BAB III HASIL PEMBAHASAN
3.1. Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan
Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai
misinya. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis.
Kinerja lembaga legislatif di DPRD dapat dilihat ketika anggota legislatif di DPRD berhasil menjalankan fungsinya. Anggota legislatif perempuan
memiliki peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan juga sebagai representatif rakyat terutama untuk mengangkat derajat kaum perempuan yang selama ini
tertinggal akibat kurang diperjuangkannya kepentingan-kepentingan perempuan yang selama ini kurang mendapat perhatian. Sehingga dengan meningkatnya
kuota perempuan diparlemen yang kemudian dipertegas lagi dalam UU Partai Politik dan UU Pemilu yang mewajibkan keterwakilan perempuan diparlemen
merupakan kesempatan bagi anggota legislatif perempuan yang terpilih untuk
memperjuangkan kepentingan perempuan. Di DPRD Provinsi Sumatera Utara
keterwakilan anggota perempuan sangat sedikit, namun untuk periode 2009-2014 dapat dikatakan meningkat dari tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada
periode 2004-2005 perempuan yang berhasil duduk di parlemen hanya berjumlah 6 orang dari 85 orang anggota dewan. Pada periode 2009-2014 dari 100 orang
anggota dewan, perempuan yang berhasil duduk di parlemen 16 orang. Hal ini menunjukkan hal yang positif bagi keterwakilan perempuan di parlemen
.
Dengan melihat masih rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen maka dapat dikatakan belum berhasil dan belum memenuhi kuota perempuan
30. Masih kurangnya 14 kuota perempuan untuk duduk di parlemen untuk merepresentasikan kepentingan perempuan. Untuk periode 2009-2014 ini hanya
memenuhi kuota 16. Dari data diatas, memang sudah ada peningkatan dalam hal kuantitas, tetapi bagaimana dengan kualitasnya. Keterwakilan perempuan
dalam legislatif sangat penting karena perempuan memiliki kebutuhan khusus yang hanya dapat dipahami dengan baik oleh perempuan sendiri. Kebutuhan
khusus tersebut meliputi kebutuhan akan kesehatan reproduksi misalnya cara KB yang aman dan nyaman, masalah kesejahteraan keluarga seperti soal harga
sembilan bahan pokok yang terjangkau, masalah kesehatan dan pendidikan anak, kepedulian pada anak, kebutuhan manusia usia lanjut, Kekerasan Dalam Rumah
Tangga serta isu-isu kekerasan seksual dan lain-lain. Kesetaraan gender berarti penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan
struktural terhadap laki-laki dan perempuan. Keadilan gender adalah proses dan perlakuan keadilan bagi semua kaum baik laki-laki maupun perempuan.
Terwujudnya kesetaraan gender dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi terhadap perempuan sehingga masing-masing memiliki
kesempatan untuk berpartisipasi dan memiliki akses kontrol dalam proses pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan
yang dilakukan. Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia,
agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan
dalam menikmati pembangunan yang dilakukan. Perempuan tidak banyak menguasai praktek politik untuk bisa
membantunya menghadapi perubahan kebijakan yang berpihak pada mereka,
sedangkan laki-laki meskipun sebagai aktor handal dalam politik, umumnya mereka rentan terhadap stres yang menimbulkan tindakan emosional yang
berlebihan. Mempertimbangkan perbedaan gender dalam hal resiko dan kerentanan dalam merancangan program perlindungan sosial adalah suatu
keharusan karena perempuan dan laki-laki dalam suatu arena politik tidak bisa bersama-sama menghadapi resiko. Sejak awal reformasi, pembicaraan tentang
keterwakilan perempuan diparlemen makin bergeser dari isu akademik dan gerakan sosial menjadi agenda kerja politik. Adanya ketentuan kuota perempuan
dilembaga legislatif dan partai politik sebagaimana yang ditetapkan dalam UU Pemilu No. 10 Tahun 2010 semakin menguatkan desakan terhadap partai dan
parlemen untuk memberikan peluang khusus bagi politisi perempuan.
