Konsep Six Sigma Six Sigma

2.5.1. Konsep Six Sigma

Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai barang sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk barang danatau jasa diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesepatan DPMO atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok industri dan pelanggan pasar. Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Sehingga 6-sigma otomatis lebih baik daripada 4-sigma, 4- sigma lebih baik daripada 3-sigma. Six Sigma juga dapat di anggap sebagai strategi trobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa dramatik di tingkat bawah. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses process capability.Gasperz,2002. Six Sigma tidak muncul begitu saja. Sejak dulu konsep ilmu manajemen sudah berkembang di Amerika, kemudian dilanjutkan dengan gebrakan manajemen Jepang dengan konsep Total Quality. Total Quality Manajemen juga merupakan program peningkatan yang terfokus. Didalam Six Sigma terdapat lebih banyak tool improvement yang bisa dipakai. Selain itu didalam six sigma akan diperkenalkan suatu konsep mengenai defect, opportunity, DPMO, yang menjadi rujukan nilai sigma proses. Kita juga akan diperkenalkan dengan variasi proses konsep untuk data continuous. Bukan berarti di dalam TQM hal tersebut tidak ada, hanya saja TQM Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. tidak terlalu mementingkan pembahasan tersebut. Namun apabila ingin lebih mengenal proses, kita lebih mengetahui bagaimana variasi prosesproduk kita, artinya juga berapa sigma dari prosesproduk kita, maka Six Sigma lebih memadai dalam hal ini. Berikut ini akan diberikan alasan yang membuat Six Sigma berbeda dengan TQM dan program-program kualitas sebelumnya : a. Six Sigma terfokus pada konsumen. Konsumen, terutama eksternal konsumen selalu diperhatikan sebagai patokan arah peningkatan kualitas. b. Six Sigma menghasilkan Returns of investement yang besar contohnya pada general electrics. c. Six Sigma mengubah cara manajemen beroperasi. Six Sigma lebih dari sekedar proyek peningkatan kualitas. Ia juga merupakan cara pendekatan baru terhadap proses berpikir, merencanakan dan memimpin untuk menghasilkan hasil yang baik. Untuk lebih jelasnya lagi akan ditunjukkan lagi pada tabel 2.2 sebagai berikut: Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tabel 2.2: Kelemahan TQM dan solusi Six Sigma No Kelemahan TQM Solusi Six Sigma 1 Kurangnya integrasi Link Hubungan ke “lini dasar” bisnis dan personal 2 Kepemimpinan yang apatis Kepemimpinan di barisan depan 3 Konsep yang tidak jelas tentang kualitas Pesan sederhana yang diulang – ulang 4 Gagal untuk menghancurkan penghalang– penghalang internal Prioritas terhadap fungsi manajemen proses lintas fungsi 5 Pelatihan yang tidak efektif Blackbelts, Greenbelts, Master Blackbelts 6 Fokus pada kualitas produk Perhatian pada semua proses bisnis Sumber: “The Six Sigma Way”, Penerbit Andi, Jogyakarta, Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman 2002,. Terdapat 6 aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam penerapan Six Sigma dibidang manufakturing, yaitu : 1. Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. 2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ critical to quality individual. Critical to Quality adalah atribut–atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu produk, proses atau praktek–praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan. 3. Menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui pengendalian material, mesin, proses–proses kerja, dan lain – lain. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang diinginkan pelanggan menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ. 5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ menentukan nilai maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ. 6. Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target Six Sigma. Sumber: “Pedoman Implementasi Six Sigma”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz, Vincent, 2002. Perusahaan yang telah menerapkan metode ini salah satunya adalah Motorola. Beberapa keberhasilan Motorola yang patut dicatat dari aplikasi program Six Sigma adalah sebagai berikut :  Peningkatan produktivitas rata-rata : 12,3 per tahun.  Penurunan COPQ cost of poor quality lebih dari 84 .  Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7 .  Penghematan biaya manufakturing lebih dari 11 miliar.  Peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata : 17 dalam penerimaan, keuntungan dan harga saham Motorola.

2.5.2. Faktor Penentu Dalam Six Sigma