Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Akuntabilitas

Berdasarkan pada hal-hal diatas maka penulis tertarik dan berminat meneliti tentang peran perempuan dalam politik yang dalam hal ini melihat peran anggota legislatif perempuan di DPRD Provinsi Sumatera Utara dalam merespon kepentingan perempuan.

1.2. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang diatas, yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Kinerja Anggota Legislatif Perempuan Dalam Merespon Kepentingan Perempuan Terkait Dalam Menjalankan Fungsinya Sebagai Anggota Legislatif Yaitu Legislasi, Anggaran Dan Pengawasan di DPRD Provinsi Sumatera Utara.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk Melihat Kinerja Perempuan Dalam Menjalankan Fungsinya Sebagai Anggota Legislatif Yakni, Legislasi, Anggaran Dan Pengawasan Di DPRD Provinsi Sumatera Utara. 2. Untuk Melihat Hambatan Yang Dialami Anggota Legislatif Perempuan Dalam Menjalankan Fungsinya Sebagai Wakil Rakyat.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang ilmiah tentang penerapan sistem demokrasi yang dianut dinegara kita, sehingga dapat menjadi pertimbangan bagi pihak-pihak yang berada di instansi pemerintahan untuk membuka kesempatan bagi wanita Indonesia untuk dapat berkiprah di kancah politik dan membuktikan kemampuan yang dimiliki kaum perempuan dalam pemerintahan. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya bagi peneliti sendiri berupa fakta-fakta temuan dilapangan yang membantu menguji analisis peneliti dalam mengungkapkan sesuatu yang menambah pengetahuan bagi peneliti dari penelitian tersebut.

1.5. KERANGKA TEORI

1.5.1. Politik Gender

Gender merupakan suatu wacana yang menarik dan sedang juga menjadi perhatian masyarakat sehingga ada suatu gerakan untuk mencapai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Pada suatu sisi hubungan gender menjadi persoalan tersendiri, hal ini disebabkan karena persoalan emansipasi wanita masih belum mendapat posisi yang sepenuhnya bisa diterima. Perempuan seharusnya tidak diikat oleh aturan patriarki karena hal ini dapat membuat posisi perempuan semakin lemah dan dapat menghambat pekerjaan atau pendidikan yang sedang mereka jalani. Sehingga pada posisi inilah dibutuhkan pengertian atau konsep gender agar masyarakat bisa membedakan emansipasi perempuan dan gender. Konsep gender pertama sekali di bedakan oleh sosiolog asal Inggris yaitu Ann Oaekley dimana ia membedakan antara seks dan gender. Perbedaan seks berarti perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis yang menyangkut prokreasi menyusui, hamil, melahirkan dan menstruasi. Perbedaan gender adalah perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks tetapi tidak selalu identik dengannya. 6 Dalam khasanah ilmu-ilmu sosial, istilah gender diperkenalkan untuk mengacu pada perbedaan-perbedaan antara perempuan dan laki-laki tanpa konotasi-konotasi yang sepenuhnya bersifat biologis. Jadi bila dimaknai lebih dalam bahwa rumusan gender merujuk pada perbedaan-perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang merupakan konstruksi dan terbentuknya masyarakat secara sosial, ekonomi dan politik .7 Gender adalah perbedaan peran, perilaku, tingkah laki-laki dan perempuan oleh budaya masyarakat melalui interpretasi terhadap perbedaan biologis laki-laki dan perempuan. Jadi gender tidak diperoleh sejak lahir tetapi dikenal melalui proses belajar sosialisasi dari masa anak-anak hingga dewasa 8