31
Affirmative Action dibutuhkan dikarenakan rata-rata penduduk di Indonesia khususnya di Sumatera Utara didominasi oleh kaum perempuan,
sehingga dibutuhkan keterwakilan perempuan diparlemen untuk dapat merepresentasikan kepentingan perempuan yang tidak dapat diwakili oleh kaum
laki-laki. Aksi affirmasi juga dibutuhkan untuk kuota politik perempuan diparlemen rekrutmen diparlemen, rekrutmen pejabat politik dan birokrasi yang
sensitif gender, konsultasi khusus untuk kalangan perempuan, akses-akses khusus bagi perempuan terhadap kebijakan publik dan prioritas anggaran untuk
mewujudkan kepentingan perempuan. Gender bukan kodrat ketuhanan tetapi lebih kepada proses penempatan bagaimana sebaiknya laki-laki dan perempuan
bertindak dan berperan sesuai dengan tata nilai dan struktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Seperti yang dikatakan Bapak Muslim
Simbolon. S.Ag, anggota dari fraksi PAN bahwa “ Antara laki-laki dan
31
Eep Saefullah Fattah, Perspektif, Gatra no.13, Februari 2009.
perempuan itu sama dalam lembaga legislatif ini semua mempunyai hak yang sama dalam membahas secara keseluruhan tentang seluruh masalah atau isu
dari masyarakat. Dan semua pendapat yang disampaikan dalam rapat itu bebas menyampaikan pendapat dan setiap anggota dewan mempunyai hak yang sama
tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan.
32
Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota legislatif perempuan Ibu Hj. Meilizar Latif, SE, MM dari Fraksi Demokrat mengatakan “Pada Tanggal 10
Dalam DPRD terdapat suatu organisasi yang disebut Kaukus, dimana organisasi ini merupakan perkumpulan anggota legislatif perempuan. Melalui
organisasi ini, para anggota legislatif perempuan dapat memperjuangkan hak-hak perempuan. sejak tahun 2009-2010, anggota legislatif perempuan melalui kaukus
telah melakukan dua kinerja penting dalam merespon kepentingan perempuan Pertama, Adanya niat baik dari anggota legislatif perempuan di DPRD
Sumatera Utara dapat dilihat dari kinerja mereka untuk mewajibkan perempuan berpartisipasi dalam politik. Kebijakan untuk mendorong partisipasi dan
representasi perempuan dalam proses politik telah diformalkan dalam dua kali revisi regulasi. Hal ini diharapkan memberikan efek positif untuk membangun
represntasi yang setara dalam pengambilan keputusan dan pada akhirnya memajukan fungsi demokrasi. Peningkatan jumlah perempuan dilembaga
legislatif dalam dua kali pemilu terakhir dapat dikatakan sebagai pengaruh regulasi pencalonan minimal 30 keterwakilan perempuan dan penempatan
calon perempuan. kebijakan affirmasi tersebut telah diadopsi oleh UU No. 312002 dan UU No. 122003 untuk Pemilu 2004 dan serta UU No. 22008 dan
UU No. 10 Tahun 2008 untuk Pemilu 2009.
32
Hasil Wawancara dengan bapak Muslim Simbolon, S.Ag pada hari selasa tanggal 12 oktober 2010 pukul 10.30
Desember 2010 anggota legislatif perempuan mendapat undangan dari DPR RI untuk turut serta dalam usulan Revisi UU Partai Politik NO.22008 dan UU
Pemilu NO 102008. Untuk menghadapi Pemilu Tahun 2014, ada dua strategi yang dapat dilakukan. Pertama, adalah strategi jumlah dengan tujuan
meningkatkan representasi perempuan di DPR dan DPRD karena target 30 belum tercapai. Kedua, strategi kompetensi dengan tujuan meningkatkan
kompetensi calon terpilih perempuan dan laki-laki yang dimulai dari perbaikan kondisi internal pada hulunya yaitu partai politik. Kedua strategi tersebut salah
satunya diwujudkan melalui perubahan dalam partai politik dan pemilihan umum.
33
Tentang Representasi Perempuan.
