Deskripsi Penerimaan Diri HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
                                                                                72
tenang dan nerimo … “  1. no. 237 – 241 . “ya sedih
itu  cuma  di  awal  lama –  lama  ya  ilang  gitu  aja,
mungkin karena udah terbiasa juga ya…  1. no. 295 – 298 . “ya saya nggak mau jadikan sakit ini sebagai
beban ..  “    1.  no.  400  –  401  .  “lha  iya  kan  jadi
dibawa enteng pikirannya .. “ 1. no. 472 – 473 .
Dalam  upayanya  menerima  diri,  dukungan  sosial  emosional  yang diperolehnya  dari  pasangan  dan  orangtua  mempengaruhi  emotion
focused  coping  subjek  K.  Dukungan  sosial  yang  diterima  subjek membuat ia  semakin berusaha untuk tenang menghadapi sakitnya dan
kondisi  yang  dialaminya  sehingga    menerima  diri,  tidak  menjadikan sakit  sebagai  beban  karena  dengan  nasehat  yang  kelurga  berikan
membuat subjek merasa pasangan dan orangtua memahami dan peduli atas kondisi yang ia alami.
“…mereka  akhirnya  ngerti  yang  saya  alami  dan rasakan
”    1.  no.  91  –  93  .  “…mereka  trus  kasih saran    -  saran  buat  nggak  maksain  kemampuan
mata.ya  menasehati  lah  biar  nggak  semakin memburuk  keadaannya
..“  1. no.  206 – 212 . “ya lumayan  senang  karena  mereka  yo  peduli  buktinya
memberi  nasehat  juga ”    1.  no.  224  –  226  .  “ya
ngingetin  udah  pakai  obat  belum,  ngingetin  juga jangan  lupa  berdoa  biar  dikasih  kekuatan  untuk
hadapi  sakit ..”    1.  no.  233  –  236  .  “..Cuma
menasehati dan buat saya tenang menghadapi apapun risiko yang akan saya alami
..”  1. no. 243 – 246 .
Dalam  prosesnya,  subjek  K  dapat  dikatakan  mampu  menerima  diri karena  subjek  mampu  mengelola    mengatur  emosi  yang
dirasakannya.  Seperti  merelaksasikan  perasaan  sedih  dengan menenangkan pikiran.
73
“ .. masa sedih terus,. mungkin ya sudah biasa juga dijalani lah. jadi ya udah gak sedih lagi, karena udah
nenangke pikiran sama perasaan sendiri aja .”  1. no,
302 – 307 . “ … ya dibawa sabar, pikirannya di bawa
enteng. ”  1. no. 414 – 415 . “..nenangin pikiran ben
nggak  dongkol “.    1.  no.  441  –  442  .  “..ya  cuma
dongkol.  trus  tak  pake  istirahat,  trus  kan  dadi tenang
..”  1. no. 564 – 566 .
Meskipun  subjek  mengalami  glaukoma  ,  ia  tetap  mampu  berperilaku sosial  secara  baik  sebagai  wujud  dari  penerimaan  atas  diri.  Seperti
mengikuti kegiatan sosial di lingkungannya.
“nek hubungan sosial ya masih berjalan baik , tapi yo kadang  nek  ada  kumpulan  di  kampung  trus  sakit
matanya lagi kambuh ya nggak datang. tapi ya nggak dirasani juga wong tau kalau memang bener
– bener sakit. jadi karena mereka juga nggak masalah ya aku
jadi  nggak  masalah  juga  waktu  nggak  datang  kerena memang bener-
bener sakit.”  1. no. 369 – 376 . “Ya misale ada arisan bapak-bapak gitu ya saya ikut
– ikut aja  arisan  cuma  kayak  gitu.  trus  juga  itu  ikut  ronda
juga,yang  misal  jadwalnya  tiga  kali  seminggu misalnya  kalau  gek  kambuh  seminggu  sekali,  tapi
dengan pamit ijin .. “  1. no. 385 – 393
Subjek  K  memiliki  perspektif  atas  dirinya  meskipun  subjek mengalami  penyakit  yang  tidak  bisa  disembuhkan  dan  harus
ditanggungnya  seumur  hidup.  Subjek  masih  merasa  dirinya  mampu, tidak merasa minder dan merasa bahwa dirinya masih bermanfaat bagi
orang lain.
“iya  mbak  merasa  masih  mampu  aja  dengan  fisik nggak  maksimal  tapi  kerjaane  masih  oke
..”    1.  no. 342
–  345  .    “Ya  senang  bisa  merasa  masih bermanfaat bagi diri sendiri.
“.  1. no. 355 – 356 . “ ..  terima  keadaan  tanpa  harus  ngeluh
– ngeluh sama
situasi  yang  dihadapi..  biasaan  gitu “.  1. no. 489 –
74
492  .  “..dengan  sakit  kayak  gini  juga  saya  tetap biasanan sama orang,  ya saya ya nggak minder sama
mereka  yang  sehatsama  kayak  dulu  sebelum sakit.nggak  malu  juga  sama  orang.  trus  juga  pekerja
keras,  tapi  nggak  gila  kerja.  sadar  akan  kemampuan aja.”  1. no. 501 – 510 . “…walau sakit glaukoma
gini tapi kan saya masih punya kemampuan ya mbak diberi  sama  Tuhan  kemampuan  kayak  gini  edit-edit
gambar  bisa,  jadi  tetap  punya  kelebihan  dan kekurangan  dalam  diri  saya  mbak,
”.    1.  no.  528  – 536 . “hmm..kelebihan ya kayak yang tadi itu mbak
bertanggungjawab dan lain – lain itu.kalau kelemahan
paling  apa  ya  mudah  dongkol  itu  aja  sih  mbak emosian.”    1.  no.  542  –  547  .  “..tapi  saya  nggak
merasa  dibatasi,  masalahnya  kan  saya  masih  bisa melihat dua - duanya
.”  1. no. 586 – 589 .
Hal ini terbentuk karena dipengaruhi oleh konsep diri yang stabil pada diri  subjek  K  dari  sebelum  mengalami  sakit  hingga  sampai  saat  ini.
Dimana subjek tidak mengeluhkan kondisinya,  tidak merasa malu dan minder dengan kondisi yang dialaminya sehingga tetap bisa menerima
dirinya.
“simpel,  nggak  neko  –  neko,  ya  apa  adanya,  nggak jadi  orang  lain. terima  keadaan tanpa  harus  ngeluh
–
ngeluh  sama  situasi  yang  dihadapi..  biasaan  gitu.
“ 1.  no.  487
– 492 . “ .. dengan sakit kayak gini juga saya  tetap  biasanan  sama  orang,    ya  saya  ya  nggak
minder  sama  mereka  yang  sehat  sama  kayak  dulu sebelum sakit.nggak malu juga sama orang
.. “  1. no. 501
– 508 .
Selain  itu,  pola  asuh  demokratis  yang  dialami  subjek  dimasa  kecil juga  mempengaruhi  penerimaan  diri    subjek  K  di  masa  sekarang,
karena dengan pola asuh demokratis di masa kecilnya, subjek mampu menjadi pribadi yang mandiri dan percaya diri.
75
“  …  ya  belajar  mandiri  sejak  kecil,  tapi  ya  bukan berarti dibiarin lepas gitu sama orang tua. ya tetap di
awasi.jadi  kebawa  mandiri  sampai  sekarang…”  1. no. 602
– 607 .
Meski  subjek  K  sedang  mengalami  sakit,  namun  karena  mampu menerima diri dan kondisinya, subjek tetap memiliki harapan realistis
atas hidupnya.
“ ya harapannya ya mata saya masih bisa digunakan sampai  akhir  hayat  gitu  aja,  sudah  cukup  seperti  ini
saja, semoga
nggak semakin
berkurang kemampuannya untuk melihat.
”  1. no. 634 – 640 .
Subjek  merasa  lingkungan  sekitarnya  juga  memberikan  dukungan sosial emosional karena peduli dengan harapan yang dimilikinya .
“  …  mereka  nasehati  saya  gitu  to    bisa  keliatan  to mbak  kepedulian  mereka  dengan  apa  yang  saya
inginkan kedepannya.. ”  1. no. 657 – 661 . “mereka
kasih  semangat  kalau  misal  juga  biar  nggak  makin parah mereka nyuruh saya rutin pakai obat
“  1. no. 664
– 668 .
Dengan kemampuan subjek K menerima diri, hal ini berdampak pada penyesuaian  terhadap  dirinya  ,  dimana  subjek  mampu  mengevaluasi
diri dengan baik dan menggunakan potensi dalam dirinya.
“iya  mbak  merasa  masih  mampu  aja  dengan  fisik nggak  maksimal  tapi  kerjaane  masih  oke
..”    1.  no. 342
– 345 . “..dadi yo memaksimalkan kemampuan yang dimiliki wae
..”  1. no. 526 – 528 . “..tapi saya nggak  merasa  dibatasi,  masalahnya  kan  saya  masih
bisa melihat dua – duanya.”1. no. 586 – 589
Bukan  hanya  penyesuaian  terhadap  diri,  dengan  kemampuan menerima  diri  inilah  subjek  mampu  melakukan  penyesuaian  secara
76
sosial, dimana subjek merasa aman untuk memberikan perhatian dan empati pada lingkungan sekitarnya.
“ … nggak mau orang – orang ikut rekoso yang tak rasain mbak., jadi ya berusaha ditanggung sendiri gini
aja..nggak suka ngerepotin orang lain “  1. no. 110 –
115  .  “..istriku  kan  dia  juga  punya  kesibukan  juga, eman
– eman  nek harus ditinggal cuma buat nemenin saya ke dokter tok..apa lagi kalau periksa kan lama yo
mbak kasihan nunggu lama banget “  . no. 132 – 138 . “..ya berusaha mandiri, kalau dengan mandiri gitu
kan jadi nggak menyusahkan orang lain “  1. no. 453
– 456 .
