3.3.2.4. Pembentukkan Mating Type
a. Disiapkkan cawan petri yang berisi media PDA, Setelah itu diambil sedikit koloni jamur dari filum Ascomycetes, Basidiomycetes dan Zygomycetes dari
sampel buah impor A dengan menggunakan cock borrer bor gabus diameter 0,5 cm kemudian diletakkan pada media agar disisi cawan petri. Setelah itu
ambil juga koloni cendawan dari buah lokal yang sejenis dan koloni cendawan yang sejenis B diletakkan pada media agar yang sama di sisi lain cawan petri.
b. Biakan diinkubasikan pada suhu 20 C ± 2
Pengamatn dilakukan melihat sifat morfologi dari tipe koloni, pembengkakan hifa, bentuk sporangium, berdasarkan usulan yang disampaikan
oleh Erwin dan Ribeiro 1996. Dalam satu cawan petri diletakkan dua isolat C selama ±10 sepuluh hari atau
sampai koloni antara cendawan A dan cendawan B bersatu dalam cawan petri yang sama .
c. Koloni cendawan A dan cendawan B yang bersatu melakukan mating type di cawan petri diamati dengan menggunakan mikroskop stereo.
3.4 Peubah Amatan a. Jenis-jenis cendawan patogen yang terdapat pada buah impor dan lokal
Semua patogen cendawan yang didapat pada sampel dari lapangan diamati secara langsung dengan mengamati gejala. Setelah itu cendawan diisolasi
dengan metode kertas saring dan media agar. Identifikasi dengan menggunakan buku Illustrated Genera of Infected Fungi Ellis, 1971
b. Jenis – jenis mating type yang didapat
Universitas Sumatera Utara
dalam satu cawan petri dengan jarak ± 5 cm, kemudian diinkubasi pada suhu 20
C selama 4–5 hari dan dihindarkan dari cahaya langsung Manohara dan Sato, 1992. Mating type dikatakan berbeda dengan isolat tester apabila di
tempat pertemuan dua koloni terbentuk oospora dan sebaliknya mereka dikatakan satu mating type apabila tidak ada oospora yang terbentuk.
Pengamatan sporangium yang didapatkan dari kultur 6-10 hari yang tumbuh pada media agar PDA. Dari setiap isolat diambil lima potongan agar
diameter 5 mm diamati dengan mengambil gambar sporangium di bawah mikroskop dengan perbesara 40 x 10 dan 100 x 10 dengan menggunakan
kamera digital.
3.5 Data Pendukung
Data pendukung yang diamati selama penelitian adalah suhu dan kelembaban. Suhu udara diukur pada saat pengambilan sampel di pasar tradisional dan pasar
swalayan dengan menggunakan termometer dan kelembaban dengan menggunakan higrometer.
Universitas Sumatera Utara
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan dari delapan jenis buah lokal dan impor yang digunakan dalam penelitian ini yang semua sampel di ambil dari pasar tradisional
dan supermarket didapat 19 sembilan belas jenis cendawan. Cendawan- cendawan tersebut terdapat pada satu atau beberapa jenis buah. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis - jenis cendawan patogen pada buah impor dan lokal
No. Inang
Nama Patogen Nama Penyakit
LokalImpor 1 Strawberry C. gloesporioides
Antraknosa Lokal
Botrytis cinerea Busuk kapang kelabu
Lokal Impor Fusarium solani
Busuk kering Lokal
Penicillium italicum Busuk kapang biru
Lokal Rhyzopus stolonifer
Busuk rhyzopus Lokal
Rhizoctonia solani Busuk rhizoctonia
Lokal 2 Pisang
C. gloesporioides Antraknosa
Lokal Fusarium solani
Busuk kering Lokal
Fusarium semitectum Busuk kering
Lokal Botrydiplodia
theobromae Busuk lunak
Lokal Penicillium italicum
Busuk kapang biru Lokal
Aspergillus niger Busuk aspergillus
Lokal Fusarium oxysforum
Busuk fusarium Lokal
3. Jeruk C.gloesporioides
Antraknosa Lokal Impor
Penicillium digitatum Busuk kapang hijau
Lokal Impor Penicillium italicum
Busuk kapang biru Lokal Impor
Aspergillus niger Busuk kapang hitam
Lokal Impor Alternaria alternata
Busuk hitam Lokal
Cladosporium herbarum Bintik hitam
Lokal 4 Pepaya
C. gloesporioides Antraknosa
Lokal Fusarium solani
Busuk kering Lokal
Cephalosporium sp Busuk kering
Lokal Phytophthora sp
Busuk buah Lokal
Aspergillus niger Busuk kapang hitam
Lokal Corynespora casiicola
Bercak daun dan buah Lokal
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 1 dapat dilihat cendawan A. niger terdapat pada semua jenis buah terkecuali buah strawberry. Cendawan ini paling banyak terdapat pada buah
yang dijual di pasar tradisional. Hal ini dikarenakan cendawan tersebut merupakan cendawan kontaminan dan penyebarannya secara pasif. Kurangnya perhatian
pedagang pada faktor penyimpanan, kemasan, suhu dan kelembaban menyebabkan cendawan patogen akan mudah tersebar. Martoredjo 2009
menyatakan patogen ini tidak akan menimbulkan masalah jika buah disimpan
No. Inang
Nama Patogen Nama Penyakit
LokalImpor
5. Apel C.gloesporioides
Antraknosa Impor
Penicillium expansum Kapang biru
Impor Penicillium italicum
Busuk kapang biru Impor
Alternaria alternata Busuk hitam
Impor Aspergillus niger
Busuk kapang hitam Impor
6. Pir
C. gloesporioides Alternaria tenuissima
Antraknosa Bercak pada buah
Impor Impor
Penicillium italicum Busuk kapang biru
Impor Alternaria alternata
Busuk hitam Impor
Aspergillus niger Busuk kapang hitam
Impor Penicillium expansum
Cendawan biru Impor
Trichotecium sp Busuk kapang merah
muda Impor
7. Mangga C. gloesporioides
Antraknosa Lokal Impor
Aspergillus niger Busuk kapang hitam
Lokal Impor Alternaria alternata
Busuk hitam Lokal
8. Anggur Botrytis cinerea
Busuk kapang kelabu Impor
Penicillium digitatum Busuk kapang hijau
Impor Penicillium expansum
Blue mold rot kapang biru
Impor Penicillium italicum
Busuk kapang biru Impor
C. gloesporioides Antraknosa
Impor Alternaria alternata
Busuk hitam Impor
Aspergillus niger Busuk kapang hitam
Impor Cladosporium
herbarum Bintik hitam
Impor
Universitas Sumatera Utara
pada suhu yang rendah yaitu pada suhu 15
Tabel 1 menunjukkan cendawan patogen buah lokal dan impor memiliki jenis yang sama. Hanya perbedaan kuantitas serangan pada buah yang dipasarkan.
Di pasar tradisional lebih banyak buah yang terinfeksi dengan jumlah 16 jenis cendawan dibanding yang dijual di pasar swalayan 13 jenis cendawan . Lebih
banyaknya jumlah buah yang terinfeksi di pasar tradisional dibandingkan dengan di pasar swalayan disebabkan karena kondisi lingkungan dimana sampel-sampel
buah tersebut diambil. Pada saat sampel buah diambil dari pasar tradisional suhu rata-rata 27 ºC–33 ºC dengan kelembaban 70–78 . Sedangkan suhu dan
kelembaban dari sampel buah yang diambil dari pasar swalayan rata-rata 23,6 ºC–25 ºC dengan kelembaban 60–66. Ruang inkubasi untuk
pertumbuhan isolat cendawan patogen suhu rata-rata 22 ºC ± 2 ºC dengan kelembaban 60-65. Kondisi tersebut sangat mendukung untuk pertumbuhan
cendawan patogen pada buah impor dan buah lokal yang dijual di pasar C atau dibawahnya. Sebaliknya buah
yang dijual di pasar swalayan saat pemasaran buah telah dikemas dan disortir dengan baik tidak terserang oleh cendawan kontaminan tersebut.
Hasil lain menunjukkan C. gloesporoides menyerang seluruh jenis buah baik pada buah lokal maupun impor serta buah yang terdapat di pasar tradisional
maupun di pasar swalayan. Hal tersebut dikarenakan sifat dari cendawan C. gloesporoides
yang bersifat laten yang akan menimbulkan gejala apabila kondisi lingkungan mendukung, Elfina et al. 2013 menyatakan bahwa C.
gloesporoides menyerang buah yang terdapat di pasar swalayan dan pasar
tradisional. Pada buah jeruk gejala bercak warna coklat kehitaman, kering dan apabila terlihat serangan sudah lanjut akan berubah menjadi busuk lunak.