Berikut ini adalah tabel rekomendasi revisi UU Partai Politik No.22008 dimana para anggota legislatif perempuan yang tergabung dalam kaukus di
Indonesia berkumpul dan merekomendasikan agar dalam UU Partai Politik No.22008 keterwakilan perempuan dapat benar-benar di terapkan oleh Partai
Politik dan bagi partai politik yang tidak menerapkannya akan dikenakan sanksi. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Rekomendasi Revisi UU Partai Politik No.22008
34
Poin Acuan Pasal Dalam UU
No.22008 Usul Perubahan
Alasan Perubahan
Pendaftaran partai politik
Pasal 3 ayat 2 poin a sampai e
Ditambahkan : Untuk menjadi
Konsisten dengan
33
Hasil Wawancara Dengan Ibu Hj. Meilizar Latif, SE, MM , Pada Hari Rabu Tanggal 2 Februari 2011 Pukul 14.00 Wib.
34
Arsip Kaukus Perempuan DPRD Sumatera Utara
Untuk menjadi badan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 partai politik harus
mempunyai : a.
Akta notaris pendirian partai politik ;
b. Nama, lambang atau tanda gambar yang
tidak mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan
nama, lambang atau tanda gambar yang
telah dipakai secara sah oleh partai politik lain
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan . c.
Kantor lengkap d. Kepengurusan paling
sedikit 60 enam puluh perseratus dari
jumlah provinsi 50 badan hukum, partai
politik harus mempunyai poin f.
memiliki kepengurusan di
tingkat pusat dengan memuat sekurang-
kurangnya 30 tiga puluh perseratus
keterwakilan perempuan
pembentukan partai politik
yang salah satu syaratnya
adalah menyertakan
sekurang- kurangnya
30 perempuan
lihat Pasal 2 ayat 2 UU
No.22008.
lima puluh perseratus dari jumlah
kabupatenkota pada setiap provinsi yang
bersangkutan e.
Memiliki rekening atas nama Partai Politik.
kepengurusan Pasal 20
Kepengurusan partai politik tingkat provinsi
dan kabupatenkota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat 2 dan ayat 3 disusun
dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
paling rendah 30 tiga puluh perseratus yang
diatur dalam AD dan ART Partai Politik
masing-masing.
Diubah :
Kepengurusan harian partai politik
tingkat pusat, provinsi, dan
kabupatenkota disusun dengan
memuat sekurang- kurangnya 30 tiga
puluh perseratus keterwakilan
perempuan. Data
menunjukkan jumlah
perempuan harian partai
politik selama berlakunya
UU No.2 Tahun 2008,
sangat minim. Kepengurusan
harian berfungsi
dalam pengelolaan
aktivitas kepartaian
sehari-hari
sehingga memiliki
peran strategis
dalam pengambilan
keputusan internal
partai. Rekrutmen
Politik
Pasal 29
1. Partai politik
melakukan rekrutmen terhadap warga
negara Indonesia untuk menjadi :
a. Anggota partai politik
b. Bakal calon anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
perwakilan Rakyat Daerah.
c. Bakal calon Presiden
dan Wakil Presiden. d.
Bakal calon kepala daerah dan wakil
Diubah :
1. Partai politik
melakukan rekrutmen
terhadap warga negara Indonesia
untuk menjadi : a.
Anggota partai politik.
b.Bakal calon anggota DPR
dan DPRD. c.
Bakal calon Presiden dan
Wakil Presiden. d. Bakal calon
kepala daerah. 2.
Rekrutmen sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara
demokratis dan terbuka sesuai dengan
AD dan ART serta peraturan perundang-
undangan. 3.
Penetapan atas rekrutmen
sebagaimana dimaksud pada ayat
1 dan ayat 2 dilakukan dengan
keputusan pengurus partai politik sesuai
dengan AD dan ART. kepala daerah
dan wakil kepala daerah.
2. Rekrutmen
dilakukan secara demokratis dan
terbuka sesuai dengan AD dan
ART serta peraturan
perundang- undangan
3. Rekrutmen untuk
bakal calon anggota DPR dan
DPRD harus menyertakan
sekurang- kurangnya 30
tiga puluh perseratus
keterwakilan perempuan.
4. Rekrutmen untuk
bakal calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah
memperhatikan keterwakilan
perempuan.
