Analisis Bivariat .1 Hubungan Perilaku Cuci Tangan Perawat dengan Jumlah Koloni
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, dapat dilihat bahwa seluruh responden memiliki jumlah kuman pada tangan masih normal. Sebagian besar responden
66,7 memiliki jumlah koloni kuman ≤10 CFUcm
2
dan hanya 4 responden 13,3 yang terdapat jumlah koloni kuman 100 CFUcm
2
setelah melakukan kontak dengan pasien.
4.3 Analisis Bivariat 4.3.1 Hubungan Perilaku Cuci Tangan Perawat dengan Jumlah Koloni
Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Rumah Sakit Martha Friska Medan.
Tabel 4.5 Hasil Uji Chi Square Variabel
Jumlah Koloni Kuman Total
p ≤10
CFUcm
2
10
CFUcm
2
n n
n
Perilaku cuci tangan: 1. Baik
2. Kurang Baik 19
1 100,0
9,1 10
0,0 90,9
19 11
100,0 100,0
0.001
Jumlah 20
66,7 10
33,3 30
100,0 Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa responden dengan perilaku
cuci tangan yang baik seluruhnya memiliki jumlah koloni kuman
≤10 CFUcm
2
sebanyak 19 orang. Sedangkan responden dengan perilaku cuci tangan yang
kurang baik pada umumnya memiliki jumlah kuman 10 CFUcm
2
sebanyak 10 orang.
Berdasarkan hasil uji Chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku cuci tangan dan jumlah koloni kuman dengan p= 0,001.
Universitas Sumatera Utara
60
BAB V PEMBAHASAN
Perilaku cuci tangan merupakan tindakan atau keterampilan perawat untuk membersihkan tangan dari segala macam mikroorganisme yang bertujuan untuk
mengurangi jumlah koloni kuman pada telapak tangan. Perilaku cuci tangan diukur dengan menggunakan lembar observasi berdasarkan World Health
Organization tentang 5 Moments for Hand Hygiene tahun 2006, yang meliputi sebelum menyentuh pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah kontak dengan
cairan tubuh, setelah menyentuh pasien, dan setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien. Hal ini sejalan dengan Standar Prosedur Operasional yang ada
di Rumah Sakit Martha Friska yaitu sesuai dengan Keputusan Direktur Utama No. 001SKMFVIII2015 tentang Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Poin II.2. dan berdasarkan Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan Rumah Sakit dalam Peranan Petugas dalam Pengelolaan Lingkungan Rumah Sakit yang
meliputi cuci tangan sebelum dan setelah keluar ruang isolasi. Sedangkan untuk prosedur mencuci tangan diukur dengan menggunakan lembar observasi
berdasarkan World Health Organization tahun 2009 tentang langkah-langkah mencuci tangan yang benar.
5.1 Perilaku Cuci Tangan Oleh Perawat Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2016
Berdasarkan hasil penelitian, perilaku cuci tangan perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan dapat diketahui bahwa
Universitas Sumatera Utara
perawat sebagian besar memiliki perilaku yang baik 63,3 dan masih ada perawat yang memiliki perilaku yang kurang baik 36,7. Dikatakan baik karena
telah melakukan cuci tangan menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik pada momen-momen cuci tangan dan melakukan langkah-langkah cuci
tangan dengan baik. Ini dikarenakan perawat telah memahami pentingnya pencegahan infeksi nosokomial serta salah satu cara untuk melindungi diri dari
penyakit menular dan menaati peraturan yang berlaku di rumah sakit Martha Friska Medan tentang five moments for hygiene. Maka dari itu diperlukan juga
pengawasan yang efektif terhadap perawat yang melaksanakan tindakan cuci tangan selama asuhan keperawatan. Hal ini juga dipengaruhi oleh usia perawat
yang lebih banyak berumur 26-30 tahun 36,7 yang berarti usia tersebut masih dapat menerima suatu bentuk aturan-aturan dari Rumah Sakit.
Menurut Robbin 2002 bahwa faktor usia pada pelaksanaan kinerja sangat erat kaitannya, alasannya adalah adanya keyakinan yang meluas bahwa
pelaksanaan kinerja menurun akibat bertambahnya usia. Pada pekerja yang berusia tua dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru.