Berdasarkan  deskripsi  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  subjek  K mengalami  dampak  fisik  dan  psikososial  akibat  glaukoma.  Subjek
melakukan problem focused coping terkait dengan perihal pengobatan ke  dokter  dan  mencari  informasi  seputar  glaukoma  secara  mandiri.
Subjek melakukan emotion focused coping untuk mengurangi dampak psikososial  yang  dialami  dan  sebagai  upaya  penerimaan  atas  diri.
Emotion  focused  coping  yang  subjek  lakukan  dipengaruhi  oleh dukungan  sosial  emosional.  Hal  inilah  yang  membuat  subjek  K
menjadi  lebih  tenang,  semangat,  tidak  menjadikan  sakit  sebagai beban, tidak minder, merasa diri mampu, sehingga seiring berjalannya
waktu  mampu  menerima  diri  dan  kondisi  yang  dialaminya.    Selain itu,  Subjek  juga  memperoleh  dukungan  sosial  emosional  terkait
dengan  harapan  yang  dimiliki  subjek  ,  memiliki  konsep  diri  yang stabil  dan  pola  asuh  demokratis  di  masa  kecil.  Faktor
–  faktor  ini mempengaruhi penerimaan diri yang dimiliki subjek K.  Kemampuan
77
penerimaan diri subjek dapat tampak dari adanya perspektif akan diri, evaluasi  diri,  pengakuan  atas  kelemahan  dan  kelebihan  dalam  diri,
mengembangkan  potensi,  perilaku  sosial  yang  baik,  mengatur  emosi yang  dirasakan,  serta  memiliki  harapan  yang  realistis.  Penerimaan
atas  diri  pada  subjek  K  juga  berdampak  pada  penyesuaian  terhadap diri dan secara sosial yang telah mampu dilakukan subjek.
2. Subjek  2  TR
Subjek  TR  mengalami  glaukoma  selama  dua  tahun  terakhir. Awal mulanya subjek mengalami gejala mual dan memeriksakannnya
ke  dokter,  tetapi  subjek  dinyatakan  sehat.  Kemudian  subjek memeriksakan kondisi matanya atas saran seorang teman. Subjek TR
memeriksakan  kondisi  matanya  ke  dokter  spesialis  glaukoma  dan menggunakan obat tetes mata sebagai bentuk problem focused coping
yang dilakukannya.
“  …  lalu  saya  cek  ke  dokter  .  ternyata  saya  kena glaukoma
..  “    2.  no.  18  –  20  .  “saya  dapat  tetes mata itu mbak dipakai trus setiap hari
.. “  2. no. 32 – 34 .
Dengan penggunaan obat setiap hari, subjek merasakan capek. “
… capek ya mbak pakai tetes mata trus ..” 2. no. 34
– 36 .
Dari  sakit  yang  dialaminya,  subjek  mengalami  dampak  secara  fisik seperti lapang pandang terbatas dan mata mudah capek.
78
“..ceritanya  kan  beberapa  tahun  lalu  saya  sering pusing dan mual,..”   2. no. 9  – 11 . “Keterbatasan
fungsi mata, nggak optimal, bisa bikin buta juga.
“ 2. no. 65
– 67 . “…ya karena saya sering tiba – tiba gampang capek…” 2. no. 200 – 201 .
Dengan adanya dampak fisik yang dialaminya, subjek juga mengalami dampak  psikososial.  Subjek  mengalami  perasaan  kaget,  takut
mengalami  kebutaan  dan  sedih  waktu  mengetahui  bahwa  dirinya mengalami  glaukoma.  Setelah  didiagnosa  mengalami  glaukoma,
subjek  memiliki  penilaian  negatif  seperti  merasa  diri  cacat  dan terbatas.
“…saya  shock,  kaget  gitu.,  saya  juga  takut  buta karena saya merasa saya udah ciri gitu. kaya ada yang
cacat dalam diri saya, ..”  2. no.51 – 56 .
Subjek juga merasa malu dengan penampilan yang berkacamata sejak mengalami glaukoma.
“..tapi  kalau  boleh  jujur  ya  saya  lebih  milih nggak sakit, saya nggak suka pakai kacamata
..” 2. no. 190
– 194 .
Selain  itu,  subjek  TR  juga    mengalami  perubahan  pola  kerja  dan aktivitas karena subjek merasa diri lemah.
“..saya  juga  jadi  merasa  jadi  orang  yang  lemah  gitu mbak,  apa
–  apa  banyak  bergantung  dengan oranglain
..”.  2. no. 195 – 199 . “..sekarang nggak
bisa  menghadap  komputer  cukup  lama.  labelisasi saya nggak bisa cepat lag
i ..”  2. no. 276 – 280 . “. kalau boleh jujur ya saya lebih puas sebelum sakit ya
mbak, soalnya kalau sekarang apa – apa terbatas.  2.
no. 472 – 476 .
79
Subjek  TR  melakukan  emotion  focused  coping    untuk  mengurangi dampak psikososial yang dialami dan sebagai upaya dalam menerima
diri. Terkait dengan religiusitas seperti melihat sakit sebagai ujian dari Tuhan karena dengan begitu kesedihan subjek menjadi berkurang.
“  gimana  ya  mbak  saya  sebagai  orang  beragama  ya saya lihat sakit ini sebagai ujian
.. “  2. no. 178 – 181 .  “…..tapi  kalau  ingat  ini  ujian  sudah  kurang
sedihnya , “  2. no. 217 – 219 . “…..tapi kalau ingat
ini ujian sudah kurang sedihnya “  2. no. 272 – 275 .
Subjek  TR  juga  melakukan    emotion  focused  coping  yang  terkait dengan  pemikiran  seperti    tidak  putus  asa,  menyemangati  diri,  dan
semangat  menerima  keadaan  sehingga  ketakutannya  berkurang  dan merasa ikhlas menerima keadaan dalam dirinya.
“ .. semangat menerima kondisi, semangat untuk terus maju  kalau  masalah  takut  buta  itu  ya  itu  tadi  mbak
kalau saya ingat ini sebagai ujian ya sedikit berkurang lah  rasa  takutnya,  ikhlas  nerimanya.
“  2. no. 333 – 342 . “..jadi saya juga nggak mau putus asa lah mbak
saya jalani saja wong memang sudah jalannya seperti itu, diterima mbak
“  2. no. 385 – 390 .
Subjek juga memperoleh tiga dukungan sosial,  yaitu dukungan sosial informasi,  emosional,  dan  instrumental.  Akan  tetapi    yang  lebih
berpengaruh  pada  emotion  focused  coping  yang  subjek  TR  lakukan adalah  dukungan  sosial  emosional  yang  diperolehnya  dari  pasangan,
orangtua, dan saudara. Saran dan kepedulian dari keluarga membantu subjek  menerima  keadaan  karena  subjek  merasa  orangtua  dan
keluarga memahami kondisi yang dialaminya.
80
“kalau  teman  –  teman  rata  –  rata  kasihan  ya,  jadi mereka  menyarakan  jangan  capek
–  capek  nyambut
gawe  ya  sak  tekane.
” 2. no. 76  – 81 .”.. disupport
suruh sabar menghadapi sakitnya ya saya jadi sabar.
” 2. no. 89
– 91 . “ya mereka ngertiin keadaan saya mbak,  ngertiin  apa  yang  saya  rasakan  bagaimana
perasaan  saya ..”    2.  no.  117  –  212  .  “  ..  ya  bantu
juga agar saya bisa nerima diri kalau saya ya memang sakit
“  2 .no. 131 – 134 . “keluarga support terus jadi  bantu  saya  juga  untuk  terima  kondisi.
“  2. no. 294
–  297  .  “Ya  diomongi  yang  sabar  ya  ngadepi
sakit,  siapa  tahu  ada  jalannya  nanti  bisa  sembuh juga
,..”    2.  no.  301  –  304  .  “..ingatkan  saya  untuk bisa atur diri sendiri
” 2.no. 328 – 330 .
Di  sisi  lain  subjek  juga  memperoleh  dukungan  sosial  informasi  dari temannya  meski  kurang  berkontribusi  pada  upaya  penerimaan  diri
subjek
“ .. . lalu teman saya menyarankan untuk cek mata,. “ 2.  no.  15
– 17 .  “mereka ada yang menyarankan juga  untuk  nggak  hanya  ke  dokter  tapi  juga  ke
alternatif. ”  2. no. 669 – 672 .
Serta  dukungan  sosial  instrumental  dalam  pekerjaan  subjek  SR  di rumah maupun di tempat kerjanya di perpustakaan.
“support terutama suami, jadi kita berbagi tugas misal saya nyuci baju, suami yang jemur
“  2. no. 84 – 88. “..kayak  angkat  buku  berat  gitu  saya  harus  minta
bantuan yang lain, ya mereka bantu .. “  2. no. 233 –
236 . “ .. mereka ada yang menyarankan juga untuk nggak hanya ke dokter tapi juga ke alternatif… “  2.
no. 669 – 672 .
Dalam  proses  penerimaan  diri  subjek  TR  mampu  mengelola  atau mengatur  emosi  yang  dirasakannya,  dengan  begitu  kesedihannya
berkurang.
81
“ .. sok sedih mbak..tapi kalau ingat ini ujian sudah kurang sedihnya
“.  2. no. 218 – 220 .
Meskipun mengalami glaukoma, dengan kondisi yang dialaminya saat ini, subjek tetap mampu berperilaku sosial secara baik sebagai wujud
dari  penerimaan  diri.  Seperti  mengikuti  kegiatan  sosial  di lingkungannya.
“saya  masih  aktif  ikut  Dharma  Wanita  juga  mbak setelah sakit ini.. saya juga suka kasih pengarahan ke
teman – teman .. “  2. no. 252 – 257 .