Selanjutnya anggota legislatif perempuan yang tergabung dalam Kaukus tersebut juga melakukan rekomendasi revisi UU Pemilu terkait representasi
perempuan mengacu pada enam Pasal dalam UU No.102008 yaitu Pasal 53 pencalonan perempuan, Pasal 55 penempatan calon pada daftar calon, Pasal
66 penetapan dan pengumuman daftar calon tetap, Pasal 153 pemungutan suara, Pasal 202 Parliamentary Treshold, Pasal 214 penetapan calon terpilih,
serta tambahan Pasal tentang sanksi bagi partai politik yang tidak memenuhi aturan pencalonan dan penempatan calon perempuan. Berikut intisari
rekomendasi revisi UU Pemilu tentang representasi perempuan di lembaga legislatif.
Rekomendasi Revisi UU Pemilihan Umum No.10 Tahun 2008 Tentang Representasi Perempuan.
35
Poin Acuan Pasal UU
No. 102008 Usul Perubahan
Alasan Perubahan
Pencalonan perempuan
Pasal 53 :
Daftar bakal calon
Diubah :
Daftar bakal calon Data menunjukkan
masih ada partai
35
Arsip Kaukus Perempuan DPRD Sumatera Utara.
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 memuat paling sedikit 30
tiga puluh perseratus
keterwakilan perempuan.
disemua daerah pemilihan memuat
paling sedikit 30 tiga puluh
perseratus keterwakilan
perempuan politik yang tidak
memenuhi pancalonan
minimal 30 di semua Dapil.
Penempatan calon Pasal 55 ayat 2 :
Di dalam daftar bakal calon
sebagaimana dimaksud pada
Ayat 1 dalam setiap 3tiga
orang bakal calon terdapat sekurang-
kurangnya 1 satu orang perempuan
bakal calon.
Diubah :
Pada daftar calon di semua daerah
pemilihan masing- masing nomor
urut 1, 2 dan 3 terdapat sekurang-
kurangnya 30 tiga puluh
perseratus calon perempuan.
Data menunjukan nomor urut diatas
memiliki peluang keterpilihan lebih
besar. Selain itu data menunjukkan
dengan aturan Pasal 55 UU No.
102008, partai cenderung
menempatkan calon perempuan
pada urutan 3 dan kelipatnnya.
penetapan dan pengumuman
daftar calon tetap
Pasal 66 :
KPU, KPU Provinsi dan KPU
Ditambahkan:
KPU, KPU Provinsi dan KPU
Mempertegas kewenangan KPU
dan KPUD dalam
Kabupatenkota mengumumkan
persentasi keterwakilan
perempuan dalam daftar calon tetap
partai politik masing-masing
pada media massa cetak harian
nasional dan media massa
elektronik nasional.
Kabupatenkota mengumumkan
persentasi keterwakilan
perempuan dalam daftar calon tetap
partai politik masing-masing di
semua daerah pemilihan pada
media massa cetak harian dan media
massa elektronik. mengumumkan
persentase keterwakilan
persentasi keterwakilan
perempuan di semua dapil secara
terbuka melalui media massa.
Sansi bagi partai politik yang tidak
memenuhi pencalonan
perempuan
Tidak Ada Ditambahkan :
partai politik peserta pemilu
yang : 1.
Tidak memenuhi daftar calon
tetap memuat sekurang-
kurangnya 30 calon perempuan
dan; Data menunjukkan
kepatuhan partai politik dalam
pemilu 2014 terhadap
pencalonan perempuan dan
penempatan calon perempuan sangat
rendah disebabkan tidak ada sanksi
2. Tidak memenuhi
calon perempuan sekurang-
kurangnya 30 di masing-
masing nomor urut 1,2 dan 3
dalam daftar calon tetap ;
Tidak dapat mengikuti pemilu
di daerah pemilihan bersangkutan.
disiplin partai dalam menerapkan
dua aturan ini rendah sehingga
perlu ada aturan saksi yang
mengikat.
