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa, didapatkan dari tahap define dari DMAIC. 2. Melakukan pengamatan terhadap proses yang akan dianalisa. 3. Hasil pengamatan digunakan untuk menemukan defect potensial pads proses. 4. Mengidentifikasi potensial cause penyebab dari kesalahandefect yang terjadi 5. Mengidentifikasikan akibat effect yang ditimbulkan. 6. Menetapkan nilai nilai dengan jalan brainstorming dalam point. - Keseriusan akibat kesalahan terhadap local, lanjutan dan terhadap konsumen severity. - Frekuensi terjadinya kesalahan occurance. - Alat control akibat potensial cause detection. 7. Memasukkan kriteria nilai sesuai dengan 3 kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 8. Dapatkan nilai RPN Risk Potential Number dengan jalan mengalikan nilai SOD Severity, Occurance, Detection. 9. Pusatkan perhatian pada nilai RPN yang tertinggi, segera lakukan perbaikan terhadap potential cause, alat control dan efek yang diakibatkan. 10. Buat Implementation action plan, lalu terapkan. 11. Ukur perubahan yang terjadi dalam RPN dengan langkah yang sama. 12. Apabila ada perubahan maka pusatkan perhatian pada potential cause yang lain, tidak ada angka acuan RPN untuk melakukan perbaikan. Keterangan nilai severity, occurance dan detection sebagai berikut: 1. Severity Adalah suatu estimasiperkiraan subyektif tentang bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan itu seberapa serius kondisi yang ditimbulkan oleh kegagalan. 2. Occurrence Adalah suatu perkiraan subyektif tentang probabilitaspeluang bahwa penyebab itu akan terjadi, akan mengakibatkan failure mode yang memberikan akibat tertentu. 3. Detection Merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi potential cause. Adapun nilai severity, occurance dan detection dijelaskan pada tabel dibawah ini: Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tabel 2.4. Nilai Severity Ranking Kriteria 1 Negligible severity pengaruh buruk yang dapat diabaikan.Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan meperhatikan kecacatan atau kegagalan ini. 2 3 Mild severity pengaruh buruk yang ringansedikit. Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan reguler reguler maintenance. 4 5 6 Moderate severity pengaruh buruk yang moderat. Pengguna akhir akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun masih berada dalam batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat 7 8 High severity pengaruh buruk yang tinggi. Pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas toleransi. Akibat akan terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Downtime akan berakibat biaya yang sangat mahal. Penurunan kinerja dalam area yang berkaitan dengan peraturan pemerintah, namun tidak berkaitan dengan keamanan dan keselamatan. 9 10 Potential safety problem masalah keselamatankeamanan potensial. Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Bertentangan dengan hukum. Tabel 2.5. Nilai Occurance Ranking Kriteria Verbal Tingkat Kegagalan Kecacatan 1 Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengakibatkan mode kegagalan 1 dalam 1.000.000 2 3 Kegagalan akan jarang terjadi 1 dalam 20.000 1 dalam 40.000 4 5 6 Kegagalan agak mungkin terjadi 1 dalam 1.000 1 dalam 400 1 dalam 80 7 8 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 1 dalam 40 1 dalam 20 9 10 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi 1 dalam 8 1 dalam 2 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tabel 2.6. Nilai Detection Ranking Kriteria Verbal Tingkat Kejadian Penyebab 1 Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Spesifikasi akan dapat dipenuhi secara konsisten 1 dalam 1.000.000 2 3 Kemungkinan kecil bahwa spesifikasi tidak akan dipenuhi 1 dalam 20.000 1 dalam 40.000 4 5 6 Kemungkinan bersifat moderat. Metode pencegahan atau deteksi masih memungkinkan kadang-kadang spesifikasi itu tidak dipenuhi. 1 dalam 1.000 1 dalam 400 1 dalam 80 7 8 Kemungkinan bahwa spesifikasi produk tidak dapat dipenuhi masih tinggi. Metode pencegahan atau deteksi kurang efektif. 1 dalam 40 1 dalam 21 9 10 Kemungkinan bahwa spesifikasi produk tidak dapat dipenuhi sangat tinggi. Metode pencegahan atau deteksi tidak efektif. 1 dalam 8 1 dalam 2 Sumber: Gaspersz, 2002

2.7. Kapabilitas Proses

Kapabilitas proses merupakan kemampuan proses untuk memproduksi atau menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. Sebuah proyek Six Sigma dikatakan berhasil dalam peningkatan kualitas apabila terjadi peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk menuju tingkat kegagalan mencapai nol Zero Defect. Dengan demikian konsep perhitungan kapabilitas proses sangat penting dalam implementasi konsep perbaikan dalam fase improve. Menurut Gaspersz, 2002, Kapabilitas proses merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses tersebut mampu menghasilkan sesuai dengan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. spesifikasi produk yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Uraian berikut akan membahas tentang teknik penentuan kapabilitas proses yang berhubungan dengan CTQ untuk data variabel dan atribut. Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang digunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Manfaat yang diperoleh dari analisa kapabilitas proses adalah : 1. Membuat perancang produk dalam memilih atau mengubah proses. 2. Mengurangi variasi dalam proses produksi. 3. Mengetahui seberapa baik suatu proses dapat memenuhi toleransi. 4. Merencanakan urutan proses produksi apabila ada pengaruh interaktif proses pada toleransi.

