Komunikasi Bencana Kajian Pustaka

a. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek layanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. b. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua sarana dan prasarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, pada tingkat pemerintahan masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. Gambar 1.2 Siklus Bencana Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Mitigasi Pencegahan Rekonstruksi Pemulihan Sumber: Ramli, 2010

2.2.3 Komunikasi Bencana

Komunikasi mutlak diperlukan guna melaksanakan penyampaian informasi dan koordinasi dalam upaya penanggulangan bencana. Secara umum komunikasi mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan menerima pesan, terjadi dalam konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpanbalik. Komunikasi juga menuntut adanya partisipasi dan kerjasama dari pelaku yang terlibat sehingga Saat Bencana Pra Bencana Universitas Sumatera Utara dalam kegiatan komunikasi terjadi pokok perhatian yang sama terhadap topik yang dibicarakan. Komunikasi bencana adalah mengorganisasikan pesan dan bekerja keras untuk menghadapi kompleksitas bencana. Bukan sebaliknya, komunikasi berjalan linier dengan bencana yang kusut tidak terurai. Komunikasi bencana dapat dilakukan dengan membantu sekuat tenaga dengan bicara dan bertindak, dengan memposisikan pengungsi erupsi Gunung Sinabung dari Kecamatan Naman Teran sebagai komunitas yang memiliki pilihan hidup berdampingan dengan bencana.Bukan malah menyalahkan dan memojokkan mereka yang berduka tertimpa bencana, layaknya orang-orang yang kalah dalam permainan untung rugi. Komunikasi harus mampu mendorong semangat korban, termasuk yang tetap memilih bertahan hidup dan melanjutkan kehidupannya di kawasan rawan bencana. Berpijak kepada pengertian bencana dari aspek legal, maka penanganan bencana sesungguhnya bukan semata-mata mengandalkan kemampuan untuk memberikan bantuan material saja, tetapi memberikan dukungn moral, kepada mereka yang terkena bencana menjadi suatu keharusan. Melalui komunikasi yang berpedoman kepada etika dan substansi komunikasi dalam penyampaian pesan, dari satu sumber kepada sumber lain yang bertujuan memperoleh pemahaman ataupun pemaknaan bersama, maka komunikasi menjadi sangat esensial dalam memberikan bantuan terhadap bencana alam. Apalagi status gunung yang tidak dapat diprediksi akhir dari erupsinya, maka peranan komunikasi sanngatlah membantu untuk mengurangi keresahan dan ketidakpastian yang sedang mereka hadapi. Myers dan Myers dalam Susanto, 2011:14 berpendapat, bahwa komunikasi dimaksudkan untuk berbagi informasi dan mengurangi kekakuan dalam organisasi. Jadi, komunikasi dapat menciptakan suatu fleksibilitas alam melaksanakan kegiatan organisasi tanpa harus melakukan penyimpangan terhadap peraturan yang ada. Dalam pemikiran konvensional, komunikasi merupakan pengungkapan diri yang berjalan sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku sebagai hak dan kewajiban setiap orang yang terlibat didalamnya. Dengan demikian, komunikasi dapat menciptakan fleksibilitas dalam pelaksanaan kegiatan, namun tetap berpijak kepada aturan dan norma yang disepakati bersama. Menurut Chamsah 2007:9 dalam implementasi penanggulangan bencana, pemerintah daerah harus menyusun Contigency Plan penanggulangan bencana, yang mencakup analisa daerah rawan bencana, identifikasi potensi dan sistem sumber yang dapat dimobilisasi menentukan kebijakan serta langkah strategis jika terjadi bencana. Universitas Sumatera Utara Kecepatan dalam komunikasi untuk pengambilan keputusan dan sistem komunikasi yang terhubung antar lembaga peduli bencana, akan meminimalisir jatuhnya korban. Acuan penanggulangan bencana dapat berjalan lancar jika manajemen informasi bencana dikelola dengan interaktif. Harjadi 2007:17, mengungkapkan acuan penanggulangan bencana, tidak bisa lepas dari fungsi komunikasi yang memberikan sinyal untuk mengurangi ketidakpastian, sebagai berikut: 1. Memasang sarana diseminasi informasi, termasuk : dedicated link Saluran Komunikasi Khusus, radio internet, server untuk sistem “5 in one” dan sirene, sehingga informasi dari BMKG dapat diterima secepat-cepatnya. 