Parlementary treshold
Pasal 202 ayat 1 dan 2
1. Partai politik
peserta pemilu harus memenuhi
ambang batas perolehan suara
sekurang- kurangnya 2,5
dua koma lima perseratus dari
jumlah suara sah
Diubah :
Partai politik peserta pemilu
harus memenuhi ambang batas
perolehan suara sekurang-
kurangnya 2,5 dari jumlah suara
sah untuk diikutkan dalam
penentuan Data menunjukan
tidak ada parliamentary
treshold untuk kursi DPRD
menyebabkan jumlah partai
peraih kursi di DPRD sangat
banyak namun kursi perempuan
sangat sedikit
secara nasional untuk diikutkan
dalam penentuan perolehan kursi
DPR 2.
Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 tidak
berlaku dalam penentuan
perolehan kursi DPRD Provinsi
dan DPRD Kabupatenkota.
perolehan kursi DPR, DPRD
Provinsi dan DPRD
Kabupatenkota. bahkan tidak ada
untuk kasus DPRD
Kabupatenkota.
Penetapan calon terpilih
Keputusan MK perubahan Pasal
214 Tetap :
Calon terpilih ditetapkan
berdasarkan calon yang memperoleh
suara terbanyak. Sesuai keputusan
mahkamah konstitusi yang
membatalkan Pasal 214 UU No.
102008 Pemungutan
suara
Pasal 153 ayat 1 :
Pemberian suara untuk Pemilu
anggota DPR,
Ditambahkan : Pemberian suara
untuk pemilu anggota DPR,
Mempertegas pemberian tanda
satu kali pada lambang partai
DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupatenkota dilakukan dengan
memberikan tanda satu kali pada
surat suara. DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupatenkota
dilakukan dengan memberikan tanda
satu kali pada lambang partai
atau nama calon pada surat suara.
atau nama calon pada surat suara.
Kedua, Anggota legislatif perempuan di DPRD Sumatera Utara pada tanggal 29 Desember 2010 lalu mengadakan seminar tentang “Peran Strategis
Perempuan Dalam Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Goals MDGs”. Kaukus Perempuan Parlemen DPRD Sumut mendukung pemberian sanksi
kepada partai politik Parpol yang tidak memenuhi kuota 30 persen terhadap keberadaan perempuan. Untuk itu, perlu dibuat suatu aturan yang mengikat, guna
menjamin keterwakilan perempuan di Parpol. Seminar menghadirkan Ketua Kaukus Perempuan, Prof DR H Darmayanti Lubis yang juga Anggota Dewan
Perwakilan Daerah DPD utusan Sumut, Rita Fatimah Dalimunthe dari Universitas Sumatera Utara, serta dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Bappeda Provinsi Sumatera Utara. Acara yang dibuka Wakil Ketua DPRD Sumut Drs Chaidir Ritonga itu juga dihadiri Wagubsu Gatot Pudjo Nugroho,
serta seluruh anggota Kaukus Perempuan Parlemen DPRD Sumatera Utara. Menurut Ristiawati yang juga Ketua Badan Kehormatan BK DPRD
Sumut, dukungan pemberian sanksi bagi Parpol yang tidak memenuhi kuota 30
persen keterwakilan perempuan, terkait revisi Undang-Undang No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ristiawati dari Fraksi Demokrat dan juga sebagai ketua kaukus perempuan mengatakan “Kita mendukung adanya
pemberian sanksi bagi Parpol yang tidak memenuhi kuota 30 persen keberadaan perempuan di partai politik. Pemerintah juga harus membuat aturan yang
mengikat,”. Diharapkan target MDGs 2015 agar ketimpangan gender di semua tingkatan dapat tercapai. Kaukus Perempuan Parlemen DPRD Sumut,
memperjuangkan kewenangan perempuan dari segi legislasi, dan memperjuangkan anggaran berspektif gender.”
36
Untuk mencapai tujuan pembangunan milenium Millenium Development Goals= MDGs, perlu kesepahaman bersama semua pihak, mengingat MDGs
merupakan komitmen nasional dan global dalam upaya lebih mensejahterakan masyarakat melalui pengurangan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, kesehatan dan kelestarian lingkungan. Sementara itu Nurhasanah S.Sos, salah seorang anggota Kaukus Perempuan Parlemen DPRD
Sumut dari Fraksi Demokrat menyatakan “Seminar ini bertujuan untuk lebih mengoptimalkan peran perempuan di Sumut dalam menurunkan angka kematian.