Subjek  TR  memiliki  perspektif  atas  dirinya  meskipun  subjek mengalami  penyakit  yang  tidak  bisa  sembuh.  Hal  itu  menunjukkan
bahwa  subjek  memiliki  penerimaan  atas  dirinya.  Subjek  mampu memberi penilaian atas dirinya saat ini sehingga dengan begitu subjek
menjadi menyadari kemampuan yang dimiliki saat ini.
“dengan  kayak  gini  saya  jadi  sadar  diri,  jadi  bisa milah
– milah pekerjaan yang saya mampu,  ya saya tahu diri mbak saya sudah sakit
“.  2. no. 226 – 231 . “dengan adanya perubahan pola kerja ya sadar diri
saja  mbak  kalau  saya  sudah  terbatas  juga kemampuannya….”    2.  no.  281  –  285  .  “…saya
merasa kayak orang cacat
”. 2. no. 291 – 293 .
Meski  demikian  subjek  masih  berusaha  untuk  semangat  menghadapi sakitnya.
“..jadi ya meski capek, ya saya jadi semangat.kalau
gitu  kan  saya  jadi  ada  rasa  masih  mampulah,  walau sakit  saya  mampu  lah  mbak..semangatin  diri  sendiri,
merasa ada sesuatu juga yang berarti dalam diri. “  2.
no. 370 – 379 . “saya itu orang yang cekatan mbak,
yang nggak suka nunda pekerjaan “  2. no. 396 – 399
82
.  “..saya  orangnya  ya  nerimo  mbak  nggak  banyak nuntut,  jadi  kalau  sakit  kayak  gini  ya  sudah.  saya
orangnya ya ngalah aja mbak “  2. no. 404 – 409 .
Perspektif  lainnya  adalah  subjek  menilai  bahwa  dirinya  masih mampu dan tidak merasa lemah.
“ya saya berpikir kalau saya masih mampu lah untuk terus  maju.dengan  berbagai  risiko  yang  harus
dihadapi “  2. no. 445 – 449 .” ya saya nggak mau
lagi merasa diri saya lemah”  2. no. 454 – 456 .
Semangat  dan  penilaian  bahwa  dirinya  masih  mampu  itu  dipengaruh oleh  kesuksesan  atau  keberhasilan  yang  pernah  dialaminya.  Hal  ini
juga  berpengaruh  pada  proses  penerimaan  diri  subjek  karena  subjek merasa diri masih mampu dan berpotensi meski sedang sakit.
“waktu itu saya juara.  lomba itu kan berjuang untuk menang  kan  ya  mbak  jadi  semangat  seperti  itu  yang
bisa membuat saya juga terus semangat “  2. no. 356
–  362    “..meskipun  saya  sakit  gini,  saya  masih dipercaya  untuk  jadi  MC  sampai  sekarang  ini.  kata
teman –  teman  ya  kualitas  MC  saya  masih  belum
berubah  sejak  saya  muda,  ya  jadi  ada  kepuasan tersendiri juga mbak tiap kali berMC
..”  2. no. 485 – 494  .  “…saya  jadi  senang  kalau  masih  diberi
kepercayaan padahal mereka tau saya ini sakit. berarti mereka  masih  berpikir  kalau  saya  ini  sebenarnya
masih mampu
“  2. no. 498 – 504 .
Meski  subjek  TR  sedang  mengalami  sakit,  namun  karena  mampu menerima diri dan kondisinya, subjek tetap memiliki harapan realistis
atas hidupnya.
“ya  saya  berharap  bisa  sembuh,  nggak  pakai kacamata  lagi.  itu  saja.  eh  ada  juga  saya  pengen
segera lulus kuliah S1 saya mbak… “  2. no. 634 –
83
639  .”..  dengan  kondisi  yang  sekarang  sekalipun saya  tetep  mau  nyelesein  kuliah  saya  mbak
”  2. no. 651
– 655 .
Subjek  merasa  lingkungan  sekitarnya  juga  memberikan  dukungan sosial emosional karena peduli dengan harapan yang dimilikinya .
“..mereka  ya  kasih  semangat  biar  cepet  lulus.  kalau yang  masalah  mata,  mereka  mendukung  juga
..”    2. no. 664
– 668 .
Dengan  kemampuan  subjek  TR  menerima  diri,  hal  ini  berdampak pada  penyesuaian  terhadap  dirinya,  dimana  subjek  mampu
mengevaluasi  diri  dengan  baik  dan  menggunakan  potensi  dalam dirinya.
“saya  ya  berjuang  semangat  saja  untuk  sekarang selagi  masih  ada  kesempatan  ,mata  masih  bisa
melihat gini.saya lakukan apa yang bisa saya lakukan di  kerjaan  dan  kehidupan  keluarga  saya
..  “    2.  no. 459
– 468  “Jadi dengan adanya penilaian yang baik kayak  gitu  saya  jadi  terus  semangat  untuk
mengembangkan bakat saya dalam berMC ..”  2. no.
506 – 511 .
Bukan hanya penyesuaian terhdap diri, dengan kemampuan menerima diri  inilah  subjek  mampu  menyesuaikan  secara  sosial,  dimana  subjek
merasa  aman  untuk  memberikan  perhatian  dan  empati  pada lingkungan sekitarnya.
“..saya  juga  cerita  ke  teman  yang  juga  sakit  gini, kalau jangan sampai lengah lah, kalau sakit ya cek up.
saya  menyarankan  mereka  seperti  itu  mbak. ..”    2.
no. 242 – 248 .
84
Berdasarkan deskripsi data diatas dapat disimpulkan bahwa subjek TR mengalami  dampak  fisik  dan  psikososial  akibat  glaukoma.  Subjek
melakukan problem focused coping terkait dengan perihal pengobatan. Subjek melakukan emotion focused coping untuk mengurangi dampak
psikososial  yang  dialami  dan  sebagai  upaya  penerimaan  atas  diri. Emotion  focused  coping  yang  subjek  lakukan  dipengaruhi  oleh  oleh
dukungan  sosial  emosional.  Hal  itu mampu   membuat  kesedihan  dan ketakutan  subjek  TR  berkurang,  menjadikan  subjek  lebih  berjuang,
menjadi  sabar,  terbiasa  dengan  kondisi,  merasa  diri  mampu, mensyukuri  keadaan,  dan  seberjalannya  waktu  mampu  menerima
kondisi.Subjek  juga  memperoleh  dukungan  sosial  emosional  terkait dengan  harapan  yang  dimiliki  subjek  dan  pernah  mengalami
kesuksesan  .Faktor –  faktor  ini  mempengaruhi  penerimaan  pada  diri
subjek.  Dukungan  sosial  informasi  dan  instrumental  yang  diperoleh subjek  TR  hanyalah  seputar  pengobatan  atas  penyakitnya.
Kemampuan  penerimaan  diri  subjek  tampak  dari  adanya  perspektif akan  diri,  evaluasi  diri,  mengembangkan  potensi,  pengakuan  atas
kelemahan  dan  kelebihan  dalam  diri,    perilaku  sosial  yang  baik, mengatur  emosi  yang  dirasakan,  serta  memiliki  harapan  realistis.
Penerimaan  atas  diri  pada  subjek  TR  juga  berdampak  pada penyesuaian  terhadap  diri  dan  sosial  yang  telah  mampu  dilakukan
subjek.
85
3. Subjek 3  TE
Subjek  TE  mengalami  glaukoma  sejak  tahun  2011.  Awal mulanya  subjek  mendapat  rujukan  saat  pemeriksaan  rutin  untuk
memeriksakan  kondisi  matanya  ke  dokter  spesialis  glaukoma  karena tekanan  bola  matanya  tinggi.  Glaukoma  yang  dialaminya  juga
dipengaruhi  akibat  penyakit  katarak.  Sejak  itu  subjek  memeriksakan kondisinya,  menjalani  operasi  dan  menggunakan  sebagai  bentuk
problem  focused  coping  yang  dilakukannya,  namun  operasinya mengalami kegagalan .
“ .. periksa ke dokter Retno karena tekanan matanya tinggi.  itu  benar  glaukoma  lah  aku.beberapa  kali
kontrol .. “  3. no. 20 – 24 .”.. dokter putuskan untuk
dioperasi  itu  bulan  Desember.  tapi  hasil  operasinya itu cuma bertahan tiga bulan
.. “  3. no. 28 – 32 .
Kegagalan  operasi  itu  memunculkan  dampak  kekecewaan  pada  diri subjek.
“..Kecewa ya soalnya sudah berharap dengan operasi itu  kondisiku  makin  membaik.  tapi  kok  malah  gagal
itu  kecewa  banget  lah..harapanku  ya  turun  gitu tekanannya  biar  nggak  burem,  sedih  pasti.
.”  3. no. 63
– 71 . “..setelah gagal operasi itu aja..jadi merasa
harapan untuk
sembuh semakin
kecil kemungkinannya.  makin  ketakutan  buta  juga  kalau
bener – bener memang nggak bisa sembuh.”  3. no.
87 – 94 .
Problem focused coping lain yang dilakukan subjek pada kondisinya adalah menggunakan obat tetes mata setiap hari.
86
“ya tetes mata itu vetrolenta ya tiap hari itu “  3. no. 103
– 104 .
Dengan  penggunaan  obat  tetes  setiap  hari  itu  membuat  subjek  TE merasa capek.
“Capek lah harus berkali – kali netesin obat mata jadi nggak  bebas  ngapa
–  ngapain juga..”    3.  no.  111  – 114 .
Dari  sakit  yang  dialaminya,  subjek  mengalami  dampak  secara  fisik seperti lapang pandang terbatas, mata mudah capek , dan pusing.