2. Membuat peta jalur evakuasi dan zona evakuasi serta rambu-rambu bahaya erupsi di sepanjang daerah rawan bencana erupsi gunung Sinabung. 3. Membangun shelter pengungsian yang dilengkapi dengan jalan dari pemukiman penduduk ke shelter, serta sarana dan prasarana darurat di pengungsian. 4. Mengadakan pelatihan evakuasi baik untuk masyarakat maupun aparat terkait, secara berkala 2 dua kali setahun, dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadpi bencana erupsi gunung Sinabung. 5. Memfasilitasi peningkatan pemahaman masyarakat mengenai bencana melalui pendidikan formal dan non formal. Mengingat komunikasi juga terkait respon yang berbeda, ketersediaan waktu dan situasi, maka selayaknya jika institusi pemerintah sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan penanganan bencana, harus membuat pusat informasi bencana yang mengeluarkan informasi standar, faktual dan mudah diakses oleh masyarakat. Sebab bagaimanapun juga komunikasi adalah kekuatan untuk mempengaruhi khalayak dengan memberikan informasi untuk mengurangi ketidakpastian. Media centre merupakan pusat data dan informasi yang berada di posko utama. Keberadaan media centre ini diharapkan lebih mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi dan data yang mereka butuhkan. Setiap kendala dan keluhan yang mereka hadapi baik itu saat berada di pengungsian maupun tempat lainnya bisa dicairkan dengan mengunjungi media centre tersebut. Selanjutnya akan dikoordinasikan kepada pihak yang terkait. Standarisasi informasi bukan berarti menghentikan kebebasan menyampaikan informasi, tetapi demi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar mereka dapat melakukan dengan bertumpu kepada kekuatan dan pengalaman diri sendiri, dalam meminimalisir dampak negatif, jika sewaktu-waktu muncul bencana di lingkungannya Susanto, 2011:6. Penyebaran informasi faktual untuk mencegah kerugian harta maupun korban jiwa menjadi tanggungjawab pemerintah. Dengan demikian tidak bisa dilakukan secara sporalis, tanpa Universitas Sumatera Utara koordinasi dan kurang menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Sebab, secara asasi, kebutuhan atas informasi adalah hak yang melekat dalam diri manusia Haryanto, 2010:7. Karena itu, penetapan standar informasi bencana yang terintegrasi dari semua organ-organ kekuasaan negara harus disebarluaskan dengan memanfaatkan saluran komunikasi yang ada di masyarakat, seperti media massa dan media alternatif lain. Hal ini dilakukan guna mempermudah masyrakat khususnya korban bencana untuk mengakses data dan informasi yang mereka butuhkan. Gordon, Deines dan Havice dalam Susanto, 2011: 16-17, menyatakan bahwa liputan media massa menjadi kontributor utama dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat maupun tindakan yang harus diambil ketika menghadapi berbagai isu tentang lingkungan, teknologi dan resiko yang akan terjadi. Sedangkan McQuail dalam Susanto, 2011:16-17 menyatakan, khalayak media massa yang berjumlah besar, tersebar luas, heterogen dan tidak terorganisir bisa dipengaruhi oleh liputan media. Dengan demikian, media massa dan media alternatif lain yang mengandalkan kekuatan teknologi komunikasi, merupakan entitas yang mampu memberikan dukungan dalam mengeksplorasi pesan-pesan bencana dari sumber yang bisa dipertanggung jawabkan. Eksistensi media dalam penanggulangan bencana, sejalan dengan arah kebijakan dan strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB maupun Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Karo yang berupaya menanggulangi bencana secara terencana, terarah, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh serta akuntabel Prisma, Juni 2010. Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD yang baru dibentuk masih harus banyak belajar dalam menanggulangi setiap bencana yang akan terjadi. Hal ini dibuktikan ketika sebagian dari tugas dan tanggung jawab mereka diserahkan kepada Dinas Sosial. Karena BPBD dianggap belum mampu dalam menangani dan menanggulangi bencana erupsi Gunung Sinabung ini. Hakikatnya, dengan memanfaatkan media massa dan media alternatif lain, pemerintah beserta sub-ordinat kekuasaannya, dapat meningkatkan kecepatan reaksi, mampu menyelesaikan penanganan darurat korban bencana dan pemulihan sarana fisik maupun non fisik di wilayah pasca-bencana secara terpadu dan menyeluruh. a Fungsi Komunikasi Sosial Sebagai Manajemen Menurut Susanto 2001: 90-91 komunikasi sosial berfungsi sebagai dasar tindakan atau kegiatan komunikasi yang menjadi alat untuk mengatur atau mengendalikan anggota komunitas Universitas Sumatera Utara dan anggota ini mengetahui apa yang diharapkan oleh pihak lain terhadap dirinya dalam hidup bermasyarakat. Lebih lanjut, Wilbur Schram mendeskripsikan empat fungsi komunikasi sosial, yaitu: 1. Komunikasi sebagai radar sosial. Komunikasi sosial berfungsi untuk memastikan atau memberi keyakinan kepada pihak lain mengenai informasi yang sedang berlangsung, bahwa apabila ada informasi yang baru dan relevan dengan kehidupan masyarakat, masyarakat yang memperoleh informasi tersebut dapat menggunakannya dalam pergaulan sehari-hari, agar tidak ketinggalan informasi. 2. Komunikasi sebagai manajemen Komunikasi sosial berfungsi sebagai dasar tindakan atau kegiatan komunikasi yang menjadi alat untuk mengatur atau mengendalikan anggota komunitas dan anggota ini mengetahui apa yang diharapkan oleh pihak lain terhadap dirinya dalam hidup bermasyarakat. 3. Komunikasi sebagai sarana sosialisasi Kegiatan komunikasi untuk menyampaikan pengetahuan atau pendidikan bagi warga atau pun generasi baru dalam kehidupan bermasyarakat. Kegiatan ini disebut juga sebagai proses sosialisasi. 4. Kegiatan komunikasi yang berfungsi untuk menghibur masyarakat atau kegiatan yang dapat melepaskan ketegangan hidup bermasyarakat. Sumber: Susanto,2011: 90-91 Setiap peristiwa maupun kejadian pasti memiliki dampak baik itu positif maupun negatif. Ketika berbicara tentang bencana alam apalagi erupsi Gunung Sinabung maka sudah jelas dampak yang dirasakan oleh korban. Rumah, lahan pertanian, peternakan dan sebagainya menjadi korban dari keganasan gunung tersebut. Bahkan sampai merenggut nyawa manusia itu sendiri. Situasi seperti inilah yang membuat warga resah dan takut untuk menghadapi dan menjalani kehidupanya layaknya masyarakat normal lainnya. Komunikasi memang menjadi alternatif yang sangat efektif guna mengurangi rasa takut dan keresahan yang dihadapi korban bencana. Sesuai dengan fungsi komunikasi yang dijelaskan diatas, setiap kegiatan komunikasi yang dilakukan akan mempengaruhi keadaan yang sedang dihadapi. Masyarakat yang dulunya tidak tahu akan situasi gunung kini mereka mulai bisa mempelajari bahkan memprediksi keadaan gunung itu sendiri. Selain sebagai menajemen dan sarana sosialisasi, kegiatan komunikasi dapat dilakukan untuk menghibur masyarakat dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat melepaskan ketegangan yang sedang mereka hadapi. Bukan hal yang mudah untuk berada dipengungsian yang memakan waktu lebih dari setahun. Sekalipun belum maksimal paling tidak pihak yang terlibat dalam penanggulangan bencana ini sudah melakukan yang terbaik. Universitas Sumatera Utara b Peran Komunikasi dalam Komunikasi Bencana komunikasi menjadi unsur penting dalam penanggulangan bencana, baik pada saat pra bencana, darurat bencana dan pasca bencana. Dalam penanggulangan bencana harus dibangun komunikasi integratif dan kohesif yang setara antara pemerintah, masyarakat, media dan korban bencana.komunikasi bencana juga harus melibatkan semua pihak dari unsur masyarakat, akademisi dan pemerintah. Dimana, tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah karena informasi dari pemerintah belum sepenuhnya dipakai oleh masyarakat. Bahkan lembaga pemerintah lainnya juga bisa tidak menghiraukannya. Dampak paling awal ketika terjadinya bencana adalah kondisi darurat, bahwa korban tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan kapasitasnya sendiri. Kondisi ini harus direspon secara cepat dengan tujuan utama pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat korban sehingga kondisi kualitas hidup tidak makin parah. Setelah kondisi darurat, biasanya situasi ketika terjadi bencana diikuti dengan kebutuhan pemulihan rehabilitasi, rekonstruksi terutama menyangkut perbaikan-perbaikan infrastruktur yang penting bagi keberlangsungan hidup komunitas, sampai pada proses kesiapan terhadap bencana. Setiap proses penanganan bencana selalu melibatkan peran komunikasi, baik komunikasi interpersonal, kelompok, organisasi, publik, media massa, media interaktif dan bahkan komunikasi lintas budaya. Peran-peran komunikasi dapat dideskripsikan pada setiap tahap penanganan bencana, walaupun langkah-langkah penanganan setiap bencana yang terjadi di setiap provinsi, kota maupun daerah penanganannya tidak sama, tergantung kondisi dimana bencana terjadi, budaya, karakter, kebiasaan, nilai-nilai yang dianut dan lain-lain yang ada di wilayah bencana Susanto, 2011:92-93. Berikut tahap-tahap penanganan bencana menurut UU Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007 dan kompetensi komunikasi yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang yang terlibat dalam tahapan penanganan bencana. Tahapan dimulai dari prabencana, saat bencana berupa tanggap darurat dan pasca bencana dengan rekonstruksi dan rehabilitasi. Pada saat prabencana, menurut Pasal 34, penyelengaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a meliputi: a. Dalam situasi tidak terjadi bencana; dan b. Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Dalam Undang- Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a meliputi: Universitas Sumatera Utara a. Perencanaan penanggulangan bencana: b. Pengurangan risiko bencana; c. Pencegahan; d. Pemaduan dalam perencanaan pembangunan; e. Persyaratan analisis risiko bencana; f. Pelaksanaan dan penegakan bencana tata ruang; g. Pendidikan dan pelatihan; dan h. Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pasal ayat 1 meliputi: a. Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana b. Pemahaman tentang kerentanan masyarakat c. Analisis kemungkinan dampak bencana d. Pilihan tindakan pengurangan risiko bencana e. Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana f. Alokasi tugas, kewenangan dan sumber daya yang tersedia Pemerintah dan pemerintah daerah dalam waktu tertentu meninjau dokumen perencanaan penanggulangan bencana secara berkala. Dalam usaha meyelaraskan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana, pemerintah dan pemerintah daerah dapat mewajibkan pelaku penanggulangan bencana untuk melaksanakan perencanaan penanggulangan bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b meliputi: a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya b. Penentuan status keadaan darurat bencana c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana d. Pemenuhan kebutuhan dasar e. Perlindungan terhadap kelompok rentan f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana sebagaimana dimaksud dalam Undang-UndangNomor 24 tahun 2007 Pasal 33 huruf c meliputi: rehabilitasi dan rekonstruksi. 1 Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a dilakukan melalui kegiatan: a. Perbaikan lingkungan daerah bencana b. Perbaikan prasarana dan sarana umum c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat d. Pemulihan sosial psikologis e. Pelayanan kesehatan f. Rekonsiliasi dan resolusi konflik g. Pemulihan sosial ekonomi budaya Universitas Sumatera Utara h. Pemulihan keamanan dan ketertiban i. Pemulihan fungsi pemerintahan j. Pemulihan fungsi pelayanan publik Pada tahapan pascabencana, biasanya diikuti dengan kebutuhan pemulihan rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan kebutuhan pemulihan medesak yang meliputi: kebutuhan dasar individu; kebutuhan fasilitas