25
4. Dukungan Sosial
Upaya  penerimaan  diri  akan  lebih  mudah  dilakukan  pada  mereka yang  memperoleh  perlakuan  menyenangkan  dan  dukungan  sosial
dari  orang  disekitarnya.  Cohen  dan  Syme  dalam  Gottlieb,  1988 mengklasifikasikan dukungan sosial menjadi empat jenis, yaitu:
a. Dukungan informasi
Dukungan ini berupa pemberian penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang
dihadapi  oleh  individu.  Dukungan  ini  meliputi  pemberian nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan tentang bagaimana
seseorang bersikap. b.
Dukungan emosional Meliputi  ekspresi  empati  misalnya  dengan  mendengarkan,
bersikap  terbuka,  menunjukkan  sikap  percaya  terhadap  apa yang  dikeluhkan,  berusaha  memahami,  serta  ekspresi  kasih
sayang  dan  perhatian.  Dukungan  emosional  akan  membuat individu  penerima  dukungan  merasa  berharga,  nyaman,  aman,
dan disayangi. c.
Dukungan Instrumental Berupa  bantuan  yang  diberikan  secara  langsung,  bersifat
fasilitas  atau  materi,  misalnya  menyediakan  fasilitas  yang diperlukan,  meminjamkan  uang,  memberikan  makanan,  atau
bantuan yang lain.
26
d. Dukungan Penilaian
Dukungan yang berupa penilaian yang positif, penguatan untuk melakukan
sesuatu, umpan
balik atau
menunjukkan perbandingan  sosial  yang  membuka  wawasan  seseorang  yang
sedang dihadapkan pada situasi stres. 5.
Pola Asuh Menurut  Hurlock    1974    pola  asuh  yang    demokratis  membuat
anak  merasa  dihargai  dalam  keluarga.  Anak  yang  lebih  dihargai akan
cenderung menghargai
diri sendiri
dan mampu
memperkirakan  tanggungjawab  yang  harus  dimilikinya,  sehingga ia  akan  mampu  mengendalikan  perilakunya  dengan  kerangka
aturan  yang  dibuatnya  dengan  berpedoman  pada  norma –  norma
yang berlaku di masyarakat.
4. Dampak Penerimaan Diri
Hurlock  1974   menjelaskan bahwa  jika  seseorang  semakin  baik dalam  menerima  diri  ,maka  akan  semakin  baik  pula  penyesuian  diri  dan
sosialnya.  Dampak  dari  penerimaan  diri  menurut  Hurlock  dibedakan menjadi dua, yaitu :
a.
Dampak dalam penyesuaian diri
Orang  yang  memiliki  penyesuaian  diri  yang  baik  adalah  mereka lebih  mengenali  kelebihan  dan  kekurangannya,  dan  biasanya
memiliki  keyakinan  diri  self  confidence.  Selain  itu,  mereka  juga
27
lebih  dapat  menerima  kritik,  dibandingkan  dengan  orang  yang kurang  dapat  menerima  dirinya.  Dengan  demikian  orang  yang
memiliki  penerimaan  diri  dapat  mengevaluasi  dirinya  secara realistis,  sehingga  dapat  menggunakan  semua  potensinya  secara
efektif  hal  tersebut  dikarenakan  memiliki  anggapan  yang  realistik terhadap  dirinya  maka  mereka    akan  bersikap  jujur  dan  tidak
berpura-pura. b.
Dampak dalam penyesuaian sosial Penerimaan  diri  biasanya  disertai  dengan  adanya  penerimaan  dari
orang  lain.  Orang  yang  memiliki  penerimaa  diri  akan  merasa  aman untuk  memberikan  perhatiannya  pada  orang  lain,  seperti
menunjukkan  rasa  empati.  Dengan  demikian  orang  yang  memiliki penerimaan  diri  dapat  mengadakan  penyesuaian  sosial  yang  lebih
baik  dibandingkan  dengan  orang  yang  merasa  rendah  diri  atau merasa  tidak  adekuat  sehingga  mereka  akan  cenderung  untuk
bersikap inferior atas dirinya sendiri.
5. Proses Penerimaan Diri
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  2008  proses merupakan runtutan  perubahan  peristiwa  dalam  suatu  perkembangan  yang  berupa
serangkaian  tindakan.  Proses  penerimaan  diri  merupakan  serangkaian tindakan  yang  dilakukan  seseorang  dalam  menerima  diri.  Proses  dimana
seseorang  dapat  mengenali  diri  terkait  dengan  kemampuan  dan  kondisi
28
emosional  dalam  diri.  Proses  penerimaan  diri  terhadap  peristiwa  yang menyakitkan  dapat  diartikan  sebagai  rangkaian  tindakan  seseorang  dalam
menerima dirinya dalam menghadapi  peristiwa yang menyakitkan. Dalam konsteks penelitian ini, proses penerimaan diri penderita glaukoma ditinjau
dari  rangkaian  tindakan  yang  mereka  lakukan  untuk  membentuk penerimaan  diri  yang  baik  selama  mengalami  penyakit  yang  berisiko
kebutaan dan tidak dapat disembuhkan ini. Pada  penelitian  ini,  peneliti  juga  menjadikan  kerangka  berpikir
Kubler –  Ross    1998    untuk  melihat  tahap  penerimaan  diri  penderita
glaukoma.  Teori  Kubler –  Ross  memaparkan  tentang  tahapan  mengenai
penerimaan  pada  seseorang  yang  mengalami  peristiwa  menjelang kematian.  Kematian  sendiri  merupakan  peristiwa  yang  menyakitkan.