“… itu tekanannya naik turun, terakhir tinggi itu lalu dokter
putuskan untuk
dioperasi itu
bulan Desember…”  3. no. 25 – 30 . “ya nyeri gitu nggak
nyaman “.  3. no. 54 – 55 . “..kondisi mataku nggak
kayak  dulu  lagi  kan  sekarang  burem  jadi  agak terbatas  juga
..”    3.  no.  407  –  410  .  “..sekarang sebentar  saja  udah  pegel..nyeri  gitu
..”  3. no. 423 – 425 .
Akibat  dampak  fisik  yang  dialami,  subjek  juga  mengalami  dampak psikososial.  Subjek  mengalami  perasaan  sedih,  takut  buta,  marah,
stress, dan terbebani.
“ketakutan lah,takut buta…pokoknya ada rasa nggak berdaya  gitu
.  sedih,…sedih  benget  pokoknya  “    3. no. 125
– 129 .
Subjek juga memiliki penilaian negatif, tidak berdaya, dan merasa diri cacat yang membuatnya merasa kesal dan marah.
“..aku ngerasa sekarang cacat “  3. no. 143 – 144 . “ya ada rasa kesal kenapa aku begini, tapi itu awal –
awal..stres  rasanya,  kesal  banget  gitu  rasanya  marah juga
“  3. no. 336 – 340 .
87
Subjek juga mengalami perubahan pola aktivitas.
“..kalau baca dan nonton itu udah nggak seenak dulu, …”  3. no. 421 – 423 .
Subjek merasa khawatir akan masa depannya.
“mikirin masa depan gimana kalau sakit kayak gini, masih bisa beraktivitas nggak
. “  3. no. 131 – 134 .
Setelah  mengetahui  bahwa  dirinya  mengalami  glaukoma,  atas  saran anaknya,  subjek  TE  mengikuti  seminar  tentang  glaukoma.  Selain  itu
subjek juga pernah mengikuti terapi totok.
“..nah  operasi  yang  pertama  itu  jadi  gagal..nah  aku putuskan  ikut  terapi  totok
..  “    3.  no.  36  –  39  . “..anakku  bilang  nyuruh  aku  untuk  ikut  seminar
tentang  glaukoma  juga,  tapi  aku  takut  walaupun akhirnya  ikut.maksudnya  biar  tahu  glaukoma  seperti
apa
..” 3. no. 198 – 205 .
Subjek  TE  melakukan  emotion  focused  coping    untuk  mengurangi dampak psikososial yang dialami dan sebagai upaya dalam menerima
diri.  Terkait  dengan  religiusitas  seperti  berdoa,  mensyukuri  keadaan, dan melihat sakit sebagai ujian.
“Ya aku cuma berdoa,Tuhan jangan sampai mata ini mengalami  kebutaan,
..  “    3.  no.  170  –  173  .  “Jadi lebih tenang untuk menghadapi kedepannya
“  3. no. 182
– 183 .
Terkait  dengan  pemikiran  emotion  focused  coping  yang  dilakukan adalah  seperti  menyadari  memang  tidak  bisa  sembuh,  menangkan
pikiran, dan berusaha menerima keadaan, serta berusaha ikhlas.
88
“ .. sadar aja kalau memang nggak bisa sembuh”  3. no. 96
– 97 . “ .. didoakan gitu bantu aku lebih kuat aja  menghadapi  sakitku
..  “    3.  220  –  223  .  “  .. perhatian mereka buat tante senang gitu jadi berharga
untuk mereka…”  3. no. 228 – 230 . “ya sudah mau diapa-apain  juga  nggak  bisa  tuh  kan  yang  kiri,mikir
aja  yang  kanan  masih  ya  disyukuri
“   3. no.  356  – 360  .  “  ..  itu  aku  terima  saja  kalau  memang  sudah
tidak  bisa  dihindari … “  3. no. 372 – 375 . “  ya
berusaha ikhlas.
pasrah dan
ikhlas pokoknya..bersyukur  saja  masih  diberi  kemampuan
melihat dengan jelas di mata yang satunya .. “  3. no.
530 – 536 .
Subjek  juga  mampu  menilai  bahwa  ada  kedekatan  dengan  keluarga setelah sakit.
“…jadi  Tuhan  kasih  cobaan  kayak  gini  aku  jadi makin dekat lah dengan anak
– anak.”  3. no. 310 –
314 .
Subjek juga mencari kesibukan agar tidak berpikiran macam – macam
akan kondisinya.
“ya  jadi  ada  kesibukan  kan  jadi  berkurang  berpikir tentang macem
– macem itu tentang masa depan.. “ 3. n0. 443
– 446 .
Emotion focused coping lain yang dilakukan subjek adalah menonton acaranya yang memberikan motivasi akan kehidupan.
“  …  ya  aku  lihat  acara  –acara  yang  buat  semangat juga. biar aku juga jadi semangat hadapi sakitku
“  3. no. 450
– 454 .
Subjek  mendapatkan  dua  bentuk  dukungan  sosial  yaitu  dukungan sosial  informasi  dan  emosional.  Akan  tetapi,    dukungan  sosial
emosional yang diperolehnya dari anak –anak dan temannya lah yang
89
mempengaruhi  emotion  focused  copingi  yang  subjek  TE  lakukan. Dukungan  sosial  emosional  yang  diperolehnya  membuat  subjek
merasa tidak sendiri, menjadi ikhlas, dan semangat karena lingkungan sosial merasakan apa yang dirasakan subjek.
“anak – anak berusaha menenangkan bilang “ sudah lah  mam  nggak  usah  dipikir”    3.  no.  191  –  195  .
“waktu pas operasi juga aku takut, lalu teman – teman doakan tante, jadi tante tenang. aku juga minta teman
gereja didoakan pasca operasi mata, mereka doakan.. didoakan  gitu  bantu  aku  lebih  kuat  aja  menghadapi
sakitkuu “   3. no. 212 – 223 . “…perhatian kayak gitu  buat  aku  merasa  berarti  gitu  dengan  sakit  tapi
mereka masih peduli.
“  3. no. 231 – 234 .  “..anak – anak itu bener
– bener deh memahami..”  3. no. 242 – 244 . “..mereka nasehatin tante untuk nggak capek
– capek “  3. no. 291 – 294 . “  Iya mereka bener – bener  dengan  menerima  keadaan  itu  mereka
mengajarkan aku untuk lebih ikhlas ke depannya
.. “ 3. no. 575
– 580 .
Sedangkan  dukungan  sosial  informasi  yang  diterima  subjek  hanya sebuah  saran  untuk  mencari  informasi  agar  menambah  wawasan
tentang glaukoma.
“...anakku  bilang  nyuruh  aku  untuk  ikut  seminar tentang glaukoma
” 3.no. 198 – 200 .
Pola  asuh  demokratis  yang  diterimanya  di  masa  kecil  juga berpengaruh  pada  upaya  penerimaan  diri  subjek  sehingga  membuat
subjek menjadi pribadi yang kuat dan mandiri.
“  ..  orangtua  nggak  pernah  manjain,  perhatian  yang diberikan  ke  kami  juga  nggak  berlebihan..  dengan
kayak  gitu  kami  jadi  pribadi  yang  kuat  dan  nggak cengeng
..”  3. no. 669 – 676 . “ .. sampai sekarang sakit, ya dihadapi saja.aku harus kuat karena orangtua
juga  mengajarkan  kami  untuk  kuat  terima  apa  yang
90
sedang dialami dalam tiap kehidupan ..”  3. no. 678 –
685 .
Dalam  proses  penerimaan  diri  subjek  TE  mampu  mengelola  atau mengatur  emosi  yang  dirasakannya.  Rasa  marah  dan  kesalpun  mulai
berkurang.
“ stres rasanya, kesal banget gitu rasanya marah juga gimana.tapi  sekarang  ya  berkurang  tapi  kalau  ingat
kayak gini bukannya sedih ya tapi ada rasa seperti ya kenapa  harus  begini  gitu.  oh  sekarang  aku  punya
kekurangan
“.  3. no. 338 – 349 .
Meskipun  subjek  mengalami  glaukoma,  dengan  kondisi  yang dialaminya  saat  ini,  ia  tetap  mampu  berperilaku  sosial  secara  baik,
sebagai  wujud  dari  penerimaan  akan  diri.  Seperti  mengikuti  kegiatan sosial di lingkungannya.
“ya kalau ada latihan nyanyi gitu sama teman – teman ya  tetep  datang.  kalau  ada  perkumpulan  gitu  juga
tante  usahakan  datang.  kalau  ada  ibadah  di  rumah siapa  gitu  tante  usahakan  juga  datang.  kalau  sudah
selesai  gitu  ya  ngobrol
–  ngobrol  gitu  ibu  –  ibu. seneng bisa berkumpul gitu kan relasinya jadi baik
..” 3. no. 461
– 474 .
Subjek TE memiliki perspektif atas dirinya meski mengalami penyakit yang harus ditanggungnya seumur hidup. Sebagai bentuk penerimaan
diri  subjek  mampu  mengevaluasi  kelemahan  dan  kelebihan  dalam dirinya.
“aku juga mau berjuang untuk terus bertahan dengan sakit  ini.Aku  bisalah.
“    3.  no.  326  –  329  .  “..oh sekarang aku punya kekurangan
”.  3. no. 348 – 349
91
. “ … dengan nyanyi juga aku merasa masih punya kelebihan
”.    3.  no.  399  –  401  .  “  ..  aku  orangnya kayak  gitu,  nggak  suka  nuntut  ini  itu  secara
berlebihan ”  3.  no.  614  –  617  .  “ya  lebih  puas
sebelum sakit, tante merasa punya kekurangan dalam diri..merasa  diri  tante  itu  cacat.  tapi  ya  sudah  terjadi
juga.. tapi aku merasa aku mampu menghadapi ini ..”
3. no. 630 – 637 .
