penanganan bencana ini. Komunikasi dan koordinasi yang terjalin masih kerap terkendala oleh banyak faktor. Penanganan bencana ketika erupsi Gunung Sinabung terjadi pertama
kali kemungkinan jadi salah satu penyebab tidak terjalinnya komunikasi bencana seperti yang diharapakan. Pola komunikasi yang dilakukan masih jauh dari harapan khususnya
bagi korban bencana. Dampaknya sangat dirasakan termasuk kelambanan dalam penanganan darurat bencana erupsi Gunung Sinabung ini. Padahal, banyak cara dan
alternatif yang bisa dimaksimalkan dalam menutupi setiap kekurangan daam penanganan
darurat bencana ini.
5.2 Saran
Setelah melakukan penelitian mengenai peranan komunikasi bencana dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi, peneliti memiliki saran yang seperlunya dapat menjadi bahan
masukan bagi berbagai pihak untuk menjadi lebih baik ke depannya. Adapun saran tersebut ialah:
1. Sebaiknya para petugas yang terlibat dalam penanganan bencana ini lebih banyak melakukan komunikasi dan saling berkoordinasi dalam hal memberikan informasi yang
dibutuhkan pengungsi. Baik itu perwakilan dari Pemkab Karo, BPBD Lembaga Pemerintah Non Departemen, TNIPOLRI, PMI serta organisasi seperti NGO, LSM dan
relawan dari berbagai kalangan untuk mempermudah dan mempercepat penanganan darurat bencana erupsi Gunung sinabung ini.
2. Dinas sosial dan BPBD sebaiknya lebih memperhatikan pemerataan pembagian logistik terhadap pengungsi. Hal ini penting guna menghindari penumpukan dan kecurangan
terhadap logistik yang sudah siap untuk diedarkan. Kekeliruan akan menyebabkan munculnya masalah baru dalam situasi darurat bencana ini.
3. Penanganan bencana untuk pertama kalinya merupakan tantangan tersendiri bagi pihak yang menganani bencana erupsi ini. Sebaiknya BPBD serta seluruh elemen yang terlibat
dalam penanganan bencana ini lebih banyak belajar tentang bencana untuk mempermudah penanganan bilamana bencana serupa terjadi kembali.
4. Media dalam penanganan bencana erupsi ini juga harus lebih intens dalam menggali setiap perkembangan yang terjadi. Dari awal sampai berakhirnya bencana ini harus tetap
Universitas Sumatera Utara
dalam kawalan media. Hal ini untuk menghindari setiap kecurangan yang bisa dimanfaatkan oleh banyak pihak demi kepentingan tertentu.
5. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi yang menghadirkan pemikiran baru, memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis, mahasiwa
maupun masyarakat umum mengenai peranan komunikasi bencana dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan
permasalahan yang dilakukan penulis, direkomendasikan untuk memperluas dan memperdalam kajian dalam penelitian ini, serta disarankan untuk menggali lebih dalam
melalui observasi langsung di lapangan mengenai peranan komunikasi bencana dalam proses rehabilitasi dan rekonsruksi.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 PerspektifParadigma Kajian
Paradigma bukanlah teori-teori, namun lebih merupakan cara berfikir atau pola-pola untuk penelitian yang diperluas dan dapat menuju pembentukan suatu teori. Jadi, paradigma
merupakan keseluruhan susunan kepercayaan dan asumsi-asumsi yang dipegang bersama yang dipakai oleh peneliti dalam memandang fokus masalah penelitiannya.
Penelitian pada hakikatnya merupakan wahana untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih mudah membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para
filsuf, peneliti maupun para praktisi melalui model-model tertentu. Model-model tersebut biasanya disebut dengan paradigma. Paradigma merupakan model atau pola tentang bagaimana
sesuatu distruktur bagian dan hubungannya atau bagaimana bagian-bagian berfungsi. Hidayat, 2003: 3
Auguste Comte menyatakan bahwa cara berfikir manusia harus keluar dari dua tahap tersebut, yaitu dengan masuk pada fase berikutnya, yaitu tahap pengetahuan positivis yang dapat
dijadikan sarana untuk memperoleh kebenaran dengan cara observasi untuk menemukan keteraturan dunia fisik maupun sosial.
Anis Chariri membuat pengertian paradigma positivisme secara lebih sederhana berdasarkan pendapat Neuman 2003, yaitu suatu pendekatan yang diadopsi dari ilmu alam
yang menekankan pada kombinasi antara angka dan logika deduktif dan penggunaan alat-alat kuantitatif dalam menginterpretasikan suatu fenomena secara “objektif”. Dengan cara itu, suatu
fenomena dapat dianalisis untuk kemudian ditemukan hubungan di antara variabel-variabel yang terlibat di dalamnya. Hubungan tersebut adalah hubungan korelasi atau hubungan sebab akibat.
Paradigma positivisme membuat parameter bahwa ilmu sosial dan ilmu alam menggunakan suatu dasar logika ilmu yang sama, sehingga seluruh aktivitas ilmiah pada kedua bidang ilmu
tersebut harus menggunakan metode yang sama dalam mempelajari dan mencari jawaban serta mengembangkan teori. Dunia nyata berisi hal-hal yang bersifat berulang-ulang dalam aturan
maupun urutan tertentu sehingga dapat dicari hukum sebab akibatnya. Anis Chariri, 2009:5
Universitas Sumatera Utara