Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

5 Berlatar belakang kondisi fisik dan permasalahan psikologis yang penderita glaukoma alami, maka menurut Sheerer dalam Cornbach, 1963 , penerimaan diri positif menjadi sangatlah penting agar mereka tetap memiliki keyakinan atas kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi kehidupannya dan tidak menyalahkan diri sendiri atas kondisi yang dialami. Penerimaan diri positif menjadi penting bagi penderita glaukoma agar mereka tidak terpuruk dengan kondisi yang dialaminya sehingga dapat menjadi pribadi yang sehat. Hal ini ditegaskan oleh Maslow dalam Schultz, 1991 , untuk menjadi pribadi yang sehat dibutuhkan sebuah penerimaan diri positif sehingga mereka tidak merasa malu dan merasa bersalah walaupun memiliki kelemahan atau mengalami kecacatan. Selain itu, dijelaskan oleh Allport dalam Schultz, 1991 untuk menjadi pribadi yang sehat dibutuhkan kemampuan dalam menerima semua segi dalam diri, termasuk kelemahan dan kekurangan tanpa menyerah secara pasif pada kondisi tersebut. Menurut Hurlock 1974, dengan meninjau kemampuan penerimaan diri seseorang, maka akan banyak aspek yang dapat digali, antara lain : pemahaman dan perspektif diri, konsep diri, kondisi emosional seseorang terkait dengan peristiwa yang dialaminya, kemampuan beradaptasi, orientasi atas diri, serta penyesuaian terhadap diri sendiri dan lingkungan sosialnya. Peneliti memilih penderita glaukoma yang belum mengalami kebutaan sebagai subjek penelitian karena menurut menurut Shu-Xin Xi 2011 penderita glaukoma yang belum mengalami kebutaan memiliki banyak permasalahan psikologis. Alasan lain peneliti menetapkan penderita 6 glaukoma yang belum mengalami kebutaan sebagai subjek karena menurut Soemarsono 1995 permasalahan yang muncul pada penderita glaukoma yang mengalami kebutaan adalah permasalahan sosial dan ekonomi. Terdapat beberapa penelitian terdahulu terkait dengan penerimaan diri. Namun, dengan subjek yang berbeda – beda. Penelitian tentang penerimaan diri yang pertama dilakukan oleh Rizkiana dan Retnaningsih 2009 . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dari penerimaan diri dan faktor – faktor yang berperan dalam penerimaan diri remaja penderita leukemia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berupa studi kasus menggunakan metode wawancara dan observasi dalam proses pengumpulan datanya. Penelitian ini melibatkan seorang remaja perempuan berusia 14 tahun sebagai subjeknya. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah subjek penderita leukemia ini memiliki penerimaan diri yang baik, mampu menerima keterbatasan karena penyakitnya, mampu menerima kritikan, dan memiliki harapan yang realistis. Sedangkan faktor yang berperan dalam penerimaan diri penderita leukemia ini adalah pola asuh demokratis yang diterapkan orang tuanya. Penelitian lain tentang penerimaan diri adalah penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko 2011 . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan diri perempuan pekerja seks yang menghadapi status HIV positif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode wawancara dan observasi dalam proses pengumpulan datanya .Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan tiga pekerja seks yang 7 positif mengalami HIV sebagai subjek penelitian. Hasil dari penelitian ini adalah perbedaan tingkat penerimaan diri pada tiap penderita HIVAIDS, ada yang tinggi, sedang, dan lemah. Dari dua penelitian sebelumnya yang dipaparkan di atas diketahui gambaran tentang penerimaan diri dan perbedaan kemampuan penerimaan diri pada masing – masing subjek. Jumlah subjek yang hanya satu pada penelitian pertama tentang penerimaan diri pada remaja leukemia juga menjadi sebuah kelemahan. Selain itu, penelitian sebelumnya hanya memberi gambaran penerimaan diri dan belum memaparkan tentang proses penerimaan diri serta belum secara eksplisit menggambarkan faktor – faktor yang mempengaruhi upaya penerimaan diri. Peluang lain yang dapat peneliti jadikan celah untuk meneliti tentang penerimaan diri pada penderita glaukoma adalah hasil dari penelitian penerimaan diri pada subjek penderita leukemia dan HIV tidak dapat digenaralisasikan pada subjek penderita glaukoma. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan kondisi yang dialami pada penderita leukemia maupun HIV jika dibandingkan dengan penderita glaukoma. Pada penderita leukemia dan HIV permasalahan psikologis yang dialami adalah ketakutan akan kematiaan, adanya stigma, dan diskriminasi dari masyarakat sekitar. Sedangkan pada penderita glaukoma, permasalahan psikologis yang dialami adalah ketakutan akan terjadinya kebutaan. Salwa, dkk 2007 juga meneliti penerimaan diri dengan subjek yang berbeda dan metode pengumpulan data yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dan persepsi 8 terhadap vonis dengan penerimaan diri pada narapidana wanita. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan menggunakan matode analisis dengan teknik analisis regresi ganda dan korelasi parsial. Para peneliti melibatkan 92 narapidana wanita yang telah mengikuti masa hukuman dibawah tiga bulan sebagai subjek penelitian. Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan skala penerimaan diri, skala dukungan sosial keluarga, dan skala persepsi terhadap vonis. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif yang sangat singnifikan antara dukungan sosial keluarga dengan penerimaan diri narapidana wanita ini. Hubungan yang positif ini memiliki arti bahwa makin tinggi dukungan sosial keluarga, maka makin tinggi pula penerimaan dirinya. Penelitian ini memiliki kelemahan pada metode yang digunakan. Penggunaan skala kurang dapat menggali informasi yang lebih jelas tentang hubungan dukungan sosial keluarga dan penerimaan diri seseorang. Metode skala tidak dapat melihat dinamika psikologis yang terjadi dalam proses penerimaan diri seseorang yang mendapat dukungan dari lingkungan sosialnya. Peneliti juga meninjau Self Acceptance Scale milik Berger 1950 , dimana skala ini memiliki 36 item dengan lima pilihan rating, dari 1 sampai 5 untuk tiap pernyataan. Hasilnya, semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi penerimaan dirinya. Kategorinya, 1-110 menggambarkan penerimaan dirinya negatif, 111 – 150 menggambarkan penerimaan diri yang rata – rata, dan 151 – 180 menggambarkan penerimaan dirinya positif. 9 Penggunaan skala yang digunakan tersebut adalah tidak semua pernyataan menggambarkan situasi dalam diri subjek sedangkan subjek harus tetap memberi rating, dan sebaliknya akan ada beberapa kondisi subjek yang sebenarnya, akan tetapi tidak terdapat pada 36 pernyataan tersebut. Jadi, kelemahan skala adalah tidak semua pernyataan mewakili kondisi sebenarnya, dan juga sebaliknya kondisi yang sebenarnya terdapat pada diri subjek tidak terwakili oleh pernyataan yang ada. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Pengambilan data akan dilakukan melalui wawancara mendalam secara personal karena peneliti menilai bahwa pendekatan kualitatif mampu memfasilitasi peneliti untuk mengetahui dampak yang muncul akibat mengalami glaukoma, proses penerimaan diri pada penderita glaukoma dan faktor – faktor yang mempengaruhi upaya penerimaan diri dengan kelemahan dan kekurangan yang dimilikinya. Hal ini dilakukan peneliti karena pada penelitian sebelumnya yang menggunakan skala, kuesioner, dan wawacara dalam Focus Group Discussion FGD kurang efektif untuk menggali penerimaan diri secara lebih mendalam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana penderita glaukoma berupaya menerima diri atas kondisi yang dialaminya. 10