Peneliti menggunakan kerangka berpikir ini karena peneliti menilai bahwa seseorang  yang  menghadapi  kematian  dan    seseorang  yang  berpotensi
mengalami  kebutaan,  sama –  sama  mengalami  peristiwa  yang
menyakitkan  meski  bentuk  ketakutannya  berbeda.  Peneliti  memutuskan untuk  mempergunakan  tahap  penerimaan  Kubler
–  Ross  karena  dapat menggambarkan  penerimaan  diri  penderita  glaukoma  terkait  dengan
kondisi  yang  dialami.  Dimana  penderitanya  menghadapi  penyakit  yang tidak  dapat  disembuhkan,    harus  ditanggung  penderitanya  seumur  hidup
dan  bisa  berakhir  pada  kebutaan  merupakan  salah  satu  bentuk  peristiwa yang  menyakitkan.  Alasan  lain  peneliti  menggunakan  tahap  penerimaan
ini  karena  belum  adanya  tahap –  tahap  penerimaan  diri  yang  dibahas
29
secara umum dan atau yang dikhususkan pada penderita glaukoma. Tahap – tahap penerimaan diri menurut Kubler – Ross  1998  :
a. Tahap 1  Penolakan
Pada  tahap  ini  seseorang  mengalami  perasaan  shockkaget,  tidak percaya dengan diagnose,  merasa bingung, melakukan penyangkalan
terhadap  kondisi  yang  dialami  sehingga  memungkinkan  seorang tersebut mengasingkan diri sendiri.
b. Tahap 2  Marah
Tahap  ini  memunculkan  perasaan  marah  dan  cenderung  melakukan proyeksi.  Hal  ini  disebabkan  karena  kurangnya  perhatian  atau
perhatian  yang  berlebih  dari  orang  terdekat  terhadap  kondisinya, harapan  tidak  sesuai  dengan  kenyataan,  adanya  perbedaan  dengan
kondisi  yang  dulu  dan  sekarang  serta  ada  penolakan-penolakan. Dalam  tahap  ini  selanjutnya  juga  menimbulkan  perasaan  bersalah
yang diakibatkan oleh sikap menyalahkan diri sendiri karena dianggap sebagai penyebab yang membuat diri mengalami suatu hal buruk atau
karena kelemahan yang c.
Tahap 3  Tawar – Menawar Tahap  ketiga  seseorang  mengalami  pengalaman  religiusitas  dengan
Tuhan.  Ada  proses  tawar  menawar  dimana  seseorang  itu  berjanji untuk  bertingkah  laku  baik  asalkan  permintaannya  dipenuhi.  Namun
pada  kenyataannya  janji  tidak  selalu  dipenuhi  dan  terus  menuntut permintaan  yang lainnya. Memiliki perjanjian dengan  Tuhan ataupun
30
dengan  orang  lain  disekitarnya.  Di  tahap  ketiga  ini  memungkinkan munculnya perasaan bersalah, ketakutan atau merasa dihukum karena
kesalahannya. d.
Tahap 4  Depresi Pada  tahap  ini  terdapat  dua  jenis  depresi.  Pertama,  depresi  reaktif
yaitu  keinginan  untuk  mengungkapkan  banyak  hal  secara  verbal,  ada rasa  bersalah,  dan  keinginan  untuk  mati.  Kedua,  depresi  preparation
yaitu  banya  sedikit  atau  bahkan  tidak  ada  reaksi  verbal  melainkan pada keinginan non verbal seeti keinginan ditemani.
e. Tahap 5  Penerimaan
Munculnya  sikap  penerimaaan  terhadap  kondisi  yang  dialami. Merasakan  kedamaian,  sudah  dapat  melalui  tahap-tahap  sebelumnya
dengan  baik  sehingga  tidak  akan  merasakan  depresi  maupun  marah terhadap kondisinya.
B. Glaukoma
1. Review  Literatur  tentang  Glaukoma  dan  Permasalahan  Psikologis
pada Penderita Glaukoma
Penelitian terkait dengan glaukoma pernah di lakukan Soemarsono 1995    di  Yogyakarta.  Penelitian  ini  melibatkan  149  subjek,  dengan  70
subjek  wanita  dan  79  subjek  pria.    Dari  149  subjek  penelitian  diketahui bahwa  71  orang  mengalami  kebutaan  pada  dua  mata  dan  78  orang
mengalami  kebutaan  pada  satu  mata.  Dari  penelitian  tersebut  diperoleh