Kondisi Asset Sosial Analisis Pentagonal Aset Keluarga Pemulung Orang Tua Utuh

66 Barat, sementara itu unutk mendapat bantuan pemerintah di daerah ini harus memiliki KK Medan Helvetia Timur. Jadi sampai skarang kami terkendala untuk mendapat bantuan ” Dari pernyataan tersebut menggambarkan bahwa status daerah tempat tinggal mereka yang berada pada pemukiman liar tanpa ijin, berpengaruh pada terkendalanya mereka mendapatkan bantuan dari pemerintah. Hal ini juga menggambarkan keterkaitan antara satu aset dengan aset yang lainnya. Keterbatasan ekonomi mereka mempengaruhi keberadaan asset fisik mereka berupa tempat tinggal dan akses mendapat bantuan dari pemerintah. Bantuan dana dari pemerintah cukup berpengaruh bagi kehidupan mereka , karena tidak dapat dipungkiri bantuan dari pemerintah banyak membantu ekonomi mereka. Bantuan dari pemerintah tersebut cukup mambantu biaya hidup mereka. Mereka cenderung bergantung pada bantuan tersebut hal ini diperkuat oleh salah satu peserta FGD, Rospitawati Simbolon 52 tahun yang mengatakan : “Bantuan pemerintah sangat membantu sekali lah bagi saya terutama, karena biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang banyak berkurang karena bantuan itu. Kalau bantuan itu terlambat datang saja udah was-was kami ini, ga tahu mau kemana lagi. Jika ada nanti isu bantuan terlambat datang udah heboh nanti satu kampung ini , sibuk cari pinjaman kalau tidak ya cari beras dan kebutuhan pokok yang paling murah nanti.”

5. Kondisi Asset Sosial

Asetmodal Sosial juga menempati angka 3, menurut peserta FDG terkait gambaran asetmodal sosial yang dimiliki oleh pemulung keluarga utuh diketahui lewat jejaring sosial baik hubungan vertikal maupun horizontal. Praktik jeringan sosial dengan hubungan vertical dapat dilihat dari hubungan pemulung dengan tokeh dan hubungan horizontal dapat dilihat dari hubungan sesama pemulung. Selanjutanya modal sosial dapat dilihat dalam wujud keanggotaan kelompok Universitas Sumatera Utara 67 tertentu seperti kelompok agama, marga, lingkungan atau kelompok sesama pemulung, dan juga dalam wujud hubungan timbal- balik berdasarkan kepercayaan, pertukaran ataupun kerja sama Terkait jejaring sosial pada pemulung bentuk praktiknya dapat dilihat dari hubungan pemulung dengan tokeh. Seluruh peserta hubungan timbal balik antar keduanya cukup baik dan tidak ada keterikatan . Hal tersebut dapat dilihat dari kebebasan pemulung dalam memilih tokeh , hal tersebut karena kepentingan keuntungan ekonomi. Para pemulung akan cenderung memilih tokeh yang mampu memberi harga beli yang tinggi. Namun tak jarang juga mereka mengalami kendala saat menjual barang hasil memulung, yaitu berupa ketidak jelasan harga barang, bahkan ada diantara mereka dibohongi tokehpenampung baik mengenai harga maupun kuantitas timbangan. Jika sudah seperti itu biasnya mereka akan berpindah ke tokehpenampung yang lainnya. Tidak dengan jaringan sesama pemulung, seluruh peserta mengaku tidak memiliki jaringan antar sesama pemulung. Hal tersebut karena bagi mereka jaringan yang terbentuk akan merugikan, mengingat bahwa pekerjaan mereka yang sarat akan persaingan. Menurut peserta FGD , mereka bekerja memulung secara individu tidak berkelompok , sehinnga tidak ada jaringan sesama pemulung diantara mereka begitu juga dengan pertukaran informasi baik mengenai adanya wilayah kebaradaan sampah atau istilah yang sering mereka sebut “membongkar”. Menurut mereka hal tersebut justru dapat mengurangi pendapatan mereka, mengenai informasi keberadaan sampah dan barang bekas bergantung pada usaha masing-masing pemulung. Namun tidak hal nya dengan informasi mengenai harga Universitas Sumatera Utara 68 penjualan barang, mereka mau berbagi mengenai tempat penujalanpenolakan barang bekas yang tinggi. Bentuk modal sosial selanjutnya yaitu keanggotaan kelompok tertentu. Berdasarkan hasil FGD mayoritas yaitu 10 dari 12 peserta mengaku mereka mengikuti perkumpulan marga STM. Perkumpalan marga berfungsi untuk tetap menjaga rasa persatuan dan kesatuan, mengingat mayoritas dari mereka adalah berasal dari etnis batak. Perkumpulan ini juga berfungsi sebagai kontrol sosial agar nilai-nilai dari adat istiadat tetap terjaga sekalipun mereka telah hidup di kota. Begitu juga dengan perkumpulan agama, mereka lebih memilih untuk beribadah di rumah ibadah kesukuan. Seluruh peserta mengaku tergabung dalam perkumpulan agama. Tidak terdapat perkumpulanorganisasi sesama pemulung di tempat ini, walaupun mereka yang di tempat mayoritas bekerja sebagai pemulung. Pada tahun 2014 telah terbentuk perkumpulan pemulung yang di prakarsai oleh Bapak Pasaribu, menurut penuturan salah satu warga beliau adalah Koordinator pemulung se-Kota Medan. Namun menurut pengakuan peserta FGD perkumpulan tersebut tidak aktif lagi hingga sekarang dan tidak jelas keberadaan serta pertangganung jawabannya. Sementara itu, mereka telah dimintai biaya pendaftaran untuk menjadi anggota perkumpulan pemulung tersebut. Hal ini diperkuat oleh penuturan salah satu peserta FGD Eva Pasaribu 30 tahun “ Pada saat itu bapak Pasaribu tersebut bersosialisasi dengan kami para pemulung. Beliau mensosialisasikan apa manfaat dari kelompok pemulung ini ,beliau juga menjanjikan akan mengkoordinasi agar diberi akses untuk mendapat bantuan modal dari pemerintah. Kami dimintai uang pendaftaran saja untuk kepentingan data sebesar RP 15.000, terus itu tahun berikut nya udah ga pernah lagi kelihatan hingga sekarang”. Universitas Sumatera Utara 69 Modal sosial selanjutnya yaitu dilihat dari wujud hubungan timbal- balik berdasarkan kepercayaan, pertukaran ataupun kerja sama. Terkait hubungan sesama warga , peserta FGD mengaku hubungan mereka di tempat ini baik. Menurut mereka rasa saling percaya sesama warga di tempat ini cukup tinggi terbukti. Para peserta FGD mengatakan ketika dalam kesulitan keuangan biasanya mereka meminjam kepada tetangga dan juga berhutang ke warung. Menurut mereka tetangga adalah pihak yang pertama membantu mereka saat kesulitan. Mereka juga tergabung dalam persekutuan sesama warga di tempat ini , persekutuan di luar perkumpulan marga dan agama. Persekutuan ini di kenal dengan nama “persekutuan setia kawan”, yang dibentuk untuk menolong sesama warga Inspeksi yang hanya sedang ditimpa kemalangan baik itu sakit maupun meninggal dunia. Sesama warga juga mengaku rasa saling percaya yang tinggi terlihat dari, tidak adanya kehilangan harta benda ataupun barang-barang hasil memulung sekalipun berada di luar rumah. Hal tersebut menggambarkan kepercayaan trust yang tinggi antar warga yang mayoritas bermata pencaharian sebagai pemulung. Bahkan mereka mengaku lebih percaya dan aman meminta bantuan kepada tetangga dibandingkan dengan keluarga,selain karena mereka juga tinggal berjauhan dengan keluarga atau kerabat dekat mereka. Universitas Sumatera Utara 70

4.2.2.2 Analisis Aset Keluarga Pemulung Orang Tua Tunggal