1.5.1.1. Keterwakilan Perempuan Dalam Politik

. Di indonesia kesetaraan gender sudah mulai dirasakan sejak emansipasi yang dicita-citakan oleh kartini sedikit banyak telah melahirkan perubahan-perubahan pada aspek kehidupan perempuan indonesia. Ditambah lagi dengan adanya undang-undang untuk memasukkan perempuan dalam lembaga politik formal, sehingga semakin tampak perjuangan keadilan terhadap gender. Pada UUD 1945 Pasal 28 jelas mengatakan pengakuan Hak Asasi bagi setiap warga negaranya adalah sama. Setiap warganya baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa ada batasan. Sehingga hak politik perempuan ditetapkan melalui instrumen hukum 6 Harmona Daulay, Op.Cit.,hal 3 7 Leo Agustino, Politik Ilmu Politik: sebuah bahasan memahami ilmu politik, PT.Graha Ilmu, Yogyakarta 2007, hal.227 8 Harmona Daulay, Perempuan Dalam Kemelut Gender, USU Press, Medan 2007, hal.4 dengan meratifikasi berbagai konvensi yang menjamin hak-hak dalam perpolitikan tersebut. Hak-hak perpolitikan perempuan dibuktikan dengan telah diratifikasinya konvensi PBB yang menjelaskan beberapa hal : 1. Perempuan berhak dalam memberikan suara dalam semua pemilihan dengan syarat-syarat yang sama bagi laki-laki, tanpa suatu diskriminasi. 2. Perempuan berhak untuk dipilih bagi semua badan yang telah dipilih secara umum, diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat yang sama dengan laki-laki dan tanpa ada diskriminasi. 3. Perempuan berhak untuk memegang jabatan publik dan menjalankan semua fungsi publik, diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat yang sama dengan laki-laki. 9 Pada tanggal 4 Januari di undangkan sebuah Undang-Undang partai politik baru yaitu UU No. 2 Tahun 2008 sebagai pengganti UU.No. 31 tahun 2002. Dan juga UU. No 2 Tahun 2008 tentang pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah merupakan peluang bagi perempuan untuk berkiprah dikancah perpolitikan karena jika dilihat dalam UU tersebut maka indonesia berusaha keluar dari sistem yang bersifat patriarki.

1.5.1.2. Partisipasi Politik Perempuan

Perjuangan dalam menggolkan perempuan di parlemen bukan hanya memperjuangkan kuantitas saja tetapi, hal yang paling penting adalah kualitas perempuan. bagaimana perempuan dapat memiliki kepekaan dan komitmen untuk mewujudkan kesetaraan, pemberdayaan perempuan dan keadilan. 9 Romany Sihite, Perempuan, Kesetaraan, Keadilan, , Suatu Tinjauan Berwawasan Gender, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007, hal 155-157. Keikutsertaan perempuan dalam politik dapat menyumbangkan pemikiran terhadap permasalahan politik yang sangat diperlukan. Ada beberapa hal yang menyebabkan perempuan harus ikut dalam pengambilan kebijakan : 1. Perempuan adalah separuh penduduk dunia sehingga secara demokratis pendapat dari perempuan harus dipertimbangkan. Dalam demokrasi pandangan kelompok-kelompok yang berbeda jenis harus diformulasikan dan dipertimbangkan dalam setiap kebijakan, 2. Partisipasi poliitik perempuan diharapkan dapat mencegah kondisi yang tidak menguntungkan bagi kaum perempuan dalam menghadapi masalah steriotipe terhadap perempuan, diskriminasi dibidang hukum, kehidupan sosial dan kerja dan juga eksploitasi terhadap perempuan. 3. Partisipasi perempuan dalam pengambilan kebijakan politik dapat berpengaruh pada pengambilan keputusan politik yang mengutamakan maian. 4. Keterwakilan politik perempuan dalam parlemen akan membuat perempuan lebih berdaya untuk terlibat dalam pembuatan budget berperspektif gender. Penggunaan analisa berperspektif gender akan meningkatkan efektivitas kebijakan sehingga penggunaan uang publik juga akan mempertimbangkan perspektif gender tersebut.

1.5.2. KINERJA LEMBAGA DPRD

1.5.2.1. Pengertian Kinerja

Menurut Mangkunegara kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Kinerja sangat dipengaruhi oleh sikap dan karakternya dalam menyelesaikan pekerjaannya yang didasari oleh sebuah orientasi. Scott A. Snell dan Kenneth N. Wexley menyebutkan bahwa kinerja ialah mencakup tiga elemen antara keterampilan skill, upaya dan sifat keadaan eksternal. 10 Menurut Rue dan Byars kinerja didefenisikan sebagai pencapaian hasil atau the degree of accomplishment. 11 Kinerja atau Performance menurut Suyadi Prawirosentono adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Dengan kata lain kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Atau dengan kata lain kinerja merupakan suatu tingkatan sejauh mana proses kegiatan organisasi itu memberikan hasil atau dalam mencapai tujuan. 12