Apalagi selama ini perempuan identik dengan kesehatan dan kemiskinan”. Kedepan kita mengharapkan hasil yang optimal dalam pemberdayagunaan
perempuan dan mengaplikasikannya kepada masyarakat”.
37
Dalam menjalankan fungsi di parlemen yang mencakup Legislasi Pembuatan , Budgeting Menyusun Anggaran dan Controling Pengawasan
36
Hasil Wawancara Dengan Ibu Ristiawati, Pada Hari Senin Tanggal 7 Februari 2011 Pukul
13.00
37
Hasil Wawancara Dengan Ibu Nurhasanah S.Sos, Pada Hari Senin Tanggal 7 Februari 2011 Pukul 15.00
dalam hal ini uraian kinerja lembaga legislatif terutama anggota legislatif perempuan dalam menjalankan peran sebagai representatif masyarakat khususnya
lebih kepada kepentingan perempuan. Jika dilihat dari penduduk Indonesia yang mayoritas adalah perempuan maka sebenarnya terjadi keharusan untuk
bersentuhan dengan masalah perempuan. Penting bagi perempuan untuk ikut menjadi pembuat keputusan politik karena perempuan memiliki kebutuhan
khusus. Dan juga hal ini disebabkan karena begitu banyak keluhan-keluhan perempuan saat ini. Seperti, pendidikan kaum perempuan, sembako,
kesejahteraan keluarga yang mana masalah ini lebih banyak di pahami oleh perempuan sendiri, kesetaraan gender, menjadi pembantu rumah tangga, pekerja
seks komersial atau hidup sebagai tenaga kerja wanita di luar negeri yang kerap berada dalam ancaman trafficking, pernikahan dini dan wanita yang sehari-
harinya rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga KDRT, bahkan perempuan yang kini banyak terjangkit oleh berbagai macam penyakit yang pada
umumnya hanya di idam oleh para kaum perempuan. Demikian disampaikan Nahiyah J Faraz, Ketua Kaukus Perempuan
Politik Indonesia KPPI DIY, yang juga peneliti di Pusat Studi Wanita Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta, dalam seminar sosialisasi
mengenai Milenium Development Goals MDGs, Saya sudah lama mengamati, dan yakin bahwa banyak perempuan anggota DPRD belum kencang
menyuarakan hak mereka di parlemen. Mereka, misalnya, belum bisa masuk dalam proses pengambilan keputusan dalam rapat DPRD. Contohnya, dalam
tata tertib DPRD-DPRD, tidak ada klausul yang menyebut bahwa pengambilan keputusan dalam rapat harus melibatkan perempuan, ujarnya. Selain itu, baru
segelintir perempuan anggota DPRD yang kencang bersuara. Satu contoh
sederhana, selama ini laki-laki anggota DPRD mendominasi halaman koran dan tayangan televisi dengan komentar-komentarnya menyikapi masalah dan kasus.
Dalam rapat panitia khusus DPRD pun, sedikit anggota perempuan yang berani berpendapat.
38
Sebagaimana hasil wawancara dengan bapak Restu Kurniawan Sarumaha dari Fraksi PPRN memberikan tanggapan terhadap kinerja legislatif perempuan
Berdasarkan observasi dilapangan, sikap anggota legislatif perempuan di DPRD dalam merespon kepentingan perempuan belum maksimal bagi harapan
masyarakat khususnya perempuan di Sumatera Utara. DPRD Provinsi Sumatera Utara memberi kesempatan kepada anggota legislatif perempuan berkumpul
bersama membentuk atau menyatukan ide-ide yang mampu melindungi dan menyetarakan serta memperjuangkan kepentingan perempuan di Sumut, yang
ditandai dengan dibentuknya Kaukus. Namun walaupun sudah terbentuknya kaukus perempuan untuk tempat anggota dengan saling membangun ide-ide yang
dapat meningkatkan derajat perempuan namun wadah ini tidak digunakan dengan baik oleh anggota legislatif perempuan dengan baik. Perempuan anggota DPRD
belum ada menyuarakan kepentingan perempuan agar dimasukkan dalam perhitungan anggaran daerah. Bahkan mereka juga belum paham fungsinya
sebagai pengontrol kebijakan eksekutif sehingga kurang tergerak untuk memposisikan diri agar ikut menentukan keputusan dalam rapat internal DPRD.
