Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2016

(1)

LAMPIRAN 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LEMBAR OBSERVASI

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN JUMLAH KOLONI KUMAN PADA TELAPAK TANGAN PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT MARTHA

FRISKA MEDAN TAHUN 2016 A. Maksud Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat kelulusan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, dimana tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Rumah Sakit Martha Friska Medan tahun 2016. Untuk melengkapi data kuesioner ini akan dilakukan wawancara dan observasi pada perawat serta dilakukan pengambilan swab usap pada telapak tangan perawat yang melakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun dan hand sanitizer. Partisipasi Bapak/Ibu/Sdr/Sdri adalah sukarela dan bila tidak berkenan sewaktu-waktu dapat menolak tanpa dikenakan sanksi apapun. Bila Bapak/Ibu/Sdr/Sdri memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai survei ini, dapat menghubungi :

Hana Novelina Siringoringo, Jurusan Kesehatan Lingkungan HP 082276200194 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) (INFORMED CONSENT)

Saya telah mendapatkan penjelasan secara rinci dan mengerti mengenai studi “Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat” yang dilakukan oleh saudari Hana Novelina S. saya mengerti bahwa partisipasi saya dilakukan secara sukarela.

Pernyataan bersedia diwawancara Nama responden :

Umur :

Jenis kelamin : Tingkat pendidikan : Lama bekerja : Tanda Tangan :


(2)

LAMPIRAN 1

A. Lembar Observasi Perilaku Cuci Tangan oleh Perawat di Ruangan Rawat Inap Berilah tanda checklist () pada kolom di bawah yang sesuai dengan tindakan yang dilakukan perawat dengan pilihan sebagai berikut :

B. Lembar Observasi Langkah-Langkah Cuci Tangan Menggunakan Sabun dan hand Sanitizer

Berilah tanda checklist () pada kolom di bawah yang sesuai dengan tindakan yang dilakukan perawat dengan pilihan sebagai berikut :

No

Pernyataan

Ya Tidak

A. Cuci tangan

1. Mencuci tangan sebelum kontak langsung dengan pasien. 2. Mencuci tangan setelah kontak langsung dengan pasien. 3. Sebelum dan sesudah menyentuh benda-benda disekeliling

pasien.

4. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, secret, ekskresi, kulit yang tidak utuh.

5. Sebelum dan setelah melakukan tindakan pada pasien seperti membenahi tempat tidur.

6. Sebelum dan setelah ke ruang isolasi untuk mengurangi resiko infeksi untuk klien tanpa memandang jenis isolasi. 7. Sebelum dan sesudah bertugas di rumah sakit.

8. Menggunakan sabun dan tidak dengan handsanitizer.

No Pernyataan Ya Tidak

A Mencuci tangan dengan Hand Sanitizer 1. Tuangkan alkohol ketelapak tangan secukupnya. 2. Menggosok kedua telapak tangan.

3. Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan/sebaliknya.

4. Menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari. 5. Menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan.

6. Menggosok ibu jari kiri dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.

7. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan ditelapak tangan kiri dan lakukan sebaliknya.


(3)

B Mencuci tangan dengan sabun dan air

1. Basuh tangan dengan air dan tuangkan sabun secukupnya.

2. Ratakan dengan kedua telapak tangan, menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.

3. Menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.

4. Menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci. 5. Menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan

lakukan sebaliknya.

6. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan ditelapak tangan kiri dan sebaliknya.

7. Bilas kedua tangan dengan air, keringkan dengan tissue/serbet sekali pakai sampai benar-benar kering.


(4)

LAMPIRAN 2

PRINT OUT DATA SPSS 1. Karakteristik Responden

jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 1 3.3 3.3 3.3

perempuan 29 96.7 96.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Umur (tahun)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ≤25 9 30.0 30.0 30.0

26-30 11 36.7 36.7 66.7

≥31 10 33.3 33.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

tingkat pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid D3 25 83.3 83.3 83.3

S1 5 16.7 16.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Lama kerja (tahun)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ≤5 21 70.0 70.0 70.0

5-10 8 26.7 26.7 96.7

≥11 1 3.3 3.3 100.0


(5)

PRINT OUT DATA SPSS 2. Perilaku Cuci Tangan

perilaku1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 1 3.3 3.3 3.3

Ya 29 96.7 96.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

perilaku2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 2 6.7 6.7 6.7

Ya 28 93.3 93.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

perilaku3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 11 36.7 36.7 36.7

Ya 19 63.3 63.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

perilaku4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 2 6.7 6.7 6.7

Ya 28 93.3 93.3 100.0


(6)

PRINT OUT DATA SPSS perilaku5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 2 6.7 6.7 6.7

Ya 28 93.3 93.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

perilaku6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 11 36.7 36.7 36.7

Ya 19 63.3 63.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

perilaku7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 5 16.7 16.7 16.7

Ya 25 83.3 83.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

perilaku8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 22 73.3 73.3 73.3

Ya 8 26.7 26.7 100.0


(7)

PRINT OUT DATA SPSS langkah1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 30 100.0 100.0 100.0

langkah2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 30 100.0 100.0 100.0

langkah3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 6 20.0 20.0 20.0

Ya 24 80.0 80.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

langkah4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 4 13.3 13.3 13.3

Ya 26 86.7 86.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

langkah5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 9 30.0 30.0 30.0

Ya 21 70.0 70.0 100.0


(8)

PRINT OUT DATA SPSS

langkah6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 9 30.0 30.0 30.0

Ya 21 70.0 70.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

langkah7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 6 20.0 20.0 20.0

Ya 24 80.0 80.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

langkah8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 27 90.0 90.0 90.0

Ya 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Skor

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 11 36.7 36.7 36.7

Ya 19 63.3 63.3 100.0


(9)

PRINT OUT DATA SPSS

1. Hasil Uji Chi Square

skork * jumlahK Crosstabulation

Count jumlahK

Total

0 1

skork 0 1 10 11

1 19 0 19

Total 20 10 30

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 25.909a 1 .000

Continuity Correctionb 21.980 1 .000

Likelihood Ratio 31.489 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 25.045 1 .000 N of Valid Cases 30

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.67. b. Computed only for a 2x2 table


(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

(22)

(23)

(24)

LAMPIRAN 7

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Pengambilan Sampel Swab Usap pada Telapak Tangan Perawat


(25)

Gambar 3. Tempat Cuci Tangan & Sabun Cuci Tangan


(26)

Gambar 5. Handsanitizer & Poster Prosedur Penggunaan Handsanitizer


(27)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta Benjamin., DT., 2010. Introduction to Handsanitizers. CDC., 2009. Hand Sanitizer Ingredients.

http://www.hand-sanitizer-dispenser-review.com/hand-sanitizer-ingredients.html

Darmadi., 2008. Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Depkes RI dalam Novi Hediyani. (2012). Manfaat Mencuci Tangan bagi Kesehatan. http://www.dokterku-online.com/index.php/article/88-manfaat-mencuci-tangan-bagi-kesehatan. diakses pada 25 Mei 2016.

Elliot, Tom, Tony Worthington, Husam Osman, Martin Gill., 2009. Edisi Keempat. Mikrobiologi Kedokteran & Infeksi. Jakarta : Penerbit Buku Kedoteran EGC. Fierer N, Costello EK, Lauber CL, Hamady M, Gordon JI, et al.,2009. Bacterial Variation in Human Body Habitats Across Space and Time. Science 326:1694-1967.

Fukuzaki, S., 2006. Mechanisms of Actions of Sodium Hypoclorite in Cleaning and Disinfection Processes. Biocontrol Sci. 11:147.

Girou, E, Loyeau S, Legrand P, Oppein F, Buisson CB., 2009. Efficacy of Handrubing with an Alcohol Based Solution versus Standard Handwashing with Antiseptic Soap : randomized clinical trial. BMJ 325 : 362-5.

Handoko, T. H.(2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.

Jogjakarta:BPFE.

Https://id.m.wikipedia.org/wiki/Antiseptik. Diakses 4 Mei 2016.

Jawetz, Melnick, and Adelberg’s., 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Alih bahasa oleh: Hartanto Huriawati, Rachman Chaerunnisa, Dimanti Alifa, dan Diani Aryana. Jakarta : Salemba Medika.

Jawetz, Melnick, and Adelberg’s., 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Penerjemah : Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta : Salemba Medika.

Karsinah, H.; Lucky, H.M.; Chatim, A.; Suharto dan Mardiastuti, H.W., 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi oleh: Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Binarupa Aksara.

Liu Pengbo., Yuen Yvonne., Hsiao Hui-Mien., Jaykus Lee-Ann., 2010. Effectiveness of Liquid Soap and Hand Sanitizer against Norwalk Virus on Contaminated Hands, Appl. Environ.Microbiol ; 76(2):394-399.

McDonnell, G., and A. D. Russell., 1999. Antiseptics and Desinfectants : Activity, Action, and Resistance. Clin. Microbiol. Rev. 12:147-179.


