Review Literatur tentang Penerimaan Diri

16

2. Pemahaman tentang Penerimaan Diri

Penerimaan diri menurut Wiley dalam Josephine dan Srisuini, 1998 merupakan persepsi terhadap diri sendiri mengenai kelebihan dan keterbatasannya yang dapat digunakan secara efektif. Hal ini dipertegas oleh Hurlock 1974 bahwa penerimaan diri adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Jersild 1985 juga mendefinisikan penerimaan diri sebagai tingkat kemampuan seseorang untuk memahami karakteristik dirinya. Sheerer dalam Cronbach, 1963 menjelaskan bahwa penerimaan diri adalah sikap dalam menilai diri dan keadaan diri sendiri secara objektif. Menurut Hurlock 1974 orang yang memiliki penerimaan diri positif diartikan sebagai individu yang tidak bermasalah dengan dirinya sendiri, yang tidak memiliki beban perasaan terhadap diri sendiri sehingga individu tersebut lebih banyak memiliki kesempatan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini sesuai pernyataan Wiley dalam Josephine dan Srisuini, 1998 penerimaan diri positif meningkatkan toleransi terhadap orang lain dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Seseorang yang memiliki penerimaan diri positif berarti dapat mengenali kekurangannya sendiri serta berusaha untuk memperbaiki diri. Jersild 1985 juga memaparkan bahwa orang yang memiliki penerimaan diri positif, mampu menerima kondisi yang ada, menyadari potensi-potensi yang dimiliki sehingga mereka mampu melakukan sesuatu 17 dan menjadi sesuatu yang diharapkannya.Menurut Chaplin 1981 dengan penerimaan diri positif, maka seseorang akan bersikap puas dengan diri sendiri, kualitas – kualitas dan bakat – bakat sendiri, dan pengakuan akan keterbatasan – keterbatasan sendiri. Maslow juga menyatakan dalam Schultz, 1991, h.100 bahwa “ orang yang memiliki penerimaan diri positif , akan menerima kelemahan – kelemahan dan kekuatan – kekuatan mereka tanpa keluhan dan kesusahan dapat dikatakan sebagai orang yang mengaktualisasi diri “. Individu yang sehat tidak merasa malu atau merasa bersalah terhadap kelemahan atau kecacatan yang mereka miliki. Hal ini diperkuat dengan pendapat Allport dalam Schultz, 1991 yang menyatakan bahwa penerimaan diri positif menjadi aspek utama yang mencerminkan sifat kepribadian yang sehat. Salah satu kondisi ketika seseorang dapat dikatakan memiliki kepribadian yang sehat, jika mereka mampu menerima semua segi dari diri mereka, termasuk kelemahan – kelemahan dan kekurangan – kekurangan tanpa menyerah secara pasif pada kelemahan dan kekurangan tersebut . Sebaliknya menurut Ryff 1996 seseorang dikatakan memiliki penerimaan diri yang rendah apabila ia merasa kurang puas terhadap dirinya sendiri, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupannya di masa lalu, memiliki masalah dengan kualitas tertentu dari dirinya, dan berharap untuk menjadi orang yang berbeda dari dirinya sendiri. 18 Berdasarkan sejumlah definisi mengenai penerimaan diri, secara garis besar dapat diketahui bahwa para ahli mendefinisikan bahwa penerimaan diri merupakan kemampuan mempersepsi diri sendiri mengenai kelebihan dan keterbatasannya, serta keinginan individu untuk memahami dan hidup dengan segala karakteristik dirinya. Penerimaan diri positif merupakan kemampuan seseorang mengenai pengakuan atas diri, menerima kelemahan atau kekurangan dalam diri, memahami kemampuan dan ketidakmapuannya, serta tidak bermasalah dengan dirinya. Sedangkan penerimaan diri negatif merupakan ketidakpuasan atas dirinya, merasa kecewa atas dirinya dan berkeinginan untuk menjadi orang yang berbeda dari dirinya sendiri.

3. Aspek – Aspek dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan

Diri a. Aspek – Aspek Penerimaan Diri Berdasarkan pemahaman tentang penerimaan diri, Hurlock 1974 , mengemukakan beberapa aspek dalam penerimaan diri, yaitu sebagai berikut : 1. Pemahaman dan Perspektif tentang Diri Pemahaman ini terkait dengan kesempatan seseorang untuk mengenali kemampuan yang dimiliki, namun tetap tidak mengabaikan ketidakmampuannya. Mereka memandang kelemahan dan kelebihan dalam dirinya secara realistis, sehingga 19 mereka mampu mengungkapkan dengan baik mengenai persepsi tentang dirinya yang sebenarnya. Menurut Jersild 1985 , mereka yang memiliki pemahaman atas dirinya adalah mereka yang yakin atas diri mereka dan memiliki perhitungan akan keterbatasan diri, lebih menghargai diri sendiri, dan tidak melihat diri secara irasional. Hal ini ditegaskan oleh Sheerer dalam Cronbach, 1963 , bahwa dengan kondisi apapun mereka tidak menyalahkan diri sendiri akan keterbatasan yang dimilikinya dan tidak mengingkari kelebihan yang dimiliki karena mereka memiliki keyakinan akan kemampuannya dalam menghadapi kehidupan, serta menganggap dirinya berharga sebagai seseorang yang juga sederajat dengan orang lain. 2. Tidak Adanya Tekanan Emosi Keadaan dimana seseorang tidak mengalami sebuah tekanan emosi yang berat, akan membuat seseorang dapat bekerja sebaik mungkin, merasa bahagia, sehingga mereka memiliki orientasi atas dirinya. Hal ini terjadi pada saat seseorang mampu merelaksasikan kemarahan, kekecewaan, dan rasa frustasi yang dialaminya. Kondisi ini dapat menjadi dasar sebuah evaluasi dan penerimaan diri yang baik. 3. Respon terhadap Penilaian Orang Lain Pada saat menerima penilaian dari orang lain seperti pujian maupun celaan, mereka akan melihatnya secara objektif. Menurut 20 Jersild 1985 , mereka juga memiliki kemampuan dalam menerima kritikan dari orang lain, bahkan mereka dapat memperoleh esensi dari penerimaan mereka atas kritikan yang ditujukan pada dirinya. 4. Perilaku Sosial yang Baik Pada saat seseorang mampu berperilaku baik , berusaha menghormati aspek – aspek yang dimiliki orang lain dan mengikuti kebiasaan sosial di lingkungannya, maka ia akan mendapat perlakuan dan penerimaan yang baik dari orang disekitarnya. Dengan adanya penerimaan dari lingkungan sekitar inilah yang membuat seseorang juga akan mampu menerima dirinya sendiri. 5. Harapan yang Realistis Hal ini berkontribusi untuk kepuasan diri dalam eksistensi untuk mencapai penerimaan diri. Harapan ini timbul jika seseorang mampu menentukan sendiri harapannya, yang disesuaikan dengan pemahamannya mengenai kemampuan yang dimilikinya. Harapan menjadi hal penting karena menurut Adler dalam Alwisol, 2008 , kepribadian seseorang dibangun oleh keyakinan subjektif diri sendiri mengenai masa depannya. Jersild 1985 , mengungkapkan dalam uasaha untuk mencapai sebuah harapan seseorang memerlukan keseimbangan antara “ real self “ dan “ Ideal self “. Pada saat seseorang memiliki sebuah harapan, mereka menyadari bahwa itu adalah sesuatu yang harus diperjuangkan karena