Anggota legislatif perempuan di DPRD belum kencang menyuarakan hak mereka di parlemen. Misalnya, mereka belum bisa masuk dalam proses pengambilan
keputusan dalam rapat DPRD. Seperti dalam pembuatan yang dapat melindungi atau mengangkat derajat kaum perempuan.
38
http:regional.kompas.com, Diakses Pada Hari Sabtu, 5 Februari 2011 Pukul 10.00 Wib.
di DPRD Provinsi Sumatera Utara. “Kekritisan anggota legislatif perempuan di lembaga DPRD Provinsi Sumatera Utara dalam memberikan masukan atau
menanggapi persoalan yang dibahas dalam rapat-rapat hanya seadanya hal ini dapat dimaklumi karena keterbatasan gender dan mereka juga karena peran
ganda yang mereka miliki yakni sebagai ibu rumah tangga juga. Untuk kinerja yang dijalankan kurang lebih satu tahun belum ada yang diperbuat seperti dalam
merumuskan kebijakan yang menyangkut tentang memperjuangkan kepentingan perempuan atau penyetaraan gender belum ada yang berhasil dirumuskan, pada
hal di DPRD Provinsi Sumatera Utara ini telah terbentuk Kaukus perempuan”.
39
A. Kinerja Anggota Legislatif Perempuan dalam menjalankan fungsi
Legislasi
Dalam konteks ini yang nota bene adalah anggota legislatif khususnya perempuan yang telah berhasil duduk di DPRD yang memiliki fungsi perwakilan,
akan tetapi bentuk keterwakilan yang dimiliki oleh anggota legislatif lokal ini belum mencerminkan mereka dalam mewakili rakyat khususnya dalam
memenuhi kepentingan perempuan di Sumatera Utara.
Legislasi daerah adalah instumen perencanaan program di daerah. Proses penyusunan Ran melalui dua jalur. Pertama, melalui Inisiatif Eksekutif
dimana sebuah rancangan masuk ke dewan dari legislatif yang kemudian dibahas di rapat dewan untuk dianalisis apakah layak untuk dibawa ke Panitia Khusus.
Dari pansus ini jika sudah dianalisis, diuji, dan disepakati maka akan diajukan ke tim dimana tim ini terdiri atas eksekutif dan legislatif. Kedua, melalui Inisiatif
dari DPRD. - yang diinisiasi oleh DPRD sebenarnya hanyalah bersifat usulan.
39
Hasil Wawancara Dengan Bapak Restu Kurniawan, Pada Hari Kamis Tanggal 21 Oktober 2010 Pukul 10.00.
Dari sini sebenarnya bisa dilihat bahwa kewenangan penyusunan legislasi di daerah dapat dilakukan oleh dewan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota legislatif perempuan Ibu Hj. Meilizar Latif, SE, MM dari Fraksi Demokrat mengatakan “belum ada yang
berhasil yang dilakukan para anggota dewan perempuan untuk merespon kepentingan perempuan hal ini disebabkan karena hanya segelintir anggota
DPRD perempuan yang mau bersuara dan mengerti akan kewajibannya sebagai wakil rakyat yang harus bisa merepresentasikan kepentingan konstituennya”.
40
Secara kritis, masih kurangnya rasa tanggung jawab anggota legislatif perempuan ini dalam merespon kepentingan perempuan. Dapat dilihat pada masa
kerja anggota dewan DPRD Provinsi Sumatera Utara kurang lebih satu tahun belum ada legislasi yang berhasil yang dibuat, Seperti dalam menjalankan fungsi
legislasi yaitu membuat tentang perlindungan perempuan serta memperjuangkan anggaran yang pantas untuk memenuhi kepentingan perempuan yang memang
Menurut Ibu Ristiawati Dari Fraksi Demokrat mengatakan “perempuan tidak mendapat posisi yang strategis sebagai pengambil kebijakan, sehingga sulit
untuk merumuskan kepentingan perempuan dalam rancangan ”. Kesadaran akan pentingnya peraturan daerah Perda yang berpihak pada
perempuan belum teralisasi hingga setelah setahun kinerja anggota legislatif perempuan periode 2009-2014. Jika program legislasi daerah yang pro
perempuan telah berhasil dicanangkan, maka paling tidak perempuan di Sumatera Utara sudah memiliki payung yang cukup kuat agar terhindar dari diskriminasi
berbasis gender dan juga mendapat jaminan kesehatan kepada perempuan dan mendapat pelayanan untuk pemberdayaan perempuan.