(28)

Notoatmodjo ,S., 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Edisi revisi 2012. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo ,S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pelcjar M., 1986. Dasar – dasar Mikrobiologi 1, Megraw Hill Book Company,

Universitas Indonesia. Jakarta.

Perdalin, 2010. Handout Pengendalian Infeksi Nosokomial.Jakarta.

Pittet D., 2001. Improving Adherence to Hand Hygiene Practice: A Multidisiplinary Approach. Emerging Infectious Desease ; 7(2): 234-240.

Potter, P.A, & Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC

Pratiknya A.W., 2007. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.

Putri, Ravenala Honesty., 2014. Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan Menggunakan Sabun dan Air dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang Tahun 2014.

Robbin. P.S.(2002). Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Edisi kelima, Penerbit, Erlangga, Jakarta.

Sastroasmoro ,Sudigdo., 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Soekodjo, Notoatmodjo., 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sunaryo ., 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Supeni, Meila. 2009. Hubungan Antara Perilaku Cuci Tangan Perawat dengan Pertumbuhan Bakteri Aerob Penyebab Infeksi Nosokomial. Publikasi UMY Vol 8 no 9. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadyah Yoryakarta. Susiati, (2008). Keterampilan Keperawatan Dasar Paket 1. Jakarta: Erlangga.

Wolff L.U., Weitzel M.H., dan Fuerst E.V., 1984. Dasar-dasar Ilmu Keperawatan. Edisi keenam. Penterjemah: Kustinyatih Moctar & Djamaludin H, PT Gunung Agung. Jakarta.

World Health Organization (WHO)., 2006. Five Moments for Hand Hygiene. .Diakses 15 November 2015; http://who.int/gpsc/tools/Fivemoments/en/.

Wulandari, Suci. 2001. Pengaruh Cara Mencuci Tangan Terhadap Perubahan Jumlah Koloni Kuman Pada Paramedis di RSU Kota Semarang. Skripsi, Jurnal FKM Undip E2A096053.


(29)

45

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakaan metode Analitik Observasional dengan rancangan cross sectional untuk mengetahui hubungan perilaku cuci tangan dengan jumlah koloni kuman pada telapak tangan perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Oktober 2016 di Rumah Sakit Martha Friska Medan. Adapun pertimbangan pemilihan rumah sakit tersebut karena belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan perilaku perawat dengan jumlah koloni kuman pada telapak tangan perawat yang bertugas di ruang rawat inap.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan sebanyak 115 perawat.

3.3.2 Sampel

Menurut Arikunto (2010), sampel adalah sebagian atau wakil populasi. Bila populasi lebih dari 100, maka pengambilan sampel dapat diambil 10% - 15% atau 20% - 25%. Maka peneliti mengambil 25% dari 115 orang sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang.


(30)

46

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria Inklusi

 Perawat yang sedang bertugas di ruang rawat inap shift pagi pada pengambilan sampel swab usab pada telapak tangan.

Kriteria Ekslusi

 Perawat yang tidak bertugas di ruang rawat inap pada shift pagi pada saat pengambilan sampel swab usab pada telapak tangan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data diperoleh dengan data sekunder terkait data demografis dan data primer yang dilakukan dengan pengamatan/observasi secara langsung kepada perawat yang bertugas di ruang rawat inap. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan:

a. Lembar Observasi

Observasi merupakan sebuah pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan panca indera. Menurut Arikunto (2010), lembar observasi digunakan untuk mengukur perilaku cuci tangan pada perawat. Jenis observasi yang dilakukan adalah observasi sistematis yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan. Observasi menggunakan 16 pernyataan, dengan jawaban benar diberi skor 1 bila jawaban dilakukan dan 0 bila jawaban tidak dilakukan.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengambil data-data dari dokumentasi, catatan-catatan dan administrasi yang


(31)

47

menyangkut dengan masalah yang diteliti. Dokumentasi yang dimaksud adalah berupa data demografis rumah sakit, penelitian-penelitian terdahulu yang menyangkut perilaku cuci tangan pada perawat.

c. Pengambilan Sampel pada Telapak Tangan Perawat

Pengambilan sampel swab usap pada telapak tangan perawat di ruang rawat inap rumah sakit Martha Friska Medan yaitu ruangan Lantai 1D, Lantai 3A dan 3C, Lantai 4A dan 4C, lantai 5A dan 5C, dan Lantai 6A. Sampel yang diambil didapatkan dari hasil usapan pada telapak tangan kanan perawat. Pemilihan telapak tangan kanan karena tangan kanan lebih banyak melakukan aktivitas dibandingkan dengan tangan kiri.

 Alat untuk kultur: 1. Kapas lidi steril 2. Ose

3. Toples 4. Kotak es 5. Pipet pasteur 6. Cawan petri steril 7. Lampu spiritus 8. Mikroskop

 Bahan untuk kultur:

1. Specimen kuman dari tangan perawat 2. Larutan NaCl


(32)

48

 Cara pengambilan sampel

Sampel swab pada telapak tangan perawat diambil setelah perawat melakukan kontak langsung dengan pasien dengan atau tanpa melakukan cuci tangan, pengambilan swab usap pada telapak tangan diambil menggunakan kapas lidi yang sudah disterilkan.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel penelitian ini adalah :

a) Variabel terikat : Jumlah koloni kuman b) Variabel bebas : Perilaku cuci tangan 3.5.2 Definisi Operasional

1. Perilaku cuci tangan perawat adalah tindakan atau keterampilan perawat untuk membersihkan tangan dari segala macam mikroorganisme yang bertujuan untuk mengurangi jumlah koloni kuman pada telapak tangan. Perilaku cuci tangan dalam penelitian ini digolongkan menjadi 2 yaitu : perilaku baik dan kurang baik.

2. Perawat adalah tenaga paramedik yang membantu melaksanakan asuhan keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap.

3. Jumlah koloni kuman adalah jumlah bakteri yang dihitung pada perbenihan media TSA dengan satuan Coloni Forming Unit (CFU/cm2). 3.6 Metode Pengukuran

1. Cara Mengukur Perilaku Cuci Tangan Perawat

Perilaku dapat diukur dengan pemberian skor terhadap jumlah lembar observasi yang telah diberi bobot. Jumlah pernyataan keseluruhan adalah


(33)

49

sebanyak 16. Dimana jika perawat melakukan cuci tangan setelah kontak dengan pasien maupun tidak melakukan cuci tangan setelah kontak dengan pasien, jumlah pernyataan yang akan diobservasi sebanyak 16 pernyataan. Teknik penskalaan yaitu dengan butir-butir kategori untuk jawaban “ya” mendapat nilai 1 jika dilakukan dan “tidak” mendapat nilai 0 jika tidak dilakukan. Sehingga skor tertinggi adalah 16.

Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu:

a. Tingkat perilaku baik apabila jawaban responden >75% atau jumlah pernyataan yang dilakukan dengan skor >12 dari semua pernyataan yang ada. b. Tingkat perilaku kurang baik, apabila jawaban responden <75% atau jumlah

pernyataan yang dilakukan dengan skor <12 dari semua pernyataan yang ada. 2. Cara Pengukuran Angka Kuman

Pengukuran angka kuman dengan metode streak plate dengan langkah-langkah sebagai berikut :

 Mengambil satu ose steril standard, kemudian dimasukkan ke dalam cairan sampel.

 Mengambil sampel dengan ose standar yang steril. Selanjutnya digoreskan pada media TSA.

 Dilakukan inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.

 Setelah diinkubasi, koloni yang tumbuh pada media TSA dihitung jumlahnya.

 Perhitungan angka kuman menurut rumus sebagai berikut : Angka Kuman = n x 0,02 x 500 CFU/cm2


(34)

50

Keterangan : n adalah jumlah koloni yang dihitung. Karena dalam perhitungan menggunakan luas permukaan dalam sentimeter (cm2) yaitu 4cm2. 3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis agar memberikan arti yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian ini. 3.7.1. Pengolahan Data

Menurut Muchamad Fauzi (2009), data yang diperoleh di lapangan diolah menggunakan computer yang dilakukan melalui proses dengan tahapan sebagai berikut :

a. Editing

Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan, karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul tersebut tidak logis dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan yang terdapat pada pencatatan yang ada di lapangan dan bersifat koreksi.

b. Coding

Coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban para responden menurut macamnya. Klasifikasi ini dilakukan dengan manandai atau memberi kode pada setiap jawaban para responden.

c. Tabulasi

Pada tahap ini diperlukan ketelitian dan kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan khususnya dalam tabulasi silang. Tabel tabulasi dapat berbentuk tabel pemindahan, tabel biasa, dan tabel analisis.


(35)

51

3.7.2 Analisa Data

Analisis data dalam penelitian ini adalah : a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini analisis data dengan metode statistik univariat akan digunakan untuk menganalisis variabel inndependen (perilaku cuci tangan perawat) dan variabel dependen (jumlah koloni kuman). Data ini akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (Setiadi, 2007).

