Kehidupan Sosial Ekonomi Anggota CU Pardomuan

83

3.5. Kehidupan Sosial Ekonomi Anggota CU Pardomuan

Dalam memaparkan kehidupan sosial ekonomi anggota CU pardomuan, peneliti mengambil tiga sampel yaitu: anggota CU Pardomuan yang sampai tiga generasi, anggota CU Pardomuan yang sampai dua generasi dan anggota yang telah lama menjadi anggota CU Pardomuan. Pemaparan tersebut akan mengambarkan bagaimana kesejahteraan hidup anggotanya setelah bergabung dengan CU Pardomuan. 1. Keluarga Kadir Tumanggor Informasi yang diperoleh peneliti tentang anggota CU Pardomuan yang sampai tiga generasi hanya satu keluarga saja yaitu keluarga almarhum Kadir Tumanggor. Kadir Tumanggor bekerja sebagai guru agama protestan di SD Negri Tukka Dolok dan menikah dengan Roina Purba yang berasal dari Desa Purba Baringin Kec. Pakkat. Penikahan mereka dikaruniai tujuh 7 orang anak, diantaranya lima 5 perempuan dan dua 2 laki-laki. Menurut penuturan istrinya, setelah CU tersebut membuka diri terhadap agama lain pada tahun 1978, Kadir Tumanggor merupakan salah satu anggota tahap pertama. Ia diajak oleh sahabatnya yang juga rekan guru di Yayasan Santa Maria Pakkat. Setelah ia meninggal, istrinya masuk menjadi anggota CU Pardomuan hingga saat ini. Akan tetapi Roina Purba tidak lagi aktif dalam mengikuti pendidikan serta peminjaman sebab ia telah berumur 84 tahun. Usia yang sudah tua ini mengakibatkan pendengarannya juga berkurang sehingga percakapan dengannya sering tidak nyambung. Jadi gambaran kondisi sosial ekonomi tidak dapat diketahui. Batas maksimal anggota CU Pardomuan yang 84 aktif adalah 70 tahun. Sehingga ia hanya menabung saja dan apabila akan melakukan pinjaman harus dijamin oleh ahli warisnya. Generasi kedua adalah anak sulungnya yaitu Marat Tumanggor 65 tahun yang tinggal di Desa Tukka Dolok juga. Ia merupakan pensiunan PNS pada tahun 2007. Ia menikah dengan Tierse Manalu 55 tahun dari Desa Manalu Kec. Pakkat. Mereka dikaruniai oleh lima orang anak yaitu tiga laki-laki dan dua perempauan. Anak pertama dan kedua telah menikah. Anak pertama tinggal bersama istrinya di Jakarta dan membuka bengkel disana. Sedangkan anak kedua tinggal di kampung dan bekerja sebagai petani bersama istrinya. Anak ketiga bekerja di Bina sarana Informatika BSI di Jakarta, sedangkan anak keempat masih kuliah di BSI Jakarta dan kelima duduk di bangku perkuliahan Universitas Sumatera Utara USU. Hasil wawancara dengan Marat Tumanggor bahwa sebelum ia masuk menjadi anggota CU Pardomuan ia akan mencari pinjaman ke kerabat atau teman-temannya apabila membutuhkan biaya yang cukup besar. Ia menceritakan bahwa pada saat menyekolahkan anak ketiganya di perguruan tinggi di Universitas Methodist Indonesia di Medan, ia merasa sangat kewalahan untuk mencari pinjaman. Pada saat masuk kuliah dibutuhkan biaya yang cukup besar dan jalan keluarnya ia meminjam ke beberapa kerabatnya yang kemudian akan dicicil setiap bulannya. Namun, apabila kerabat sangat membutuhkan uang tersebut maka ia harus melakukan pinjaman ke kerabat lain atau dengan kata lain “gali lobang tutup lobang”. Sulitnya sumber modal juga dialaiminya pada saat anak sulungnya akan menikah. Jalan keluar yang diambil adalah dengan melakukan 85 pinjaman ke CU Pardomuan dengan atas nama ibunya. Setelah melakukan pinjaman beberapa kali atas nama ibunya membuat ia tertarik untuk masuk menjadi anggota dan kemudian mengajak istrinya dan kemudian diikuti anaknya masuk menjadi anggota CU Pardomuan. Menurutnya: “Sekarang ini, saya tidak lagi merasa kewalahan dalam memperoleh uang dalam jumlah besar sebab saya dapat melakukan pinjaman ke CU Pardomuan.” Tujuan dengan mengajak istri dan anaknya adalah agar dapat melakukan pinjaman melalui istri dan anaknya. Apabila ia telah melakukan pinjaman dan membutuhkaan biaya lagi maka pinjaman dapat dilakukan istrinya atau anaknya. Marat Tumanggor telah melakukan pinjaman sebanyak tiga kali adalah untuk biaya kuliah anak, tambahan modal usaha anak pertamanya, dan membeli mobil angkutan. Sedangkan istrinya telah melakukan pinjaman sekali untuk pembelian pupuk. Saat ini ia telah enam tahun menjadi anggota, sedangkan istrinya masih tiga tahun dan anaknya 2 tahun menjadi anggota. Generasi ketiga adalah anak kedua dari Marat Tumanggor dan Tierselina Tumanggor yaitu Doharma Tumanggor 33 tahun yang telah menikah dengan Juliana Sihotang 30 tahun dari Desa Tukka Dolok sendiri. Dulunya mereka tinggal di Jakarta namun karena istrinya sakit pada saat mengandung anak pertama maka mereka pulang kampung dan akhirnya menetap di kampung dan bekerja sebagai petani. Pernikahan mereka dikaruniai dua orang anak perempuan, di mana anak pertamanya berusia sembilan tahun dan anak keduanya berusia lima tahun. Juliana Sihotang masuk menjadi anggota CU Pardomuan pada tahun 2008. 