Meski  sedang  mengalami  sakit,  namun  karena  subjek  TE  mampu menerima diri dan kondisinya, ia tetap memiliki harapan realistis atas
hidupnya.
“tapi aku juga pengen sembuh ya mungkin kecil tapi kalau  namanya  berharap  kan  nggak  ada  salahnya..”
3.  no.  376 – 381 . “tante berharap bisa sembuh aja
sih. paling tidak dengan kondisi tante seperti ini tante masih  bisa  sampai  tua.  bisa  mandiri  dan  tidak
bergantung.  aku  ingin  masa  tuaku  normal,  kalau dipanggil  Tuhan  tidak  mau  sakit-sakit  banget
menyusahkan  orang  banyak.  maunya  masa  tua  bisa dijalani  dengan  kemandirian  kalau  tua  tidak
menyusahkan anak
– anak. “  3. no. 696 – 713.
Subjek  merasa  lingkungan  sekitarnya  juga  memberikan  dukungan sosial emosional karena peduli dengan harapan yang dimilikinya .
“ya mereka bantu doa untuk harapan yang aku ingin itu..
“  3. no. 731 – 733 .
Dengan kemampuan subjek TE menerima diri, hal ini berdampak pada penyesuaian  terhadap  dirinya,  dimana  subjek  mampu  mengevaluasi
diri dengan baik dan menggunakan potensi dalam dirinya.
“ … Tuhan beri anugrah suara aku senang jadi ya aku latihan  nyanyi  mengembangkan  kemampuan  diri
juga ”.  3. no. 402 – 406 .
92
Bukan  hanya  penyesuaian  terhadap  diri,  dengan  kemampuan menerima  diri  inilah  subjek  mampu  melakukan  penyesuaian  secara
sosial,  dimana  subjek  merasa  aman  untuk  memberi  perhatian  dan empati pada lingkungan sekitarnya.
“ … jadi yang aku hindari ya itu naik mobil itu malah membahayakan  diri sendiri  dan  orang  lain
..”  3. no. 411
–  4114  .  “  …  aku  orangnya  toleran  sih  sama orang
– orang disekitarku”  4. no. 599 – 602 .
Berdasarkan  deskrispsi  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  subjek  TE mengalami  dampak  fisik  dan  psikososial  akibat  glaukoma.  Subjek
melakukan problem focused coping terkait dengan perihal pengobatan Subjek melakukan emotion focused coping untuk mengurangi dampak
psikososial  yang  dialami  dan  sebagai  upaya  penerimaan  atas  diri. Emotion  focused  coping  yang  subjek  lakukan  dipengaruhi  oleh
dukungan  sosial  emosional  dan  pola  asuh  demokratis  di  masa  kecil. Hal ini lah yang membuat subjek menjadi ikhlas, lebih berjuang, tidak
merasa sendiri, kuat menerima, tidak mau merasa lemah, mensyukuri keadaan, hingga seberjalannya waktu mampu menerima kondisi  yang
dialaminya.  Subjek  juga  memperoleh  dukungan  sosial  emosional terkait  dengan  harapan  yang  dimiliki  subjek  sehingga  mampu
menerima  diri.  Sedangkan  dukungan  sosial  informasi  yang  diterima subjek  hanyalah  sekedar  informasi  tambahan  seputar  penyakitnya.
Kemampuan  penerimaan  diri  subjek  dapat  tampak  dari  adanya perspekti akan diri, evaluasi diri, mengembangkan potensi, pengakuan
93
atas  kelemahan  dan  kelebihan  dalam  diri,  perilaku  sosial  yang  baik, mengatur emosi yang dirasakan, serta memiliki harapan yang realistis.
Kemampuan  penerimaan  diri  subjek  berdampak  pada  penyesuaian terhadap diri dan secara sosial yang telah mampu dilakukan subjek.
4. Subjek 4  NS
Subjek NS  mengalami  glaukoma sudah sekitar tiga atau empat tahun.  Awal  mulanya  salah  satu  mata  subjek  tidak  bisa  melihat  saat
bangun tidur.
“tau – tau pagi – pagi itu nggak kelihatan sama sekali “ 4. no. 10 – 13 . “
Lalu  subjek  memeriksakannya  ke  dokter  spesialis  mata  dan menggunakan obat tetes mata sebagai bentuk problem focused coping
yang  dilakukan.  Penggunaan  tetes  mata  dipilihanya  karena  subjek merasa takut menjalani operasi.
“ … ngecek ke dokter spesialis.. “  4. no. 14 – 15 . “Obat tetes mata itu setiap hari.. “ 4. no. 42 – 43 .
Ketakutan untuk dioperasi sebagai dampak psikososialyang dialami.
“.tapi saya nggak mau dioperasi. saya takut, takutnya kalau  dioperasi  nanti  sampai  kemana
–  kemana sakitnya
..” 4. no. 66 – 70 .
Penggunaan obat setiap hari itu membuat subjek NS merasa capek.
“..capek ya sebenernya pakai tetes tiap hari kemana – mana itu juga bawa tapi mau gimana lagi juga emang
harus dijaga”.  4. no. 44 – 49 .
94
Dari  sakit  yang  dialaminya,  subjek  mengalami  dampak  secara  fisik seperti  tekanan  mata  tinggi,  mata  nyeri  dan  tidak  bisa  melihat
sementara.
…itu  tekanan  matanya  sudah  delapan  puluh  lima, hanya yang mata kanan. kalau yang kiri normal… “
4.  no.  16 –  20  .  “ya  nyeri  aja  mbak.  itu  beberapa
menit setelah bangun tidur itu kok nggak kelihatan … “  4. no. 31 – 35 .
Dengan  adanya  dampak  fisik  yang  dialaminya,  subjek  mengalami dampak  psikososial.  Subjek  mengalami  perasaan  takut  buta,  sedih,
dan kaget.
“..risikonya bisa buta itu saya makin kaget dan takut, deg
–  degan  rasanya  saya  masih  muda  kok  sudah glaukoma
“.  4. no. 59 – 64 . “Ya dulu sedih mbak,
sekarang  sudah  bisa .”    4.  no.  165  –  166  .  “..kalau
boleh  jujur  ya  saya  takut  banget  ya  mbak  dulu kehilangan penglihatan saya…”  4. no. 175 – 178 .
Subjek juga mengalami perubahan pola kerja dan aktivitas.
“Ya  kalau  pekerjaan  di  depan  komputer  itu keganggu.  kalau  lagi  kambuh  ngak  bisa  ngapa
– ngapain itu
…”  4. no. 247 – 251 . “Ya jam kerjanya lebih  banyak  ya  beda  sama  setelah  sakit  jadi
berkurang.onlinenya juga
jadi berkurang
waktunya…”  4. no.269 – 273 .
Subjek  NS  melakukan  emotion  focused  coping    untuk  mengurangi dampak psikososial yang dialami dan sebagai upaya dalam menerima
diri.  Terkait  dengan  religiusutas  yaitu  dengan  menikai  bahwa  sakit yang  dialaminya  datang  dari  Tuhan  sehingga  membuatnya  lebih
semangat.
95
“saya mikir sakit datangnya dari Tuhan itu lah mbaku “  4. no. 184 – 186  “…nggak mau nyalahin siapa –
siapa  juga..kalau  saya  sakit  glaukoma  gini  kan datangnya dari Tuhan ya diterima aja mbak saya jadi
menjalani hidup  lebih fight, jadi lebih semangat
”  4. no. 431
– 440
Terkait  dengan  pemikiran  seperti  tidak  menjadikan  sakit  sebagai batasan  karena  subjek  merasa  bahwa  dirinya  masih  mampu  meski
sakit.
“ …. ya memang sakit sih tapi saya juga nggak mau dibatasi dan jadiin ini alasan mbak, sudah capek juga
mbak, capek ngeluh jadi sudah jalani aja biar tenang juga hatinya
“  4. no. 151 – 158 . “saya beryukur aja masih bisa kerja cari uang..walau sakit gini saya bisa
mandiri .. “  4. no. 372 – 376  . .” .. kalau pun ada
batasan  saya  nggak  mau  jadikan  itu  sebagai  alasan untuk nggak berusaha maju mbak
” 4. no. 530 – 534.
Subjek  juga  mampu    menilai  bahwa  dengan  sakit  mengalami kedekatan dengan keluarga.
“saya merasa Tuhan punya maksud gitu mbak kenapa gitu,atau  mungkin  biar  saya  lebih  dekat  dengan
orangtua ”  4. no. 187 – 192 .
Dukungan  sosial  emosional  yang  diperolehnya  dari  orangtua  dan teman  mempengaruhi  emotion  focused  coping  yang    subjek  NS
lakukan.  Dengan  nasehat  dari  lingkungan  sosialnya,  subjek  merasa lingkungan sosialnya peduli dengan dirinya karena mereka merasakan
apa yang dirasakan subjek NS.
“..bapak bilang suruh saya jaga kondisi mata, dijaga sedemikian
agar tekanannya
tetap stabil.
bapak  juga  bilang  untuk  semangat  menjalani
96
kehidupan  kedepannya ..”    4.  no.  87  –  94  .
“..sekarang    teman  –  teman  tahu.  mereka  itu  juga baik, jadinya ada support dari mereka.
kayak tanya “ gimana keadaannya “. selalu care..”  4. no. 99 – 104
.” … ya walaupun cuma mendengarkan keluh kesah saya  aja  mereka  sudah  mau  mendengarkan  dan
memahami
“  4. no. 123 – 128 . “keluarga kan bantu menasehati agar saya nggak putus asa
..”  4. no. 357 – 359 .
Dalam  proses  penerimaan  diri  subjek  NS  mampu  mengelola  emosi yang dirasakannya.
“Ya  dulu  sedih  mbak,  sekarang  sudah  bisa  aja.ya sudah  lama  juga  sudah  biasa,  risiko  yang  harus
dihadapi itu ya sudah terima aja ..” 4. no. 165 – 171.
