tentang pentingnya personal hygiene sebagai salah satu upaya dalam pencegahan penyakit diare. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara faktor
personal hygiene dan Fasilitas Sanitasi dengan kejadian diare pada anak umur 2-5 tahun di wilayah Puskesmas Plupuh 2. Penelitian dilasanakan pada bulan Februari
2005,lingkup sasaran dalam penelitian ini adalah anak berumur 2-5 tahun. Dalam penelitiannya Prayitno 200 juga menyatakan bahwa personal hygiene dari
ibukeluarga yang tidak baik dapat menyebabkan kejadian diare pada anak umur 2-5 tahun namun fasilitas sanitasi tidak ada hubungan dengan kejadian diare pada anak
umur 2-5 tahun. Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu lebih mengintensifkan penyuluhan
kelompok, utamanya di Posyandu-Posyandu untuk lebih meningkatkan pengetahuan ibu balita maupun kader Posyandu di dalam kaitannya dengan personal hygiene
dalam pencegahan penyakit diare. Dari hasil penelitian disarankan bagi petugas kesehatan untuk meningkatkan penyuluhan khususnya bagi ibu yang mempunyai bayi
tentang diare, penyebab dan penanggulangannya, serta untuk masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan pola asuh anak dan perilaku hidup sehat.
5.2.5. Hubungan Kondisi Sanitasi Jamban dengan Kejadian Diare Pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian diare pada balita p=0,001.
Pada saat penelitian secara observasi langsung diketahui sebagian besar responden BAB tidak seluruhnya memanfaatkan jamban pribadi. Hal ini disebabkan
karena kurangnya kesadaran masyarakat di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan untuk buang air besar di jamban yang sehat dan memenuhi
Universitas Sumatera Utara
syarat kesehatan. Sehingga presepsi yang muncul dimasyarakat adalah pembangunan sarana jamban bukan menjadi prioritas utama.
Buruknya Kondisi jamban di desa Sei Dua Hulu dapat terlihat berdasarkan hasil penilaian kondisi jamban yaitu masih ada jamban yang digunakan tidak
permanen, langsung mencemari sumber air sungai, tidak memiliki penerangan yang baik dan sebagainya. Kemudian jamban tidak selalu dalam keadaan bersih atau kotor.
Menurut Depkes RI 2005, syarat-syarat jamban sehat adalah pembuangan kotoran yang tidak mengotori tanah permukaan, tidak mengotori air permukaan, tidak
mengotori air tanah, memiliki rumah kakus, kakus harus tertutup dan terlindung, lantai sebaiknya semen, dan kotoran tidak terbuka dapat mengurangi kejadian diare
karena tidak tersedia media bagi lalat untuk bertelur dan berkembangbiak. Seperti yang diketahui bahwa dampak buruk jamban terhadap penularan
penyakit menyangkut transmisi penyakit dari tinja. Berbagai penyakit menular seperti hepatitis A, polio, cholera dan lainnya menrupakan penyakit yang terkait dengan
akses penyediaan jamban. Dan sebagai salah satu indicator utama terjadinya pencemaran karena tinja ini adalah bakteri E. Coli sebagaimana diketahui bahwa
escherchia coli hidup dalam saluran pencernaan manusia. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa berdasarkan tingkat kondisi jamban yang dinilai oleh
responden paling banyak yaitu 49 orang 65,3 yang menilai bahwa jamaban dengan kondisi buruk.
Kondisi jamban di Sei Dua Hilir sangat rendah karena persyaratan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yang menyatakan bahwa jika salah satu
persyaratan tidak ada maka jamban tersebut dikategorikan tidak memenuhi syarat
Universitas Sumatera Utara
kesehatan. Dan yang paling banyak ditemukan dari hasil penelitian umumnya adalah Jamban yang ada di Desa Sei Dua Hilir merupakan jamban cemplung dimana kotoran
dibuang langsung ke sungai tanpa menggunakan saptic tank. Lantai jamban terbuat dari papan, licin, kotor. Jamban tidak memiliki tempat penampungan air. Air yang
digunakan untuk kebutuhan BAB berasal dari air sungai dimana kotoran juga dibuang pada sungai tersebut. Masyarakat menggunakan air sungai untuk keperluan cuci BAB
dengan alasan air sungai mengalir sehingga kotoran tidak mungkin mencemari air. Alasan ini sangat tidak masuk akal mengingat bahwa bisa saja air yang mengakir
tersebut sudah tercemar oleh kegiatan BAB dari jamban yang lain. Air sungai digunakan untuk membasuh tinja setelah BAB namun tidak dapat digunakan untuk
membersihkan lantai dan sekitar jamban yang kotor dan tidak memiliki alat pembersih jamban. Selain itu karena jamban yang digunakan adalah jamban umum
maka tidak seorangpun masayarakat yang merasa bertanggung jawab untuk menjaga kebersihan jamban tersebut.
