sebanyak-banyaknya tanpa melakukan upaya apapun untuk melestarikan lingkungan. Padahal dengan melestarikan lingkungan, mereka akan memperoleh keuntungan yang lebih, terutama dari
sisi kesehatan, kenyamanan, disamping ketersediaan sumberdaya yang lebih terjamin kelangsungannya.
Sebaliknya, kurangnya kepedulian terhadap lingkungan kerap harus dibayar dengan harga yang mahal dengan timbulnya bermacam penyakit, bencana lingkungan atau kerusakan alam
lainnya. Mendongkrak laba dan meningkatkan pertumbuhan memang penting, namun tak kalah pentingnya juga memperhatikan kelestarian lingkungan.
2.1.2 PENERAPAN CORPORATE RESPONBILITY DI INDONESIA
Konsep mengenai CSR mulai hangat dibicarakan di Indonesia sejak tahun 2001 dimana banyak perusahaan maupun instansi-instansi sudah mulai melirik CSR sebagai suatu konsep
pemberdayaan masyarakat. Sampai saat ini, perkembangan tentang konsep dan implementasi CSR pun semakin meningkat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Hal ini terbukti dari
banyaknya perusahaan yang berlomba-lomba untuk melakukan CSR. Pelaksanaannya pun semakin beranekaragam mulai dari bentuk program yang dilaksanakan, maupun dari sisi dana
yang digulirkan untuk program tersebut. Contoh kegiatan untuk program CSR yang dilakukan oleh perusahaan antara lain
pemberian beasiswa, bantuan langsung bagi korban bencana, pemberian modal usaha, sampai pada pembangunan infrastruktur seperti pembangunan sarana olah raga, sarana ibadah maupun
sarana umum lainnya yang dapat dimafaatkan oleh masyarakat. Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa
perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA Corporate Social Activity atau “aktivitas
sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk peran serta dan kepedulian perusahaan terhadap
aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan
konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Pada awal perkembangannya, bentuk CSR yang paling umum adalah pemberian bantuan
terhadap organisasi-organisasi lokal dan masyarakat miskin di seputar perusahaan. Pendekatan CSR yang berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan ini pada umumnya dilakukan secara
ad-hoc, partial, dan tidak lembaga. CSR tataran ini hanya sekadar do good dan to look good, berbuat baik agar terlihat baik. Perusahaan yang melakukannya termasuk dalam kategori
”perusahaan impresif”, yang lebih mementingkan ”tebar pesona” promosi ketimbang ”tebar karya” pemberdayaan Suharto, 2008a.
Dewasa ini semakin banyak perusahaan yang kurang menyukai pendekatan karitatif semacam itu, karena tidak mampu meningkatkan keberdayaan atau kapasitas masyarakat lokal.
Pendekatan community development kemudian semakin banyak diterapkan karena lebih mendekati konsep empowerment dan sustainable development. Prinsip-prinsip good corporate
governance, seperti fairness, transparency, acaountability, dan responbility kemudian menjadi pijakan untuk mengukur keberhasilan program CSR. Kegiatan CSR yang dilakukan saat ini juga
sudah mulai beragam, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat berdasarkan need assesment. Mulai dari pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan, pemberian pinjaman
modal bagi UKM, social forestry, penakaran kupu-kupu, pemberian beasiswa, penyuluhan HIVAIDS, penguatan kearifan lokal, pengembangan skema perlindungan sosial berbasis
masyarakat dan seterusnya. CSR pada tataran ini tidak sekadar do good dan to look good,
melainkan pula to make good, menciptakan kebaikan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Model pelaksaan CSR juga bemacam-macam. Setidaknya terdapat empat model pelaksanaan CSR yang umum digunakan di Indonesia. Keempat model tersebut antara lain:
1. Terlibat langsung. Dalam melaksanakan program CSR, perusahaan melakukannya sendiri tanpa melalu perantara atau pihak lain. Pada model ini perusahaan memiliki satu bagian tersediri
atau bisa juga digabung dengan yang lain yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan sosial perusahaan termasuk CSR.
2. Melalui Yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan atau groupnya. Pada model ini biasanya perusahaan sudah menyediakan
dana khusus untuk digunakan secara teratur dalam kegiatan yayasan. Contoh yayasan yang didirikan oleh perusahaan sebagai perantara dalam melakukan CSR antara lain; Danamon peduli,
Samporna Foundation, kemudian PT. Astra International yang mendirikan Politeknik Manufaktur Astra dan Unilever peduli Foundation UPF.
3. Bermitra dengan pihak lain. Dalam menjalankan CSR perusahaan menjalin kerjasama dengan pihak lain seperti lembaga sosial non pemerintah, lembaga pemerintah, media massa dan
organisasi lainnya. Seperti misalnya Bank Rakyat Indonesia yang memiliki program CSR yang terintegrasi dengan strategi perusahaan dan bekerjasama dengan pemerintah mengeluarkan
produk pemberian kredit untuk rakyat atau yang di kenal dengan Kredit Usaha Rakyat KUR. Contoh lain adalah kerjasama perusahan dengan lembaga-lembaga sosial seperti Dompet
Dhuafa, Palang Merah Indonesia dan lain sebagainya.
4. Mendukung atau bergabung dengan suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu.
Dalam melakukan CSR, tentunya perusahaan memiliki alasan diantaranya adalah: 1. Alasan Sosial.
Perusahaan melakukan program CSR untuk memenuhi tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Sebagai pihak luar yang beroperasi pada wilayah orang lain perusahaan harus
memperhatikan masyarakat sekitarnya. Perusahaan harus ikut serta menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat dan juga menjaga lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan.
2. Alasan Ekonomi. Motif perusahaan dalam melakukan CSR tetap berujung pada keuntungan. Perusahaan
melakukan program CSR untuk menarik simpati masyarakat dengan membangun image positif bagi perusahaan yang tujaan akhirnya tetap pada peningkatan profit.
3. Alasan Hukum. Alasan hukum membuat perusahaan melakukan program CSR hanya karena adanya peraturan
pemerintah. CSR dilakukan perusahaan karena ada tuntutan yang jika tidak dilakukan akan dikenai sanksi atau denda dan bukan karena kesadaraan perusahan untuk ikut serta menjaga
lingkungan. Akibatnya banyak perusahaan yang melakukan CSR sekedar ikut-ikutan atau untuk menghindari sanksi dari pemerintah. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-undang
PT No. 40 pasal 74 yang isinya mewajibkan pelaksanaan CSR bagi perusahaan-perusahaan yang terkait terhadap SDA dan yang menghasilkan limbah. Adapun isi dari pasal tersebut adalah :
Ayat 1, dijelaskan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Ayat 2 dijelaskan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.
Ayat 3 menggariskan perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan adanya undang-undang ini nampaknya semakin membuat konsep CSR di Indonesia bias makna. CSR bukan lagi sebagai tanggungjawab sosial yang bersifat sukarela dari perusahaan
untuk masyarakat sekitar tapi berubah menjadi suatu keterpaksaan bagi perusahaan. Apapun alasan dalam pelaksanaan CSR, hendaknya perusahaan tetap berpijak pada prinsip dasar dari
CSR itu sendiri Berikut Sejumlah peraturan perundang-undangan yang memuat masalah kaidah implementasi
tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia. 1.
Keputusan Presiden Nomor 90 tahun 1995 dimana pasal 2 butir 1 menyatakan bahwa wajib pajak organisasi ataupun orang pribadi dapat menyumbangkan sampai dengan
setinggi-tingginya dua persen dari keuntungan atau penghasilan setelah pajak penghasilan yang diperolehnya dalam satu tahun pajak yang digunakan bagi pemberdayaan keluarga
prasejahtera dan keluarga sejahtrera satu; 2.
Keputusan Presiden Nomor 92 Tahun 1996, diubah menjadi: wajib pajak organisasi ataupun orang pribadi wajib memberikan konstribusi bagi pemberdayaan keluarga yang
belum sejahtera dan keluarga sejahtera satu sebanyak dua persen dari keuntungan setelah pajak penghasilan dalam satu tahun pajak;
3. Undang-undang Nomor 19 tahun 2003, dimana pasal butir e menyatakan bahwa BUMN
harus terlibat aktif memberikan bimbingan dan kontribusi kepada perusahaan lemah, koperasi dan masyarakat;
4. Keputusan Menteri BUMN Nomor Keputusan 236MBU.2003, mewjibkan BUMN untuk
mengimplementasikan program kerjasama dan program pengembangan lingkungan. 5.
Surat Edaran Menteri BUMN Nomor SE-433MBU2003, menyatakan bahwa BUMN diwajibkan membentuk bagian tersendiri yang secara khusus mengelola program
pembinaan lingkungan; 6.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, dimana pasal 15 butir b menyatakan bahwa penanam modal yang memanfaatkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
wajib menyediakan biaya secara bertahap untuk pemulihan lingkungan; pasal 34 menyatakan bahwa perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban program tanggung
jawab sosial akan dikenai hukuman yang bersifat administratif. 7.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, dimana ayat 1 menyatakan, bahwa perusahaan yang atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib mengimplementasikan tanggung
jawab sosial perusahaan bagi masyarakat setempat dan lingkungan; ayat 2 menyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat setempat dan lingkungan
adalah kewajiban perusahaan bagi masyarakat setempat dan lingkungan adalah kewajiban perusahaan yang diperuntukkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran;dan ayat 3
menyatakan bahwa perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban dikenai hukuman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.2 COMMUNITY DEVELOPMENT PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pasal 74 ayat 1 UU PT berbunyi, “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.” Penjabaran pasal ini lebih mengarah kepada community development . Budimanta mendefinisikan comunity development CD sebagai kegiatan pengembangan
masyarkat yang diselenggarakan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk dapat memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial,ekonomi,dan kualitas kehidupan
yang lebih baik.secara hakikat CD merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap kehidupan komunitas lokal.
Artinya, industri adalah sebuah elemen dari serangkaian elemen yang ada dalam masyarakat. Sebagai salah satu elemen, industri masuk dalam struktur sosial masayarakat setempat dan
berpengaruh terhadap elemen lain yang ada. Dengan kesadarannya, industri harus dapat membawa komunitas lokal ke arah kemandirian tanpa merusak tatanan sosial busaya yang sudah
ada rudito dalam Ruditobudimanta, 2003;28 dalam buku corporate responbility, rahman reza 2009:9
Konsep dasar Comunity Development adalah kesadaran bahwa tedapat hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara perusahaan dengan komunitas yang berada dalam