Universitas Sumatera Utara
tradisional dan pasar swalayan. Disamping itu kandungan air yang berlebih pada produk pasca panen akan menyebabkan tingginya kelembaban di sekitar produk
tersebut. Hal ini dapat terlihat dari gejala serangan pada buah apel, pir, mangga,
strawberry, pepaya, anggur, pisang dan jeruk. Menurut Setyolaksono 2012 suhu dan kelembaban berperan penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan jamur patogen pasca panen. Beberapa cendawan mampu tumbuh sangat lambat meski berada di bawah suhu 10 ºC,
seperti jamur Rhizopus stolonifer. Botrytis, Cladosporium, dan Penicillium masih mampu tumbuh pada suhu 1 ºC. Kelembaban pada ruang penyimpanan juga
berperan penting terhadap kerentanan produk pasca panen dan laju infeksi patogen. Kelembaban relatif 90 dan suhu di atas 5
o
Buah yang dijual di pasar tradisional dan pasar swalayan semakin matang semakin rentan terhadap masuknya patogen cendawan. Hal ini tampak jelas pada
buah mangga, anggur, pir , pisang , apel, pepaya, jeruk, strawberry. Kondisi ini disebabkan karena produk pasca panen hortikultura segar buah-buahan merupakan
produk yang masih hidup yang dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yaitu respirasi. Bhargava 2011 melaporkan respirasi adalah proses oksidasi
C mempengaruhi perkembangan penyakit pasca panen. Kelembaban dan suhu berperan dalam
mempertahankan luka dan lubang infeksi alami lain, sehingga memberikan kondisi yang sesuai bagi patogen untuk menginfeksi. Ini terbukti bahwa cendawan
menyerang lebih banyak ditemukan pada buah-buah yang dijual pada pasar tradisional dibandingkan di pasar swalayan di mana dengan suhu dan kelembaban
yang tidak terkontrol dengan baik sehingga daya serang cendawan pada buah menjadi lebih cepat.
Universitas Sumatera Utara
dengan memanfaatkan gula sederhana dimana dengan keterlibatan enzim dirubah menjadi CO
2
, H
2
O dan energi kimia berupa adenosin triphosphate ATP disamping energi dalam bentuk panas. Oleh karena suplai karbohidrat terputus
karena aktivitas fotosintesis terhambat setelah panen suplai terputus dari tanaman induknya untuk buah-buahan, maka semua suplai untuk aktivitas respirasi hanya
berasal dari tubuh bagian tanaman yang dipanen itu sendiri. Akibatnya selama periode pascapanennya terjadi kemunduran-kemunduran mutu kesegarannya.
Kemunduran ini akan dibarengi dengan tumbuh dan perkembangan agen-agen perusak lainnya seperti mikroorganisme pembusuk antara lain patogen cendawan .
Dari Tabel 1 menunjukkan pembusukkan yang terjadi pada buah strawberry, pisang, mangga, anggur, jeruk, pepaya, pir, apel yang terdapat di pasar
tradisional dan pasar swalayan. Hal ini disebabkan karena faktor fisik antara lain terjadinya luka memar, luka potongan, lecet akibat gesekan maupun lubang alami
pada permukaan buah terjadi waktu pengangkutan yang merupakan jalan masuknya infeksi patogen jamur. Sesuai dengan Meer et al. 2013 menyatakan
busuk pasca panen pada buah mangga yang disebabkan tersedianya suhu optimum serta dumping kotak kayu tidak teratur di pasar. Pengepakan dalam kotak kayu
secara paksa dapat menimbulkan memar sehingga patogen pasca panen mudah masuk dan merusak seluruh banyak buah-buahan, selain itu juga pengangkutan
mangga menggunakan truk tanpa terkontrol keadaan lingkungan juga akan mempengaruhi kontribusi terhadap penyakit.
Universitas Sumatera Utara
1. Busuk buah matang Colletotrichum gloesporioides
Strawberry, pisang, jeruk, mangga, pepaya, apel, anggur, pir.
Klasifikasi C. gloesporiodes Penz. Sacc sebagai berikut:
Kingdom : Mycota
Divisio : Ascomycota
Kelas : Sordariomycetes
Ordo : Phyllachorales
Family :
Phyllachoraceae Genus
: Colletotrichum Species
: Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.
Penyakit antraknosa ditemukan pada buah strawberry, pisang, jeruk,
mangga, pepaya, apel, anggur dan pir. Gejala pertama terlihat pada buah bintik-
bintik yang kemudian membulat dan berubah menjadi cekung pada buah, dan semakin jelas pada saat buah matang. Gejala tersebut dapat dilihat pada buah
strawberry Gambar 7, apel Gambar 9, jeruk Gambar 11, pepaya Gambar 13. Gejala ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Dickman 1993 bahwa lesi
dapat menjadi besar dengan diameter 5 cm. Daerah merah muda-orange dibentuk oleh massa konidia yang mencakup pusat lesi dan sering diproduksi dalam
konsentris pola cincin. Gejala muncul tidak teratur, melingkar 1 hingga 10 mm. Lesi ini disebut sebagai titik cokelat. Pada buah masak, tempat ini cepat
membesar sampai 20 mm, untuk membentuk karakteristik lesi cekung melingkar terlihat pada gejala pada buah apel Gambar 9 dan buah jeruk Gambar 11. Pada
Weir et al., 2012.
Universitas Sumatera Utara