Perilaku pencegahan diare anak balita dalam penggunaan jamban saniter sangat efektif mencegah kontaminasi kuman terhadap manusia dan pembuangan tinja
yang tidak baik serta sembarangan dapat mengakibatkan pencemaran pada air, tanah, atau menjadi sumber penyakit. Melatih anak buang air besar perlu dilakukan setiap
orang sedini mungkin agar terbisa membuang tinja pada tempat yang benar. Dari hasil penelitian, informan telah mengajari anak buang air besar di WC tapi masih ada
anak buang air besar dihalaman rumah. Praktek tindakan pembuangan tinja dengan benar termasuk perhatian orang tua dalam membantu dan menemani anak buang air
Universitas Sumatera Utara
besar ditempat yang benar. Hal ini mempunyai dampak yang besar dalam pencegahan terhadap penyakit diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Muhajirin 2007 diketahui bahwa pada responden yang memiliki jamban yang menderita diare ada 56,7
sedangkan responden yang tidak mempunyai jamban yang menderita diare ada 43,3. Ada perbedaan kualitas jamban dengan kejadian diare pada anak balita OR =
3,059 dan bermakna secara statistik, nilai p = 0,011 demikian juga dengan hasil analisis secara multivariate juga mendapatkan hasil yang signifikan nilai p = 0,001.
Penelitian ini mengindikasikan bahwa kondisi jamban di Sei Dua Hilir perlu dilakukan suatu stimulan tentang jamban yang memenuhi syarat kesehatan sehingga
masyarakat yang ada di Desa tersebut dapat mengetahui dengan jelas tentang jamban yang
memenuhi syarat
kesehatan serta
dapat menggunakan
ataupun memanfaatkannya sehingga masyarakat tersebut terhindar dari penyakit yang
disebabkan oleh tinja. Dengan stimulant juga diharapkan warga di Desa Sei Dua Hilir juga mampu menjaga dan memelihara jamban agar tetap bersih dan sehat sehingga
warga yang tidak memanfaatkan jamban sebagai tempat membuang kotorannya menjadi tertarik untuk ikut berperan aktif dalam pemanfaatkan jamban. Menurut
Depkes RI 2004 pemeliharaan jamban adalah sebagai berikut: 1.
Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering 2.
Di sekeliling jamban tidak ada genangan air 3.
Tidak ada sampah berserakan 4.
Rumah jamban dalam keadaan baik 5.
Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
Universitas Sumatera Utara
6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada
7. Tersedia alat pembersih
8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki.
Universitas Sumatera Utara
97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian terhadap 50 responden yang menjadi sampel penelitian dari jumlah keseluruhan kepala keluarga 574 orang tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan pemanfaatan jamban di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan Tahun 2014, diperoleh bahwa:
1. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan responden yang paling
banyak yaitu dengan pendidikan tinggi yaitu sebanyak 38 orang 76,0 dan yang paling sedikit yaitu pendidikan rendah sebanyak 12 orang 24,0.
Berdasarkan jenis pekerjaan responden yang paling banyak bekerja yaitu 32 orang 64,0,0 dan yang paling sedikit tidak bekerja yaitu 18 orang 36,0.
Kemudian berdasarkan penghasilan responden yang paling banyak dengan tingkat penghasilan diatas UMR yaitu 40 orang 80,0 dan yang paling sedikit
dengan tingkat penghasilan dibawah UMR sebanyak 10 orang 20,0. 2.
Personal hygiene responden berada pada kategori baik yaitu 38 orang 76,0 dan pada ketegori buruk sebanyak 12 orang 24,0
3. Kondisi jamban yang digunakan oleh responden paling banyak yaitu 35 orang
70,0 yang menggunakan jamban memenuhi syarat dan 15 orang 30,0 menggunakan jamban yang tidak memenuhi syarat.
Universitas Sumatera Utara