keanekaragaman jenis dinilai rendah. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener H’ adalah suatu indeks keanekaragaman biota pada suatu daerah, bila nilainya semakin
tinggi, maka semakin tinggi tingkat keanekaragamannya dan begitu juga sebaliknya. Indeks Keseragaman E yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian
berkisar 0,668 – 0,816 dengan Indeks Keseragaman E tertinggi pada stasiun 3 sebesar 0,816 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0,668. Secara keseluruhan Indeks
Keseragaman pada ketiga stasiun tergolong tinggi. Krebs 1985, menyatakan Indeks Keseragaman E berkisar 0 – 1. Indeks
Keseragaman yang tinggi menunjukkan bahwa pembagian jumlah individu pada masing - masing genus merata dan sebaliknya jika Indeks Keseragaman semakin
kecil maka keseragaman suatu populasi akan semakin kecil. Berdasarkan penggolongan tersebut dapat dilihat bahwa pada stasiun 3
mempunyai Indeks Keseragaman tertinggi yaitu 0,816. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian jumlah individu pada stasiun tersebut lebih merata dibandingkan dengan
stasiun - stasiun penelitian yang lain atau dikatakan jumlah individu yang mendominasi stasiun tersebut sedikit.
4.1.3 Indeks Similaritas
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing - masing stasiun penelitian diperoleh nilai indeks Similaritas IS seperti pada Tabel 5 berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Nilai Indeks Similaritas IS atau Indeks Kesamaan antar Stasiun Penelitian
Stasiun 1
2 3
1 83,871
75,862 2
66,667 Keterangan:
Stasiun 1: Daerah Mangrove Stasiun 2: Daerah Pelabuhan dan Pemukiman
Stasiun 3: Muara
Dari Tabel 5 dapat dilihat hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai indeks similaritas IS yang didapat pada stasiun penelitian bervariasi dan berkisar antara
66,667 - 83,871. Suin 2002, mengkategorikan kriteria Indeks Similaritas sebagai berikut :
Bila: IS = 75 – 100 : sangat mirip
IS = 50 – 75 : mirip
IS = 25 – 50 : tidak mirip
IS =
25 : sangat tidak mirip
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai IS yang mempunyai kriteria sangat mirip adalah antara stasiun 1 dengan stasiun 2, dan stasiun 1 dengan stasiun 3,
dan kriteria mirip dijumpai antara stasiun 2 dengan stasiun 3. Kemiripan ini karena faktor fisik kimia Tabel 8 yang hampir sama antara stasiun tersebut. Kondisi yang
hampir sama menyebabkan terdapat kesamaan nilai spesies ikan pada setiap stasiun tersebut sangat mirip.
4.1.4 Indeks Distribusi Morista
Untuk melihat pola penyebaran tiap jenis ikan, maka digunakan Indeks Morista. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai Indeks Morista
seperti pada Tabel 6 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6. Nilai Indeks Morista pada Setiap stasiun Penelitian
Indeks Morista Keterangan
N0 Genus
1 Xenentodon 2.429 Berkelompok
2 Dermogenys 4.779 Berkelompok
3 Ambassis 1.838 Berkelompok
4 Parachela 2.250 Berkelompok
5 Cynoglossus 2.584 Berkelompok
6 Mugil 4.172 Berkelompok
7 Johnius 2.452 Berkelompok
8 Tetraodon 1.468 Berkelompok
9 Butis 2.220 Berkelompok
10 Chaca 5.400 Berkelompok
11 Leiogenathus 8.603 Berkelompok
12 Eleutheronema 1.677 Berkelompok
13 Hemibagrus 3.810 Berkelompok
14 Dorychtys 9,000 Berkelompok
15 Echidna 2.700 Berkelompok
16 Lutjanus 7.611 Berkelompok
17 Scatophagus 3,000 Berkelompok
18 Pomadasys 4.500 Berkelompok
Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa indeks distribusi untuk setiap genus diseluruh stasiun penelitian memiliki nilai 1. Secara keseluruhan indeks morista
menunjukkan penyebaran yang berkelompok untuk seluruh genus ikan pada seluruh stasiun penelitian. Menurut Rifai et al., 1983 umumnya jenis - jenis ikan yang
diperoleh dalam jumlah yang sedikit cenderung akan bersifat predator. Menurut Tejerina - Garro et al., 2005 dalam Sulistiyarto et al., 2007 kualitas air maupun
struktur habitat mempengaruhi komposisi jenis ikan. Menurut Krebs 1985, bahwa bila didapatkan indeks distribusi I bernilai 0
maka distribusi spesies tersebut adalah acak, bila I 1 maka distribusi spesies tersebut berkelompok dan bila I 1 maka distribusi spesies tersebut adalah seragam.