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat adalah suatu prosedur yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Melihat kedua pengaruh variabel independen dan dependen digunakan uji Chi-Square. Analisa dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan program komputerisasi untuk melihat hubungan antara perilaku cuci tangan terhadap jumlah koloni kuman pada telapak tangan perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan.


(36)

BAB IV

HASIL

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi

Rumah Sakit Martha Friska berdiri sejak tanggal 2 Maret 1981 yang dikategorikan sebagai Rumah Sakit Umum Swasta Utama setara dengan Kelas B Non Pendidikan yang berada di JL. Yos Sudarso No. 91 Brayan Kota, kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit Martha Friska dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan Direktur Utama.

Rumah Sakit Martha Friska merupakan rumah sakit swasta yang melayani masyarakat umum dan karyawan-karyawan perusahaan serta keluarganya di daerah Sumatera Utara bahkan sebagian dari Propinsi Nangroe Aceh Darussalam.

Pada tahun 2004, RS. Martha Friska telah diakreditasi (KARS) Depkes RI dengan status Terakreditasi penuh untuk lima pelayanan (Tingkat Dasar) sesuai keputusan Menteri Kesehatan RI No.HK.00.06.3.5.3709 tanggal 21 Desember 2004. Kemudian pada tahun 2011 RS. Martha Friska juga telah Terakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit dan Sarana Kesehatan lainnya (KARS) Depkes RI dengan status Terakreditasi Penuh Tingkat lengkap untuk 16 pelayanan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.03.05/III/761/II tanggal 23 Maret.


(37)

53

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Responden

Responden di Rumah Sakit Martha Friska Medan berjumlah 115 orang, gambaran karakteristik yang disajikan terdiri dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan lama kerja yang berbeda-beda. Secara lengkap komposisi responden menurut struktur dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Karakteristik Responden di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 1 3,3

Perempuan 29 96,7

Total 30 100,0

Umur Frekuensi(n) Persentase (%)

≤25 9 30,0

26-30 11 36,7

≥31 10 33,3

Total 30 100,0

Tingkat Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)

D-III Keperawatan 25 83,3

S1 5 16,7

Total 30 100,0

Lama Kerja (Tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)

≤5 21 70,0

5-10 8 26,7

≥11 1 3,3

Total 30 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa responden pada umumnya berjenis kelamin perempuan (96,7%). Lebih banyak responden berumur 26-30 tahun (36,7%). Sebagian besar responden lulusan D-III Keperawatan (83,3%) dan sebagian besar responden bekerja ≤5 tahun (70,0%).


(38)

54

4.2.2 Perilaku Cuci Tangan pada Perawat yang Bertugas di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan.

Perilaku cuci tangan responden di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan yang di observasi dalam penelitian ini meliputi, perilaku cuci tangan dan langkah-langkah mencuci tangan responden dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Perilaku Cuci Tangan

No. Mencuci Tangan Ya Tidak

n % n %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Sebelum kontak langsung dengan pasien. Setelah kontak langsung dengan pasien. Sebelum dan sesudah menyentuh benda-benda disekeliling pasien.

Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, secret, ekskresi, kulit yang tidak utuh, dan benda yang terkontaminasi dengan atau tidak menggunakan sarung tangan.

Sebelum dan setelah melakukan tindakan pada pasien seperti membenahi tempat tidur.

Sebelum masuk ke ruang isolasi untuk mengurangi resiko infeksi untuk klien tanpa memandang jenis isolasi.

Sebelum dan setelah bertugas di rumah sakit.

Menggunakan sabun dan tidak dengan handsanitizer. 29 28 19 28 28 19 25 8 96,7 93,3 63,3 93,3 93,3 63,3 83,3 26,7 1 2 11 2 2 11 5 22 3,3 6,7 36,7 6,7 6,7 36,7 16,7 73,3


(39)

55 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

(1) Tuangkan alkohol ke telapak tangan secukupnya.

(2) Basuh tangan dengan air dan tuangkan sabun secukupnya.

Menggosok kedua telapak tangan.

(1) Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan/sebaliknya.

(2) Menggosok punggung, kedua telapak tangan dan sela-sela jari tangan kiri/sebaliknya.

(1) Menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.

(2) Menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.

(1) Menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.

(2) Menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan/sebaliknya. (1) Menggosok ibu jari kiri berputar dalam

genggaman tangan kanan/sebaliknya. (2) Gosokkan dengan memutar ujung

jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri/sebaliknya.

(1) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri/sebaliknya.

(2) Bilas kedua tangan dengan air, keringkan dengan tissue/serbet sekali pakai sampai benar-benar kering. (1) Keringkan kedua tangan selama 20-30

detik.

(2) Gunakan tissue/serbet sekali pakai untuk menutup kran.

30 30 24 26 21 21 24 3 100,0 100,0 80,0 86,7 70,0 70,0 80,0 10,0 - - 6 4 9 9 6 27 - - 20,0 13,3 30,0 30,0 20,0 90,0

Keterangan : (1) Jika menggunakan handsanitizer (2) Jika menggunakan sabun


(40)

56

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa hasil observasi tindakan mencuci tangan, pada umumnya responden melakukan cuci tangan sebelum kontak langsung dengan pasien (96,7%), pada umumnya responden mencuci tangan setelah kontak langsung dengan pasien (93,3%) dan pada umumnya responden mencuci tangan setelah menyentuh cairan tubuh dan kulit yang tidak utuh (93,3%). Pada umumnya responden melakukan tindakan cuci tangan sebelum dan setelah membenahi tempat tidur (93,3%)

Berdasarkan hasil observasi sebagian besar responden mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh benda disekeliling pasien (63,3%) dan sebelum masuk keruang isolasi (63,3%). Hasil observasi pada perawat tentang mencuci tangan sebelum pulang dinas, pada umumnya responden melakukan cuci tangan (83,3%) dan lebih sedikit responden yang mencuci tangan menggunakan sabun dibandingkan dengan yang menggunakan handsanitizer (26,7%).

Dari persentasi distribusi proporsi yang ditampilkan pada tabel di atas maka dapat diinterpretasikan bahwa pada umumnya responden melakukan cuci tangan sebelum kontak langsung dengan pasien dan lebih sedikit responden yang mencuci tangan menggunakan sabun dibandingkan dengan yang menggunakan handsanitizer.

Hasil observasi tentang langkah-langkah mencuci tangan dapat dilihat bahwa seluruh responden telah melakukan cuci tangan langkah 1 dan langkah 2, pada umumnya responden melakukan cuci tangan langkah 3 (80,0%), langkah 4 (86,7%), dan langkah 7(80,0%). Sebagian besar responden melakukan cuci tangan


(41)

57

langkah 5 yaitu (70,0%) dan langkah 6 (70,0%), sedangkan lebih sedikit responden yang melakukan cuci tangan langkah 8 (10,0%).

Berdasarkan hasil observasi tentang langkah-langkah mencuci tangan diatas, dapat dilihat bahwa seluruh responden belum melakukan langkah-langkah cuci tangan sesuai dengan prosedur cuci tangan yang benar mulai dari langkah 1 sampai dengan langkah 8.

Maka, berdasarkan tabel hasil observasi tentang perilaku cuci tangan di atas, dapat diketahui perilaku cuci tangan pada perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut. Tabel 4.3 Distribusi Perilaku Cuci tangan Responden yang Bertugas di

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2016

Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku cuci tangan pada kategori baik (63,3%), sedangkan lebih sedikit responden dengan kategori perilaku yang kurang baik (36,7%). Dikatakan kurang baik karena pada hasil observasi tidak melakukan cuci tangan setiap kali saat setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien, saat sebelum dan setelah ke ruang isolasi. Pada langkah cuci tangan belum melakukan langkah-langkah cuci tangan sesuai dengan prosedur seperti menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan dan menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan/sebaliknya, menggosok dengan memutar ujung-ujung jari tangan kanan No. Perilaku Cuci Tangan Perawat Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Baik 19 63,3

2. Kurang Baik

11 36,7


(42)

58

ditelapak tangan kiri/sebaliknya, dan mengeringkan kedua telapak tangan 20-30 detik dan menggunakan tissue/serbet untuk menutup kran.

4.2.3 Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan.

Tabel 4.4 Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan.

Sampel Jumlah Koloni Kuman (CFU/cm2)

Keterangan

1 700 Normal

2 400 Normal

3 <10 Normal

4 20 Normal

5 30 Normal

6 10 Normal

7 10 Normal

8 <10 Normal

9 10 Normal

10 <10 Normal

11 <10 Normal

12 30 Normal

13 10 Normal

14 10 Normal

15 <10 Normal

16 <10 Normal

17 10 Normal

18 <10 Normal

19 10 Normal

20 <10 Normal

21 50 Normal

22 150 Normal

23 20 Normal

24 40 Normal

25 10 Normal

26 150 Normal

27 <10 Normal

28 <10 Normal

29 10 Normal

30 <10 Normal

Jumlah 30


(43)

59

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, dapat dilihat bahwa seluruh responden memiliki jumlah kuman pada tangan masih normal. Sebagian besar responden (66,7%) memiliki jumlah koloni kuman ≤10 CFU/cm2 dan hanya 4 responden (13,3%) yang terdapat jumlah koloni kuman >100 CFU/cm2 setelah melakukan kontak dengan pasien.

