Pemahaman tentang Penerimaan Diri

20 Jersild 1985 , mereka juga memiliki kemampuan dalam menerima kritikan dari orang lain, bahkan mereka dapat memperoleh esensi dari penerimaan mereka atas kritikan yang ditujukan pada dirinya. 4. Perilaku Sosial yang Baik Pada saat seseorang mampu berperilaku baik , berusaha menghormati aspek – aspek yang dimiliki orang lain dan mengikuti kebiasaan sosial di lingkungannya, maka ia akan mendapat perlakuan dan penerimaan yang baik dari orang disekitarnya. Dengan adanya penerimaan dari lingkungan sekitar inilah yang membuat seseorang juga akan mampu menerima dirinya sendiri. 5. Harapan yang Realistis Hal ini berkontribusi untuk kepuasan diri dalam eksistensi untuk mencapai penerimaan diri. Harapan ini timbul jika seseorang mampu menentukan sendiri harapannya, yang disesuaikan dengan pemahamannya mengenai kemampuan yang dimilikinya. Harapan menjadi hal penting karena menurut Adler dalam Alwisol, 2008 , kepribadian seseorang dibangun oleh keyakinan subjektif diri sendiri mengenai masa depannya. Jersild 1985 , mengungkapkan dalam uasaha untuk mencapai sebuah harapan seseorang memerlukan keseimbangan antara “ real self “ dan “ Ideal self “. Pada saat seseorang memiliki sebuah harapan, mereka menyadari bahwa itu adalah sesuatu yang harus diperjuangkan karena 21 merupakan sesuatu yang dianggapnya baik. Akan tetapi, dalam proses mewujudkan sebuah harapan seseorang harus melakukan sesuai dengan konteks yang dapat dicapainya, sehingga nantinya mereka tidak mengalami kekecewaan. Hal ini penting karena menurut Sheerer dalam, Cronbach, 1963 karena mereka yang memliki harapan harus tetap bertanggungjawab atas perilakunya.

b. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Upaya Penerimaan Diri

Berdasarkan pemahaman tentang aspek – aspek dalam penerimaan diri, Hurlock 1974 mengemukakan tentang faktor – faktor yang mempengaruhi upaya penerimaan diri seseorang, antara lain adalah : 1. Keberhasilan Hal ini berkaitan dengan keberhasilan yang pernah dialami seseorang yang dapat menimbulkan penerimaan diri, sedangkan kegagalan yang dialami dapat mengakibatkan adanya penolakan atas dirinya. 2. Pola Asuh di Masa Kecil Menurut Santrock 1995, pola asuh sendiri terbagi menjadi empat, yaitu : a. Pengasuhan Otoriter Suatu gaya membatasi dan menghukum anak untuk mengikuti perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Mereka dengan orang tua otoriter seringkali cemas akan 22 perbandingan sosial, gagal memprakasai kegiatan, dan memilii keterampilan komunikasi yang rendah. b. Pengasuhan otoritatif atau Demokratis Pengasuhan dimana orang tua mendorong anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batasan – batasan atas tindakan mereka. Mereka dengan orang tua yang otoritatif berkompeten secara sosial, percaya diri, dan bertanggungjawab secara sosial. selain itu, mereka dapat menghargai diri sendiri dan mampu mengontrol perilakunya. c. Pengasuhan Permissive–Indifferent Gaya pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Mereka dengan orang tua seperti itu akan inkompeten secara sosial, mereka memperlihatkan kendali diri yang buruk dan tidak membangun kemandirian yang baik. d. Pengasuhan Permissive-Indulgent Pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak tetapi menetapkan sedikit batas terhadap anak – anak. Orang tua seperti itu membiarkan anak melakukan segala hal yang diinginkan akibatnya mereka tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu mengharapkan kemauan mereka dituruti. 3. Konsep Diri yang Stabil