Selain itu, tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung mengharuskan perawat untuk selalu cuci tangan menggunakan sabun yang
mengandung bahan antiseptik saat akan melakukan asuhan keperawatan dari pasien satu ke pasien yang lainnya agar tidak terjadi perpindahan bakteri pathogen
yang dapat menyebabkan infeksi. Seperti, pada masing-masing troli yang biasanya digunakan oleh perawat untuk membawa peralatan pemeriksaan, obat-obat an,
tensimeter, dan peralatan keperawatan lainnya tersedia 1 botol hand sanitizer,
Universitas Sumatera Utara
sehingga perawat dapat dengan mudah menggunakan hand sanitizer untuk cuci tangan dan pada setiap ruangan rawat inap tersedia wastafel, sabun cuci tangan,
dan hand sanitizer. Dikatakan kurang baik karena perawat tidak melakukan cuci tangan pada
momen-momen cuci tangan dan belum melakukan langkah-langkah cuci tangan dengan baik setiap kali melakukan asuhan keperawatan. Seperti, tidak melakukan
cuci tangan setiap kali saat setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien, saat sebelum dan setelah ke ruang isolasi. Pada langkah cuci tangan belum
melakukan langkah-langkah cuci tangan sesuai dengan prosedur seperti menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan dan menggosok ibu jari kiri
berputar dalam genggaman tangan kanansebaliknya, menggosok dengan memutar ujung-ujung jari tangan kanan ditelapak tangan kirisebaliknya, dan mengeringkan
kedua telapak tangan 20-30 detik dan menggunakan tissueserbet untuk menutup kran.
Masih adanya perawat yang tidak melakukan cuci tangan saat memasuki ruang isolasi dan setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien seperti
setelah memeriksa infus, menyentuh tempat tidur saat pasien, dan memeriksa gips. Perawat lebih banyak mencuci tangan saat telah berada di dalam ruang isolasi
pada saat akan melakukan kontak dengan pasien dan setelah keluar ruang isolasi. Menurut Susiati 2008, tujuan dilakukan cuci tangan yaitu untuk mengangkat
mikroorganisme yang ada di tangan, mencegah infeksi silang cross infection, menjaga kondisi steril, melindungi diri dan pasien dari infeksi, memberikan
perasaan segar dan bersih. Oleh sebab itu, perawat yang akan melakukan kontak
Universitas Sumatera Utara
dengan pasien sebelum masuk ataupun keluar dari ruang isolasi harus sudah dalam keadaan steril, agar tidak menyebarkan kuman penyebab infeksi. Menurut
Tom Elliot, dkk 2013, tangan harus dicuci sebelum dan sesudah masuk ke ruangan isolasi untuk mencegah terjangkit infeksi.
Hal ini dikarenakan perawat belum memahami akan bahaya infeksi nosokomial yang akan terjadi, serta kurang patuhnya terhadap peraturan yang
berlaku di rumah sakit Martha Friska Medan tentang five moments hand hygiene. Ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan perawat pada umumnya D3 Keperawatan
83,3 dan lama bekerja perawat sebagian besar ≤5 tahun 70,0. Hal ini berarti usia, pendidikan dan lama kerja tidak dapat mendukung pelaksanaan
tindakan cuci tangan perawat. Menurut Handoko 2001, bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan kerja seseorang. Oleh
karena pendidikan adalah langkah awal untuk melihat melihat kemampuan seseorang.
Pentingnya mencuci tangan menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik saat melakukan asuhan keperawatan termasuk saat setelah menyentuh
benda-benda disekeliling pasien adalah untuk menghindari perawat maupun setiap orang yang berada di lingkungan rumah sakit dari mikroorganisme patogen yang
dapat menyebabkan penyakit infeksi. Kuman yang berasal dari mikroorganisme misal: secret traktus, respiratorius, luka dan lesi kulit lain, urin, tinja dapat
dipindahkan kepada orang lain secara langsung maupun melalui vektor misalnya tangan pertugas kesehatan atau benda, seperti instrument bedah, peralatan,
perlengkapan medis Tom Elliott dkk, 2013.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Novi 2012, menyatakan bahwa kebersihan tangan adalah elemen inti untuk melindungi pasien terhadap infeksi nosokomial. Untuk dapat
mencegah infeksi nosokomial adalah dengan tindakan cuci tangan sebelum operasi atau cuci tangan dan pakai masker dalam merawat penderita dari yang
satu pindah ke yang lainnya Suharto dkk, 1993. Pada umumnya perawat mencuci tangan sebelum dan setelah bertugas di
rumah sakit. Perawat melakukan cuci tangan terlebih dahulu untuk meminimalisir dan menghilangkan keberadaan kuman yang terdapat pada tangan sehingga dapat
mengurangi kemungkinan peyebaran kuman kepada perawat dan keluarga yang ada dirumah. Namun masih ada perawat yang tidak mencuci tangan saat setelah
bertugas di rumah sakit Karena setelah bertugas perawat memang melakukan cuci tangan dan setelah itu tidak langsung pulang, masih berada di lingkungan rumah
sakit. Sebelum akhirnya kembali kerumah, dan pada saat itu perawat tidak mencuci kembali tangannya.