40
Hasil Wawancara Dengan Ibu Hj. Meilizar Latif, SE, MM , Pada Hari Rabu Tanggal 2 Februari 2011 Pukul 14.00.
dalam kenyataannya perempuan lebih membutuhkan biaya yang lebih besar dari kaum pria. Yang harusnya ini menjadi agenda kerja mereka dalam
merepresentasikan kepentingan-kepentingan perempuan saat ini.
B. Kinerja Anggota Legislatif Perempuan dalam menjalankan fungsi
Budgeting
Pengalokasian anggaran yang berpihak pada orang miskin dan perempuan menjadi kegiatan yang selalu diadvokasi oleh masyarakat sipil baik
ditingkat nasional maupun daerah. Sejauh mana pemerintah komitmen dalam pemenuhan hak-hak dasar warga negaranya maka akan dilihat dari wajah
anggarannya.
41
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ristiawati Dari Fraksi Demokrat mengatakan “Akibat dari keterwakilan perempuan di parlemen masih
sangat lemah, sehingga tidak semua pimpinan Fraksi yang menempatkan perempuan pada posisi yang strategis, seperti menempatkan perempuan dalam
badan anggaran sehingga jika perempuan berada pada posisi yang yang strategis otomatis mereka akan memperjuangkan anggaran-anggaran untuk
kepentingan perempuan”. Tantangan Pengarusutamaan Anggaran Responsif Gender.
Anggaran adalah ekspresi kebijakan yang paling solid dan kongkret. Anggaran adalah muara terakhir dari rumusan konsep kebijakan dan juga
memperhitungkan bagaimana alokasi sumber daya untuk mendukung kebijakan yang berpihak pada perempuan.
42
41
http:permalink.gmane.orggmane.culture.media.mediacare64443
42
Hasil Wawancara Dengan Ibu Ristiawati, Pada Hari Senin Tanggal 7 Februari 2011 Pukul 13.00
Minimnya akses layanan kesehatan memberatkan perempuan. Dari hari ke hari kondisi kesehatan perempuan makin menurun karena layanan
kesehatannya tidak baik. Upaya untuk mewujudkan Anggaran Responsif Gender ARG, masih banyak menemui kendala. Salah satunya adalah masih
minimnya pemahaman Pengarusutamaan Gender PUG di kalangan penentu kebijakan di tingkat lokal eksekutif legislative. Hal ini
disebabkan karena dalam proses penyusunan APBD masih sering muncul usulan titipan yang bermuatan politis.
C. Kinerja Anggota Legislatif Perempuan Dalam Menjalankan Fungsi
Pengawasan
Dalam menjalankan fungsi pengawasan pada dasarnya anggota dewan laki-laki bekerjasama dengan anggota dewan perempuan. Menjalankan fungsi
pengawasan tentunya terlebih dahulu melahirkan peraturan perundangan- undangan yang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan pengawasan terhadap
pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Ibu Ristiawati mengatakan “Dalam menjalankan fungsi pengawasan
sejauh ini anggota dewan perempuan dalam menjalankan fungsi pengawasan, dilakukan dengan dengar pendapat Public Hearing dengan masyarakat, dan
melakukan pengawasan di setiap SKPD terhadap anggaran yang telah di tetapkan di APBD yang berkaitan dengan perempuan seperti Dinas
Pemberdayaan Perempuan. ”. Dari pengamatan peneliti sejauh ini kinerja lembaga legislatif perempuan
dalam menjalankan fungsi pengawasan belum maksimal. Hal ini disebabkan karena masih banyak anggaran yang kurang tepat sasaran.
3.2. Indikator Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan DPRD Provinsi Sumatera Utara.