baik untuk dikembangkan sebagai ikan kultur Direktorat Jenderal Perikanan, 1977. Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran terendah pada genus
Butis, sebesar 1,170 ind100 m
2
K, 0,634 KR dan 33,333 FK. Hal ini karena kondisi perairan tersebut tidak mendukung bagi kehidupan ikan tersebut.
Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan nilai Kepadatan tertinggi bila dibandingkan antara 3 stasiun penelitian, maka stasiun 2 memiliki nilai
kepadatan tertinggi yaitu sebesar 392,233 ind100 m
2
, sedangkan kepadatan terendah adalah stasiun 1 yaitu sebesar 82,651 ind100 m
2
. Bila dibandingkan antara masing - masing genus dari ketiga stasiun maka nilai kepadatan tertinggi adalah genus
Ambassis sebesar 122,027 ind100 m
2 ,
dan kepadatan terendah adalah genus Scathopagus, sebesar 0,390 ind100 m
2
. Hal ini karena kondisi perairan tersebut tidak mendukung bagi kehidupan ikan tersebut. Ikan jenis ini biasanya dapat hidup dengan
baik pada kawasan mangrove. Nontji 1987, mengatakan bahwa ikan jenis ini merupakan ikan yang umum ditemukan pada kawasan mangrove dengan dasar
lumpur.
4.1.2 Indeks Keanekaragaman H’ dan Keseragaman E
Indeks keanekaragaman H’ dan nilai indeks keseragaman E yang diperoleh pada masing - masing stasiun seperti pada Tabel 4 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E’ Ikan Pada Setiap Stasiun Penelitian
Indeks Stasiun
1 2
3 Keanekaragaman H’
1,930 1,806
1,958 Keseragaman E
0,668 0,704
0,816 Keterangan:
Stasiun 1: Daerah Mangrove Stasiun 2: Daerah Pelabuhan dan Pemukiman
Stasiun 3: Muara
Dari hasil perhitungan didapat Indeks Keanekaragaman H’ pada ketiga stasiun berkisar 1,806 - 1,958. Indeks Keanekaragaman H’ tertinggi terdapat pada
stasiun 3 sebesar 1,958 dan terendah pada stasiun 2 sebesar 1,806. Tingginya nilai Indeks Keanekaragaman pada stasiun 3 karena parameter faktor fisik kimia yang
diperoleh mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan ikan. Menurut Koesbiono 1979, keanekaragaman jenis yang tinggi pada suatu perairan
menunjukkan keadaan komunitas yang baik, sebaliknya keanekaragaman yang kecil berarti telah terjadi ketidakseimbangan ekologi di perairan tersebut.
Brower et al., 1990, menyatakan bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies
dengan jumlah individu masing - masing spesies yang relatif merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah
individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah.
Odum 1994, menyatakan keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dalam tiap jenisnya, karena suatu komunitas
walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka
Universitas Sumatera Utara
keanekaragaman jenis dinilai rendah. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener H’ adalah suatu indeks keanekaragaman biota pada suatu daerah, bila nilainya semakin
tinggi, maka semakin tinggi tingkat keanekaragamannya dan begitu juga sebaliknya. Indeks Keseragaman E yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian
berkisar 0,668 – 0,816 dengan Indeks Keseragaman E tertinggi pada stasiun 3 sebesar 0,816 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0,668. Secara keseluruhan Indeks
Keseragaman pada ketiga stasiun tergolong tinggi. Krebs 1985, menyatakan Indeks Keseragaman E berkisar 0 – 1. Indeks
Keseragaman yang tinggi menunjukkan bahwa pembagian jumlah individu pada masing - masing genus merata dan sebaliknya jika Indeks Keseragaman semakin
kecil maka keseragaman suatu populasi akan semakin kecil. Berdasarkan penggolongan tersebut dapat dilihat bahwa pada stasiun 3
mempunyai Indeks Keseragaman tertinggi yaitu 0,816. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian jumlah individu pada stasiun tersebut lebih merata dibandingkan dengan
stasiun - stasiun penelitian yang lain atau dikatakan jumlah individu yang mendominasi stasiun tersebut sedikit.
4.1.3 Indeks Similaritas