Meskipun  subjek  mengalami  glaukoma,  dengan  kondisi  yang dialaminya subjek tetap mampu beraktivitas sosial secara baik. Seperti
mengikuti kegiatan sosial di ligkungannya.
“semua kegiatan dengan teman – teman semua masih saya lakukan. diajakin kumpul untuk futsal saya bisa,
jalan – jalan sama mereka saya juga masih tapi kalau
nggak  kambuh.kalau  kambuh  ya  nggak  pergi  tapi mereka kan ngerti sama apa yang saya alami   4.no.
297 – 309 .
Subjek  memiliki  perspektif  atas  dirinya  meskipun  subjek  mengalami penyakit  yang  tidak  dapat  disembuhkan  dan  harus  ditanggungnya
seumur hidup. Subjek tidak ingin menjadi lemah karena kondisi sakit yang  dialaminya  karena  subjek  merasa  masih  memiliki  kemampuan
yang bisa dikembangkan.
97
“ya  ada  kemampuan  –  kemampuan  saya  yang  lain yang  masih  bisa  dikembangin  juga
“.  4. no. 367  – 370 . “ uang nggak minta orangtua saya merasa diri
saya  mampu  mbak  walau  sakit  tapi  bisa  lepas  dari orangtua secara ekonomi
…”  4. no. 377 – 382 . “ .. saya menilai semua hidup saya itu berhasil mbak
”  4. no.  401
–  403  .  “..saya  ini  gagal  karena  sakit  tapi saya  bisa  berhasil  untuk  mencari  uang  sendiri  dan
nggak  merepotkan  orangtua,dengan  kayak  gitu  saya jadi  merasa    berharga  walau  sakit  karena  punya
kemampuan  sehingga  saya  nggak  merasa  jadi  orang lemah yang dibatasi oleh sakit
..”  4. no. 412 – 425 . “..nggak  menarget  hidup  lah,  jalani  aja  tapi  nggak
lepas  tanggungjawab  lho  saya  pribadi  yang ceroboh..suka grusa
– grusu”.  4. no. 458 – 466 . “ ..  saya  merasa  mampu  untuk  menjalani  semua  ini
sakitnya, berjuang hidup ”  4. no. 593 – 597
Hal  ini  terbentuk  karena  dipengaruhi  oleh  konsep  diri  stabil  yang subjek  miliki  dari  sebelum  mengalami  sakit  hingga  samapi  saat  ini.
Subjek  merasa  bahwa  dia  mencintai  segala  sesuatu  yang  ada  dalam dirinya.
“Ya sederhana,biasa – biasa, santai, nggak menarget hidup lah, jalani aja . tapi nggak lepas tanggungjawab
lho saya pribadi yang ceroboh “  4. no. 457 – 465 .
“Sama  sih  mbak  tapi  sekarang  saya  orangnya  jadi makin hati
– hati aja dalam ambil keputusan.. ya saya mencintai  diri  saya  saya  mencintai  segala  sesuatu
yang saya miliki dalam diri.ini mbak., mau sakit sehat saya nggak mau nyalahin siapa
– siapa intinya seperti itu.
”  4. no. 491 – 502
Selain  itu,  kesuksesan  yang  subjek  alami  dalam  hidupnya  juga mempengaruhi proses penerimaan diri yang ia lakukan. Dan membuat
subjek semangat menerima kondisinya meski sedang sakit.
98
“ … dengan saya bisa dapat penghasilan sekian dari tukar mata uang saya merasa ada yang membuat saya
jadi semangat.meski
sakit tapi
menerima kondisinya
..”    4.  no.  383  –  390  .  “..saya  menilai semua hidup saya itu berhasil mbak”  4. no. 401  –
403 .
Pola  asuh  yang  diperoleh  subjek  di  masa  kecil  juga  mempengaruhi penerimaan  diri  subjek  NS  di  masa  sekarang,  karena  subjek  menjadi
pribadi yang mandiri dan percaya diri.
“..kalau  kita  dibebaskan  gini  kan  jadi  makin  tau kemampuan  dan  titik  lemah  diri  kita,  dengan  kayak
gitu  sehingga  saya  bisa  nerima  apapun  itu “    4.
no.622 – 628.
Meski  subjek  NS  sedang  mengalami  sakit,  namun    karena  mampu menerima diri dan kondisinya, subjek tetap memiliki harapan realistis
atas hidupnya.
“tapi  ya  jangan  sampai  buta  juga  mbak  saya  sudah berusaha untuk jaga kondisi mata
“ 4. no. 142 – 145 .  “soalnya..saya  harus  tetap  berjuang  juga  untuk
masa  depan  saya “    4.  no.  148  –  150  .  “…terus
mengembangkan  pekerjaan  saya,  menjadi  makin sukses
”  4. no. 391  – 394 . “Yang jelas tetap bisa berjuang,  survive  lah  mbak  pengen  nggak  makin
parah sakitnya .. “  4. no. 638 – 641 . “..bahagiakan
orangtua juga bikin bangga mereka pastinya..trus juga bisa menjalani hidup dengan sabar dan tenang.”  4.
no. 647 – 653 . “ .. dengan kondisi kayak gini nggak
mau sia –siakan waktu juga mbak dengan keluarga.”
4. no. 665 – 668 .
Subjek  merasa  lingkungan  sekitarnya  juga  memberikan  dukungan sosial emosional karena peduli dengan harapan yang dimilikinya .
99
“..ya  mereka  bantu  kasih  semangat  juga  ke  saya. nggak  menghadapi  masalah  sendirian  juga
”    4.  no. 684
– 688 .
Dengan  kemampuan  subjek  NS  menerima  diri,  hal  ini  berdampak pada  penyesuaian  terhadap  dirinya,  dimana  subjek  mampu
mengevauasi  diri  dengan    baik  dan  menggunakan  potensi  dalam dirinya.
“Ya saya terpacu aja mbak untuk menunjukkan juga kalau dengan sakit juga tetap bisa dapatin hasil yang
banyak yang okelah katakanlah kayak gitu..siapa tahu juga malah bisa lebih dari mereka yang sehat “.  4.
no. 284
– 292 . “..ya ada kemampuan – kemampuan saya yang lain yang masih bisa dikembangin juga
”. 4.  no.  367
–  370  .  “..  untuk  terus  mengembangkan pekerjaan  saya
..”    4.  no.  391  –  393  .  “Ya  saya merasa  puas,  saya  mensyukurinya..saya  diciptakan
dengan  kondisi  yang  normal,  saya  puas..saya diciptakan  dengan  kemampuan  yang  saya  miliki
seperti sekarang “  4. no. 508 – 516 .
Berdasarkan  deskripsi  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  subjek  NS mengalami dampak fisik dan dan psikososial akibat glaukoma. Subjek
melakukan  problem  focused  coping  terkait  dengan  kondisi penyakitnya.  Subjek  melakukan  emotion  focused  coping  untuk
mengurangi  dampak  psikososial  yang  dialami  dan  sebagai  upaya penerimaan  atas  diri.  Upaya  menerima  diri  ini  dipengaruhi  oleh
dukungan sosial emosional. Hal ini lah yang yang membuat kesedihan subjek NS berkurang, menjadi tenang, tidak merasa sendirian, menjadi
lebih  berjuang,  terbiasa  dengan  kondisi,  tidak  mau  lemah,  semangat,
100
tidak mau dibatasi keadaan, hingga beberapa bulan setelah didiagnosa megakami  glaukoma,  subjek  sudah  mampu  menerima  kondisinya.
Selain itu, subjek juga memperoleh dukungan sosial emosional terkait dengan  harapan  yang  dimiliki  subjek,  mengalami  kesuksesan,  pola
asuh demokratis, dan memliki konsep diri yang stabil. Faktor - faktor ini  yang  mempengaruhi  penerimaan  diri  subjek  NS.  Kemampuan
penerimaan diri subjek dapat tampak dari adanya perspektif akan diri, evaluasi diri, mengembangkan potensi, pengakuan atas kelemahan dan
kelebihan diri, memiliki harapan yang realistis, serta mampu mengatur emosi  yang  dirasakan.  Penerimaan  atas  diri  pada  subjek  NS  juga
berdampak pada penyesuaian terhadap diri.
5. Subjek 5  SR
Subjek  SR  mengalami  glaukoma  sejak  tahun  2009.  Awal mulanya subjek hanya memeriksakan kondisi minus matanya, namun
mendapat  rujukan  untuk  memeriksakan  ke  dokter  spesialis  glaukoma sebagai bentuk problem focused coping yang dilakukannya.
“ .. besoknya baru cari spesialis glaukoma..”  5. no. 21
– 22 .
Problem  focused  coping  lain  yang  dialakukan  subjek  SR  adalah menggunakan obat tetes mata setiap hari
“  ..  dikasih  obat  tetes  dua  sama  dokternya.  yang sekali  pemakaian  langsung  dua,  aku  pakai
“  5. no. 36
– 39 . “ .. ya harus tekun pakai obatnya. aku coba tekuni  sampai  sekarang..  dengan  tujuan  ya  menjaga
diri biar nggak makin parah. “  5. no. 56 – 62 .
101
Penggunaan  obat  setiap  hari  membuat  subjek  merasa  marah  karena tidak ada perubahan.
“Ya  capek  males  ..awal  –  awal  aku  marah  karena nggak biasa pake trus harus  pakai trus kan gemes to
kok yo ra iso mari “  5. no. 67 – 72 .
Dari  sakit  yang  dialaminya,  subjek  mengalami  dampak  fisik  seperti mata nyeri, tekanan mata tinggi, dan kondisi mata yang agak keluar.
