Dampak Pemberlakuan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar

Pasal 20 1 Pengawasan barang dan atau jasa yang berdar di pasar yang SNI nya telah diberlakukan secara wajib dilakukan secara berkala dan secara khusus. 2 Ketentuan dan tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dalam keputusan Menteri tentang Ketentuan dan tata cara pengawasan barang dan atau jasa yang beredar di pasar.

C. Dampak Pemberlakuan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar

Nasional Indonesia Terhadap Konsumen Saat ini perdagangan bebas sudah mulai berjalan.Hal ini dapat dilihat dari produk-produk asing yang mulai membanjiri pasar domestik Indonesia.Salah satu contoh masuknya produk motor Cina dengan berbagai merek, yang ikut menyemarakkan situasi pasar domestik dan menciptakan pasar yang kompetitif. Untuk dapat memenangkan kompetisi di pasar, melalui kiat promosi yang menarik pelaku usaha mencoba mempengaruhi konsumen agar mau membeli produknya.Akan tetapi, konsumen memiliki kebebasan untuk memilih produk yang dikehendakinya. Kondisi persaingan yang seperti itu akan sangat menguntungkan bagi konsumen yang telah memiliki tingkat pendidikan dan pengetahuan yang cukup, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh janji-janji yang berlebihan dalam promosi dan dapat memilih barang yang berkualitas dengan harga bersaing. Namun, akan sangat merugikan bagi konsumen yang tingkat pendidikan dan pengetahuannya rendah, karena akan mudah tertipu oleh kiat promosi pelaku usaha dan bahkan akan menciptakan budaya konsumerisme yang sangat merugikan konsumen. Dalam keadaan yang demikian maka perlindungan Universitas Sumatera Utara konsumen memiliki peranan penting, agar pelaku usaha tidak bertindak sewenang-wenang untuk memperdaya konsumen. 104 1. Bagi pelaku usaha Mengingat bahwa kondisi konsumen Indonesia tergolong yang potensial untuk dirugikan, maka harus diupayakan suatu bentuk perlindungan yang efektif.Di sinilah peran penting sertifikasi berbicara, dalam arti pelaku usaha yang memiliki posisi yang lebih kuat harus mengupayakan suatu bentuk pertanggungjawaban terhadap produk yang telah ditawarkan di pasar.Bentuk pertanggungjawaban itu berupa penerapan standar manajemen mutu dan standar manajemen lingkungan yang telah berlaku secara Internasional.Kemudian, diwujudkan dalam bentuk sertifikat yang menyatakan bahwa produk tersebut telah memenuhi klasifikasi dan kualifikasi standar-standar tersebut sesuai peruntukan sertifikat, sehingga produk yang dihasilkan terjamin mutunya, ramah lingkungan dan aman untuk dikonsumsi. Dalam hal ini sertifikasi memiliki arti penting, baik bagi pelaku usaha maupun bagi konsumen. Oleh sebab itu, peran penting sertifikat perusahaan dapat dikemukakan sebagai berikut: 105 Faktor kepercayaan konsumen memiliki arti penting bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan.Oleh sebab itu, pelaku usaha harus berusaha merebut perhatian dan kepercayaan konsumen. Untuk itu berbagai cara dilakukan untuk tujuan tersebut. 104 Endang Sri Wahyuni, Op.Cit., hlm. 117. 105 Ibid, hlm. 118. Universitas Sumatera Utara Konsumen sendiri dapat dibedakan menjadi 2 dua kelompok, yaitu konsumen yang sudah menjadi pelanggan dan konsumen yang belum menjadi pelanggan.Terhadap konsumen tersebut pelaku usaha berusaha memberikan kepuasan yang terbaik.Hal itu dilakukan sejak pemilihan bahan, proses, sampai pada tahap pelayanan. Bentuk jaminan yang diberikan oleh pelaku usaha untuk menjamin kepuasan konsumen adalah bukti sertifikat perusahaan yang dikeluarkan oleh pihak ketiga yang telah dimilikinya.Sertifikat perusahaan tersebut sekaligus merupakan wujud komitmen perusahaan untuk memberikan produk yang bermutu dan aman dikonsumsi kepada konsumen. Sertifikat perusahaan dapat berfungsi untuk mempertahankan loyalitas pelanggan karena pelanggan merasa puas oleh pelayanan yang diberikan oleh pelaku usaha. Selain itu, juga berfungsi untuk menarik konsumen baru karena ada jaminan bahwa konsumen akan memperoleh produk bermutu dengan pelayanan yang baik. Pengalaman tersebut akan menimbulkan kepercayaan konsumen untuk selanjutnya dapat menjadi pelanggan tetap. 2. Bagi konsumen 106 Perlindungan konsumen memiliki arti penting pada saat perdagangan bebas saat ini. Konsumen Indonesia setidaknya memiliki 9 sembilan hak yang dilindungi oleh undang-undang, yaitu: a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa. 106 Ibid, hlm. 119. Universitas Sumatera Utara b. Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa. d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan. e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Sayangya, tidak banyak konsumen Indonesia yang mengetahui dan memahami dengan baik hak-haknya, sementara yang sudah sadar dan tahu pun belum tentu mau memperkarakannya ketika hak-haknya dirugikan.Hal tersebut dapat dipahami karena budaya hukum Indonesia kondisinya sangat memprihatinkan, institusi peradilan yang didominasi oleh sistem korup, sehingga kurang berpihak pada masyarakat, serta belum siapnya badan penyelesaian Universitas Sumatera Utara sengketa konsumen sebagai sarana yang diberikan oleh undang-undang.Kondisi tersebut menjadi alasan yang kuat terhadap sikap konsumen yang tidak percaya pada institusi peradilan. Oleh karena itu, penerapan standar Internasional yang ditindaklanjuti dengan sertifikasi merupakan bentuk jaminan yang paling efektif terhadap perlindungan konsumen, karena produk yang bersertifikat tersebut telah memenuhi standar tertentu sesuai dengan yang diharapkan konsumen. Dengan demikian, konsumen dapat mensyaratkan sertifikasi perusahaan kepada pemasoknya, dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk yang dikonsumsi telah memenuhi syarat standar yang diharapkan.Standar yang pada umumnya dituntut oleh konsumen adalah standar Internasional ISO 9000 sistem manajemen mutu maupun ISO 14000 sistem manajemen lingkungan. Dalam perkembangan selanjutnya konsumen akan mensyaratkan adanya sertifikasi dalam setiap produk yang dikonsumsinya. 107 Tuntutan konsumen tersebut tidak hanya berlaku untuk pelaku usaha yang besar saja, tetapi terhadap semua pelaku usaha termasuk golongan kecil dan Untuk menjamin kualitas produk demi kepuasan pelanggannya, maka pelaku usaha juga berusaha melengkapi produknya dengan sertifikasi yang disyaratkan oleh pelanggan sebagai bentuk jaminan atas produknya. Pada umumnya konsumen selain berkepentingan terhadap mutu produk juga menghendaki bahwa produk yang bermutu tersebut diproses dengan cara yang ramah lingkungan. 107 Ibid, hlm. 120. Universitas Sumatera Utara menengah. Kondisi tersebut dapat dipahami karena konsumen tidak lagi melihat besar-kecilnya perusahaan yang memproduksi, tetapi mutu produk dan pelayanan yang akan menjadi perhatiannya. Hal ini sangat penting untuk dipahami oleh pemerintah dan pelaku usaha di Indonesia.Karena sebagian besar pelaku usaha di Indonesia tergolong perusahaan kecil dan menengah. Dan merekalah yang akan menentukan masa depan perekonomian Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, harus sesegera mungkin dipersiapkan.Jika pemerintah dan pelaku usaha tidak mau, menjadi penonton yang baik saja di negerinya sendiri karena kalah dalam kompetisi. 108 1. Minat dan pemahaman dari pelaku usaha Di dalam pelaksanaan sertifikasi, ada beberapa aspek yang menghambat pelaksanaan tersebut, yaitu: 109 Minat pelaku usaha memiliki peranan besar dalam menentukan pencapaian sertifikasi perusahaan.Hal yang sangat menentukan minat ini adalah pemahaman pelaku usaha mengenai arti penting sertifikasi bagi kelangsungan usahanya. Pengetahuan mengenai standar di kalangan pelaku usaha di Indonesia sangat minim.Oleh karena itu, dapat dipahami jika pelaksanaan sertifikasi juga sangat lamban, pelaku usaha cenderung menunggu, artinya, karena baik standar maupun sertifikasi sifatnya adalah sukarela.Maka jika tidak ada desakan dari konsumen, pelaku usaha di Indonesia cenderung pasifmenunggu.Tidak demikian dengan pelaku usaha di Malaysia dan Singapura yang lebih memahami arti penting sertifikasi, segera melakukan tindakan proaktif, sehingga perolehan sertifikasi 108 Ibid, hlm. 121. 109 Ibid, hlm. 76. Universitas Sumatera Utara sangat maju pesat, bahkan tertinggi di kawasan ASEAN. Misalnya tahun 1997 baru 300 tiga ratus perusahaan di Indonesia yang memiliki sertifikat ISO 9000, sementara Malaysia tahun 1995 sudah 700 tujuh ratus perusahaan dan Singapura sudah 1.180 seribu seratus delapan puluh perusahaan. Sikap pelaku usaha yang cenderung pasif sangat menghambat dalam pencapaian sertifikasi. Jika hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan, maka hal itu harus segera dicarikan solusinya, seperti halnya pemerintah Malaysia yang gencar mensosialisasikan pelaksanaan standard an sertifikasi bagi pelaku usaha di negerinya. Demikian juga seharusnya pemerintah Indonesia melakukan hal yang sama terhadap pelaku usaha di Indonesia. Karena dengan pemahaman yang besar yang dimiliki pelaku usaha tentang sertifikasi, maka akan menentukan sikap dan tindakan yang akan diambil untuk selanjutnya. 2. Ketersediaan dan kemampuan lembaga sertifikasi 110 Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 yang ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Bersama SKB Depkeu-Bappenas tentang pedoman pengadaan barang atau jasa bagi instansi pemerintah pelaksanaan sertifikasi adalah wewenang asosiasi. Permasalahannya asosiasi yang ada di Indonesia sangat terbatas, sehingga menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pelaku usaha yang ingin melakukan sertifikasi, tetapi belum ada asosiasi yang sesuai dengan bidangnya atau belum seluruh asosiasi mampu menyelenggarakan fungsi dan tugasnya yang baru sebagai lembaga sertifikasi 110 Ibid, hlm. 77. Universitas Sumatera Utara sebab jumlah anggotanya terlalu kecil. Dengan demikian, hanya yang ada di pusat saja yang dapat terlayani, sementara yang di daerah belum. Oleh karena itu, asosiasi-asosiasi di Indonesia perlu segera meningkatkan kemampuan dan pelayanannya.Kondisi tersebut menjadi hambatan tersendiri bagi pelaku usaha untuk dapat melakukan sertifikasi perusahaannya, sementara tingkat kesulitan yang ada juga dapat mempengaruhi minat pelaku usaha itu sendiri. 3. Sumber daya manusia 111 Kurangnya tenaga-tenaga ahli yang memiliki kompetensi di bidangnya juga menjadi hambatan tersendiri dalam proses sertifikasi di Indonesia. Hal ini sangat dirasakan, baik oleh pelaku usaha, asosiasi maupun instansi pemerintah yang terkait dengan pemasalahan ini. Kondisi yang demikian harus segera diatasi dan ini sangat memerlukan kerja sama yang baik antara pemerintah dan swasta. Seperti halnya pemerintah Malaysia yang tanggap terhadap kekurangannya segera mendatangkan tenaga- tenaga ahli dari negara maju, atau mengirim tenaga-tenaga ahlinya untuk belajar dari negara-negara maju.Hasilnya kini telah dapat dinikmati oleh pelaku usaha di Malaysia. Demikian juga seharusnya pemerintah Indonesia harus tanggap terhadap kebutuhan dalam negerinya dan segera mencarikan solusi yang diperlukan. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, mengingat kelangsungan hidup perusahaan-perusahaan ini akan sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia, sementara perekonomian sendiri merupakan salah satu pilar pembangunan di 111 Ibid, hlm. 78. Universitas Sumatera Utara Indonesia. Jadi, jika salah satu pilarnya tidak kuat, maka terancamlah stabilitas nasionalnya. Berikut ini adalah dampak pemberlakuan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia: 1. Tuntutan kontraktual 112 Dalam hal pelaku usaha mengadakan kontrak dagang di mana dalam kontrak tersebut telah disyaratkan adanya sertifikasi, maka pelaku usaha wajib melaksanakan sertifikasi karena telah disepakati dalam kontrak.Dan hal ini mempunyai akibat hukum yang dapat dipaksakan. Artinya, jika pelaku usaha tidak memenuhi tuntutan pelanggannya sesuai dengan isi kontrak, maka hal itu akan menimbulkan gugatan produk. Jika hal ini terjadi maka akan berakibat fatal bagi masa depan perusahaan yang bersangkutan karena nama baiknya sudah tercemar, bahkan tidak jarang dimasukkan dalam daftar pengusaha nakal, sehingga akan sangat mempengaruhi kepuasan konsumen untuk membeli produknya. Maka dari itu, sangat diperlukan pemberlakuan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia. 2. Peluang di pasar 113 Sertifikasi berkaitan dengan peluang besar di mana produk tersebut akan diekspor, misalnya pasar negara-negara maju, seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang. Jelas negara-negara tersebut akan menuntut sertifikasi. Hal itu akan memacu pelaku usaha yang sudah memiliki pasar di negara-negara tersebut untuk segera melakukan sertifikasi untuk mempertahankan pemasaran 112 Ibid, hlm. 74. 113 Ibid, hlm. 75. Universitas Sumatera Utara produknya di negara-negara maju tersebut, atau bagi pelaku usaha yang ingin mengakses pasar negara-negara tersebut harus memiliki sertifikat agar dapat masuk dan bersaing di pasar negara-negara maju. Hal ini juga mendorong pelaku usaha di Indonesia agar membuat Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia. 3. Era perdagangan bebas 114 Mulai berlakunya perdagangan bebas di tiap kawasan memang berbeda-beda sesuai dengan kesepakatan negara-negara dalam kawasan tersebut.Misalnya, AFTA mulai berlaku pada tahun 2003.APEC mulai berlaku pada tahun 2010 dan WTO mulai berlaku pada tahun 2020. Dalam situasi perdagangan bebas semua hambatan dalam perdagangan akan dihapuskan. Perdagangan bersifat borderless, batas-batas negara hampir tidak ada lagi, dan hanya 1 satu pasar, yaitu pasar global, di mana semua negara bebas mengakses peluang pasar, tentunya dengan kompetisi yang sangat ketat. Pada saat itu produk yang akan mampu bersaing hanyalah produk-produk yang memenuhi persyaratan standar dan yang bersertifikat. Sedangkan bagi produk- produk yang tidak memenuhi syarat standard an tidak bersertifikat akan tersingkir dengan sendirinya. Menyadari konsekuensi tersebut, maka pelaku usaha khususnya di Indonesia tidak dapat diam dan menunggu mengingat era perdagangan bebas telah dimulai. Penerapan standar dan sertifikasi harus segera dimulai, karena hal itu 114 Ibid, hlm. 76. Universitas Sumatera Utara akanmemerlukan proses yang tidak mudah. Oleh karena itu, sangat diperlukan pemberlakuan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia.

D. Tanggung Jawab Lembaga Sertifikasi Produk Terhadap Penerbitan