4.3 Analisis Bivariat

4.3.1 Hubungan Perilaku Cuci Tangan Perawat dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Rumah Sakit Martha Friska Medan.

Tabel 4.5 Hasil Uji Chi Square

Variabel Jumlah Koloni Kuman Total p

≤10

(CFU/cm2)

>10 (CFU/cm2)

n % n % n %

Perilaku cuci tangan: 1. Baik

2. Kurang Baik

19 1 100,0 9,1 0 10 0,0 90,9 19 11 100,0

100,0 0.001

Jumlah 20 66,7 10 33,3 30 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa responden dengan perilaku cuci tangan yang baik seluruhnya memiliki jumlah koloni kuman ≤10 CFU/cm2 sebanyak 19 orang. Sedangkan responden dengan perilaku cuci tangan yang kurang baik pada umumnya memiliki jumlah kuman >10 CFU/cm2 sebanyak 10 orang.

Berdasarkan hasil uji Chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku cuci tangan dan jumlah koloni kuman dengan p= 0,001.


(44)

BAB V

PEMBAHASAN

Perilaku cuci tangan merupakan tindakan atau keterampilan perawat untuk membersihkan tangan dari segala macam mikroorganisme yang bertujuan untuk mengurangi jumlah koloni kuman pada telapak tangan. Perilaku cuci tangan diukur dengan menggunakan lembar observasi berdasarkan World Health Organization tentang 5 Moments for Hand Hygiene tahun 2006, yang meliputi sebelum menyentuh pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah kontak dengan cairan tubuh, setelah menyentuh pasien, dan setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien. Hal ini sejalan dengan Standar Prosedur Operasional yang ada di Rumah Sakit Martha Friska yaitu sesuai dengan Keputusan Direktur Utama No. 001/SK/MF/VIII/2015 tentang Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (Poin II.2.) dan berdasarkan Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan Rumah Sakit dalam Peranan Petugas dalam Pengelolaan Lingkungan Rumah Sakit yang meliputi cuci tangan sebelum dan setelah keluar ruang isolasi. Sedangkan untuk prosedur mencuci tangan diukur dengan menggunakan lembar observasi berdasarkan World Health Organization tahun 2009 tentang langkah-langkah mencuci tangan yang benar.

5.1 Perilaku Cuci Tangan Oleh Perawat Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2016

Berdasarkan hasil penelitian, perilaku cuci tangan perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan dapat diketahui bahwa


(45)

61

perawat sebagian besar memiliki perilaku yang baik (63,3%) dan masih ada perawat yang memiliki perilaku yang kurang baik (36,7%). Dikatakan baik karena telah melakukan cuci tangan menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik pada momen-momen cuci tangan dan melakukan langkah-langkah cuci tangan dengan baik. Ini dikarenakan perawat telah memahami pentingnya pencegahan infeksi nosokomial serta salah satu cara untuk melindungi diri dari penyakit menular dan menaati peraturan yang berlaku di rumah sakit Martha Friska Medan tentang five moments for hygiene. Maka dari itu diperlukan juga pengawasan yang efektif terhadap perawat yang melaksanakan tindakan cuci tangan selama asuhan keperawatan. Hal ini juga dipengaruhi oleh usia perawat yang lebih banyak berumur 26-30 tahun (36,7%) yang berarti usia tersebut masih dapat menerima suatu bentuk aturan-aturan dari Rumah Sakit.

Menurut Robbin (2002) bahwa faktor usia pada pelaksanaan kinerja sangat erat kaitannya, alasannya adalah adanya keyakinan yang meluas bahwa pelaksanaan kinerja menurun akibat bertambahnya usia. Pada pekerja yang berusia tua dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru.

Selain itu, tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung mengharuskan perawat untuk selalu cuci tangan menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik saat akan melakukan asuhan keperawatan dari pasien satu ke pasien yang lainnya agar tidak terjadi perpindahan bakteri pathogen yang dapat menyebabkan infeksi. Seperti, pada masing-masing troli yang biasanya digunakan oleh perawat untuk membawa peralatan pemeriksaan, obat-obat an, tensimeter, dan peralatan keperawatan lainnya tersedia 1 botol hand sanitizer,


(46)

62

sehingga perawat dapat dengan mudah menggunakan hand sanitizer untuk cuci tangan dan pada setiap ruangan rawat inap tersedia wastafel, sabun cuci tangan, dan hand sanitizer.

Dikatakan kurang baik karena perawat tidak melakukan cuci tangan pada momen-momen cuci tangan dan belum melakukan langkah-langkah cuci tangan dengan baik setiap kali melakukan asuhan keperawatan. Seperti, tidak melakukan cuci tangan setiap kali saat setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien, saat sebelum dan setelah ke ruang isolasi. Pada langkah cuci tangan belum melakukan langkah-langkah cuci tangan sesuai dengan prosedur seperti menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan dan menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan/sebaliknya, menggosok dengan memutar ujung-ujung jari tangan kanan ditelapak tangan kiri/sebaliknya, dan mengeringkan kedua telapak tangan 20-30 detik dan menggunakan tissue/serbet untuk menutup kran.

Masih adanya perawat yang tidak melakukan cuci tangan saat memasuki ruang isolasi dan setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien seperti setelah memeriksa infus, menyentuh tempat tidur saat pasien, dan memeriksa gips. Perawat lebih banyak mencuci tangan saat telah berada di dalam ruang isolasi pada saat akan melakukan kontak dengan pasien dan setelah keluar ruang isolasi. Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukan cuci tangan yaitu untuk mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan, mencegah infeksi silang (cross infection), menjaga kondisi steril, melindungi diri dan pasien dari infeksi, memberikan perasaan segar dan bersih. Oleh sebab itu, perawat yang akan melakukan kontak


(47)

63

dengan pasien sebelum masuk ataupun keluar dari ruang isolasi harus sudah dalam keadaan steril, agar tidak menyebarkan kuman penyebab infeksi. Menurut Tom Elliot, dkk (2013), tangan harus dicuci sebelum dan sesudah masuk ke ruangan isolasi untuk mencegah terjangkit infeksi.

Hal ini dikarenakan perawat belum memahami akan bahaya infeksi nosokomial yang akan terjadi, serta kurang patuhnya terhadap peraturan yang berlaku di rumah sakit Martha Friska Medan tentang five moments hand hygiene. Ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan perawat pada umumnya D3 Keperawatan

(83,3%) dan lama bekerja perawat sebagian besar ≤5 tahun (70,0%). Hal ini

berarti usia, pendidikan dan lama kerja tidak dapat mendukung pelaksanaan tindakan cuci tangan perawat. Menurut Handoko (2001), bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan kerja seseorang. Oleh karena pendidikan adalah langkah awal untuk melihat melihat kemampuan seseorang.

Pentingnya mencuci tangan menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik saat melakukan asuhan keperawatan termasuk saat setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien adalah untuk menghindari perawat maupun setiap orang yang berada di lingkungan rumah sakit dari mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit infeksi. Kuman yang berasal dari mikroorganisme (misal: secret traktus, respiratorius, luka dan lesi kulit lain, urin, tinja) dapat dipindahkan kepada orang lain secara langsung maupun melalui vektor misalnya tangan pertugas kesehatan atau benda, seperti instrument bedah, peralatan, perlengkapan medis (Tom Elliott dkk, 2013).


(48)

64

Menurut Novi (2012), menyatakan bahwa kebersihan tangan adalah elemen inti untuk melindungi pasien terhadap infeksi nosokomial. Untuk dapat mencegah infeksi nosokomial adalah dengan tindakan cuci tangan sebelum operasi atau cuci tangan dan pakai masker dalam merawat penderita dari yang satu pindah ke yang lainnya (Suharto dkk, 1993).

Pada umumnya perawat mencuci tangan sebelum dan setelah bertugas di rumah sakit. Perawat melakukan cuci tangan terlebih dahulu untuk meminimalisir dan menghilangkan keberadaan kuman yang terdapat pada tangan sehingga dapat mengurangi kemungkinan peyebaran kuman kepada perawat dan keluarga yang ada dirumah. Namun masih ada perawat yang tidak mencuci tangan saat setelah bertugas di rumah sakit Karena setelah bertugas perawat memang melakukan cuci tangan dan setelah itu tidak langsung pulang, masih berada di lingkungan rumah sakit. Sebelum akhirnya kembali kerumah, dan pada saat itu perawat tidak mencuci kembali tangannya.

Mencuci tangan setiap kali sebelum dan setelah kontak dengan pasien, sebelum dan setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien, setelah meyentuh darah, cairan tubuh dan kulit yang tidak utuh, sebelum dan setelah membenahi tempat tidur pasien, sebelum dan setelah ke ruang isolasi dan setelah bertugas, dapat mengurangi kontaminasi tangan terhadap kuman, sehingga perawat yang lebih sering melakukan cuci tangan pada momen-momen tersebut lebih sedikit kemungkinan untuk terkontaminasi kuman yang banyak.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ravenala (2014) menujukkan bahwa ada hubungan frekuensi cuci tangan dengan jumlah koloni kuman pada telapak


(49)

65

tangan. Frekuensi mencuci tangan berpengaruh terhadap keberadaan mikroorganisme. Cuci tangan yang sering dilakukan akan mengurangi penyebaran infeksi dari kedua belah tangan petugas kesehatan. Frekuensi berkaitan erat dengan derajat kontaminasi sesuai dengan kontak. Apabila semakin banyak melakukan kontak baik dengan pasien, dengan petugas medis lain, maupun kontak dengan alat-alat medis, berarti derajat kontaminasinya semakin tinggi dan jumlah mikroorganisme juga semakin banyak. Oleh karena itu frekuensi mencuci tangan juga semakin tinggi. Apabila tangan kotor dan terkontaminasi, dan tidak segera dilakukan cuci tangan, maka kuman bisa berkembangbiak dengan cepat dan membuat jumlahnya semakin banyak di tangan.

Hasil penelitian mengenai langkah-langkah cuci tangan yang benar sesuai dengan yang telah dianjurkan oleh World Health Organization (2009), diketahui bahwa sebagian besar perawat telah melakukan langkah cuci tangan yang baik yaitu menuangkan alkohol/sabun ke telapak tangan secukupnya, menggosok kedua telapak tangan, menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan/sebaliknya, menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari. Namun untuk langkah cuci tangan dalam menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan (70,0%) dan menggosok ibu jari kiri dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya (70,0%), hal ini dikarenakan perawat tidak menganggap pentingnya mencuci tangan sesuai dengan prosedur, sekalipun telah tersedia media informasi untuk prosedur mencuci tangan. Perilaku perawat tentang cuci tangan untuk langkah terakhir yaitu untuk hand sanitizer sebagian besar perawat tidak mengeringkan kedua tangan selama 20-30 detik (10%), namun hanya


(50)

66

beberapa detik dan sebentar. Pada keadaan tangan yang belum kering, perawat melakukan perawatan kepada pasien seperti tensi, memeriksa infus, memberikan obat. Sedangkan cuci tangan menggunakan sabun, perawat yang menggunakan tissue/serbet untuk menutup kran sebanyak 3 orang, dikarenakan perawat tidak menganggap penting menutup kran menggunakan tissue/serbet untuk menutup kran. Padahal jika kran tersebut terkontaminasi dengan kuman, maka tangan yang tadinya sudah bersih di cuci dengan menggunakan sabun dapat terkontaminasi lagi oleh kuman yang terdapat pada kran air. Sehingga sekalipun perawat telah melakukan cuci tangan menggunakan sabun, masih memungkinkan terdapatnya kuman pada tangan.

Perilaku perawat terhadap langkah-langkah cuci tangan dapat disimpulkan bahwa seluruh perawat masih belum melakukan cuci tangan sesuai dengan langkah-langkah cuci tangan 1 sampai 8 yang telah ditetapkan sekalipun di dekat wastafel dan diatas tempat peletakan hand sanitizer telah disediakan media komunikasi K3 berbentuk poster mengenai langkah mencuci tangan dan langkah penggunaan hand sanitizer. Hal ini dikarenakan perawat tidak menganggap pentingnya mencuci tangan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Padahal melakukan cuci tangan dengan teknik yang benar akan menghilangkan dan mengurangi kuman lebih efektif dibandingkan mencuci tangan tidak sesuai dengan teknik yang benar.

Hasil penelitian yang dilakukan Ravenala (2014) bahwa, ada hubungan antara cara mencuci tangan dengan jumlah koloni kuman pada telapak tangan.


(51)

67

Mencuci tangan haruslah dilakukan dengan teknik yang benar sebab masing-masing langkah cuci tangan memiliki fungsi masing-masing-masing-masing.

5.2 Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan

Dari hasil penelitian, jumlah bakteri pada tangan perawat seluruhnya masih normal, namun ada sebanyak 4 sampel yang hasilnya >100 CFU/Cm2. Ada beberapa perawat yang masih terdapat cukup banyak kuman pada telapak tangannya meskipun telah mencuci tangan. Dimana saat diobservasi, setelah melakukan kontak dengan pasien perawat tidak langsung mencuci tangan setiap kali setelah kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, tetapi mencuci tangan setelah melakukan pemeriksaan pasien keseluruhannya sehingga kuman yang terdapat pada tangan menumpuk dan pada saat setelah mencuci tangan perawat mengeringkan tangan dengan dikipas-kipas dan di lap pada rok, karena tissue yang biasanya digunakan untuk mengeringkan tangan setelah mencuci tangan habis sehingga tangan yang tadinya sudah bersih dapat terkontaminasi kembali kuman yang didapat dari pakaian perawat. Oleh sebab itu, untuk menghindari penyebaran kuman, maka sebelum melakukan pemeriksaan kepada pasien harus mencuci tangan terlebih dahulu menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik.

Berdasarkan hasil observasi jumlah koloni kuman pada telapak tangan perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan diketahui perawat yang tidak melakukan cuci tangan lebih banyak terdapat kuman


(52)

68

pada telapak tangannya, sedangkan perawat yang melakukan cuci tangan, jumlah kuman yang ditemukan lebih sedikit.

Menurut Fierer (2009), banyaknya jumlah bakteri pada tangan tergantung oleh beberapa faktor yaitu, waktu sejak terakhir cuci tangan, mempengaruhi komunitas bakteri di tangan. Faktor yang kedua adalah derajat kontaminasi sesuai dengan kontak. Apabila semakin banyak melakukan kontak baik dengan pasien, dengan petugas medis lain, maupun kontak dengan alat-alat medis, berarti derajat kontaminasinya semakin tinggi dan jumlah mikroorganisme juga semakin banyak. Faktor yang ketiga adalah derajat kerentanan seseorang terhadap mikroorganisme. Semakin tinggi derajat kerentanan seseorang terhadap mikroorganisme maka akan semakin banyak jumlah mikroorganisme yang singgah.

5.3 Hubungan Perilaku Cuci Tangan Perawat dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Rumah Sakit Martha Friska Medan.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku cuci tangan dan jumlah koloni kuman dengan p= 0,001. Perawat dengan perilaku cuci tangan yang baik yaitu dengan melakukan momen-momen cuci tangan menggunakan sabun dengan bahan antiseptik setiap kali (five moments for hand hygiene) saat melakukan asuhan keperawatan dan dilakukan sesuai dengan prosedur cuci tangan yang benar terdapat jumlah kuman yang lebih sedikit (≤10 CFU/cm2) dibandingkan dengan perawat dengan perilaku yang kurang baik yaitu tidak melakukan momen-momen cuci tangan menggunakan sabun dengan bahan antiseptik setiap kali saat melakukan asuhan keperawatan dan tidak mencuci tangan sesuai prosedur akan terdapat jumlah kuman yang lebih


(53)

69

sabun yang mengandung bahan antiseptik dapat menurunkan jumlah kuman ditangan, sehingga jika mencuci tangan lebih sering dilakukan maka kuman tidak akan menumpuk dan berkurang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meila (2009), bahwa terdapat hubungan antara perilaku cuci tangan perawat dengan jumlah bakteri. Jika mencuci tangan hanya dilakukan dengan air saja tanpa menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik, kuman yang terdapat pada tangan tidak akan hilang dan berkurang.

Menurut Girou et al (2002) bahwa cuci tangan menggunakan sabun dapat menurunkan jumlah kuman di tangan hingga 58%. Hasil penelitian Wulandari (2001), menunjukkan bahwa cuci tangan dengan air mengalir saja tanpa menggunakan antiseptik meningkatkan jumlah koloni kuman 53,8% dari jumlah semula.


(54)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perilaku cuci tangan perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan sebagian besar memiliki perilaku yang baik yaitu sebanyak 63,3% perawat dan perawat dengan perilaku yang kurang baik sebanyak 36,7% perawat.

2. Jumlah koloni kuman pada telapak tangan perawat yaitu perawat dengan perilaku baik terdapat jumlah koloni kuman yang lebih sedikit yaitu ≤10 CFU/cm2 sedangkan perawat dengan perilaku cuci tangan kurang baik terdapat jumlah koloni kuman >10 CFU/cm2.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku cuci tangan dengan jumlah koloni kuman pada telapak tangan perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan dengan nilai p=0,001.


(55)

71

6.2 SARAN Bagi Perawat

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan para perawat dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya melaksanakan five moments hand hygiene dan sesuai indikasi di rumah sakit dan melakukan cuci tangan menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik sesuai prosedur selama melakukan asuhan keperawatan agar dapat mengurangi risiko infeksi di lingkungan rumah sakit.

Bagi Pelayanan Kesehatan

Pelaksanaan five moments hand hygiene dan langkah-langkah mencuci tangan sesuai dengan prosedur oleh perawat harus lebih ditingkatkan untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial di pelayanan kesehatan. Dengan memahami dan menyadari pentingnya tindakan tersebut, diharapkan dapat mencegah penyebaran infeksi untuk membantu mengurangi masa rawat pasien dan biaya perawatan yang dibebankan kepada pasien.

Bagi Peneliti Selanjutnya

Masih adanya perawat yang belum melakukan five moments hand hygiene dan langkah-langkah mencuci tangan sesuai dengan prosedur saat melakukan asuhan keperawatan, maka perlu untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perawat dalam melaksanakan five moments hand hygiene dan langkah-langkah mencuci tangan sesuai dengan prosedur. Kesadaran diri petugas dan adanya evaluasi dari pimpinan ruangan, rumah sakit atau pelayanan kesehatan perlu diteliti. Karena dengan tidak ada evaluasi dari pimpinan maka tidak akan dapat meningkat pengetahuan dan


(56)

72

pemahaman perawat akan pentingnya pelaksanaan five moments hand hygiene dan langkah-langkah mencuci tangan sesuai dengan prosedur.


(57)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kuman

Bentuk kehidupan dari dari dunia mikroba yang kali pertama diamati adalah bakteri atau kuman. Bakteri pertama kali diamati oleh seorang Belanda bernama Anthony van Leeuwenhoek pada tahun 1973, ia berhasil menemukan suatu bentuk kehidupan yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang yang kemudian dinamakan animalcules, yang tidak lain bakteri atau kuman (Tim Mikrobiologi FK UI, 2003).

Kuman merupakan istilah awam yang identik dengan bakteri, yaitu organisme bersel satu yang hanya bisa dilihat dengan bantuan mikroskop (http://health.kompas.com/read/2016/07/11/10324630/beda.kuman.virus.bakteri). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kuman adalah nama lain dari bakteri.

2.2 Bakteri 2.2.1 Pengertian

Bakteri adalah sel prokariotik yang khas uniselular dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Sel-selnya secara khas, berbentuk bola seperti batang atau spiral. bakteri yang khas berdiameter sekitar 0,5 sampai 1,0 µm dan panjangnya 1,5 sampai 2,5 µm. Reproduksi terutama dengan pembelahan biner sederhana yaitu suatu proses aseksual. Beberapa bakteri dapat tumbuh pada suhu 0oC, ada yang tumbuh dengan baik pada sumber air


(58)

7

panas yang suhunya 90oC atau lebih. Kebanyakan tumbuh pada berbagai suhu diantara kedua ekstrim ini. Bakteri menimbulkan berbagai perubahan kimiawi pada substansi yang ditumbuhinya, mereka mampu menghancurkan banyak zat (Pelczar, 1986).

Menurut Yulika H (2009), bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak mempunyai selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada membrane inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoid. Pada DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan sirkuler.

2.2.2 Klasifikasi Bakteri

Menurut Jawetz (2004), hasil pewarnaan mencerminkan perbedaan dasar dan kompleks pada sel bakteri (struktur dinding sel), sehingga bakteri diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif.

1. Bakteri Gram-negatif

 Bakteri Gram Negatif Berbentuk Batang (Enterobacteriacea).

Bakteri gram negatif berbentuk batang habitatnya adalah usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae meliputi Escherichia, Shigella, Salmonella, Enterobacter, Klebsiella, Serratia, Proteus). Beberapa organisme seperti Escherichia coli merupakan flora normal dan dapat menyebabkan


(59)

8

penyakit, sedangkan yang lain seperti salmonella dan shigella merupakan patogen yang umum bagi manusia.

Pseudomonas, Acinobacter dan Bakteri Gram Negatif Lain. Pseudomonas aeruginosa bersifat invasif dan toksigenik, mengakibatkan infeksi pada pasien dengan penurunan daya tahan tubuh dan merupakan patogen nosokomial yang penting .

Vibrio Campylobacter, Helicobacter, dan bakteri lain yang berhubungan. Mikroorganisme ini merupakan spesies berbentuk batang Gram-negatif yang tersebar luas di alam. Vibrio ditemukan didaerah perairan dan permukaan air. Aeromonas banyak ditemukan di air segar dan terkadang pada hewan berdarah dingin.

Haemophilus , Bordetella, dan Brucella Gram negatif Hemophilis influenza tipe b merupakan patogen bagi manusia yang penting.

Yersinia, Franscisella dan Pasteurella. Berbentuk batang pendek Gram-negatif yang pleomorfik. Organisme ini bersifat katalase positif, oksidase positif, dan merupakan bakteri anaerob fakultatif.

2. Bakteri Gram-positif

 Bakteri gram positif pembentuk spora : Spesies Bacillus dan Clostridium. Kedua spesies ini terdapat dimana-mana, membentuk spora, sehingga dapat hidup di lingkungan selama bertahun-tahun. Spesies Basillus bersifat aerob, sedangkan Clostridium bersifat anaerob obligat. Bakteri Gram-positif Tidak Membentuk Spora: Spesies Corynebacterium, Listeria, Propionibacterium, Actinomycetes. Beberapa anggota genus


(60)

9

Corynebacterium dan kelompok Propionibacterium merupakan flora normal pada kulit dan selaput lender manusia .

Staphylococcus. Berbentuk bulat, biasanya tersusun bergerombol yang tidak teratur seperti anggur. Beberapa spesies merupakan anggota flora normal pada kulit dan selaput lendir, yang lain menyebabkan supurasi dan bahkan septikemia fatal. Staphylococcus yang patogen sering menghemolisis darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler. Tipe Staphylococcus yang berkaitan dengan medis adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus saprophyticus.

Streptococcus. Merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat yang mempunyai pasangan atau rantai pada pertumbuhannya. Beberapa streptococcus merupakan flora normal manusia tetapi lainnya bisa bersifat patogen pada manusia. Ada 20 spesies diantaranya ; Streptococcus pyogenes, Streptococcus agalactiae, dan jenis Enterococcus.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri

Banyak bakteri heterotrof tidak dapat tumbuh kecuali diberikan faktor-faktor pertumbuhan, yaitu :

1. Oksigen (O2)

Berdasarkan keperluan akan oksigen, kuman dibagi menjadi 5 golongan, yaitu kuman anaerob obligat (tanpa O2) , kuman anaerob toleran (perlu O2), kuman anaerob fakultatif (dapat tumbuh dengan atau tanpa O2), kuman aerob obligat


(61)

10

(perlu O2 dalam jumlah besar) dan kuman mikroaerofilik (tumbuh baik pada O2 yang rendah).

2. Potensi oksidasi-reduksi (Eh)

Eh suatu perbenihan merupakan faktor yang menentukan apakah suatu kuman yang dibiakkan dapat tumbuh atau tidak. Kuman-kuman anaerob tidak mungkin tumbuh kecuali apabila Eh perbenihan mencapai – 0,2 volt.

3. Temperature (suhu)

Tiap-tiap kuman mempunyai temperature optimum yaitu di mana kuman tersebut tumbuh sebaik-baiknya, dan batas temperature di mana pertumbuhan dapat terjadi. Oleh karena kuman-kuman yang pathogen bagi manusia biasanya tumbuh dengan baik pada 37oC. salah satu contoh yang baik adalah pada pembiakan kuman Mycobacterium leprae.

4. pH

PH perbenihan juga mempengaruhi pertumbuhan kuman. Kebanyakan kuman yang pathogen mempunyai pH optimum 7,2 – 7,6.

5. Kekuatan ion dan tekanan osmotic

Faktor-faktor seperti tekanan osmotic dan konsentrasi garam juga perlu diperhatikan terutama bagi kuman-kuman yang berasal dari air laut dan kuman yang diadaptasikan terhadap pertumbuhan larutan gula berkadar tinggi (Suharto dan Aidilfiet Chatim, 1993).


(62)

11

2.2.4 Jenis Bakteri yang Ada pada Kulit Manusia

Pada tahun 1938, Rice seorang peneliti bakteriologi kulit yang terkenal mengatakan ada dua jenis kehidupan bakteri yaitu flora atau bakteri yang transient (singgah) dan flora resident (menetap).

Bakteri transient tidak begitu banyak terdapat di bagian-bagian kulit yang bersih dan terbuka. Biasanya, bakteri ini terbawa oleh sentuhan telapak tangan dalam kegiatan hidup sehari-hari. Karena itu, jenis dan sifat organisme umumnya tergantung pada sifat kerja dan kegiatan hidup seseorang sehari-hari. Bakteri yang singgah menempel pada kulit, biasanya dalam lemak dan kotoran, dan banyak dijumpai pula di bawah kuku jari. Bakteria ini, yang pathogenik maupun yang tidak, bisa dihilangkan dengan mencuci tangan secara menyeluruh dan seringkali (Wolff dkk, 1984).

Bakteri resident, jumlah dan jenisnya tetap. Dijumpai dalam lipatan, celah kulit, dan menempel lekat pada kulit. Bakteri resident tidak bisa dengan mudah dilepaskan dari kulit dengan mencucinya (dengan sabun dan air), kecuali jika digosok dengan sikat, dan bakteri ini tidak begitu mudah menjadi lemah karena antiseptik dibandingkan bakteri transient. Sebagian bakteri ini melekat begitu dalam pada kulit sehingga tidak akan keluar sebelum kulit digosok selama 15 menit atau lebih. Untuk tujuan praktis, tidaklah mungkin membersihkan kulit dari semua bakteri (Wolff dkk, 1984).

Bakteri transient (singgah) bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan kulit jika bakterinya berjumlah banyak untuk waktu yang cukup lama, lalu menjadi bakteri yang menetap. Misalnya jika seseorang dalam dalam jangka


(63)

12

waktu tertentu terus-menerus mengurusi benda-benda yang terkontaminasi, maka organisme yang terdapat pada benda-benda tersebut, meskipun sesungguhnya bersifat transient (singgah), lama-kelamaan bisa menjadi menetap (transient). Jika flora tersebut mengandung organisme pathogenik, maka dapat menjadi pembawa (carrier) organisme tertentu. Untuk mencegah flora yang singgah menjadi menetap, maka perlu dilakukan cuci tangan dengan segera setelah setiap kali bersentuhan dengan benda-benda yang terkontaminasi terutama jika benda-benda tersebut mengandung organisme pathogenik. Pentingnya mencuci tangan sesering mungkin dan secara menyeluruh menjadi jelas, karena para perawat dalam kegiatan kerja mereka seringkali bersentuhan dengan benda-benda yang terkontaminasi dan organisme yang mengandung bibit penyakit (Wolff dkk, 1984).

2.2.5 Bakteri yang sering ditemukan pada Tangan Manusia

Bakteri banyak ditemukan disekitar manusia. Seperti tangan manusia yang banyak berinteraksi dengan dunia luar. Banyak sekali jenis-jenis bakteri yang terdapat ditangan manusia. Adapun beberapa jenis bakteri yang sering terdapat ditangan, diantaranya :

1) Escherichia coli

Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers diarrhea, seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh


(64)

13

lain di luar usus. Genus Escherichia terdiri dari 2 spesies yaitu: Escherichia coli dan Escherichia hermanii (Karsinah dkk, 1994).

Morfologi E. coli adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk pendek (kokobasil), berukuran 0,4-0,7 µm, bersifat anaerobic fakultatif dan mempunyai flagella peritrikal. Bentuk sel dari bentuk coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora. Selnya bisa terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul (Jawetz dkk, 2004).

E. coli dihubungkan dengan tipe penyakit usus (diare) pada manusia: Enteropathogenic E. coli menyebabkan diare, terutama pada bayi dan anak-anak di negara-negara sedang berkembang dengan mekanisme yang belum jelas diketahui. Frekuensi penyakit diare yang disebabkan oleh strain kuman ini sudah jauh berkurang dalam 20 tahun terakhir (Karsinah dkk, 1994).

Menurut Karsinah, Lucky H.M., Suharto dan Mardiastuti (1994), penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh E. coli adalah: infeksi saluran kemih (85% kasus), pneumonia (± 50% dari primary Nosocomial Pneumonia), meningitis pada bayi baru lahir dan infeksi luka terutama luka di dalam abdomen.

2) Salmonella sp

Organisme yang berasal dari genus Salmonella adalah agen penyebab bermacam-macam infeksi, mulai dari gastroenteritis yang ringan sampai dengan demam tifoid yang berat disertai bakteremia. Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, pada pengecatan gram berwarna merah 5 muda (gram negatif). Salmonella sp. berukuran 2µ sampai 4µ × 0,6µ, mempunyai flagel (kecuali S. gallinarum dan


(65)

14

S. pullorum), dan tidak berspora. Habitat Salmonella sp. adalah di saluran pencernaan (usus halus) manusia dan hewan. Suhu optimum pertumbuhan Salmonella sp. ialah 37oC dan pada pH 6-8.

Ewing mengklasifikasikan Salmonella ke dalam 3 spesies yaitu: 1. Salmonella choleraesuis, 2. Salmonella typhi, 3. Salmonella enteritidis, dan kuman dengan tipe antigenic yang lain dimasukkan ke dalam serotip dari Salmonella parathypi enteritidis bukan sebagai spesies baru lainnya (Karsinah dkk, 1994).

Dalam skema kauffman dan white tatanama Salmonella sp. dikelompokkan berdasarkan antigen atau DNA yaitu kelompok I enteric, II salamae, IIIa arizonae, IIIb houtenae, IV diarizonae, V bongori, dan VI indica. Komposisi dasar DNA Salmonella sp. adalah 50-52 mol% G+C mirip dengan Escherichia, Shigella, dan Citrobacter (Todar, 2008). Namun klasifikasi atau penggunaan tatanama yang sering dipakai pada Salmonella sp. berdasarkan epidemiologi , jenis inang, dan jenis struktur antigen (misalnya S. typhi, S. thipirium). Jenis atau spesies Salmonella sp. yang utama adalah S. typhi (satu serotipe). Sedangkan spesies S. paratyphi A, S.paratyphi B, S. paratyphi C termasuk dalam S. enteritidis (Jawetz dkk, 2004).

3) Shigella

Menurut Karsinah, Lucky H.M., Suharto dan Mardiastuti (1994), Shigella spesies adalah kuman patogen usus yang telah lama dikenal sebagai agen penyebab penyakit disentri basiler. Berada dalam tribe Escherichiae karena sifat genetic yang saling berhubungan, tetapi dimasukkan dalam genus tersendiri yaitu


(66)

15

genus Shigella karena gejala klinik yang disebabkannya bersifat khas. Sampai saat ini terdapat 4 spesies Shigella yaitu: Shigella dysenteriae, Shigella flexneri, Shigella boydii dan Shigella sonnei.

Morfologi dan identifikasi Shigella adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang, berukuran 0,5-0,7 µm x 2-3 µm dan tidak berflagel, tidak membentuk spora, bila ditanam pada media agar tampak koloni yang konveks, bulat, transparan dengan pinggir-pinggir utuh. Shigella merupakan bakteri dengan habitat alamiah usus besar manusia. Disentri basiler atau Shigellosis adalah infeksi usus akut yang disebabkan oleh Shigella (Karsinah dkk, 1994).

Menurut Karsinah, Lucky H.M., Suharto dan Mardiastuti (1994), Shigellosis dapat menyebabkan 3 bentuk diare yaitu: 1. Disentri klasik dengan tinja yang konsisten lembek disertai darah, mulus dan pus, 2. Waterydiarrhea dan 3. Kombinasi keduanya. Masa inkubasinya adalah 2 – 4 hari, atau bisa lebih lama sampai 1 minggu. Oleh orang yang sehat dierlukan 200 kuman untuk menyebabkan sakit. Kuman masuk dan berada di usus halus, menuju terminal ileum dan kolon, melekat pada permukaan mukosa dan menembus lapisan epitel kemudian berkembang biak di dalam lapisan mukosa. Berikutnya terjadi reaksi peradangan yang menimbulkan tukak pada mukosa usus.

4) Giardia Lamblia

Giardia Lamblia ditemukan kosmopolit dan penyebarannya tergantung dari golongan umur yang diperiksa dan sanitasi lingkungan. Giardia Lamblia mempunyai 2 bentuk, yaitu tropozoit dan kista. Bentuk tropozoit bilateral simetris seperti buah jambu monyet dengan bagian anterior membulat dan posterior


(67)

16

meruncing. Parasit ini berukuran 10-20 mikron panjang dengan diameter 7-10 mikron. Di bagian anterior terdapat sepasang inti berbentuk oval. Di bagian ventral anterior terdapat isap berbentuk seperti cakram cekung yang berfungsi untuk perlekatan di permukaan sel epitel. Terdapat dua batang yang agak melengkung melintang di posterior batil isap, yang disebut benda parabasal. Tropozoit mempunyai delapan flagel, sehingga bersifat motil. G. Lamblia tidak mempunyai mitokondria, peroxisome, hydrogenisomes, atau organel subselular lain untuk metabolisme energi.

Bentuk kista oval dan berukuran 8-12 mikron dan mempunyai dinding yang tipis dan kuat dengan sitoplasma berbutirhalus. Kista yang baru terbentuk mempunyai dua inti, sedangkan kista matang mempunyai empat inti yang terletak di satu kutub.

Melekatnya Giardia Lamblia pada sel epitel usus halus tidak selalu menimbulkan gejala. Bila ada, hanya berupa iritasi ringan. Perubahan histopatologi pada mukosa dapat minimal berat hingga menyebabkan atrofi vilus, kerusakan eritrosit, dan hyperplasia kriptus, seperti tampak pada sindrom malabsorbsi. Terdapat korelasi antara derajat kerusakan vilus dengan malabsorbsi. Tekanan hisapan dari perlekatan tropozoit menggunakan batil isap dapat merusak mikrovili dan mengganggu proses absorbs makanan. Selain itu multiplikasi tropozoit dengan belah pasang longitudinal akan menghasilkan sawar antara sel epitel usus dengan lumen usus yang mengganggu proses absorbs makanan dan nutrient. Tropozoit tidak selalu penetrasi ke epitel tetapi dalam kondisi tertentu tropozoit dapat menginvasi jaringan seperti kandung empedu dan saluran kemih.


(68)

17

Setengah dari orang yang terinfeksi G. Lamblia asimtomatik dan sebagian besar dari mereka menjadi pembawa (carrier). Gejala yang sering terjadi adalah diare berkepanjangan, dapat ringan dengan produksi tinja semisolid atau dapat intensif dengan produksi tinja cair. Jika tidak diobati diare akan berlangsung hingga berbulan-bulan. Infeksi kronik dicirikan dengan steatore karena gangguan absorbs lemak serta terdapat gangguan absobsi karoten, folat, dan vitamin B12. Penyerapan bilirubin oleh G.Lamblia menghambat aktivitas lipase pankreatik. Kelainan fungsi usus halus ini disebut sindrom malabsorbsi klasik dengan gejala penurunan berat badan, kelelahan, kembung, feses berbau busuk. Selain itu, sebagian orang dapat mengeluhkan ketidaknyamanan epigastrik, anoreksia, dan nyeri.

2.2.6 Standar Angka Kuman pada Tangan Manusia

Jumlah kuman pada tangan sebelum cuci tangan menurut referensi adalah :

( number of Microorganisms on Your Hands Fierer, 2009)

Lokasi pada tangan Kepadatan Bakteri

1. Dibawah 61.368 CFU/cm2

2. Telapak tangan 847 CFU/cm2

3. Punggung tangan 250 CFU/cm2

4. Disela jari 223 CFU/cm2


(69)

18

2.3 Perilaku

2.3.1 Konsep Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Sehingga pada hakekatnya perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2012) yang mengutip pendapat Skinner, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons. Skinner membedakan adanya dua respons :

1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relative tetap. Misalnya, makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent response juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis.

2. Operant respons atau instrumental respons, yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.


(70)

19

Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons. Misalnya, apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik respons terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

2.3.2 Jenis Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2012), dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Perilaku Tertutup (cover behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (cover). Respon atau reaksi stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Misalnya, seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya. Bentuk perilaku tertutup lainnya adalah sikap, yakni penilaian terhadap objek.

b. Perilaku Terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu overt behavior adalah tindakan nyata atau praktik, misalnya seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi, penderita TB paru minum obat secara teratur, dan sebagainya.


(71)

20

2.3.3 Ciri-Ciri Perilaku

Ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan dari makhluk lain adalah: a. Kepekaan sosial

Kepekaan sosial merupakan kemampuan manusia untuk dapat menyesuaikan perilaku sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama dengan orang lain.

b. Kelangsungan perilaku

Kelangsungan perilaku merupakan antara perilaku yang satu ada kaitannya dengan perilaku yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang baru lalu, dan seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi secara berkesinambungan bukan secara serta merta.

c. Orientasi tugas

Orientasi tugas merupakan setiap perilaku selalu memiliki orientasi pada suatu tugas tertentu.

d. Usaha dan perjuangan

Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri, serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin diperjuangkan (Notoatmodjo, 2003).

2.3.4 Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang menurut terdiri dari:


(72)

21

1. Faktor Genetik atau Endogen

Faktor genetic atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam individu (endogen), antara lain :

a. Jenis ras, setiap ras didunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda satu dengan lainnya.

b. Jenis kelamin. Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari.

c. Sifat kepribadian. Keseluruhan pola, pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha dalam adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya.

d. Bakat pembawa. Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan sesuatu yang sedikit sekali bergantung pada latihan mengenai hal tersebut.

e. Inteligensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Intelegensi adalah kemampuan untuk membuat kombinasi.

f. Usia. Usia dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan dikenal dengan masa kreatif dimana individu memiliki kemampuan mental untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi baru, seperti mengingat hal-hal yang pernah dipelajari, penalaran analogis, berpikir kreatif serta belum terjadi penurunan daya ingat. Masa dewasa dini memiliki rentang usia 18 tahun sampai dengan usia 40 tahun.


(73)

22

2. Faktor Eksogen atau Faktor Dari Luar Individu

a. Faktor lingkungan. Lingkungan menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik fisik, biologis maupun social.

b. Pendidikan. Pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan individu. Proses kegiatan-kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah perilaku individu maupun kelompok.

c. Agama, merupakan tempat mencari makna hidup yang terakhir atau penghabisan.

d. Sosial ekonomi. Telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial.

e. Kebudayaan. Kebudayaan merupakan ekspresi jiwa terwujud dalam cara-cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni kesusastraan, agama, rekreasi, dan hiburan (Sunaryo, 2004).

2.3.5 Domain Perilaku

Menurut Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2012), perilaku manusia dibagi kedalam tiga domain yaitu :

1. Pengetahuan (Knowledge)  Definisi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan tehadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan


(1)

DAFTAR ISI

` Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

IDENTITAS MAHASISWA ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kuman ... 6

2.2 Bakteri ... 6

2.2.1 Pengertian Bakteri ... 6

2.2.2 Klasifikasi Bakteri ... 7

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi PertumbuhanBakteri ... 9

2.2.4 Jenis Bakteri yang Ada pada Kulit Manusia ... 11

2.2.5 Bakteri yang Sering Ditemukan pada Telapak Tangan ... 12

2.2.6 Standar Angka Kuman pada Tangan Manusia ... 17

2.3 Perilaku ... 18

2.3.1 Konsep Perilaku ... 18

2.3.2 Jenis Perilaku ... 19

2.3.3 Ciri-Ciri Perilaku ... 20

2.3.4 Faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 20

2.3.5 Domain Perilaku ... 22

2.3.6 Perubahan Perilaku dan Indikatornya ... 26

2.3.7 Konsep Perilaku Kesehatan ... 28

2.4 Cuci Tangan ... 29

2.4.1Pengertian Cuci Tangan ... 29

2.4.2 Tujuan Mencuci Tangan ... 30

2.4.3 Indikasi Mencuci Tangan ... 32

2.4.4 Jenis Cuci Tangan & Cara Cuci Tangan ... 33

2.5 Ketetapan dalam Mencuci Tangan ... 38

2.5.1 Cuci Tangan Sebaiknya Dilakukan Sebelum ... 39

2.5.2 Cuci Tangan Sebaiknya Dilakukan Setelah ... 39

2.6 Jenis-Jenis Antiseptik ... 39

2.7 Handsanitizer ... 40


(2)

x

2.7.2 Kandungan Handsanitizer ... 41

2.7.3 Manfaat Handsanitizer ... 41

2.7.4 Mekanisme Kerja Handsanitizer ... 42

2.8 Sabun ... 43

2.8.1 Kandungan yang Terdapat pada Sabun ... 44

2.9 Kerangka Konsep ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Jenis Penelitian ... 45

3.2 Lokasi dan Waktu Pnelitian ... 45

3.3 Populasi dan Sampel ... 45

3.3.1 Populasi ... 45

3.3.2 Sampel ... 45

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 46

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 47

3.5.1 Variabel Penelitian ... 47

3.5.2 Definisi Operasional ... 48

3.6 Metode Pengukuran ... 48

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 50

3.7.1 Pengelohan Data ... 50

3.7.2 Analisa Data ... 51

BAB IV HASIL ... 52

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 52

4.1.1 Gambaran Lokasi ... 52

4.2 Analisis Univariat ... 53

4.2.1 Karakteristik Responden ... 53

4.2.2 Perilaku Cuci Tangan pada Perawat yang Bertugas di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan ... 54

4.2.3 Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan ... 58

4.3 Analisis Bivariat ... 59

4.3.1 Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan ... 59

BAB V PEMBAHASAN ... 60

5.1 Perilaku Cuci Tangan oleh Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan ... 60

5.2 Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan ... 67

5.3 Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan ... 68


(3)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 70 6.1 Kesimpulan ... 70 6.2 Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA


(4)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Karakteristik Responden di Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2016 ... 53 Tabel 4.2 Distribusi Hasil Observasi Tindakan dan Langkah Cuci Tangan

Responden di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska

Medan Tahun 2016 ... 54 Tabel 4.3 Distribusi Perilaku Cuci Tangan Responden yang Bertugas di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Tahun 2016 ... 57 Tabel 4.4 Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun ... 58 Tabel 4.5 Hubungan Perilaku Cuci Tangan Perawat dengan Jumlah Koloni Kuman Pada Telapak Tangan Perawat di Rumah Sakit Martha Friska

Medan ... 60


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.9 Kerangka Konsep ... 44


(6)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Observasi Lampiran 2. Print Out Data SPSS

Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Jumlah Koloni Kuman pada telapak Tangan Perawat Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 5. Surat Telah Selesai Penelitian

Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian di BTKL-PPM Medan Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian