estuari, sehingga akan terjadi perubahan fluktuasi salinitas yang berbeda - beda karena dipengaruhi oleh pasang surutnya air. Supriharyono 2000 menyatakan
bahwa muara merupakan perairan yang berhubungan bebas dengan laut sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Menurut Nybakken
1992, pada daerah estuari yang terdapat aliran air tawar yang cukup memadai dan penguapan yang tidak terlalu tinggi, air tawar akan bergerak dan bercampur dengan
air asin dibagian permukaan, sehingga salinitas akan turun. Kisaran ini masih sesuai dengan standar baku mutu air untuk biota perairan berdasarkan keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup KEP No.51MNLHI2004, bahwa kisaran salinitas normal perairan yang dapat menopang kehidupan organisme perairan adalah sd
34
00
MNLH, 2004.
i. Oksigen Terlarut DO = Dissolved Oxygen
Nilai oksigen terlarut DO yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian berkisar 5,2 – 6 mgl. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 6 mgl dan
terendah pada stasiun 2 sebesar 5,2 mgl. Hal ini disebabkan karena banyaknya buangan sampah – sampah organik yang mudah membusuk yang berasal dari
pemukiman dan pelabuhan. Menurut Poppo at al., 2008 penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut dalam air adalah adanya buangan bahan – bahan yang
mudah membusuk. Untuk proses penguraian sampah – sampah organik tersebut mokroorganisme pengurai membutuhkan oksigen. Kisaran kandungan oksigen
terlarut pada Perairan muara sungai Asahan masih berada pada kisaran normal
Universitas Sumatera Utara
yang masih dapat menopang kehidupan ikan sesuai dengan baku mutu kualitas air untuk biota yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup melalui
KEP No-51MNLHI2004 yaitu 5 mgl MNLH, 2004. Perubahan kandungan oksigen terlarut di lingkungan sangat berpengaruh
terhadap hewan air. Oksigen di dalam air berguna untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Kadar oksigen terlarut di perairan yang ideal bagi
pertumbuhan ikan dewasa adalah 5 mgl. Pada kisaran 4 – 5 mgl ikan masih dapat bertahan tetapi pertumbuhannya terhambat. Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh
faktor suhu, pada suhu tinggi kelarutan oksigen rendah dan pada suhu rendah kelarutan oksigen tinggi. Tiap - tiap spesies biota akuatik mempunyai kisaran
toleransi yang berbeda - beda terhadap konsentrasi oksigen terlarut di suatu perairan Jubaedah, 2006.
j. BOD
5
Biologycal Oxygen Demand
Nilai BOD
5
pada ketiga stasiun penelitian berkisar 0,4 - 1,2 mgl, dengan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 1,2 mgl dan terendah pada stasiun 1 sebesar
0,4 mgl. Adanya perbedaan nilai BOD
5
disetiap stasiun penelitian disebabkan oleh perbedaan jumlah bahan organik yang berbeda - beda pada masing - masing stasiun
tersebut yang berhubungan dengan defisit oksigen karena oksigen tersebut dipakai oleh mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik. Tingginya nilai BOD
5
pada stasiun 2 Dermaga dan Pemukiman Penduduk diakibatkan oleh banyaknya pencemaran organik pada lokasi tersebut sedangkan pada stasiun 1 yang merupakan
Universitas Sumatera Utara
daerah mangrove nilai BOD
5
lebih rendah yaitu sebesar 0,4 mgl. Nilai BOD
5
pada perairan ini masih sesuai dengan baku mutu air untuk biota yang ditetapkan oleh
Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP No-51MNLHI2004 bahwa nilai BOD
5
yang masih dapat menopang kehidupan biota adalah 20 mgl MNLH, 2004. Menurut Brower et al., 1990, apabila konsumsi oksigen selama 5 hari
berkisar 5 mgl O
2
, maka perairan tersebut tergolong baik. Sebaliknya apabila konsumsi oksigen antara 10 - 20 mgl O
2
menunjukkan bahwa tingkat pencemaran oleh senyawa organik tinggi. Selanjutnya Wardhana 1995 mengatakan bahwa
peristiwa penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi
apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup.
k. COD Chemical Oxygen Demand