1.5.2.2. Pengukuran Kinerja

Dalam melakukan penilaian terhadap pelaksanaan pekerjaan atau kinerja seorang pegawai harus memiliki pedoman dan dasar-dasar penilaian. Pedoman dan dasar-dasar penilaian tersebut dapat dibedakan dalam aspek-aspek penilaian. Menurut Soeprianto aspek-aspek yang perlu dinilai untuk level pimpinan atau manager dalam suatu organisasi ialah: Tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa atau inisiatif dan kepemimpinan. Untuk dapat mengetahui kinerja suatu organisasi, harus diketahui ukuran keberhasilan untuk dapat menilai 10 A.A Anwar Prabu Mangkunegara, evaluasi Kinerja SDM, cetakan ketiga, PT.Refika Aditama, Bandung. 11 Dalam Yeremias T Keban, 1995, Indikator Kinerja Pemerintah Daerah : Pendekatan Manajement Dan Kebijakan, Seminar Sehari Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan Dan Penerapan, 20 Mie 1995, Yogyakarta , MAP-UGM. Hal 1 12 Suyudi Prawirosentono, 1992, Kebijakan Kinerja Karyawan : Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang gangan Bebas Dunia BPFE, Yogyakarta. HAL 2. kinerja tersebut. Sehingga ada indikator atau tolok ukur atau ukuran yang jelas dan tentunya harus dapat merefleksikan tujuan dan misi dari organisasi yang bersangkutan. Dalam organisasi publik tujuan dan misi utama kehadiran organisasi publik adalah untuk memenuhi dan melindungi kepentingan publik maka kinerja organisasi publik dikatakan berhasil ketika mampu mewujudkan misi dan tujuannya dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik. Menurut Lenvine dalam Dwiyanto dalam mengukur kinerja organisasi publik ada tiga konsep yaitu responsivenees, responsibility dan accountability. 13

a. Akuntabilitas

Untuk memperjelas penggunaan indikator tersebut berikut dikemukakan beberapa hal yang berhubungan dengan teori dan konsep dari masing-masing indikator sebagai berikut : Menurut Affan Ghafar akuntabilitas adalah setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggung jawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu juga ia harus dapat mempertanggung jawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan tidak kalah pentingnya juga adalah prilaku dalam kehidupan dan yang pernah dan bahkan yang sedang akan dijalanainya. 14 13 Agus Dwiyanto, 1995, Penilaian Kinerja Organisasi Publik, Makalah Dalam Seminar Sehari : Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan Dan Penerapannya, Fisipol UGM, Yogyakarta Hal 7. 14 Affan Gaffar, 2000, Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hal 7. Dalam konteks di Indonesia menurut Agus Dwiyanto mengatakan bahwa konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijaksanaan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Karena itu dilihat dari dimensi ini kinerja organisasi publik tidak bisa hanya dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaliknya harus dinilai dari ukuran eksternal seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. 15 Dari pendapat dan penjelasan diatas maka dijelaskan bahwa kinerja dianggap berhasil apabila memiliki akuntabilitas yang baik dan apabila organisasi tersebut melakukan kegiatan yang tidak bertentangan dengan aturan-aturan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Sehingga karena dalam penelitian ini studi kasus DPRD jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja DPRD salah satunya juga dinilai dari akuntabilitas sehingga untuk melihat seberapa besar pelaksanaan kegiatan dan tugas dari fungsi legislasi yang berhubungan dengan upaya menterjemahkan aspirasi masyarakat menjadi keputusan-keputusan politik yang nantinya dilaksakan pihak eksekutif. Sehingga dalam akuntabiltas ini DPRD di uji dimana ia harus merancang dan mementukan arah tujuan aktifitas pemerintahan di Sumatera Utara khususnya dengan menyesuaikan kondisi dan kebutuhan perempuan yang sampai saat ini masih banyak kebutuhan perempuan yang belum terpenuhi serta anggota Dewan yang terhormat dapat mempertanggungjawabkannya ke Publik. 15 Agus Dwiyanto, 1995, Penilaian Kinerja Organisasi Publik, Makalah Dalam Seminar Sehari : Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan Dan Penerapannya, Fisipol UGM, Yogyakarta Hal 8.

b. Responsivitas