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan proses penerimaan diri pada penderita glaukoma. 2. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi penerimaan diri.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoretis a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan pemahaman ilmu psikologi, terutama psikologi kepribadian dan psikologi sosial mengenai penerimaan diri pada penderita glaukoma. 2. Manfaat praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan bagi penderita glaukoma lain dalam menerima diri agar tidak terpuruk dengan kondisi yang dialami. b. Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak medis dan psikolog untuk memilih pendekatan dan bantuan yang disesuaikan dengan gambaran penerimaan diri pada masing – masing penderita glaukoma. c. Penelitian ini juga bermanfaat bagi keluarga penderita glaukoma, dengan adanya proses penerimaan diri pada penderita glaukoma dan faktor – faktor yang mempengaruhi penerimaan diri, maka 11 keluarga dapat memberi bantuan bagi penderita glaukoma dalam menjalani kehidupannya untuk menghadapi penyakit yang berisiko kebutaan. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Penerimaan Diri

1. Review Literatur tentang Penerimaan Diri

Terdapat beberapa penelitian terdahulu terkait dengan penerimaan diri. Namun, dengan subjek yang berbeda – beda . Penelitian tentang penerimaan diri yang pertama dilakukan oleh Rizkiana dan Retnaningsih 2009 . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dari penerimaan diri dan faktor – faktor yang berperan dalam penerimaan diri remaja penderita leukemia. Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan kualitatif berupa studi kasus menggunakan metode wawancara dan observasi dalam proses pengumpulan datanya. Penelitian ini melibatkan seorang remaja perempuan berusia 14 tahun, yang menderita leukimia stadium satu dengan lama sakit selama satu tahun sebagai subjek penelitian. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah subjek penderita leukemia ini memiliki penerimaan diri yang baik, mampu menerima keterbatasan karena penyakitnya, mampu menerima kritikan, dan memiliki harapan yang realistis. Sedangkan faktor yang berperan dalam penerimaan diri penderita leukemia ini adalah pola asuh demokratis yang diterapkan orang tuanya. 13 Penelitian lain tentang penerimaan diri adalah penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko 2011 . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan diri perempuan pekerja seks yang menghadapi status HIV positif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode wawancara dan observasi dalam proses pengumpulan datanya. Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan tiga pekerja seks yang positif mengalami HIV sebagai subjek penelitian. Hasil dari penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat penerimaan diri pada tiap penderita HIVAIDS, ada yang tinggi, sedang, dan lemah. Dari dua penelitian tersebut yang melibatkan penderita leukemia dan pekerja seks yang positif mengalami HIV telah diketahui gambaran penerimaan diri pada masing – masing subjek. Jumlah subjek yang hanya satu pada penelitian pertama tentang penerimaan diri pada remaja leukemia juga menjadi sebuah kelemahan. Jumlah subjek yang lebih dari satu akan bisa mencukupi hasil penelitian karena tidak bisa diperiksa kesamaan dan perbedaan antar subjek. Selain itu, penelitian sebelumnya hanya memberi gambaran penerimaan diri dan belum memaparkan tentang proses penerimaan diri serta belum secara eksplisit menggambarkan faktor – faktor yang mempengaruhi upaya penerimaan diri. Oleh karena itu, maka ini merupakan peluang bagi peneliti untuk meneliti proses penerimaan diri pada penderita glaukoma dan faktor – faktor yang mempengaruhi penerimaan diri secara lebih mendalam. Terdapat peluang lain untuk peneliti meneliti tentang penerimaan diri pada penderita