Dalam skenario ini pemerintah dan komunitas atau masyarakat dianggap sebagai obyek dan masalah di luar perusahaan. Perusahaan tidak tahu program-program pemerintah,
pemerintah juga tidak memberikan iklim yang kondusif kepada dunia usaha dan masyarakat bersifat pasif. Pola kemitraan ini masih mengacu pada kepentingan jangka
pendek dan belum atau tidak menimbulakan sense of belonging atau public relation dimana pemerintah dan komunitas atau masyarakat masih lebih dianggap sebagai
obyek. Dengan kata lain kemitraan masih belum strategis dan masih belum mengedepankan kepentingan diri. self interest perusahaan, bukan kepentingan
bersama common interest antara perusahaan dengan mitranya. 3.
Pola kemitraan produktif Pola kemitraan ini menempatkan mitra sebagai subyek dan dalam paradigma common
interest. Prinsip simbiosis mutualisme sangat kental pada pola ini. Perusahaan mempunyai kepedulian sosial dan lingkuangan yang tinggi, pemerintah memberikan
iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan masyarakat memberikan support positif kepada perusahaan.bahkan bisa jadi mitra dilibatkan pada pola hubungan resourched-
based partnership dimana mitra diberi kesempatan menjadi bagian dari shareholders.
3.1 Kemitraan Pemerintah-Dunia Usaha
Selama ini dunia usaha telah menjadi mitra strategis bagi pemerintah. Terdapat sejumlah fakta yang dapat dikemukakan, antara lain : yang pertama, dunia usaha merupakan mitra
pemerintah untuk mengelola sumber daya daerah yang mustahil rasanya bila seluruhnya bisa dikelola oleh pemerintah. Kedua, dunia usaha membantu pemerintah dalam memutar roda
perekonomian dan menggerakkan pembangunan. Dengan adanya aktivitas ini maka terciptalah lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran. Ketiga, dunia usaha memberikan
penghasilan kepada pemerintah antara lain dalam bentuk pajak dan retribusi. Semakin besar usahanya semakin besar pula pajak yang dapat disetor kepada pemerintah.
Saat ini konstribusi dunia usaha semakin dipertajam dengan berkembangnya praktik CSR. Berbagai kegiatan sosial di gelar oleh perusahaan mulai dari pendidikan, kesehatan sampai
pengentasan masyarakat miskin dan pembangunan infrastruktur. Agar terjalin suatu kemitraan yang saling menguntungkan, pemerintah seyogyanya
memikirkan optimalisasi perannya dalam mendukung program tersebut. Pemerintah sebaiknya sering duduk bersama dengan pelaku usaha, tanpa diliputi prasangka menganggap diri lebih
baik, memperbincangkan apa yang dibutuhkan masyarakat secara bersama. Dengan demikian ada komunikasi dua arah, sehingga adanya kemungkinan adanya kerjasama antara pemerintah
dan dunia usaha menjadi terbuka semakin lebar. Pemerintah diharapkan bisa mengambil insiatif mensuport dan membantu pengembangan
program CSR perusahaan misalnya dalam bentuk fasilitas terhadap pertemuan-pertemuan antar pelaku CSR multy stakeholders forum sebagai wadah kemitraan yang disertai kegiatan dan
indikator kinerja yang nyata, bekerjasama dengan organisasi terkait, melakukan diseminasi best practises dan sebgaianya.
Pemerintah juga perlu mendorong agar perusahaan juga memikirkan program CSR yang dapat memberikan konstribusi kepada masalah nasional. Misalanya, program CSR perusahaan
sudah saatnya dikaitkan dengan MDGs Milenium Development Goals. Selain itu perlunya kesadaran dan pemahaman para pembuat keputusan, mengurangi ketidakpastian , mempermudah
perjanjian perijinan dan produk lainnya, memberikan perlindungan dan pembelaan paling tidak sebagai penengah pada saat perusahaan menghadapi krisis.
Atas dukungan World Bank, Tom Fox, Halina Ward, dan Bruce Howard tahun 2002 menurunkan laporan studi mengenai implementasi tanggung jawab sosial di negara-negara
berkembang yang memfokuskan pada peran yang diaminkan oleh pemerintah. Mereka mengidentifikasi adanya dua poros yang bisa diterapkan pemerintah. Poros pertama berkaitan
dengan peran dan poros kedua berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Ada empat peran dan poros pertama, yang bisa diterapkan sektor pemerintah, yaitu:
1. Pemberian mandat Mandating
Peran pemerintah dalam hal ini dapat berupa penyusunan standar minimum kinerja bisnis yang masuk ke dalam kerangka peraturan perundang-undangan, seperti standar
emisi gas buangan. 2.
Memfasilitasi Fasilitating
Peran pemerintah dalam hal ini dapat berupa suasana yang kondusif bahakan insentif bagi perusahaan yang terlibat dalam agenda-agenda CSR sehinnga mendorong
perbaikan sosial dan lingkungan. 3.
Kemitraan Partnering
Kemitraan strategis antara pemrintah, perusahaan dan masyarakat madani untuk menangani permasalahan-permasalahan sosial dan
lingkungan yang kompleks. Dalam hal ini pemerintah dapat mengambil peran sebagai partisipan, convenor atau fasilitator.
4. Dukungan Endorsing
Peran pemerintah dalam hal ini dapat berupa dukungan politik, dukungan melalui kebijakan atau dukungan lainnya.
Sedangkan untuk poros kedua, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah sebagai berikut:
- Menetapkan dan menjamin pencapaian standar minimal
- Kebijakan publik tentang peran bisnis
- Tata-pamong korporat
- Investasi yang mendukung dan bertanggung jawab
- Filantropi dan community development
- Keterlibatan dan representasi stakeholder
- Produksi dan konsumsi yang mendukung CSR
- Sertifikasi yang mendukung CSR, standar beyond compliance, sistem manajeman
- Transparansi dan pelaporan yang mendukung CSR
- Proses multipihak pedoman dan konvensi
3.2 Kemitraan Masyarakat-Dunia usaha