86 Generasi ketiga ini belum pernah melakukan pinjaman dan hanya melakukan simpanan saja. Alasanya belum ada kebutuhan dengan biaya yang banyak. 2. Keluarga Simit Purba Anggota yang sampai dua generasi banyak dijumpai di Desa Tukka Dolok. Namun, peneliti mengambil satu contoh keluarga saja, yaitu keluarga almarhum Simit Purba. Ia menikah dengan Turia Pardosi 71 tahun dari Desa Tukka Dolok juga dan dari penikahan mereka dikaruniai satu orang anak laki-laki. Almarhum Simit Purba menjadi anggota CU Pardomuan dikarenakan diajak oleh temannya dulunya ia beranggapan bahwa CU Pardomuan menjadi alat untuk mengajak masyarakat masuk menjadi agama katolik. Namun, karena penjelasan dari sahabatnya ia tertarik menjadi anggota. Menurut istrinya mereka jarang melakukan pinjaman melainkan lebih fokus menyimpan uangnya, sebab usaha warung kopi yang dikelola berjalan lancar. Setelah suaminya meninggal, istrinya kemudian masuk menjadi anggota CU Pardomuan. Menurutnya CU Pardomuan telah banyak membantunya, ia bercerita pada waktu anaknya akan menikah pada tahun 2004, ia melakukan pinjaman ke CU Pardomuan. Sebab, usaha warung kopi yang dulu di bangun bersama suaminya mengalami kebangkrutan yang diakibatkan munculnya beberapa warung kopi di Desa Tukka Dolok. Pendapatan yang ia peroleh hanya dari hasil pertanian saja. Sehingga jalan keluar satu-satunya untuk modal pernikahan anak tunggalnya adalah dengan meminjam ke CU Pardomuan. Namun, dalam proses pengembaliannya ia merasa 87 kesulitan kerena mata pencahariannya bergantung pada hasil panen padinya. Apalagi panen hanya berlangsung sekali dalam enam bulan, maka pembayaran cicilan pinjaman dari penjualan berasnya dan terkadang dengan cara meminjam ke kerabat yang lain. Tapi ia tetap bersyukur karena berkat CU Pardomuan pesta pernikahan anaknya berjalan lancar dan urusan pembayarannya urusan belakangan, tuturnya. Pertambahan usia yang dialaminya diiringi dengan berkurangnya tenaga dan mudah terserang penyakit sehingga ia hidup serumah dengan anak dan menantunya. Pekerjaan anak dan menantunya juga bertani. Hasil pernikahan anaknya Rosando Purba dan menantunya Sinta Sihotang dikaruniai tiga orang anak yaitu dua orang anak perempuan dan satu orang anak laki-laki. Anak sulungnya masih duduk di Sekolah Dasar kelas satu, sedangkan yang dua lagi masih berumur lima tahun dan empat tahun. Mereka dijaga oleh neneknya apabila menantunya pergi ke ladang atau sawah sehingga tidak mengganggunya dalam bekerja. Pada tahun 2008 menantunya masuk menjadi anggota. Alasan ia masuk menjadi anggota adalah “agar kelak tidak susah lagi mendapatkan pinjaman, apalagi anak saya masih kecil dan belum membutuhkan biaya besar dan kalau sudah besar nanti saya berniat untuk meyekolahkan mereka ke perguruan tinggi. Sehingga biaya yang dibutuhkan pasti lebih besar dan jika saya mengalami kesulitan saya akan meminjam ke CU Pardomuan.” 3. Keluarga Mangatur Marpaung Anggota CU Pardomuan yang telah lama menjadi anggota banyak dijumpai di Desa Tukka Dolok. Seseorang disebut telah lama menjadi anggota 88 dikategorikan peneliti kurang lebih 10 tahun. Salah satu keluarga yang telah lama menjadi anggota CU Pardomuan adalah keluarga Mangatur Marpaung 70 tahun dan istrinya Dina Sihotang 67 Tahun. Mangatur memprediksikan ia telah masuk menjadi anggota CU pardomuan sekitar dua puluh tahun. Mereka dianugerahkan dua orang anak, di mana anak sulungnya adalah perempuan dan anak bungsunya laki-laki. Ia menuturkan bahwa ia terttarik bergabung dengan CU Pardomuan karena diajak oleh temannya dan juga ia melihat peningkatan taraf hidup masyarakat lainnya yang lebih dulu bergabung dengan CU Pardomuan. Pertama-tama ia berniat hanya menyimpan uangnya di CU Pardomuan. Namun pada saat anak sulungnya yang bernama Nurma telah menikah, ia meminta bantuan modal pada ayahnya karena anak perempuan satu-satunya Mangatur memberikan bantuan modal itu, namun pada saat diwawancarai mangatur tidak mau menyebutkan besar modal yang diberikan. Perekonomian rumah tangga yang bergantung pada hasil pertanian membuatnya tidak mempunyai uang tunai dalam jumlah besar. Sehingga, ia melakukan pinjaman ke CU Pardomuan. Pengembaliannya ditanggung oleh anaknya tersebut, jadi Bapak mangatur hanya sebagai perantara antara anak perempuannya dengan CU Pardomuan. Namun, jika anaknya tidak dapat membayar cicilan bulanan maka ia harus mencari uang untuk membayar cicilan tersebut. Hal yang serupa juga dilakukannya pada saat menikahkan anak bungsunya Pangihutan Marpaung. Biaya pernikahan tersebut ditanggung oleh ayahnya dan ibunya. Maka Mangatur melakukan pinjaman lagi untuk biaya pernikahan dan pengembaliaannya ditanggung bersama dengan anaknya. Sampai sekarang 89 Mangatur masih tetap di menjadi anggota akan tetapi tidak lagi ikut aktif dalam kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh CU Pardomuan melainkan hanya menabung uangnya saja. 90

BAB IV MANFAAT CREDIT UNION DAN PENTINGNYA

PARTISIPASI ANGGOTA DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

4.1. Credit Union Menjadi Sumber Modal Bagi Masyarakat

Dalam kehidupan kita sehari-hari, sering kali kita terbentur pada masalah ekonomi yang tidak dapat dielakkan. Terkadang ada masalah yang muncul tanpa diketahui sebelumnya seperti bencana alam, anak sakit, banjir yang datang merusak panen dan lain sebagainya. Masalah di atas membutuhkan biaya mendadak. Sehingga banyak orang yang berpenghasilan rendah datang meminjam ke lintah darat. Masyarakat sering tidak sadar bahwa bahwa tindkan tersebut akan menjerat mereka pada masalah pengembalian pinjaman dengan bunga yang cukup besar. Ada pepatah mengatakan “ sediakan payung sebelum hujan” artinya sebelum kita mengahadapi masalah ekonomi kita sudah mempersiapkan diri untuk mengatasinya. Credit Union inilah kiranya merupakan suatu jalan bagaimana kita dapat mengatasi masalah sosial ekonomi secara bersama – sama. Credit Union ini biasanya bergerak dalam bidang simpan-pinjam. Koperasi simpan pinjam Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, 2007:22 adalah usaha simpan pinjam yang memberikan kesempatan anggota-anggotanya untuk memperoleh pinjaman dengan mudah dan ongkos bunga yang ringan. Koperasi seperti CU ini bukan