Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Kegunaan Penelitian Cendawan Patogen Pasca Panen

pada reproduksi seksual spesies dengan sistem bipolar ditemukan pada filum Ascomycetes, Basidiomycetes, dan Zygomycetes Metin et al., 2010. Pada beberapa jenis cendawan mekanisme genetik dibedakan menjadi A1 dan A2. Sampai akhir 1980 - an, hanya satu jenis mating type A1 ada di negara- negara di luar Meksiko. Dalam beberapa tahun terakhir, mating type keduanya menjadi luas di banyak negara. Strain dari mating type A2 jauh lebih agresif dibandingkan dari tipe kawin A1 Kim dan Lee, 2002 Reproduksi seksual memainkan peranan penting dalam evolusi jamur, yaitu pembentukkan ras baru, seperti ras baru yang tahan dengan fungisida. Mating type pada jamur merupakan hal penting untuk menganalisis genetik Irzykowska dan Kosiada, 2011. Dengan mengetahui jenis-jenis patogen cendawan pada buah impor yang saat ini mobilitasnya cukup tinggi akan mengetahui jenis cendawan patogen apa saja yang mempunyai kemampuan untuk melakukan mating type yang di dapat di pasar tradisional maupun supermarket. Sehingga akan diketahui resiko yang ditimbulkan dari reproduksi seksual dari cendawan patogen yang terdapat pada buah impor dan lokal.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menginventarisasi dan mengidentifikasi berbagai jenis cendawan patogen pada buah impor dan sifat mating type pada cendawan- cendawan tersebut terhadap patogen buah lokal dan impor. Universitas Sumatera Utara

1.3 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat beberapa cendawan patogen yang menyebabkan penyakit pada buah impor dan buah lokal; 2. Mating type dapat terjadi antara buah lokal dengan buah impor yang ada di pasar tradisional dan supermarket yang dijual pada tempat yang sama;

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Untuk mengetahui cendawan patogen pada buah impor dan buah lokal. 2. Untuk mengetahui kompatibilitas cendawan patogen pada buah impor dengan cendawan patogen buah lokal dalam melakukan mating type intra dan antar spesies. Universitas Sumatera Utara II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cendawan Patogen Pasca Panen

Pasar buah–buahan di Indonesia telah dibanjiri buah-buah impor, seperti apel, jeruk, anggur, durian, pir dan buah lainnya. Hal tersebut mempengaruhi iklim pemasaran buah-buah lokal. Sebagai akibatnya terjadi kelesuan di tingkat petani di masyarakat Indonesia. Upaya-upaya peningkatan produksi buah-buahan lokal semestinya juga diikuti dengan kebijakan yang menguntungkan petani seperti adanya standar mutu buah-buah impor dan lokal Setyabudi et al., 2008. Banyaknya buah-buahan impor di pasar lokal merupakan tantangan yang harus diterima akibat globalisasi pangan globalization of food. Adanya pasar bebas membuka peluang masuknya pangan impor ke tanah air termasuk buah- buahan baik dalam bentuk segar maupun olahan. Masuknya buah impor memberi alternatif pilihan bagi konsumen. Tidak dipungkiri juga bahwa produk buah segar impor menjadi pilihan konsumen, karena ketersediaannya yang melimpah di pasar lokal, selain daya tarik karena kualitas yang ditampilkannya. Apalagi impor terbesar buah segar di Indonesia didominasi oleh buah jeruk, apel dan pir, kekhawatiran timbul karena justru jenis buah yang merupakan buah lokal tropis pisang, jambu biji, mangga, pepaya dan durian ternyata masih mempunyai nilai impor yang cukup tinggi, padahal ketersediaan atau produksi buah tersebut cukup tinggi Ananingsih, 2006. Kehilangan hasil produk pertanian baik kuantitatif maupun kualitatif sangat dirasakan oleh petani yang tanamannya rusak oleh patogen. Penyakit pascapanen pada komoditas hortikultura hingga kini belum mendapat perhatian yang Universitas Sumatera Utara memadai. Di Amerika Serikat, diperkirakan lebih kurang 24 buah-buahan dan sayuran yang dipanen terbuang percuma karena penyakit. Angka tersebut biasanya didasarkan pada satu tahap dalam sistem penanganan pascapanen. Belum ada seorang pun yang menghitung kehilangan hasil secara akumulatif pada buah- buahan dan sayur-sayuran selama panen, penanganan segar, penyimpanan, pengangkutan, penjualan di pasar swalayan atau pasar tradisional. Di negara berkembang fasilitas penanganan pascapanen sangat minim dan tuntutan mutu masih rendah sehingga kehilangan hasil mencapai 50 Suhardi, 2009. Infeksi mikroorganisme terhadap produk terjadi pada saat buah tersebut tumbuh di lapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang. Bila kondisi memungkinkan terutama setelah produk tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan menyebabkan kerusakan serius. Infeksi mikrorganisme di atas dinamakan infeski laten. Contoh mikrorganisme yang melakukan infeksi laten adalah Colletotrichum spp. yang menyebabkan pembusukan pada buah mangga, pepaya dan pisang. Ada pula mikroorganisme yang hanya berada pada bagian permukaan produk namun belum mampu menginfeksi. Infeksi baru dilakukan bila ada pelukaan-pelukaan akibat proses permanen, pasca panen dan pendistribusiannya Utama, 2001. Salah satu cendawan yang sering masuk melalui luka antara lain Penicillium expansum , penyebab cetakan biru yang merupakan patogen pascapanen yang paling penting dari apel. Kerugian pascapanen apel di Amerika Serikat diperkirakan mencapai lebih dari 4,4 juta tahun 1992 Rosenberger et al., 2006. Universitas Sumatera Utara Salah satu kendala didalam budidaya buah-buahan khususnya mangga adalah adanya serangan patogen C. gloesporioides. Serangan muncul pada periode pasca panen meskipun serangan sudah dimulai sejak di lapangan atau periode prapanen. Patogen ini menyebabkan penyakit antraknosa. Serangan utama patogen ini adalah bagian tanaman yang bernilai ekonomis yaitu buah. Penyakit ini berakibat sangat menurunkan kualitas buah. Serangan pada buah ditandai dengan adanya bercak coklat atau hitam, agak cekung. Seringkali bercak-bercak tersebut mengumpul pada pangkal buah, dan buah terinfeksi tidak dapat dikonsumsi Indriatmi, 2009. Berdasarkan survei di lima pasar terbesar di Punjab Pakistan, ditemukan serangan antraknosa hampir 100 terdapat pada buah mangga Siklus hidup jamur sangat sederhana, ascomycetes hanya memiliki dua jenis mating type , tapi basidiomycetes mungkin memiliki beberapa ribu. Adanya perbedaan biologi dan jumlah mating type dari ke dua kelas jamur ini menjadi semakin jelas bahwa banyak komponen dari jenis perkawinan jamur tersebut sangat penting. Sel haploid memiliki satu dari dua jenis kawin. Setiap sel haploid mengeluarkan feromon peptida kecil yang mengikat reseptor yang kompatibel pada permukaan sel dari lawan jenis perkawinan. Feromon yang mengikat menyebabkan respon karakteristik dimana sel kembali mengorientasikan pertumbuhan terhadap pasangan kawin potensial dan kemudian bergabung membentuk sel diploid. Sel diploid tidak lagi mampu kawin tetapi mengingat kondisi lingkungan yang tepat, mengalami meiosis dan sporulasi. Cendawan Meer et al., 2013.

2.2 Mating Type Cendawan Patogen