64
Subjek TE mengalami  glaukoma sejak tahun 2011. Awal mulanya subjek  melakukan  cek  retina  mata  yang  sudah  biasa  dilakukannya
setiap  bulan.  Subjek  TE  pernah  memiliki  riyawat  penyakit  mata lainnya  yaitu  katarak.  Gejala  yang  dialami  K  adalah  nyeri  pada
mata. Lalu subjek mendapat rujukan untuk periksa ke dokter mata dengan  spesialisasi  glaukoma  karena  tekanan  matanya  cukup
tinggi.  Berdasarkan  hasil  pemeriksaan  dan    konsultasi  dengan dokter spesialis glaukoma, subjek didiagnosa mengalami glaukoma
primer  sudut  tertutup.  Dengan  beberapa  kali  kontrol  hasil  yang diperoleh subjek adalah tekanan bola matanya naik turun, sehingga
dokter  memutuskan  untuk  melakukan  tindak  operasi.  Hingga  saat ini subjek sudah dua kali melakukan operasi pada matanya, karena
operasi    pertamanya  mengalami  kegagalan.  Pengobatan  yang dilakukannya hingga saat  ini adalah menggunakan obat  tetes mata
setiap  hari.  Saat  ini  subjek  TE  mengalami  kegagalan  pada  operasi pertamanya,  subjek  pernah  mencoba  terapi  totok  tetapi  hasilnya
tetap  naik  turun,  sehingga  TE  memutuskan  untuk  berhenti mengikuti terapi totok.
4. Subjek 4  NS
a. Deskripsi Subjek
Subjek  keempat  dalam  penelitian  ini  adalah  seorang  pria  dengan inisial  NS.  NS  yang  lahir  di  Yogyakarta,  29  November  1990
65
memiliki tubuh yang tinggi, gemuk, berkulit cokelat,  berambut ikal dan  berkacamata.  NS  adalah  pribadi  yang  cukup  ramah,  sedikit
tertutup,  dan  mudah  beradaptasi  dengan  lingkungan  barunya. Aktivitas  sehari
–  hari  NS  sebagai    mahasiswa  jurusan  sistem informasi di Sekolah Tinggi  Ilmu Komputer di Yogyakarta adalah
kuliah dan bekerja secara mandiri sebagai penerima jasa penukaran mata uang asing. NS  yang kini berusia 22 tahun tinggal  di sebuah
kos di dekat kampusnya dan sesekali pulang ke rumah orangtuanya di Kota Gede.
b. Gambaran Umum Riwayat Glaukoma Subjek  NS
Subjek  NS  mengalami  glaukoma  sudah  sekitar  tiga  atau  empat tahun.  Awal  mulanya  subjek  hanya  mengalami  minus  pada
matanya.  Akan  tetapi,  suatu  pagi  saat  bangun  tidur,  NS  tidak  bisa melihat  sama  sekali  dan  mengalami  nyeri  pada  matanya.  Lalu  NS
memeriksakannya  ke  dokter  spesialis  mata,  diketahui  bahwa tekanan matanya  sangat tinggi. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan
konsultasi  dengan  dokter  spesialis  glaukoma,  subjek  didiagnosa mengalami  glaukoma  primer  sudut  tertutup.  Subjek  belum  pernah
melakukan  operasi  pada  matanya,  karena  saat  dianjurkan  operasi subjek  tidak  berani.  Subjek  lebih  memilih    pengobatan
menggunakan obat tetes mata setiap hari yang dilakukannya hingga saat ini.
66
5. Subjek 5  SR
a. Deskripsi Subjek
Subjek  kelima  dalam  penelitian  ini  adalah  seorang  wanita  dengan inisial  SR.  SR  yang  lahir  di  Sleman,  17  Agustus  1984  memiliki
tubuh  pendek,  berisi,  berkulit  cokelat,    berambut  lurus, berkacamata,  dan  saat  ini  sedang  hamil  anak  pertamanya.  SR
adalah  pribadi  yang  ramah,  murah  senyum,    terbuka,  dan  mudah beradaptasi dengan lingkungan barunya. Aktivitas sehari
– hari SR sebagai    lulusan  SMA  ini  adalah  sebagai  karyawan  swasta  yang
bekerja  di  sebuah  perusahaan  obat  di  Jalan  Raya  Yogyakarta –
Solo,  bagian  pengemasan  obat.  SR  yang  kini  berusia  28  tahun tinggal di Kalasan bersama suami dan mertuanya.