Michael 1994 menyatakan bahwa pola penyebaran suatu organisme bergantung pada sifat fitokimia lingkungan yang berupa nutrisi, substrat atau berupa faktor fisik
Universitas Sumatera Utara
kimia perairan tersebut. Suatu struktur komunitas alami tergantung pada cara organisme tersebar atau terpencar. Selanjutnya Suin 2002 menyatakan bahwa faktor
fisik dan kimia yang hampir merata pada suatu habitat serta tersedianya makanan bagi organisme yang hidup di dalamnya sangat menentukan organisme tersebut hidup
berkelompok atau beraturan.
4.1.5 Analisa Bedah Lambung Ikan Dari hasil bedah lambung ikan maka diperoleh jenis makanan pada beberapa
ikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Bedah Lambung Ikan Nama
Jenis Makanan Terdapat di Lambung
Keterangan
1 Butis
Ikan Karnivora
2 Cynoglossus
Udang, kerang Karnivora
3 Eleutheronema
Ikan, udang, kepiting Karnivora
4 Johnius
Kaki kepiting Karnivora
5 Leiognathus
Ikan Karnivora 6
Lutjanus Udang
Karnivora 7
Hemibagrus Kepiting, ikan
Karnivora 8
Tetraodon Kerang-kerangan
Karnivora 9
Dermogenys Tidak terdeteksi
Karnivora 10
Ambassis Tidak terdeteksi
Karnivora 11
Scatophagus Tidak terdeteksi
Karnivora 12
Pomadasys Tidak terdeteksi
Karnivora 13
Chaca Tidak terdeteksi
Karnivora 14
Parachela Tidak terdeteksi
Omnivora 15
Echidna Tidak terdeteksi
Pemakan Plankton 16
Doryichthys Tidak terdeteksi
Pemakan Plankton 17
Xenentodon Plankton dan zooplankton
Pemakan Plankton 18
Mugil Partikel-partikel organik
Detritus feeder Dari Tabel 7 dapat dilihat ikan berdasarkan jenis makanannya ada 8 genus
ikan yang termasuk ke dalam jenis ikan pemakan karnivora yaitu ikan yang makanan
Universitas Sumatera Utara
pokoknya terutama terdiri dari hewan - hewan, sementara Xenentodon adalah jenis ikan pemakan plankton, yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari plankton, dan
Mugil jenis ikan pemakan detritus feeder yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari hancuran sisa – sisa makanan organik yang sudah membusuk di dalam air yang
berasal dari hewan atau tumbuhan, misalnya ganggang, bakteri. Secara keseluruhan dari jenis ikan yang diperoleh terdapat 13 jenis ikan yang termasuk kedalam jenis
ikan pemakan karnivora, 3 jenis pemakan plankton, 1 jenis pemakan omnívora dan 1 jenis pemakan detritus feeder.
Menurut Kuncoro dan Wiharto 2009, makanan utama jenis ikan Cynoglossus adalah udang - udang kecil dan moluska. Jenis ikan Leiognathus
merupakan jenis ikan pemakan udang kecil, larva ikan dan moluska. Jenis ikan Johnius merupakan predator sejati yang memangsa ikan, udang dan moluska. Jenis
ikan Lutjanus merupakan ikan pemakan moluska dan udang. Jenis ikan Eleutheronema merupakan ikan karnivora, memakan ikan, udang, dan kepiting.
Menurut Cahyono 2010, ikan Hemibagrus termasuk jenis ikan pemakan karnivora, yaitu memakan udang, ikan - ikan kecil, dan moluska.
Menurut Mujiman 1998, ikan detritus, yaitu ikan yang makanan pokoknya
terdiri dari hancuran sisa – sisa makanan organik yang sudah membusuk di dalam air yang berasal dari hewan atau tumbuhan, misalnya ganggang, bakteri. Seperti ikan
belanak Mugil sp.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Parameter Abiotik