kesehatan; kebutuhan rohani; kebutuhan sanitasi; serta kebutuhan sarana dan prasarana mendesak. Pemenuhan kebutuhan ini harus dengan segera karena bisa berakibat fatal bagi korban bencana. Untuk itu sosialisasi tentang rahabilitasi sangatlah diperlukan guna pemulihan pascabencana erupsi Gunung Sinabung. Misalnya, bantuan makanan dan minuman yang mau tidak mau harus dipenuhi karena bisa menyebabkan timbulnya penyakit bahkan yang lebih parahnya adalah kematian. Proses rehabilitasi ini sangatlah penting bagi korban bencana guna pemulihan situasi dan kondisi psikologis mereka akibat dari erupsi Gunung Sinabung yang terus menerus mengalami erupsi. Gejala penyakit, trauma bahkan stress menghantui pikiran korban. Pemulihan kebutuhan mendesak seperti inilah yang wajib dipenuhi untuk mengurangi dampak bencana yang lebih parah. Semua pihak yang terkait harus berkoordinasi dan melakukan komunikasi yang baik guna mencegah hal-hal yang diluar kemungkinan bisa terjadi. Rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf b, dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi: a. Pembangunan kembali prasarana dan sarana b. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat c. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat d. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana e. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat f. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya g. Peningkatan fungsi pelayanan publik h. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat Rekonstruksi merupakan perbaikan-perbaikan menyangkut infrastruktur yang penting bagi keberlangsungan hidup komunitas korban bencana. Kebutuhan pemulihan jangka panjang ini meliputi: membangun perekonomian lokal; perbaikan unsur rohani, adat budaya; perbaikan saluran listrik dan komunikasi permanen; perbaikan fasilitas umum; perbaikan produksi pangan; perbaikan dan pelestartian lingkungan; dan pemulihan pendidikan. Tidak semua korban bisa Universitas Sumatera Utara merasakan kebutuhan dari pemulihan jangka panjang ini. Ada 14 desa dari Kecamatan Naman Teran yang merasakan dampak dari erupsi Gunung Sinabung. Misalnya, desa Bekerah dan desa Simacem yang memang harus direlokasi ke lokasi yang jauh lebih aman. Situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan membuat mereka harus pergi meninggalkan tanah leluhurnya itu. Padahal, mungkin sebagian dari masyarakat dari dua desa tersebut masih ingin melanjutkan hidup dan kehidupannya di kawasan rawan bencana. Proses relokasi ke desa Siosar, Kecamatan Merek belumlah rampung dan masih dalam proses pengerjaan. Korban yang direlokasi ke desa tersebut pasti mengalami kesulitan karena harus beradaptasi dengan alam yang baru. Namun, bagaimana pun juga proses relokasi ini patut untuk diapresiasi melihat situasi dan kondisi korban yang butuh hidup dan menjalani kehidupannya yang baru. Kemampuan manajemen komunikasi penanggulangan masalah akibat bencana di lapangan memerlukan proses sebagai berikut: 1 Perencanaan planning a. Perencanaan adalah proses kegiatan pemikiran, dugaan dan penentuan-penentuan prioritas yang harus dilakukan secara rasional sebelum melaksanakan tindakan yang sebenarnya dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. b. Perencanaan juga merupakan kegiatan-kegiatan rohaniah sebelum melakukan tindakan jasmaniah c. Perencanaan itu amat diperlukan dalam rangka mengarahkan tujuan dan sasaran organisasi maupun tujuan suatu program pembangunan, sebab daripadanya dipaparkan pula tentang kebutuhan penggunaan tenaga kerja, biaya, waktu, peralatan dan sumber- sumber resources lainnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan adalah: 1 Tindakan apa yang harus dikerjakan? 2 Apakah sebabnya tindakan itu harus dikerjakan? 3 Di manakah tindakan itu harus dikerjakan? 4 Kapankah tindakan itu harus dikerjakan? 