Mencuci tangan setiap kali sebelum dan setelah kontak dengan pasien, sebelum dan setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien, setelah
meyentuh darah, cairan tubuh dan kulit yang tidak utuh, sebelum dan setelah membenahi tempat tidur pasien, sebelum dan setelah ke ruang isolasi dan setelah
bertugas, dapat mengurangi kontaminasi tangan terhadap kuman, sehingga perawat yang lebih sering melakukan cuci tangan pada momen-momen tersebut
lebih sedikit kemungkinan untuk terkontaminasi kuman yang banyak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ravenala 2014 menujukkan bahwa
ada hubungan frekuensi cuci tangan dengan jumlah koloni kuman pada telapak
Universitas Sumatera Utara
tangan. Frekuensi
mencuci tangan
berpengaruh terhadap
keberadaan mikroorganisme. Cuci tangan yang sering dilakukan akan mengurangi penyebaran
infeksi dari kedua belah tangan petugas kesehatan. Frekuensi berkaitan erat dengan derajat kontaminasi sesuai dengan kontak. Apabila semakin banyak
melakukan kontak baik dengan pasien, dengan petugas medis lain, maupun kontak dengan alat-alat medis, berarti derajat kontaminasinya semakin tinggi dan jumlah
mikroorganisme juga semakin banyak. Oleh karena itu frekuensi mencuci tangan juga semakin tinggi. Apabila tangan kotor dan terkontaminasi, dan tidak segera
dilakukan cuci tangan, maka kuman bisa berkembangbiak dengan cepat dan membuat jumlahnya semakin banyak di tangan.
Hasil penelitian mengenai langkah-langkah cuci tangan yang benar sesuai dengan yang telah dianjurkan oleh World Health Organization 2009, diketahui
bahwa sebagian besar perawat telah melakukan langkah cuci tangan yang baik yaitu menuangkan alkoholsabun ke telapak tangan secukupnya, menggosok
kedua telapak tangan, menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanansebaliknya, menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
Namun untuk langkah cuci tangan dalam menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan 70,0 dan menggosok ibu jari kiri dalam genggaman tangan
kanan dan sebaliknya 70,0, hal ini dikarenakan perawat tidak menganggap pentingnya mencuci tangan sesuai dengan prosedur, sekalipun telah tersedia
media informasi untuk prosedur mencuci tangan. Perilaku perawat tentang cuci tangan untuk langkah terakhir yaitu untuk hand sanitizer sebagian besar perawat
tidak mengeringkan kedua tangan selama 20-30 detik 10, namun hanya
Universitas Sumatera Utara
beberapa detik dan sebentar. Pada keadaan tangan yang belum kering, perawat melakukan perawatan kepada pasien seperti tensi, memeriksa infus, memberikan
obat. Sedangkan cuci tangan menggunakan sabun, perawat yang menggunakan tissueserbet untuk menutup kran sebanyak 3 orang, dikarenakan perawat tidak
menganggap penting menutup kran menggunakan tissueserbet untuk menutup kran. Padahal jika kran tersebut terkontaminasi dengan kuman, maka tangan yang
tadinya sudah bersih di cuci dengan menggunakan sabun dapat terkontaminasi lagi oleh kuman yang terdapat pada kran air. Sehingga sekalipun perawat telah
melakukan cuci tangan menggunakan sabun, masih memungkinkan terdapatnya kuman pada tangan.
Perilaku perawat terhadap langkah-langkah cuci tangan dapat disimpulkan bahwa seluruh perawat masih belum melakukan cuci tangan sesuai dengan
langkah-langkah cuci tangan 1 sampai 8 yang telah ditetapkan sekalipun di dekat wastafel dan diatas tempat peletakan hand sanitizer telah disediakan media
komunikasi K3 berbentuk poster mengenai langkah mencuci tangan dan langkah penggunaan hand sanitizer. Hal ini dikarenakan perawat tidak menganggap
pentingnya mencuci tangan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Padahal melakukan cuci tangan dengan teknik yang benar akan menghilangkan dan
mengurangi kuman lebih efektif dibandingkan mencuci tangan tidak sesuai dengan teknik yang benar.