b. Gambaran Umum Riwayat Glaukoma Subjek  SR
Subjek SR mengalami  glaukoma sejak tahun 2009. Awal mulanya subjek melakukan hanya cek kondisi minus pada matanya, namun
hasil  yang diperolehnya  adalah tekanan bola matanya  yang tinggi. Selanjutnya  subjek  diberi  obat  penurun  tekanan  mata  dan
melakukan  periksaan  lapang  pandang.  Lalu  subjek  mendapat rujukan  untuk  periksa  ke  dokter  mata  dengan  spesialisasi
glaukoma.  Berdasarkan  hasil  pemeriksaan  dan    konsultasi  dengan dokter spesialis glaukoma, subjek didiagnosa mengalami glaukoma
67
primer  sudut  tertutup.  Subjek  belum  pernah  melakukan  operasi pada matanya. Kondisi mata yang dialami subjek SR menyebabkan
bola  matanya  terkesan  lebih  menonjol  keluar.  Subjek  sudah melakukan  observasi  pada  matanya  selama  enam  bulan,  tetapi
hasilnya tekanan pada matanya tidak mengalami penurunan berarti. Pengobatan
yang dilakukannya
hingga saat
ini adalah
menggunakan obat tetes mata setiap hari.
C. Rangkuman Tema Temuan Penelitian
Tabel 7
Fokus Penelitian Rumusan Tema Temuan
Penelitian Rincian Tema
1. Proses
Penerimaan Diri
- Dampak
yang muncul
akibat mengalami
glaukoma
- Coping    sebagai
upaya penerimaan diri
- Penerimaan diri
- Dampak
Penerimaan diri -
Dampak fisik -
Dampak psikososial
- Emotion  focused
coping
- Emosi
- Perilaku sosial
- Perspektif diri
- Harapan realistis
- Respon
atas penilaian
orang lain
- Dampak
68
penyesuaian diri -
Dampak penyesuaian sosial
2. Faktor
– faktor  yang
mempengaru hi
penerimaan diri
- Dukungan Sosial
- Konsep diri stabil
- Kesuksesan
keberhasilan -
Pola asuh -
Dukungan  sosial emosional
- Pola
asuh demokratis
D. Deskripsi Penerimaan Diri
Berdasarkan  hasil  analisis  data    wawancara  yang  sudah  dilakukan pada  kelima  subjek  penelitian,  dapat  dirumuskan  proses  penerimaan  diri
Pada  penderita  glaukoma.  Diawali  dari  setelah  didiagnosa  mengalami glaukoma, semua subjek mengalami dampak fisik dan dampak psikososial.
Problem  focused  coping  yang  dilakukan  kelima  subjek  hanyalah  terkait dengan  kondisi  secara  fisik,  sedangkan  emotion  focused  coping  yang
dilakukan kelima subjek terkait dengan upaya dalam menerima diri. Upaya penerimaan  diri  yang  dilakukan  kelima  subjek  mampu  membawa
kelimanya berada dalam kondisi, dimana mereka dapat dikatakan mampu menerima  diri.  Dalam  prosesnya,  peneliti  dapat  mengambil  esensi  bahwa
terdapat  faktor – faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada masing
–  masing  penderita  glaukoma.  Berikut  ini  merupakan  penjelasan  secara lebih rinci dari masing
– masing subjek : 1.
Subjek 1  K
69
Subjek  K  mengalami  glaukoma  sejak  tahun  2008.  Saat  itu subjek  sudah  rutin  memeriksakan  kondisi  matanya.  Saat  mengetahui
bahwa  dirinya  mengalami  glaukoma,  subjek  memeriksakannya kembali kepada dokter spesialis glaukoma dan mengikuti serangkaian
tes sebagai bentuk problem focused coping yang dilakukan.
“saya  periksa  ke  dokter  spesialis  glaukoma.lalu  tes lapang pandang, tekanan bola mata, dan lain
– lain ..” 1. no. 16
– 20 .
Selanjutnya  problem focused coping  yang dilakukan subjek K adalah menggunakan obat tetes mata yang dilakukannya setiap hari.
“Cuma  tetes  mata  itu  setiap  hari  aja  untuk  sekarang ini.. “  1. no. 41 – 42
Ketika harus menggunakan obat secara terus – menerus perasaan yang
dirasakan subjek hanyalah capek.
“..,Gimana ya rasanya capek pastinya..”  1. no.51- 52 .
Dari  sakit  yang  dialaminya,  subjek  mengalami  dampak  secara  fisik seperti  nyeri  pada  mata,  lapang  pandang  terbatas,  dan  mata  yang
menjadi mudah capek.
