BAB  IV HASIL  PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Sektor Perumahan di Indonesia Setelah Tahun 1998
Krisis  ekonomi  yang  dialami  Indonesia  sejak  tahun  1997-1998  adalah yang paling parah sepanjang orde baru. Ditandai dengan merosotnya kurs rupiah
terhadap  dolar  yang  luar  biasa,  serta  menurunnya  pendapatan  per  kapita  yang sangat  drastis.Menurut  Fischer  1998,  sesungguhnya  pada  masa  kejayaan
Negara-negara Asia Tenggara, krisis di beberapa negara, seperti Thailand, Korea Selatan,  dan  Indonesia,  sudah  bisa  diramalkan  meski  waktunya  tidak  dapat
dipastikan.  Misalnya  di  Thailand  dan  Indonesia,  defisit  neraca  perdagangan terlalu  besar dan terus meningkat setiap tahun, sementara pasar properti dan pasar
modal  di  dalam  negeri  berkembang  pesat  tanpa  terkendali.  Selain  itu,  nilai  tukar mata uang di dua Negara tersebut dipatok terhadap dolar AS terlalu rendah yang
mengakibatkan  ada  kecenderungan  besar  dari  dunia  usaha  didalam  negeri  untuk melakukan  pinjaman  luar  negeri,  sehingga  banyak  perusahaan  dan  lembaga
keuangan  di  negara-negara  itu  menjadi  sangat  rentan  terhadap  risiko  perubahan nilai  tukar  valuta  asing.  Dan  yang  terakhir  adalah  aturan  serta  pengawasan
keuangan  oleh  otoriter  moneter  di  Thailand  dan  Indonesia  yang  sangat  longgar hingga  kualitas  pinjaman  portfolio  perbankan  sangat  rendah.  Sementara  menurut
McLeod 1998, krisis rupiah di Indonesia adalah hasil dari akumulasi kesalahan- kesalahan   pemerintah  dalam  kebijakan-kebijakan  ekonomi  selama  orde  baru,
termasuk diantaranya kebijakan moneter yang mempertahankan nilai tukar rupiah pada tingkat yang overvalued.
Universitas Sumatera Utara
Krisis Ekonomi pada tahun 1997-1998 di Indonesia juga berdampak pada sektor  properti,  kenaikan  bahan  baku  seperti  besi,  keramik,  semen  dan  sejumlah
aksesori  rumah  lainnya  yang  berasal  dari  industri  manufaktur,  mengakibatkan sektor  properti  dalam  kasus  ini  di  bidang  perumahan  mengalami  penurunan.
Tingginya  harga  rumah  dan  tingkat  suku  bunga  Kredit  Pemilikan  Rumah  KPR berpengaruh  terhadap  kemampuan  daya  beli  masyarakat.Lemahnya  daya  beli
masyarakat  berpenghasilan  rendah  disebabkan  oleh  biaya  hidup  yang  semakin meningkat  padahal  pendapatan  tetap  bahkan  cenderung  turun,  sehingga
pemenuhan  atas  kebutuhan  memiliki  rumah  tinggal  sendiri  untuk  sementara ditunda. Peningkatan suku bunga KPR yang tinggi menyebabkan para investor di
sektor  properti  menurunkan  jumlah  produksinya.  Keputusan  ini  diambil  terkait dengan  diberlakukannya  kebijakan  pemerintah  berupa  peningkatan  suku  bunga,
sebab  jika  unit  rumah  terus  dibangun  dikhawatirkan  pemasaran  akan  terganggu. Sebaliknya,  bagi  masyarakat  berpenghasilan  rendah,  tingkat  suku  bunga  kredit
perumahan  yang  relatif  tinggi  dapat  mematahkan  keinginannya  untuk  memiliki rumah  dengan  fasilitas  KPR.  Sisi  baik  dari  tingginya  tingkat  suku  bunga  kredit
saat  itu  adalah  dengan  tingkat  suku  bunga  KPR  di  Indonesia  yang  relatif  tinggi, menyebabkan  perbankan  sangat  selektif  dalam  memberikan  KPR  kepada  orang-
perorang  dengan  prosedur  yang  konservatif  untuk  melakukan  assesment kemampuan  bayar  konsumen,  sedangkan  secara  psikologis  menyebabkan
konsumen  tidak  memanfaatkan  KPR  jika  tidak  perlu  sekali  atau  tidak  terdapat kemampuan membayar kembali kredit KPR ini.
Universitas Sumatera Utara
Krisis  keuangan  global  yang  terjadi  pada  tahun  2008  juga  berdampak terhadap  negara  berkembang  khususnya  Indonesia.  Meskipun  dampak  dirasakan
belum  separah  yang  dialami  negara  maju,  namun  ada  khwatiran  dari  pelaku ekonomi  dan  pengusaha  dalam  negeri.  Krisis  ekonomi  global  mulai  ditandai
dengan  runtuhnya  lembaga  keuangan  terbesar  di  dunia  asal  Amerika  Lehman Brother,  kredit  macet  sektor  perumahan  subprime  mortgage  dan  disusul
kebangkrutan  industri  otomotifnya,  seperti  General  Motor  dan  Ford.  Musibah yang  menimpa  di  Amerika  juga  serentak  dirasakan  negara-negara  maju  Eropa.
Sebelum  krisis  keuangan  global,  Indonesia  sedang  mengalami  pertumbuhan ekonomi  cukup  baik  di  atas  6  per  tahun  2007
–  2008.  Kemudian  pada  saat mulai  terjadi  krisis  global  di  awal  tahun  2009,  ekonomi  Indonesia  mengalami
penurunan  hingga  laju  pertumbuhannya  hanya  4  meski  tidak  separah  negara- negara  Asia  lainnya  yang  turun  menjadi  minus  2  hingga  6.  Berbagai  usaha
dilakukan  pemerintah,  terutama  dukungan  paket  stimulus  serta  penurunan  suku bunga secara konsisten serta ditopang oleh konsumsi domestik yang tinggi, pada
kuartal  tiga  ekonomi  Indonesia  tumbuh  menjadi  4,2  dan  di  akhir  tahun  2009 meningkat  lagi  jadi  4,5.  Selanjutnya  Pemerintah  memprediksi  bahwa  ekonomi
Indonesia  akan  tumbuh  menjadi  5,5  di  akhir  tahun  2010  dan  terus  meningkat hingga  di  atas  7  di  akhir  tahun  2014.  Akibatnya  krisis  keuangan  global  pada
tahun 2008 tidak begitu berdampak pada sektor properti dapat dilihat dengan para pengembang  yang  tetap  melanjutkan  proyek  propertinya  termasuk  pembangunan
hotel  dan  perumahan  yang  sempat  tertunda  karena  krisis  global.Setelah mengalami  masa-masa  sulit,  di  tahun-tahun  berikutnya  sektor  properti  dalam  hal
Universitas Sumatera Utara
ini  kredit  pemilikan  rumah  terus  mengalami  peningkatan  yang  pesat.  Tingginya permintaan  masyarakat  terhadap  kredit  pemilikan  rumah  KPR  mendorong  para
pengembang untuk terus berinvestasi pada sektor properti. Meski pun pada tahun 2015,  sektor  properti  mengalami  perlambatan,  yang  dikarenakan  melemahnya
kurs rupiah, namun hal ini belum terlalu berdampak pada kredit pemilikan rumah KPR menengah disebabkan biaya produksi sebagian besar menggunakan bahan
baku domestik dan harga properti kelas menengah sangat bergantung pada kondisi daya beli masyarakat.
4.2 Perkembangan Sektor Perumahan di kota Medan