2.7.1. Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Atribut

Data Atribut Attributes Data merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut bersifat diskrit. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label pada kemasan, banyaknya jenis cacat pada produk, dan lain-lain. Langkah-langkah untuk menentukan kapabilitas proses untuk data atribut menurut Gaspersz 2002 adalah sebagai berikut : 1. Menentukan proses yang ingin diketahui kapabilitasnya. 2. Menghitung banyak unit transaksi yang dikerjakan melalui proses. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 3. Menghitung banyak unit transaksi yang gagal. 4. Menghitung tingkat cacat kesalahan berdasarkan langkah 3 dengan membagi langkah 3 dengan langkah 2. 5. Menentukan banyaknya karakteristik kualitas CTQ potensial yang dapat mengakibatkan cacat kesalahan. 6. Menghitung peluang tingkat cacat kesalahan per karakteristik kualitas CTQ dengan membagi langkah 4 dengan langkah 5. 7. Menghitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan DPMO dengan mengalikan langkah 6 dengan 1 juta. 8. Mengkonversikan cacat per satu juta kesempatan DPMO ke dalam nilai sigma, kemudian membuat kesimpulan.

2.7.2. Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel

Data Variabel Variables Data merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah data diameter pipa, ketebalan produk, ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume merupakan data variabel. Langkah-langkah untuk menetukan kapabilitas proses untuk data variabel menurut Gaspersz 2002 adalah sebagai berikut : 1. Menentukan proses yang ingin diketahui kapabilitasnya. 2. Menentukan nilai batas spesifikasi atas Upper Spesification LimitUSL. 3. Menentukan nilai batas spesifikasi bawah Lower Spesification LimitLSL. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 4. Menentukan nilai spesifikasi target. 5. Menghitung nilai rata-rata mean dari proses. 6. Menghitung nilai standar deviasi dari proses. 7. Menghitung kemungkinan cacat yang berada di atas nilai batas spesifikasi atas atau Upper Spesification LimitUSL per satu juta kesempatan atau cacat per satu juta kesempatan DPMO. 8. Menghitung kemungkinan cacat yang berada di bawah nilai batas spesifikasi bawah atau Lower Spesification LimitLSL per satu juta kesempatan atau cacat per satu juta kesempatan DPMO. 9. Menghitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan DPMO yang dihasilkan oleh proses dengan menambahkan langkah 7 dengan langkah 8. 10. Mengkonversikan Defect Per Million OpportunityDPMO langkah 9 ke dalam nilai sigma. 11. Menghitung kemampuan proses di atas dalam ukuran sigma. 12. Menghitung kapabilitas proses dalam indeks kapabilitas proses. Misalkan kita akan menentukan kapabilitas proses industri perpipaan jenis tertentu. Berdasarkan kebutuhan pelanggan, diketahui bahwa diameter pipa yang diinginkan adalah : 40 mm dengan batas toleransi adalah  5mm. Pelanggan akan menolak setiap pipa yang diserahkan apabila diketahui berdiameter di atas 45 mm danatau di bawah 35 mm. Dalam konteks program peningkatan kualitas Six Sigma, kita menyatakan bahwa CTQ yang perlu dikendalikan adalah diameter pipa dengan spesifikasi sebagai berikut : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. - CTQ Critical-to-Quality : Diameter Pipa - Spesifikasi Target T = 40 mm - Batas Spesifikasi Atas Upper Specification Limit = USL = 45 mm - Batas Spesifikasi Bawah Lower Specification Limit = LSL = 35 mm Selanjutnya dengan metode pengumpulan data tertentu dan analisis terhadap data CTQ diameter pipa diketahui bahwa proses pembuatan pipa itu menghasilkan : - Nilai rata-rata contoh sample mean : X-bar = 37 mm - Standar deviasi contoh sample standar deviation : S = 2 mm Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tabel 2.7. Cara Memperkirakan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel CTQ = Diameter pipa dalam satuan pengukuran mm Langkah Tindakan