5 Siapakah yang akan mngerjakan tindakan itu? 6 Bagaimanakah caranya melaksanakan tindakan itu? 2 Pengorganisasian organizing a. Pengorganisasian merupakan proses penyusunan pembagian kerja ke dalam unit-unit kerja dan fungsi-fungsinya beserta penetapannya dengan cara-cara yang tepat mengenai orang-orangnya staffinga yang harus menduduki fungsi-fungsi itu berikut penentuannya dengan tepat tentang hubungan wewenang dan tanggungjawabnya. b. Pengorganisasian itu dilakukan demi pelaksanaan kerja dan pelaksanaan dari perencanaan, yang penting demi adanya pembagian kerja yang setepat-tepatnya. c. Dalam pengorganisasian sangat penting untuk diperhatikan bahwa penetapan mengenai orang-orangnya haruslah dilakukan secara objektif dan setelah terlebih dahulu ditentukan unit-unit kerja dan fungsi-fungsinya. Universitas Sumatera Utara Hal-hal yang diperlukan dalam perngorganisasian antara lain: 1 Mengambil keputusan 2 Mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara atasan dan bawahan 3 Memberi semangat, inspirasi dan dorongan kepada bawahan supaya mereka mau bertindak 4 Memilih orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya, serta memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka terampil dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan 3 Pendorongan motivating a. Pendorongan merupakan proses kegiatan yang harus dilakukan untuk membina dan mendorong semangat kerja dan kerelaan kerja para pegawai anggota organisasi demi tercapainya tujuan organisasi. b. Pendorongan itu penting sekali mengingat arti pentingnya faktor manusia dalam organisasi dan dalam proses produksi. c. Rangkaian kegiatan pendorongan ini mencakup segi-segi dorongan atau perangsang yang bersifat kerohanian seperti pemberian kenaikan pangkat, pemberian pendidikan dan pengembangan karier, penambahan pengalaman, penyelenggaraan human relations dengan tepat, pemberian cuti dan sebagainya, maupun segi-segi dorongan kejasmanian seperti adanya sistem upah dan gaji yang menggairahkan, pemberian tunjangan-tunjangan serta distribusi sandang dan pangan, penyediaan perumahan, kendaraan, jaminan-jaminan pemeliharaan kesehatan dan lain-lainnya.Hal penting yang perlu diperhatikan dala proses ini yaitu memberi bimbingan, saran perintah- perintah atau instruksi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masing-masing yang ditetapkan semula. Motivating atau pemotivasian kegiatan merupakan salah satu fungsi manajemen berupa pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan agar bawahan melakukan kegiatan secara suka rela sesuai apa yang diinginkan oleh atasan. 4 Pengendalian atau kontrol controlling a. Pengendalian atau kontrol adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan untuk mengadakan pengawasan, penyempurnaan dan penilaian untuk menjamin bahwa tujuan dapat tercapai sebagai mana yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Pengendalian atau kontrol itu perlu untuk mengetahui sampai dimana pekerjaan sudah dilaksanakan, sumber-sumber yang telah dimanfaatkan, hambatan-hambatan dan sebagainya. b. Dari hasil pengorganisasian itu, dapatlah diadakan penyempurnaan, evaluasi dan penelitian tentang perlunya tindakan-tindakan korektif ataupun tindak lanjut yang harus dilakukan, sehingga pemborosan-pemborosan dapat dihindarkan dan pengembangan-pengembangan selanjutnya dapat ditingkatkan pelaksanaannya. Sumber: Susanto, 2011:96-98 Peran komunikasi sesuai dengan pendapat Fanggidae,dkk. 2002 bahwa pada tahap perencanaan antara lain informasi-informasi yang terangkum dalam laporan hasil assement kemudian dipergunakan sebagai acuan dalam perencanaan kegiatan. Kegiatan yang dilakukan Universitas Sumatera Utara tidak selalu berupa pemberian bantuan kemanusiaan. Beberapa kegiatan yang bisa menjadi follow-up dari hasil penelitian antara lain: 1. Memulai kegiatan bantuan kemanusiaan untuk korban bencana. 2. Melakukan monitoring situasi secara reguler. 3. Mendukung pihak lain yang memberikan bantuan kemanusiaan. 4. Melakukan advokasi atau tekanan kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu, baik bantuan berupa perubahan kebijakan khusunya kepada pemerintah.

2.2.4 Komunikasi Interpersonal