“ nyeri dimata, kadang nek nyeri ya sampai mual gitu mumet..  trus  ya  mungkin  itu  lapang  pandangnya
terbatas.seharusnya bisa lihat ke arah kanan misalnya ya berapa meter tanpa ngelirik ini cuma berapa meter
gitu.”  1. no. 26 – 34 . “ya gampang capek ya mbak matanya, kalau lagi banyak pikiran itu kadang ya sok
cekot
– cekot ya istirahat..”  1. no. 361 – 365 .
70
Dengan adanya dampak fisik yang dialaminya, subjek juga mengalami dampak  psikososial.  Subjek  mengalami  perasaan  kaget,  takut
mengalami kebutaan, dan sedih.
“kaget,  takut    mbak.  waktu  itu  periksanya  juga sendirian  nggak  ada  yang  nemenin.  saya  tahunya
glaukoma ya yang bikin buta itu.”  1. no. 64 – 69 .
Subjek K juga merasa khawatir akan masa depan dirinya kelak.
“ya  kepikiran  sampai  mana  –  mana  mbak  ya  kalau buta  gimana.  gimana  kerjaan  saya..gimana  ya  masa
depannya  juga .”  1. no.72 – 76 .
“saya takut kalau buta  ,  soalnya  pekerjaan  saya  sehari
–  hari menghadap  ke  komputer.  ya  itu  kan  mata
pencaharian,  1.  no.  146 –  150  .  “…gimana  kalau
ada  apa –  apa  di  kemudian  hari.  masa  iya  langsung
nggak  bisa  kerja,
gimana kalau seperti itu. “  1. no. 155
– 159 . “…apalagi kalau mau tidur itu kan kita pejamkan  mata,  trus  saya  mikir  nanti  nek  bangun
bisa lihat lagi nggak ya… “ 1. no. 170 – 174 .
Saat ini yang dirasakan subjek hanyalah takut mengalami kebutaan.
“…kalau sedih  itu  mungkin  ya  cuma  di  awal  waktu tahu  kena  glaukoma.  lama
– lama makin hilang rasa sedihnya,kalau yang sampai sekarang yang tak rasake
ya cuma takut buta aja. ….”  1. no. 272 – 279 .
Di lain sisi subjek juga mengalami perubahan pola kerja dan aktivitas.
“..waktunya juga terbuang kalau lagi kambuh. kerjaan juga  terbatas,
…” 1. no. 319  – 321 . “ …  ya kalau kambuh trus ganggu kerjaan gitu ya dongkol
..”  1. no. 435
– 437.
Setelah  mengetahui  bahwa  dirinya  mengalami  glaukoma  subjek  K mulai  mencari  informasi  tambahan  sebagai  bentuk  problem  focused
71
coping, seperti   browsing   dan membaca informasi  seputar  glaukoma untuk antisipasi agar kondisinya tidak semakin parah.
“…lalu  saya  browsing  segala  informasi  tentang glaukoma. Koran lah apa  semua saya baca kalau ada
informasi  tentang  glaukoma .. “  1. no. 159 – 165 .
“untuk  tau  lebih  jelasnya  mbak,  apa  risikonya, gimana  penanganannya..  jadi  bisa  antisipasi  juga
menghindari  hal –  hal  yang  bikin  tambah  parah
kondisiku “  1. no. 186 – 191 .
Subjek  K  melakukan  emotion  focused  coping    untuk  mengurangi dampak psikososial yang dialami dan sebagai upaya dalam menerima
diri. Terkait dengan religiusitas, subjek K melakukan berdoa pada saat mengalami  ketakutan,  yang  masih  dilakukannya  hingga  saat  ini  jika
tiba-  tiba  mengalami  ketakutan  jika  mengalami  kebutaan,  dan merasakan ketenangan setelah berdoa.
“..  saya jadi berusaha tenang berusaha nerima sakit saya,  nerima  kondisi  saya  jadi  kayak  lebih  semangat
mungkin  ngadepi  sakitnya,  karena  sudah  tak  coba terima jadi harus melawan rasa takut juga ya dengan
berdoa
“  1. no. 250 –258 . “..jadi ya dengan berdoa pikirane  tenang,  neng  ati  yo  adem  jadi  bisa  nerima
keadaan “  1. no. 287 – 290 .
Terkait  dengan  pemikiran  subjek  K  juga  berusaha  menenangkan pikiran,  tidak  mengeluh,  tdak  menjadikan  sakit  sebagai  beban,  dan
berusaha  menerima  keadaan.  Dengan  begitu,  subjek  mampu  menjadi lebih tenang menerima kondisi yang dialaminya.
“  …  tapi  muncul  pikiran  kalau  emang  sudah  nggak bisa sembuh.
”  1. no. 57 – 59 . “ .. ya tak jalani aja mbak toh juga bantu juga buat nenangin pikiran, jadi