Dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial perusahaan dan yang diwujudkan dalam bentuk pembangunan komunitas community development maka perlunya suatu rancangan serta
pemantauan yang pada dasarnya tercakup dalam program pembangunan komunitas itu sendiri yang berupa audit sosial. Berjalannya program pembangunan komunitas akan dapat sesuai
dengan rencana yang telah dijalankan dan sesuai dengan kondisi komunitas ayang merupakan sasaran program asalakan adanya suatu pemerikasaan yang bersifat sosial dan juga audit sosial.
Hal ini berkaitan dengan tujuan dari pembangunan komunitas yang mengarah pada partisipasi antara berbagai komunitas sebagai anggota komunitas yang lebih luas. Partisipasi yang dimaksud
bukanlah hanya partisipasi satu pihak yang sering kita dengar sebagai partisipasi komunitas terhadap sesuatu, akan tetapi partisipasi dari semua komunitas, khususnya komunitas korporasi
terhadap komunitas lokal dan juga terhadap komunitas lainnya sebagai stakeholder. Sistem yang terbangun dalam sebuah komunitas mengisyaratkan adanya hubungan yang fungsional antara
berbagai segmen yang hidup di dalamnya. Indikator keberhasilan suatu program pembangunan komunitas dapat dilihat dari bentuk-
bentuk kebersamaan yang dijalin antara pihak-pihak pemerintah, perusahaan dan komunitas lokal yang tergambar dalam partisipasi dan keberlanjutan sustainability. Partisipasi dapat
dilihat sebagi keterlibatan para pihak di dalam mengelola program-program community development. Secara mendasar, partisipasi bukanlah milik dari komunitas lokal, dalam arti yang
diminta untuk berpartisipasi bukan hanya komunitas lokal atau rakyat atau komunitas, akan tetapi semua pihak harus berpartisipasi.
2.3. Kerjasama tripartif Pemerintah-Perusahaan-Masyarakat
Jauh-jauh hari sebelum pemerintah indonesia meregulasikan CSR, para pakar CSR telah memberi saran bahwa inisiatif perusahaan untuk bekerja dengan keseimbangan kinerja triple
bottom line TBL ekonomi, sosial, lingkungan, hendaknya diikuti oleh upaya memadai dari berbagai pihak dalam menjaga koridor inisiatif tersebut, termasuk oleh intensitas negara.
Upaya perusahaan dalam meningkatkan peran untuk peningkatan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinergi multipihak yang solid, baik dari pemerintah
maupun komunitas atau masyarakat. Menurut Tennyson 1998 kemitraan adalah kesepakatan antar sektor dimana individu,
kelompok atau organisasi sepakat bekerjasama untuk memenuhi sebuah kewajiban atau melaksanakan kegiatan tertentu, bersama-sama menanggung resiko maupun keuntungan dan
secara berkala meninjau kembali hubungan kerjasama. Terkait pelaksanaan CSR, setidaknya terdapat tiga arah skenario kemitraan antara
perusahaan dengan pemerintah maupun komunitasmasyarakat sebagai berikut: 1.
Pola kemitraan kontra produktif Pola ini akan terjadi jika perusahaan masih berpijak pada pola konvensional yang hanya
mengutamakan kepentingan shareholders yang mengejar profit sebesar-besarnya. Fokus perhatian perusahaan memang lebih tertumpu pada bagaimana perusahaan bisa meraup
keuntungan secara maksimal, sementara hubungan dengan pemerintah dan komunitas atau masyarakat hanya sekedar pemanis belaka. Perusahaan berjalan dengan targetnya
sendiri, pemerintah juga tidak ambil peduli, sedangkan masyarakat tidak mempunyai akses apapun kepada perusahaan.
2. Pola kemitraan semi produktif
Dalam skenario ini pemerintah dan komunitas atau masyarakat dianggap sebagai obyek dan masalah di luar perusahaan. Perusahaan tidak tahu program-program pemerintah,
pemerintah juga tidak memberikan iklim yang kondusif kepada dunia usaha dan masyarakat bersifat pasif. Pola kemitraan ini masih mengacu pada kepentingan jangka
pendek dan belum atau tidak menimbulakan sense of belonging atau public relation dimana pemerintah dan komunitas atau masyarakat masih lebih dianggap sebagai
obyek. Dengan kata lain kemitraan masih belum strategis dan masih belum mengedepankan kepentingan diri. self interest perusahaan, bukan kepentingan
bersama common interest antara perusahaan dengan mitranya. 3.
Pola kemitraan produktif Pola kemitraan ini menempatkan mitra sebagai subyek dan dalam paradigma common
interest. Prinsip simbiosis mutualisme sangat kental pada pola ini. Perusahaan mempunyai kepedulian sosial dan lingkuangan yang tinggi, pemerintah memberikan
iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan masyarakat memberikan support positif kepada perusahaan.bahkan bisa jadi mitra dilibatkan pada pola hubungan resourched-
based partnership dimana mitra diberi kesempatan menjadi bagian dari shareholders.
3.1 Kemitraan Pemerintah-Dunia Usaha