51
miliki. Berikut gambaran kondisi aset keluraga pemulung orang tua utuh dan orang tua tunggal yang mereka miliki atau kondisi kemiskinan masyarakat
tersebut adalah sebagai berikut:
4.2.2.1. Analisis Pentagonal Aset Keluarga Pemulung Orang Tua Utuh
Bagan Pentagonal Aset Keluarga Pemulung Orang Tua Utuh Sumber : Hasil FGD
Melalui FGD yang dihadiri oleh pemulung keluarga utuh, peserta memberikan penilaian langsung mengenai asset yang mereka miliki. Berdasarkan
hasil FGD yang telah dilakukan diantara ke lima asset, berikut adalah kondisi aset pemulung keluarga utuh :
1. Kondisi Sumber Daya Manusia
Berdasarkan hasil FGD dengan peserta pemulung keluarga utuh, Sumber Daya Manusia menempati angka tiga, terkait sumber daya manusia ada beberapa
indikator yang merujuk untuk melihat kondisi sumber daya manusia, indikator tersebut diantaranya pendidikan formal maupun non formal seperti
pelatihankursus yang pernah dijalani, selain itu penilainan terhadap kondisi sumberdaya manusia dapat juga dilihat dari ketrampilan skill yang tertentu ,
1 2
3 4
5 1
2 4
5 1
2 3
4 5
1 2
3 4
5 1
2 3
4 5
SDA
E F
S SDM
Universitas Sumatera Utara
52
serta kemampuan untuk mengolah hasil memulung ke dalam bentuk lain yang lebih bernilai ekonomi tinggi.
Terkait pendidikan formal, mayoritas yaitu 7 dari 12 pserta mengaku hanya tamat SMP, sedangakan yang lainnya hanya tamat SD,SMASMK dan
tidak terdapat diantara peserta yang tidak pernah bersekolah. Terkait pendidikan non-formal seperti pelatihankursus. Mengenai kursus atau pelatihan yang pernah
diikuti satu peserta FGD pernah mengikuti kursus yaitu kursus kecantikan, namun hanya selama tiga bulan saja. Alasan mereka tidak pernah mengikuti pelatihan
ataupun kursus adalah karena tidak ada biaya dan keterbatasan waktu serta motivasi diri yang kurang.
Melihat dari hasil FGD tingkat pendidikan pemulung keluarga utuh dapat dikatakan rendah, adapun yang menjadi faktor-faktor penyebab mereka tidak
melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi diantaranya karena kemauan atau motivasi diri yang kurang malas, karena kemampuan ekonomi orang tua
yang terbatas, karena adanya faktor pengutamaan anak laki-laki dalam keluarga. Seperti penuturan salah satu peserta FGD Hatian Obasa 40 tahun yang
mengatakan: “Karena orang tu saya dulu memiliki banyak anak dan kami hidup di
kampung jadi anak laki-laki itu lebih diutamkan khususnya pada keluarga suku Batak ini. Sehingga anak laki-laki yang diutamakan pendidikannya dipicu lagi
oleh keterbatasan ekonomi, oleh karena itu anak perempuan haruslah mengalah. Oleh karena itu saya tidak disekolahkan tinggi-tinggi karena saya anak
perempuan, belum lagi tugas saya sebagai anak perempuan sebagai penjaga adik-adik saya.
Dari penuturan tersebut membuktikan bahwa nilai dalam suatu budaya juga mampu mempengaruhi keberadaan kualitas sumber daya manusia yang ada.
Hal tersebut juga membuktikan bahwa bukan saja faktor ekonomi yang dapat
Universitas Sumatera Utara
53
mempengaruhi pendidikan seseorang tetapi nilai budaya yang juga memiliki andil di dalamnya. Itu artinya nilai budaya juga memberi pengaruh pada penyebab
rendahnya kesejahteraan, pendidikan yang seharusnya dapat dijadikan modal untuk melakukan mobilitas sosial namun terbentur oleh nilai budaya yang dianut
oleh kelompok masyarakat tertentu. Akibat pendidikan rendah kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan juga rendah sehingga produktifitas juga rendah,
produktifitas yang rendah melahirkan kemiskinan. Rendahnya pendidikan mengakibatkan mereka memilih untuk bekerja
hanya sebagai pemulung, karena mereka tidak memiliki kampuan intelektual serta ketrampilan tertentu. Sementara itu lapangan pekerjaan terbatas sedangkan jumlah
penduduk semakin tinggi. Perkembangan zaman yang semakin modern, menuntut sumber daya manusia yang ada harus semakin terampil dan berpendidikan tinggi.
Akibatnya mereka yang tidak berpendidikan tinggi tersingkirkan dan memilih bekerja di sektor informal seperti memulung. Hal ini deperkuat oleh penuturan
salah satu informan, M. Siagian 60 tahun “Saya memulung sejak saya menikah dengan suami saya ini.
Alasan saya bekerja sebagai pemulung karena saya tidak memiliki kemampuan lain, saya tidak tahu lagi mau bekerja dimana lagi,
sementara itu kebutuhan hidup semakin mahal. Jadi saya memilih menjadi pemulung karena tidak memerlukan ketrampilan khusus, tidak
perlu ijazah dan juga tidak perlu modal yang besar “
Sekalipun faktor nilai budaya memiliki andil dalam rendahnya pendidikan pada kelompok pemulung keluarga utuh, namun faktor yang paling
dominan berdasarkan hasil FGD penyebab rendahnya pendidikan adalah faktor ekonomi.
Terkait ketrampilan yang menjadi salah satu indikator Modal Manusia dilihat dari, ketrampilan tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk menambah
Universitas Sumatera Utara
54
pendapatan, dan kemampuan untuk mengelola hasil memulung ke bentuk lain yang lebih bernilai ekonomi tinggi. Berdasarkan hasil FGD terdapat keluarga yang
menambah pendapatan mereka dengan melakukan usaha lain seperti menjadi buruh cuci, asisten rumah tangga, berdagang di rumah, dan juga menjadi buruh
bangunan. Seperti penuturan salah satu peserta FGD J. Panjaitan 66 tahun, yang mengatakan:
“Jika hanya mengandalkan botot ini ga cukup lah, tanggungan dalam keluarga cukup banyak sehingga unutk menambah-namabh
pengahasilan sehari-hari dalam keluarga biasanya saya menjadi buruh bangunan itu juga jika ada borongan bangunan ya saya ikut. Menjadi
buruh bangunan cukup membantu untuk menambah ekonomi tapi sayangnya tidak selalu ada borongan bangunan”.
Seluruh peserta FGD mengaku bahwa mereka tidak mengelola kembali
barang bekas yang mereka dapatkan. Menurut peserta FGD yang menjadi alasan mereka tidak mengelola hasil barang hasil memulung diantaranya karena kurang
nya pengetahuan , tidak ada modal untuk membeli peralatan, lokasi yang sempit, serta tidak ada pasar untuk memasarkan hasil produksi, seperti penuturan salah
satu peserta FGD M.Siagian 66 tahun yang mengatakan: “Bagaimana kami dapat mengolah barang bekas ini semua, kami
tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengelolanya, sekalipun nanti kami diajari atau dibekali ketrampilan untuk mengolah
barang bekas tersebut kami juga kana dibingungkan akan tempat pemasarannya akan dikemanakan?”
. Hal tersebut memperlihatkan bahwa selain pengetahuan dan kemampuan mereka yang masih kurang akan pengolahan barang hasil memulung, ternyata
penyebab mereka tidak mengolah barang hasil memulung dikarenakan tidak adanya pasar untuk mendistribusikan barang. Sehingga adanya pemikiran bahwa
sekalipun mereka mampu untuk mengeloh nantinya akan terbentur oleh ketiadaan
Universitas Sumatera Utara
55
pasar. Hal tersebut memunculkan keengganan untuk tidak mengolah barang hasil memulung ke bentuk yang bernilai ekonomi lebih tinggi.
Selain itu faktor internal yang menghambat mereka untuk mengolah barang bekas, kurangnya motivasi dari dalam diri mereka. Menurut mereka karena
tidak ada penggerak kegiatan pengolohan barang bekas tersebut, hal ini juga menyiratkan adanya kaitan dengan ketiadaan organisasi sesama pemulung yang
seharusnya dapat dijadikan wadah untuk memberikan ketrampilan dan juga pengetahuan akan pengelolahan barang bekas. Menurut mereka jiaka hanya
mengandalakan kemampuan mereka sulit bagi mereka untuk mengolah barang bekas ke bentuk yang berniali ekonimi lainnya , mengingat kondisi ekonomi
mereka juga yang terbatas. Dari bagan diatas dapat dilihat sumber daya manusia pemulung keluarga
utuh menempati angka tiga, angka tersebut termasuk angka yang cukup tinggi. Secara umum pendidikan mereka dapat dikatakan rendah, namun menurut
penilaian mereka secara internal pendidikan yang mereka miliki cukup tinggi, alasan lainya mengapa mereka menilai sumberdaya mereka berada di angka tiga
karena selain memulung, sesekali mereka juga mencari tambahan pendapatan yang lainnya dengan mengerjakan pekerjaan lain seperti menjadi buruh cuci dan
buruh bangunan. Hal tersebut memberi penilian bagi mereka bahwa mereka cukup produktif.
Menurut penilaian mereka selama masih bekerja pendidikan bukan menjadi penghalang , bagi mereka selama mereka tidak menganggur itu artinya
mereka sebagai sumberdaya manusia masih berdaya. Bagi mereka sumberdaya
Universitas Sumatera Utara
56
manusia yang rendah, jika individu tersebut sama sekali tidak bekerja dan menghasilkan pendapatan.
Sumber Daya Alam berada pada angka dua karena seluruh peserta FGD mengaku tidak memiliki lahan untuk diolah dan dari 12 peserta 1 orang mengaku
memiliki ternak dan hanya untuk kebutuhan konsumsi saja. Alasan lainnya dikarenakn mayoritas dari mereka yaitu 7 dari 12 peserta mengaku mencari
barang bekas hanya di dearah sekitar lingkungan tempat tinggal mereka dan sekitar Kelurahan Helvetia Timur, 1 dari 12 peserta yang mencari barang bekas ke
daerah cukup jauh, dan sisa nya ke daerah luar kelurahan Helvetia Timur seperti daerah Sekip dan daerah Nibung serta Petisah. Setiap hari pada umunnya mereka
cenderung akan melewati daerah yang sama dan tempat-tempat yang sama. Aset Fisik berada diangka dua karena di daerah ini terkait fasilitas umum
seperti Sekolah, Puskesmas, Kantor Kelurahan, Perhubungan seperti akses jalan dan transportasi cukup baik dan mudah untuk diakses. Tidak sulit untuk
mengakses daerah tempat tinggal mereka ,terbukti dari terdapat angkutan umum yang melewati daerah ini, begitu juga dengan kondisi jalan yang cukup memadai.
Dari 12 peserta 11 keluarga pemulung memiliki rumah sendiri walaupun hak hanya hak pakai dan sisanya masih mengontrak rumah. Kondisi sanitasi
belum cukup memadai karena saluran pembuangan rumah tangga di tempat ini dialirkan langsung ke sungai. Secara langsung hal tersebut dapat mencemari
lingkungan tempat tinggal mereka, ih langsung dari PAM. Terkait penerangan di tempat ini telah terdapat akses masuknya listrik langsung dari PLN Perusahaan
Listrik Negara, sebelumnya di tempat ini belum terdapat akses terhadap listrik
Universitas Sumatera Utara
57
mengingat daerah ini merupakan daerah hijau. Seperti penuturan salah satu warga dan juga pserta FGD Rospitawati Simbolon 52 tahun
“Pertama kali kami tinggal pada tahun 2002, di sini belum ada akses listrik masuk, namun setelah kami sesama warga berembuk dan bertepan ada
yang mengenal pihak dari PLN dan kami meminta tolong agar memberikan akses listrik ke daerah kami ini. Pada tahun 2005 daerah ini telah mendapat akses
terhadap listrik, namun tidak dengan akses air” Daerah ini tidak mendapat akses air dari PAM, dikarenakan masih
termasuk daerah hijau sehingga untuk mengakses air bersih harus setiap rumah tangga harus menggali sumur. Penggunaan jenis sumur juga terbagi atas dua yaitu
sumur biasa dan sumur bor . Bagi rumah tangga dengan ekonomi yang menengah
di tempat ini, biasanya menggunakan sumur bor, namun bagi rumah tangga yang kurang mampu di tempat ini hanya menggunakan sumur biasa, terdpat juga rumah
tangga yang menumpang dengan sumur rumah tangga lainnya.
2. Kondisi Aset FinancialEkonomi