“…tekanan mata yang tinggi gini sudah itu glaukoma lah  sampai  sekarang
..”  5.  no.  31  –  34  . “Iya  dek
kayak  mondol  gitu  lama –  lama  setelah  diobati  ya
berkurang dikit – dikit.” 5. no. 285 – 288 . “…trus
lama – lama di depan komputer rasanya gimana gitu.
cekot – cekot.nyeri gitu ya..” 5. no. 443 – 447 .
Dengan adanya dampak fisik yang dialaminya, subjek juga mengalami dampak psikososial. Subjek mengalami perasaan takut buta, putus asa,
dan minder.
“…kenapa harus saya.nggak yang lain.kok bisa….ya waktu itu sedikit putus asa, ya nggak bisa terima aku
kok tiba – tiba sakitnya seperti itu dan dengan risiko
yang seperti itu. makin lama bisa bikin buta ..”  5. no.
93 –  102  .  ““kalau  sampai  sekarang  masih  ada
perasaan takut  itu  aku  pikir  ya  wajar ”  5. no. 402 –
405  . “Ya  karena  sakitku  ini  aku  merasa  minder,
merasa nggak kayak teman yang lain” 5. no. 552 – 555 .
Subjek merasa menjadi beban bagi orang lain.
Waktu  itu  aku  bingung  ya  dek  cerita  ke  orangtuaku, suamiku,  mertuakuaku  baru  berani  cerita  mertuaku
aja baru setahunan yang lalu, takut kasihan juga nanti malah jadi beban ibu mertuaku
. “ 5. no. 129 – 137 .
102
Subjek juga merasa beban secara finansial terkait dengan biaya.
“..risikonya  yang  buta  itu  bikin  takut.  trus  juga pengobatan  seumur  hidup  dan  dengan  biaya
pengobatan  yang  nggak  bisa  dibilang  sedikit  sedikit juga.”  5. no. 105 – 111 .
Subjek juga memiliki kekhawatiran pada masa depannya.
”  ..  takut  juga,  takutnya  nanti  pas  punya  keturunan jadi menurun ke anaknya .”  5. no. 115 – 117 .
Dalam  pekerjaan  subjek  menjadi  paranoid  pada  obat  dan  membatasi aktivitas.
“  ..  agak  parno  kalau  aku  nyentuh  obat  dengan golongan  kortikosteroid  aku  jadi  nggak  berani
“  5. no.  435
–  439  . “.
.kalau  kecapekan  matanya  sakit jadi  agak  membatasi  diri.  membatasi  aktivitas.
.”  5. no. 604
– 607 .
Setelah mengetahui bahwa dirinya mengalami glaukoma, subjek mulai mencari informasi tambahan sebagai bentuk  problem focused coping,
seperti  browsing  informasi  glaukoma  dan  keinginan  mencoba pengobatan alternative.
“  ..  browsing  ..”    5.  no.  112  .  “  ..  kalau  ada pengobatan lain yang bisa bikin sembuh ya dicoba
.. “ 5. no. 669
– 671 .
Subjek  SR  melakukan  emotion  focused  coping    untuk  mengurangi dampak psikososial yang dialami dan sebagai upaya dalam menerima
diri.  Terkait    dengan  religiusitas  yaitu  dengan  berdoa  agar  menjadi tenang dan tidak menolak
– nolak kondisinya.
103
“..berdoa  juga  dek..ditenangin  pikirannya.”    5.  no. 220
– 222  . “ …  kalau aku takut gitu ya aku berdoa biar nggak takut biar tenang dan nggak nolak
– nolak trus  kalau memang harus aku yang kena glaukoma.
” 5. no. 521
– 525 .
Terkait dengan pemikiran subjek berusaha untuk  sabar, menenangkan pikiran  negatif,  terbiasa  menggunakan  obat  dan  berusaha  menerima
kondisi  saat  mengalami  perasaan  minder.  Akibatnya  subjek  menjadi terbiasa dengan keadaannya. dan tidak menolak kondisinya lagi.
“…sekarang  terbiasa  dengan  kondisi  dan  kebiasaan pakai  obat
”  5. no. 77 – 80 .  ..aku berusaha untuk sabar aja dek ngadepi ini nerima aja
..”  5. no. 328 – 330  .  “..ya  terima  apa  yang  sudah  terjadi  karena
hidupku juga masih harus trus berjalan “  5. no. 366
– 369 .”.. tak coba untuk kayak dulu lagi juga nggak bisa  to  kan  emang  nggak  bisa  balik  juga..ya  sudah
minder  ya  sudah  dijalani  saja  yang  lainnya. ”  5.no.
563 – 569 .
Dukungan  sosial  emosional  yang  diperolehnya  dari  pasangan  dan keluarga  mempengaruhi  emotion  focused  coping  yang    subjek  SR
lakukan.  Dukungan  sosial  yang  diterima  subjek  membuat  ia  merasa tenang  karena  subjek  merasa  lingkungan  sosialnya  merasakan  apa
yang ia rasakan.
“..mereka  sepertinya  berusaha  menerima  dan memahamiku
”.  5. no. 146  – 149 . “ .. Ya  senang merasa diperhatikan ada yang peduli juga. suami juga
ngertiin apa yang aku alami suami juga bilang nggak usah takutin masa depan di jalani saja
..”  5. no. 180 – 188 .
104
Meskipun  tidak  berpengaruh  pada  upaya  penerimaan  diri  ,  namun subjek  mendapat  dukungan  sosial  instrumental  dari  lingkungan
sosialnya.
“ pernah suatu ketika itu obatku ketinggalan di rumah orangtua,  trus  bapak  ternyata  ambilin  obatnya  dan
diantarkan  sama  bapakkku  pagi –  pagi.hmm  kalau
beli  obat  juga  diantar  adikku,  sampai  muter – muter
obatnya nggak ada yang jual tetap aja diputerin untuk cari  sampai  dapat.  kalau  nggak  ada  uang  juga
dipinjemi  dulu  .dicarikan  sama –sama,  kan  mereka
juga  kasihan  kalau  obatnya  habis  dicarikan  sama –
sama oleh mereka . “  5. no. 154 – 175 . “dialihkan
ke  teman  yang  lain  untuk  kemas  untung  mereka  yo ngerti jadi ya aku terbantu.
“  5. no. 451 – 454 .
Dalam  proses  penerimaan  diri,  subjek  SR  mampu  mengelola  atau mengatur  emosi  yang  dirasakannya.  Merefleksikan  rasa  marah  dan
khawatirnya dengan menerima kondisinya agar tidak stress.
“ya aku coba sampai sekarang untuk nggak khawatir –khawatir  trus  “    5.  no.  212  –  215  .coba  nerima
mungkin  dulu  marah  ya  kenapa  harus  aku  sekarang sudahlah  tak  terima  aja  daripada  aku  stress  malah
merugikan  yang  lain
.. “  5. no. 319 – 324 . “kalau nggak gitu nanti aku jadi marah trus dan nolak trus
“. 5. no. 361
– 363 .
Meskipun  subjek  mengalami  glaukoma,  dengan  kondisi  yang dialaminya  saat  ini,  ia  tetap  mampu  berperilaku  sosial  secara  baik.
Seperti mengikuti kegiatan sosial di lingkungannya.
“aku  berusaha  untuk  menyesuaikan  diri  aja  dengan lingkungan yang disini. maksudnya kalau ada arisan,
pengajian, atau apa itu tetap ikut..”  5. no. 478 – 485 .  “..nggak  jadikan  alasan  mataku  untuk  nggak
berbaur
“  5. no. 503 – 505 .
105
Subjek  memiliki  perspektif  atas  dirinya  meskipun  subjek  mengalami penyakit  yang  tidak  dapat  disembuhkan  karena  subjek  SR
menganggap hidupanya harus terus berjalan.
“Dulu aku orangnya sebelum sakit tuh nggak begitu minder,  PD  aja..sekarang  ya  agak  minder  aja  sama
orang –  orang..  kayak  gitu..apa  adanya  nggak  yang
macem – macem banyak nuntut.”  5. no. 540 – 548 .
“ .. hidupku juga masih harus trus berjalan´”  5. no. 368 -  369 .
Hal  ini  terbentuk  karena  subjek  mampu  merespon  baik  penilaian orang lain atas dirinya.
Ya  terima  saja,  bikin  minder  emang  iya..karena emang  agak  keluar.  aku  terima  ajalah  mereka  bilang
gitu.  toh  mereka  juga  nggak  hina  memang  melihat diriku kayak gitu adanya..  5. no. 273
– 280 .
Meski  subjek  sedang  mengalami  sakit,  namun  karena  mampu menerima diri dan kondisinya, subjek tetap memiliki harapan realistis
atas hidupnya.
“aku  juga  harus  ngembangin  kemampuan  dalam pekerjaanku  juga  to  untuk  masa  depanku
“    5.  no. 389
– 395 . “Harapannya semoga aja nggak nambah parah  sakitnya,  tekanannya  nggak  naik
–  naik trus..jadi  jangan  sampai  dioperasi,pengennya  ya  bisa
trus melihat .. “  5. no. 661 – 668 . “hmm..lainnya ya
proses melahirkanku besok juga bisa normal, tekanan matanya  juga  nggak  naik  pas  mau  melahirkan  biar
nggak  dicaesar  trus  juga  anakku  besok  nggak  kena sakit glaukoma gini kayak aku
“.  5. no. 679 – 688 .
Subjek  merasa  lingkungan  sekitarnya  juga  memberikan  dukungan sosial emosional karena peduli dengan harapan yang dimilikinya .
106
“Ya  mereka  baik  sih  nggak  ada  yang  malah  beratin pikiranku juga mereka ngertiin keadaanku dek,
..”  5. no. 695
– 699 .
Dukungan  sosial  instrumental  terkait  dengan  harapan  subjek diperolehnya dari keluarga.
“bantu juga cari alternative untuk kesembuhanku. “ 5. no. 700
– 702 .
Dengan kemampuan subjek SR menerima diri, hal ini berdampak pada penyesuaian  terhadap  dirinya.  Dimana  subjek  mampu  mengevaluasi
diri dan menggunakan potensi dalam dirinya.
“  …  nggak  bisa  juga  aku  hanya  apa  istilahnya meratapi  nasibku  trus  aku  juga  harus  ngembangin
kemampuan  dalam  pekerjaanku  juga  to  untuk  masa depanku
“.  5. no. 388 – 395 .
Bukan  hanya  penyesuaian  terhadap  diri,  dengan  kemampuan menerima  diri  inilah  subjek  mampu  menyesuaikan  secara  sosial,
dimana subjek merasa aman untuk memberikan perhatian dan empati pada lingkungan sekitarnya.
“  ..  aku  bilang  ke  mereka  yang  minusnya  tinggi  – tinggi  itu  kalau  pusing    -  pusing  mending
diperiksakan  saja.aku  kasih  saran  ke  mereka ..  “    5.
no.  257 –  262  .  “…aku  nggak  mau  ngerepoti
keluargaku, suamiku juga .. “  5. 614 – 616 .
Berdasarkan  deskripsi  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  subjek  SR mengalami  dampak  fisik  dan  psikososial  akibat  glaukoma.  Subjek
melakukan  problem  focused  coping  untuk  menghadapi  kondisi penyakitnya.  Subjek  melakukan  emotion  focused  coping  untuk
107
mengurangi  dampak  psikososial  yang  dialami  dan  sebagai  upaya penerimaan  atas  diri.  Emotion  focused  coping  yang  subjek  lakukan
untuk  mengurangi  dampak  psikososial  dan  sebagai  upaya  menerima diri  dipengaruhi  oleh  dukungan  sosial  emosional.  Hal  itu  lah  yang
membuat  subjek  SR  menjadi  terbiasa  dengan  kondisi,  tidak menyalahkan keadaan lagi,  dan lama
– kelamaan sekitar pertengahan tahun  2011  mampu  menerima  kondisinya.Selain  itu,  dukungan  sosial
emosional juga diperoleh subjek terkait dengan harapan yang dimiliki subjek. Hal ini berpengaruh pada penerimaan diri yang subjek miliki.
Dukungan  sosial  instrumental  yang  diperoleh  subjek  SR  kurang mendukung  proses  penerimaan  diri  subjek.  Kemampuan  penerimaan
diri  subjek  dapat  tampak  dari  adanya  perspekti  diri,  evaluasi  diri, mengembangkan  potensi,  perilaku  sosial  yang  baik,  memilkiki
harapan  yang  realistis,  pengakuan  atas  kelemahan  dan  kelebihan, mampu  mengatur  emosi  yang  dirasakan,  dan  mampu  menerima
kritikan.  Penerimaan  atas  diri  pada  subjek  SR  juga  berdampak  pada penyesuaian terhadap diri dan secara sosial.
Setelah  mendeskripsikan  penerimaan  diri  dari  kelima  subjek diatas,  dapat  dipaparkan  secara  lebih  lanjut  bahwa  dua  tujuan
penelitian  dalam  penelitian  ini  dapat  terjawab  melalui  hasil wawancara  dan  analisis  dari  kelima  subjek.  Dimana  hasil  yang
diperoleh adalah  deskripsi proses penerimaan diri kelima subjek dan faktor  yang  mempengaruhi  penerimaan  diri,  terkait  dengan  upaya
108
menerima  diri  dan  penerimaan  diri  pada  masing –  masing  subjek.
Kelima subjek mengalami dampak fisik dan psikososial hampir sama, seperti  mata  nyeri,  mudah  lelah,  dan  lapang  pandang  terbatas  seperti
yang  dialami  S1,  S2,  S3,  dan  S5.  Dampak  fisik  yang  berbeda dirasakan  oleh  S4  yang  pernah  mengalami  kebutaan  sesaat  saat
tekanan  matanya  tinggi  dan  S5  yang  mengalami  perubahan  bentuk bola mata yang tampak agak keluar. Dampak psikologis yang dialami
kelima  subjek  terkait  dengan  perasaan    juga  terdapat  beberapa kesamaan seperti  ketakutan akan mengalami kebutaan, sedih, marah,
putus asa, bahkan mengalami minder seperti yang dialami S5. Kelima subjek  ini  juga  mengalami  perasaan  marah  dan  capek  karena  harus
menggunakan obat secara terus menerus seumur hidup. Beberapa dari mereka  juga  memiliki  penilaian  negatif  terhadap  diri  seperti  merasa
diri  cacat    seperti  pada  S2  dan  S3  hingga  malu  terhadap  penampilan seperti yang dirasakan oleh S2. Dengan glaukoma yang mereka alami,
semua  subjek  mengalami  perubahan  pola  kerja  dan  aktivitas  sehari- hari.
Masing –  masing  melakukan  emotion  focused  coping  untuk
mengurangi  dampak  psikososial  yang  dialami  dan  sebagai  upaya penerimaan  atas  diri.  Emotion  focused  coping    yang  dilakukan  para
subjek,  terkait  dengan  religiusitas  seperti  berdoa  yang  dilakukan  leh S1, S3, dan S5. Mensyukuri keadaan seperti yang dilakukan oleh S3.
Menilai sakit datang dari Tuhan seperti yang dialami oleh S4. Terkait
109
dengan  pemikiran  pada  tiap  subjek  juga  berbeda  seperti  ada  yang berusaha  tidak  putus  asa  seperti  yang  dilakukan  oleh  S2.  Tidak
mengeluh  seperti  yang  dilakukan  oleh  S1.  Menenangkan  pikiran negatif  seperti  yang  dilakukan  oleh  S1,  S2,  S3,  dan  S5.    Dan  juga
tidak  menjadikan    sakit  sebagai  beban  seperi  yang  dilakukan  oleh  SI dan  S4.  Ada  juga  subjek  yang  mampu  mengambil  esensi  dari  sakit
yang  dialami  sebagai  hikmah  dari  Tuhan  terhadap  kehidupannya seperti yang dialami S3 dan S4.
Emotion  focused  coping  yang  kelima  subjek  lakukan  untuk mengurangi  dampak  psikososial  dan  sebagai  upaya  menerima  diri
dipengaruhi oleh  dukungan sosial meski bentuk dukungan sosial yang diperoleh  berbeda  antara  satu  subjek  dengan  lainnya.  Dari  hasil
analisis,  diketahui  bahwa    dukungan  sosial  emosional  menjadi  faktor pendukung  dan  yang  paling  berkontribusi    dalam  upaya  penerimaan
diri  yang  kelima  subjek  lakukan  .Dukungan  sosial  emosional  yang diperoleh  semua  subjek  seperti  perolehan  semangat,  kepedulian
lingkungan  sekitar,  nasehat  dan  pemahaman  lingkungan  sekitar  atas kondisi yang dialami para subjek.
Faktor  lain  yang  mempengaruhi  penerimaan  diri    pada beberapa  subjek  adalah  kesuksesan  atau  keberhasilan    yang  hanya
dialami  oleh  S2  dan  S4  sedangkan  konsep  diri  yang  stabil  hanya dimiliki oleh S1 dan S4, dimana mereka memiliki persepsi yang sama
terhadap  diri  dari  sebelum  dan  setelah  mengalami  sakit.  Selain  itu,
110
pola  asuh  dimasa  kecil  yang  bersifat  demokratis  juga  mempengaruhi kepribadian  subjek  dimasa  sekarang  sepeti  merasa  percaya  diri  dan
mandiri  sehingga  hal  membantu  upaya  penerimaan  diri  seperti    yang dilakukan  S1,S3,  dan  S4.  Kelima  subjek  juga  memperoleh  dukungan
sosial  terkait  dengan  harapan  yang  mereka  miliki.  Tidak  adanya hambatan dari lingkungan terkait dengan hambatan subjek inilah yang
berpengaruh  pada  penerimaan  diri  yang  masing –  masing  subjek
miliki. Berdasarkan  upaya  penerimaan  diri  dari  semua  subjek,
diperoleh  hasil  bahwa  semua  subjek  mampu  menerima  diri  dan kondisinya, hal ini tampak dari kesedihan yang berkurang seperti yang
dialami oleh S2 dan S4. Menjadi tenang seperti yang dialami oleh S1, S2, dan S4. Semangat menjalani sakit seperti yang dialami S1 dan S4.
Kuat  menerima  keadaan  seperti  yang  S3  alami.  Merasa  diri  mampu seperti  yang dialami S1 dan S2 dan  seiring berjalannya waktu  semua
subjek menerima keadaan mereka. Kemampuan penerimaan diri dari kelima subjek tampak dari
kemampuan  mereka  mengevaluasi  diri,  memiliki  perspektif  diri, memiliki  harapan  realistis,  kemampuan  mengatur  emosi,pengakuan
atas  kelemahan  dan  kelebihan  dalam  diri,  dan  perilaku  sosial  yang baik.  Pada  S5  ia  memiliki  kemampuan  penerimaan  diri  lebih  dimana
mampu menerima kritikan orang lain.
111
Dengan kemampuan penerimaan diri dari kelima subjek, maka berdampak    pada  dua  hal  yaitu  penyesuaian  terhadap  diri  dan
penyesuaian  secara  sosial.  Pertama,  penyesuaian  terhadap  diri  seperti yang  dialami  oleh  semua  subjek,  yang  tampak  dari  kemampuan
mereka  mengevaluasi  diri,  melihat  kelemahan  dan  kelebihan  dalam diri,  sehingga  mampu  memaksimalkan  potensi  yang  dimiliki.  Kedua,
penyesuaian  sosial  yang  hanya  dialami  oleh  S1,  S2,  S3,  dan  S. Dimana  mereka  mampu    merasa  aman  memberikan  perhatian  pada
orang lain karena mereka mampu menerima diri.
                