Kondisi Sanitasi Jamban Responden

5.1.5. Kondisi Sanitasi Jamban Responden

Jenis kakus yang tidak saniter akan memperpendek rantai penularan penyakit diare. Kondisi sanitasi jamban yang digunakan oleh responden paling banyak yaitu 35 orang 70,0 yang menggunakan jamban memenuhi syarat dan 15 orang 30,0 menggunakan jamban yang tidak memenuhi syarat. Jamban juga merupakan sarana sanitasi yang penting berkaitan dengan kejadian diare. Kondisi sanitasi jamban yang digunakan oleh responden meskipun sebagian besar memenuhi syarat kesehatan namun masih ada beberapa aspek yang tidak memenuhi syarat karena masih belum 100,0 memenuhi nilai kriteria penilaian yaitu tidak 100, mudah dibersihkan dan aman penggunannya, tidak 100,0 dilengkapi dinding dan atap pelindung, tidak 100,0 memiliki dinding kedap air dan berwarna, tidak 100 cukup penerangan, tidak 100, lantai kedap air dan tidak 100,0 memiliki ventilasi cukup baik. Menurut Notoatmodjo 2003 pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Beberapa penyakit yang disebarkan oleh tinja manusia antara lain : tipus, diare, disentri, kolera, bermacam-macam cacing seperti cacing gelang, kremi, tambang dan pita. Oleh karena itu, diperlukan kebersihan jamban sebagai tempat pembuangan kotoran. Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan masyarakat masih ada yang menggunakan jamban umum sebagai sarana sanitasi pembuangan kotoran manusia yang terbuat dari bahan yang tidak permanen yaitu terbuat dari papan dan tidak memiliki septic tank. Kotoran manusia langsung dibuang Universitas Sumatera Utara ke badan air sungai karena jamban umum tersebut dibangun dipinggir sungai disekitar perumahan warga. Pada saat penelitian secara observasi langsung diketahui sebagian besar responden BAB tidak seluruhnya memanfaatkan jamban pribadi. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan untuk buang air besar di jamban yang sehat dan memenuhi syarat kesehatan. Sehingga presepsi yang muncul dimasyarakat adalah pembangunan sarana jamban bukan menjadi prioritas utama. Buruknya kondisi jamban dapat dilihat berdasarkan hasil penilaian kondisi sanitasi jamban menggunakan lembar observasi kondisi sanitasi jamban dimana masih ada jamban berbau, jamban yang digunakan dapat dijamah oleh serangga atau tikus. Kemudian jamban tidak selalu dalam keadaan bersih atau kotor. Jamban atau kakus merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Pembuatan jamban merupakan usaha manusia untuk memelihara kesehatan dengan membuat lingkungan tempat hidup yang sehat. Dalam pembuatan jamban sedapat mungkin harus diusahakan agar jemban tidak menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu, kontruksi yang kokoh dan biaya yang terjangkau perlu dipikirkan dalam membuat jamban Sebagaimana yang diketahui bahwa tempat pembuangan kotoran tinja yang tidak memenuhi kesehatan akan menjadi sumber penularan penyakit. Untuk mencegah hal tersebut, maka diperlukan perhatian khusus dalam pengelolaan jamban keluarga agar dapat memenuhi syarat kesehatan. Selain itu buang tinja disembarang tempat seperti di laut dan sungai merupakan penyebab pencemaran lingkungan Universitas Sumatera Utara sekitar, sehingga memberi peluang besar sebagai tempat berkembangbiaknya serangga, nyamuk, lalat, dan vector lainnya. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hamzah 2012 didapatkan bahwa dari 80 responden yang penggunaan jambannya tidak memenuhi syarat kesehatan, terdapat 52 65,0 responden yang memiliki balita menderita diare. Hal ini juga sejalan dengan penelitian penelitian Nasili, dkk 2011 yang menemukan bahwa penggunaan jamban yang kurang memperhatikan faktor kebersihan dan membuang tinja bayi sembarang tempat dapat menjadi faktor risiko kejadian diare pada balita di Wilayah Bantaran Kali Kelurahan Bantaraguru, dan penelitian Bumolo, dkk 2012 menemukan bahwa ada hubungan antara jenis jamban yang digunakan dengankejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Piloloda. Menurut Depkes RI 2005, syarat-syarat jamban sehat adalah pembuangan kotoran yang tidak mengotori tanah permukaan, tidak mengotori air permukaan, tidak mengotori air tanah, memiliki rumah kakus, kakus harus tertutup dan terlindung, lantai sebaiknya semen, dan kotoran tidak terbuka dapat mengurangi kejadian diare karena tidak tersedia media bagi lalat untuk bertelur dan berkembangbiak. Menurut penelitian Wagner dalam Sugiharto 1987, jarak penyebaran pencemaran bakteri dari tempat penampungan tinja sesuai dengan arah aliran air tanah dapat mencapai 11 meter, sedangkan penyebaran bahan kimia dapat mencapai 95 meter dari sumbernya. Penyebaran vertikal pada lapisan tanah yang jauh dari muka air tanah adalah 3 meter dengan lebar sekitar 1 meter. Berdasarkan hal ini maka syarat jarak lokasi jamban dari sumber air bersih minimal adalah 10 meter. Pada daerah miring, maka lokasi jamban sebaiknya diletakkan di bawah sumber air bersih. Universitas Sumatera Utara Tinja sebagai hasil buangan metabolisme tubuh manusia yang sarat dengan kuman penyebab penyakit, apabila tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber kuman penyakit diare yang ditularkan kepada manusia lain melalui sumber air bersih yang terkontaminasi maupun melalui vektor pembawa penyakit seperti serangga dan binatang pengganggu. Kuman-kuman penyakit yang bersumber dari tinja manusia dapat berupa virus, bakteri maupun parasit seperti Rotavirus, Shigella, Salmonella, Escherichia coli, Compylobacter, Staphylococcus, Clostridium perfringens, Cryptosporidium, Giardiasis, Cholera dan Amoebiasis. Hasil analisis yang dilakukan oleh Muhajirin 2007 dua faktor menunjukkan risiko anak balita dari keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik cukup besar, yaitu 1,76 kali bila dibandingkan dengan anak balita dari kelurga yang menggunakan kakus yang dilengkapi tangki septik. Dalam analisis beberapa faktor hubungan jenis kakus ini tetap bermakna OR=1,73, dengan demikian penggunaan kakus yang dilengkapi dengan tanglu septik ini perlu diupayakan mengingat pentingnya faktor ini dalam menekan kejadian diare, sebelum perpipaan dan unit pengolahan air kotor dapat dibangun.

5.1.6. Kejadian Diare Pada Balita Responden

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Diare dan Kondisi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2011

1 32 98

HUBUNGAN KEPEMILIKAN JAMBAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA JATISOBO KECAMATAN Hubungan Kepemilikan Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Jatisobo Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo.

0 3 16

HUBUNGAN KEPEMILIKAN JAMBAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA JATISOBO KECAMATAN POLOKARTO Hubungan Kepemilikan Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Jatisobo Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo.

0 1 13

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE IBU DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA KARANG SAMBUNG KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2014.

0 0 1

Hubungan Karakteristik, Personal Hygine Ibu, dan Kondisi Sanitasi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten asahan Tahun 2014

0 0 15

Hubungan Karakteristik, Personal Hygine Ibu, dan Kondisi Sanitasi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten asahan Tahun 2014

0 0 2

Hubungan Karakteristik, Personal Hygine Ibu, dan Kondisi Sanitasi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten asahan Tahun 2014

0 0 10

Hubungan Karakteristik, Personal Hygine Ibu, dan Kondisi Sanitasi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten asahan Tahun 2014

0 0 39

Hubungan Karakteristik, Personal Hygine Ibu, dan Kondisi Sanitasi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten asahan Tahun 2014

0 0 4

Hubungan Karakteristik, Personal Hygine Ibu, dan Kondisi Sanitasi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten asahan Tahun 2014

0 0 38