Persamaan Hasil Perhitungan 1 Proses apa yang anda ingin tahu? - Pembuatan pipa 2 Tentukan nilai batas spesifikasi atas upper specification limit USL 45 mm 3 Tentukan nilai batas spesifikasi atas lower specification limit LSL 35 mm 4 Tentukan nilai spesifikasi target T 40 mm 5 Berapa nilai rata-rata mean proses X-bar 37 mm 6 Berapa nilai standar deviasi standard deviation dari proses S 2 mm 7 Hitung kemungkinan cacat yang berada di atas nilai USL per satu juta kesempatan DPMO P { z  USL-X-bar S } x 1.000.000 32 8 Hitung kemungkinan cacat yang berada di atas nilai LSL per satu juta kesempatan DPMO P { z  LSL-X-bar S } x 1.000.000 158.655 9 Hitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan DPMO yang dihasilkan oleh proses di atas = langkah 7 + langkah 8 158.687 10 Konversi DPMO langkah 9 ke dalam nilai sigma Lihat Tabel Lampiran 5 ___ 2,50 11 Hitung kemampuan proses di atas dalam ukuran nilai sigma ___ Kapabilitas proses adalah 2,50 Sigma rendah, tidak kompetitif 12 Hitung kapabilitas proses di atas dalam indeks kapabilitas proses Cpm = USL – LSL {6 X-bar-T 2 + S 2 } 0,46 rendah, tidak kompetitif Catatan : P {z  USL-X-barS] x 1.000.000 = P {z  45-372] x 1.000.000 = P z  4,00 x 1.000.000 = [1-P z  4,00} x 1.000.000 = 1-0,999968 x 1.000.000 = 0,000032 x 1.000.000 = 32 P {z  LSL-X-barS] x 1.000.000 = P {z  35-372] x 1.000.000 = P z  1,00 x 1.000.000 = 0,158655 x 1.000.000 = 158.655 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Nilai-nilai peluang kegagalan untuk distribusi normal baku z, diperoleh dari tabel distribusi normal kumulatif yang dibangkitkan menggunakan formula : = normsdistnilai Z. DPMO = 158.687 adalah paling dekat dengan DPMO = 158.655 pada Nilai Sigma = 2,50; sehingga kita memilih angka ini. Cpm = USL-LSL{6 2 2 S T bar X    } = 45-35 {6 2 2 2 40 37   } = 106 13 = 1021,63 = 0,46 Dari hasil perhitungan dalam Tabel 2.7, kita mengetahui bahwa proses pembuatan pipa memiliki kapabilitas proses yang rendah tidak kompetitif. Hal ini ditunjukkan melalui kemampuan proses hanya berada pada tingkat pengendalian kualitas 2,5 Sigma dengan indeks kapabilitas proses yang rendah, yaitu: C pm = 0,46. Tampak bahwa DPMO masih sangat tinggi, yaitu : 158.687 DPMO. Pada saat sekarang banyak perusahaan kelas dunia world class companiesyang memiliki kapabilitas proses pada tingkat pengendalian kualitas 5-6 Sigma dengan indeks kapabilitas proses Cpm mendekati 2,0; sehingga hanya menghasilkan kemungkinan kegagalan per satu juta kesempatan di bawah 100 DPMO. Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, biasanya dipergunakan kriteria rule of thumb sebagai berikut:  Cpm  2,00; maka proses dianggap mampu dan kompetitif perusahaan berkelas dunia. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.  Cpm antara 1,00-1,99; maka proses dianggap cukup mampu, namun perlu upaya- upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan nila Cpm yang berada di antara 1,00-1,09 memiliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma.  Cpm 1,00; maka proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif untuk bersaing di pasar global. Indeks kapabilitas proses Cpm digunakan untuk mengukur tingkat pada mana suatu output proses berada pada nilai spesifikasi target kualitas T yang diinginkan oleh pelanggan. Semakin tinggi nilai Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas T yang diinginkan oleh pelanggan, yang berarti pula bahwa tingkat kegagalan daro proses semakin berkurang menuju target tingkat kegagalan nol zero defect oriented. Dengan demikian indikator keberhasilan program peningkatan kualitas Six Sigma dapat dilihat melalui indeks nilai kapabilitas proses Cpm yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.8. Penelitian Terdahulunggunakan metode

Berikut ini akn di jelaskan secara singkat hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan identifikasi proses pruduksi dengan menggunakan metode Six Sigma, Antara Lain:

1. Fanny Dwi Puspitasari 2005. Peningkatan kualitas dengan mereduksikan

defect yang menggunakan metode Six Sigma di PT. Kayan Jaya Tanjung Surabaya. Ketatnya persaingan bisnis dalam pasar global dewasa ini, menjadikan kualitas sebagai salah satu faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam mempertahankan keeksistensiannya. Untuk itu diperlukannya suatu sistem atau metode untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan kualitas yang dapat mempengaruhi performance dari produk yang dihasilkan. PT. Kayan Jaya Tanjung merupakan salah satu perusahaan yang menghasilkan produk kayu, dimana produk tanpa cacat atau zero defect sangat diharapkan. Namun hingga kini perusahaan masih mengalami permasalahan terutama pada proses moulding, yaitu bagaimana cara mengurangi tingginya tingkat kecacatan produk pada proses moulding khususnya pada produk berupa flooring woods dan decking woods. Tujuan dari penelitian adalah memberikan usulan dalam hal meningkatkan kualitas untuk mengurangi defect yang dominan dan mengidentifikasi faktor-faktor terjadinya kecacatan produk dengan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. menggunakan metode six sigma. Sehingga pada akhirnya perusahaan dapat menerapkannya sebagai metode yang mampu melakukan perbaikan yang menguntungkan bagi semua elemen yaitu konsumen, pemegang saham dan elemen perusahaan itu sendiri. Pengukuran tingkat kapabilitas proses, dan juga perbaikan untuk mencapai hasil yang mendekati sempurna. Hasil penelitian dan perhitungan diperoleh nilai sigma paling rendah jatuh pada bulan februari dengan nilai DPMO sebesar 2.111 yang dikonversikan dengan nilai sigma yaitu sebesar 4,3611 sigma dengan cacat pecah rambut sebesar 39,38 sebagai potensial cause. Dan setelah dilakukan perbaikan nilai DPMO turun menjadi 1.265 yang dikonversikan dalam nilai sigma yaitu sebesar 4,5198 sigma.

2. Yoehanita Fitri Agustin 2005, Pendekatan Six Sigma Untuk Meengurangi

Tingkat Kecacatan Pada Gelas Plastik Air Mineral 240 ML di PT. Lamipak Primula Indonesia Sidoarjo. Situasi Ekonomi Dewasa ini kelihatan kurang menggembirakan dan lebih prihatin lagi situasi bisnis masa depan. Persaingan semakin ketat. Hukum alam mengatakan yang kuat akan menang, belum lagi minat konsumen yang beragam. Hal ini memacu para pelaku ekonomi untuk tetap survive bergerak dibidangnya masing-masing, salah satunya adalah bidang industri kemasan khususnya gelas plastik. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. PT. Lamipak primula Indonesia,Sidoarjo merupakan perusahaan yang bertujuan memenuhi konsumen akan produk-produk gelas dari material plastik. PT. Lamipak primula Indonesia adalah termasuk jenis perusahaan Continue dimana produk dibuat berdasarkan pesanan. Sebagai usaha dibidang produksi barang, kepuasan pelanggan akan kualitas produk menjadi hal yang sangat utama sesuai dengan motto perusahaan “ The Only Name For Quality Containers”. Pada kenyataannya, ternyata masih terjadi kecacatan pada produk yang dihasilkan yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan, untuk itu peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa tingkat kemampuan proses dalam memenuhi tingkat kualitas yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Metode yang dipakai untuk analisa dalam rangka mengetahui seberapa tingkat kemampuan proses dalam memenuhi kualitas produk gelas plastik air mineral 240ml adalah six sigma dengan menggunakan pendekatan DMAIC untuk mengukur seberapa tinggi tingkat kecacatan yang terjadi pada proses produksi gelas plastik air mineral 240 ml. Berdasarkan hasil analisa, maka diketahui bahwa dalam proses produksi gelas plastik air mineral 240 ml, karakteristik yang paling mengalami banyak kecacatan adalah diameter bawah, diameter atas, dan tinggi body gelas plastik air mineral 240 ml, dimana data yang digunakan data pada bulan Agustus 2005 sebagai baseline kinerja. Dari data tersebut didapat hasil, yaitu karakteristik diameter atas nilai DPMO adalah 381.879 1,8 Sigma sedangakan pada karakteristik diameter bawah nilai DPMO adalah 515.084 1,5 Sigma dan pada karakteristik tinggi body nilai DPMO adalah 358.245 1,9 Sigma artinya masih Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. banyak terdapat kecacatan dalam produk gelas plastik air mineral 240 ml, untuk itu diadakan perbaikan proses sehingga didapati peningkatan kualitas dalam level sigma. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Prima Alloy Stell Sidoarjo, yang terletak di Jl. Muncul Industri 1 Gedangan Sidoarjo. Penelitian ini dilakukan pada produk velg mobil jenis davino, penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan data telah tercukupi.

3.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Dalam identifikasi variabel terdapat variabel-variabel yang didapatkan berdasarkan data dari perusahaan yang digunakan dalam perhitungan Six sigma beserta definisi operasionalnya. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai beikut:

a. Variabel Terikat

Variabel terikat yaitu variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah Tingkat Kualitas Nilai yang dicapai dalam perhitungan defect cacat yang kemudian akan dikonversikan dengan ukuran-ukuran yang di tentukan dengan nilai Six sigma.

b. Variabel Bebas

Yaitu variabel yang mempengaruhi variasi perubahan nilai variabel terikat, meliputi: 63 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.