Hasil penelitian yang dilakukan Ravenala 2014 bahwa, ada hubungan antara cara mencuci tangan dengan jumlah koloni kuman pada telapak tangan.
Universitas Sumatera Utara
Mencuci tangan haruslah dilakukan dengan teknik yang benar sebab masing- masing langkah cuci tangan memiliki fungsi masing-masing.
5.2 Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan
Dari hasil penelitian, jumlah bakteri pada tangan perawat seluruhnya masih normal, namun ada sebanyak 4 sampel yang hasilnya 100 CFUCm
2
. Ada beberapa perawat yang masih terdapat cukup banyak kuman pada telapak
tangannya meskipun telah mencuci tangan. Dimana saat diobservasi, setelah melakukan kontak dengan pasien perawat tidak langsung mencuci tangan setiap
kali setelah kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, tetapi mencuci tangan setelah melakukan pemeriksaan pasien keseluruhannya sehingga kuman yang
terdapat pada tangan menumpuk dan pada saat setelah mencuci tangan perawat mengeringkan tangan dengan dikipas-kipas dan di lap pada rok, karena tissue
yang biasanya digunakan untuk mengeringkan tangan setelah mencuci tangan habis sehingga tangan yang tadinya sudah bersih dapat terkontaminasi kembali
kuman yang didapat dari pakaian perawat. Oleh sebab itu, untuk menghindari penyebaran kuman, maka sebelum melakukan pemeriksaan kepada pasien harus
mencuci tangan terlebih dahulu menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik.
Berdasarkan hasil observasi jumlah koloni kuman pada telapak tangan perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan
diketahui perawat yang tidak melakukan cuci tangan lebih banyak terdapat kuman
Universitas Sumatera Utara
pada telapak tangannya, sedangkan perawat yang melakukan cuci tangan, jumlah kuman yang ditemukan lebih sedikit.
Menurut Fierer 2009, banyaknya jumlah bakteri pada tangan tergantung oleh beberapa faktor yaitu, waktu sejak terakhir cuci tangan, mempengaruhi
komunitas bakteri di tangan. Faktor yang kedua adalah derajat kontaminasi sesuai dengan kontak. Apabila semakin banyak melakukan kontak baik dengan pasien,
dengan petugas medis lain, maupun kontak dengan alat-alat medis, berarti derajat kontaminasinya semakin tinggi dan jumlah mikroorganisme juga semakin banyak.
Faktor yang ketiga adalah derajat kerentanan seseorang terhadap mikroorganisme. Semakin tinggi derajat kerentanan seseorang terhadap mikroorganisme maka akan
semakin banyak jumlah mikroorganisme yang singgah.
5.3 Hubungan Perilaku Cuci Tangan Perawat dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Rumah Sakit Martha
Friska Medan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara perilaku cuci tangan dan jumlah koloni kuman dengan p= 0,001. Perawat dengan perilaku cuci tangan yang baik yaitu dengan melakukan momen-momen
cuci tangan menggunakan sabun dengan bahan antiseptik setiap kali five moments for hand hygiene
saat melakukan asuhan keperawatan dan dilakukan sesuai dengan prosedur cuci tangan yang benar terdapat jumlah kuman yang lebih
sedikit ≤10 CFUcm
2
dibandingkan dengan perawat dengan perilaku yang kurang baik yaitu tidak melakukan momen-momen cuci tangan menggunakan
sabun dengan bahan antiseptik setiap kali saat melakukan asuhan keperawatan dan tidak mencuci tangan sesuai prosedur akan terdapat jumlah kuman yang lebih
banyak 10 CFUcm
2
. Hal ini berarti dengan mencuci tangan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
sabun yang mengandung bahan antiseptik dapat menurunkan jumlah kuman ditangan, sehingga jika mencuci tangan lebih sering dilakukan maka kuman tidak
akan menumpuk dan berkurang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meila 2009, bahwa terdapat hubungan antara perilaku cuci
tangan perawat dengan jumlah bakteri. Jika mencuci tangan hanya dilakukan dengan air saja tanpa menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik,
kuman yang terdapat pada tangan tidak akan hilang dan berkurang. Menurut Girou et al 2002 bahwa cuci tangan menggunakan sabun dapat
menurunkan jumlah kuman di tangan hingga 58. Hasil penelitian Wulandari 2001, menunjukkan bahwa cuci tangan dengan air mengalir saja tanpa
menggunakan antiseptik meningkatkan jumlah koloni kuman 53,8 dari jumlah semula.
Universitas Sumatera Utara
70
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN