Nature Capital Sumber Daya Alam

61 ini menjadikan mereka sulit untuk mengembangkan usaha karena keterbatasan modal. Sehingga tidak heran mereka tetap berada dalam lingkaran kemiskinan.

3. Nature Capital Sumber Daya Alam

Mengingat bahwa pekerjaan sebagai pemulung berbeda dengan petani ataupun nelayan yang menggantungkan diri pada kekayaan alam. Sebagai pemulung tentunya kehidupan mereka bergantung pada keberadaan barang bekas. Oleh karena itu Sumber Daya Alam yang dimaksud ialah berupa wilayah-wilayah memulung, jarak jangkauan mereka memulung, kepemilikan lahankebun ataupun juga ternak. Berdasarkan hasil FGD Aset alam yang dimiliki pemulung keluarga utuh berada pada angka dua, hal tersebut dikarenakan seluruh peserta mengatakan tidak memiliki lahankebun yang dapat dimanfaatkan baik secara menyewa maupun milik pribadi. Dari 12 peserta FGD hanya satu peserta yang mengaku memiliki ternak itupun hanya untuk kebutuhan konsumsi saja bukan untuk produksi. Mereka pada umumya berasal dari desa untuk mencoba peruntungan dank arena sulitnya kehidupan di desa mereka pindah ke kota dan berumah tangga di kota. Keterbatasan ekonomi mengakibatkan mereka kesulitan membeli lahan untuk tempat tinggal terlebih lagi lahan untuk bercocok tanam. Karena awalnya kehidupan mereka di desa juga terbatas begitu juga dengan kepemilikan lahan. Selain itu hal lain yang menyebabkan aset alam berada pada angaka dua yaitu terkait wilayah-wilayah beroperasi mayoritas dari mereka yaitu 6 dari 12 perserta mengaku mencari barang bekas ke kewilayah sekitar daerah Speksi saja. Daerah itu meliputi daerah Kapten Muslim, Karya, Griya dan Daerah Danau Singkarak saja. Sementara itu lainnya mencari ke daerah yang berjarak cukup jauh seperti Universitas Sumatera Utara 62 daerah Petisah , Skip, dan Nibung, sementara itu 4 dari 12 peserta mengaku mencari barang bekas di luar daerah Lingkungan Kelurahan Helvetia Timur seperti daerah Sekip, daerah Petisah, dan daerah Nibung. Dari keseluruhan peserta FGD hanya satu keluarga yang mencari barang bekas ke wilayah yang jauh, seperti ke daerah Simalingkar, Pancur Batu, dan Tanjung Anom. Alasan mereka untuk mencari sampah dan barang bekas ke tempat yang jauh ialah karena faktor tingginya persaingan di daerah sekitar tempat ia tinggal. Menurut \ salah satu keluarga peserta FGD Janter Silalahi 25 tahun, salah satu peserta yang mewakili dari keluarga orang tuanya yang ikut juga memulung: “Kami mencari ke tempat-tempat yang jauh karena sudah banyak yang mencari di daerah sekitar sini. Semakin hari semakin banyak pemulung, semakin sedikit barang bekas yang tersedia dan kalau tidak ke tempat yang jauh sedikit juga yang kami dapatkan, lagian juga saya masih muda jadi masih kuat pergi ke tempat yang jauh”. Sementara itu menurut seluruh peserta FGD, tidak ada dari mereka yang mencari sampah atau pun barang bekas ke Tempat Pembuangan Akhir TPA karena jarak nya yang jauh. Terkait tempat penampungan sampah lainnya , yang lebih mereka kenal dengan sebutan “ Konteiner”. Kontainer adalah sutau tempat penampungan sampah dari beberapa daerahlingkungan tertentu . Jadi sebelum di bawa ke TPA Tempat Pembuangan Akhir sampah akan di kumpulkan di Kontainer. Kontainer tersebut berada cukup dekat dengan daerah tempat tinggal para pemulung di daerah ini, namun mereka kesulitan mengambil barang bekas di sana dikarena larangan oleh petugas. Seperti penuturan salah satu peserta M.Siagian 60 tahun yang mengatakan: “ Kami tidak berani ke Kontainer padahal di tempat itu banyak barang bekas yang bisa diambil, namun kami para pemulung dilarang mengambil Universitas Sumatera Utara 63 barang bekas karena seluruh sampah yang terdapat di sana sudah ada bagian-bagiannya yang memiliki. Tidak bisa sembarangan masuk ke tempat tersebut. Saya pernah pergi mencari sampah ke sana, tetapi sesaat saya mencari-cari sampah sesaat itu juga petugas dengan truk sampah nya mengejar-ngejar saya dan terpaksa saya pun pergi. Sejak saya itu saya tidak pernah lagi pergi ke Kontainer.” Dari penuturan salah satu peserta FGD diatas dapat diketahui bahwa dalam pencarian sampah dan barng bekas juga terdapat persaingan di dalamnya yaitu persaingan wilayah dalam mendapatkan sampah dan barang bekas. Barang bekas mengalami pergeseran nilai, kini barang bekas dapat bernilai ekonomi sehingga semakin banyak yang mencarinya. Semakin bernilai suatu barang maka akan semakin banyak peminatnya dan semakin sedikit ketersedianya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan salah satu peserta FGD, Rosmawaty Lubis 44tahun yang mengatakan: “Dulu masih lebih enak memulung dibandingkan dengan masa sekarang- sekarang ini. Dulu belum banyak orang tau barang bekas seperti karton, plastik bisa bernilai uang jadi belum banyak yang mencari. Kalau sekarang sudah semakin sulit mencarinya karena sudah banyak yang tahu barang bekas bernilai ekonomi, bahkan orang-orang kaya itu seperti “orang-orang Cina “ itu sekarang ini tidak mau membuang barang bekasnya yang berupa karton dan sebagianya yang bisa di jual. Bisa nanti kita lihat di tempat tokeh itu justru orang-orang Cina itu nanti yang banyak menjual barang bekas berupa karton-karton. Banyak nanti itu, uniknya pada naik mobil pribadi itu mengantarkan barang nya” Dari penuturan informan tersebut dapat diketahui bahwa pesaing mereka untuk menacari barang bekas bukan hanya sesama pemulung saja. Hal ini juga membuktikan bahwa mereka sebagai kelompok masyarakat yang termajinalkan, akan terasingkan bahkan selalu tergusur oleh kelompok masyarakat kelas atas.

4. Kondisi Aset Fisik