Analisis kebijakan kepemilikan rumah (KPR) bersubsidi dengan skim Syariah (studi kasus pada Bank Syariah Unit Usaha Harmoni Jakarta)

(1)

(Studi Kasus Pada Bank BTN Syariah Unit Usaha Harmoni Jakarta) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Disusun Oleh:

ABDI KURNIAWAN ALUSYI NIM. 103046128286

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M/1431H


(2)

(Studi Kasus Pada BTN Syariah Cabang Harmoni Jakarta)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Disusun Oleh:

ABDI KURNIAWAN ALUSYI NIM. 103046128286

Dibawah bimbingan

Asep Saefudin Jahar, Ph.D NIP 150276 211

Edy Setiadi, SE, MM NIP 150204484

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M/1431H


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Maret 2010 M

Abdi Kurniawan Alusyi


(4)

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sang pemilik sifat rahman dan rahiim yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan alam baginda besar Nabi Muhammad SAW.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah dalam bentuk sekripsi ini merupakan salah satu bagian syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kebahagiaan yang tak ternilai bagi penulis secara pribadi adalah dapat mempersembahkan yang terbaik kepada kedua orangtua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah ikut andil yang mensukseskan harapan penulis.

Sebagai bentuk penghargaan yang tidak terlukiskan, izinkanlah penulis menuangkan dalam bentuk ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Euis Amalia, M. Ag, selaku Ketua Program Studi Muamalat dan Ah. Azharuddin Lathif, M. Ag, selaku Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah membantu penulis secara tidak langsung dalam menyiapkan skripsi ini.

3. Bpk Asep Saefudin Jahar, Ph.D sebagai Dosen pembimbing pertama dan Bpk Edy Setiadi, SE, MM, selaku Dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan pengarahan serta bantuan literature dalam proses penyelesaian tugas akhir ini.

4.


(5)

iv penulis dalam proses penulisan sekripsi ini.

6. Segenap pengurus dan pegawai Perpustakaan utama Universitas Islam Negeri Jakarta yang telah membantu penulis dalam mencari data-data yang diperlukan.

7. Segenap Manajemen Bank BTN Syariah yang telah membantu dalam memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kedua orang tuaku tercinta yang selalu mendoakanku tiap siang dan malam serta curahan kasih sayangnya selama ini, semoga Allah mencurahkan kasih sayangnya kepada mereka. Akhir kata hanya kepada Allah jualah penulis memanjatkan doa, semoga Allah memberikan balasan berupa amal yang berlipat kepada mereka. Karena tanpa dorongan dan dukungan mereka, penulis hanyalah hamba yang dhaif. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi semua pihak. Amiin.

Ciputat, Februari 2010 M


(6)

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9

D. Reviw Studi Terdahulu... 11

E. Kerangka Teori ... 15

F. Metode Penelitian ... 17

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan ... 24

B. KPR Syariah... 29

C. Pengertian dan Landasan Hukum Murabahah ... 30

D. Subsidi... 41

BAB III GAMBARAN UMUM BTN SYARIAH A. Sejarah Berdirinya BTN Unit Usaha Syariah ... 45

B. Visi dan Misi BTN Unit Usaha Syariah ... 47

C. Struktur Organisasi Kantor Cabang BTN Syariah Jakarta ... 48


(7)

vi

BERSUBSIDI DENGAN SKIM SYARIAH

A. Mekanisme Pembiayaan KPR bersubsidi dengan skim

syariah ... 61

B. Sistem penyaluran pembiayaan KPR syariah bersubsidi... 69

C. Penyelesaian pembiayaan KPR bermasalah pada BTN Syariah ... 74

D. Tingkat keberhasilan BTN Syariah dalam penyaluran KPR syariah bersubsidi... 79

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA... 86


(8)

A. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan penduduk di kota-kota besar yang relatif tinggi dengan penyebarannya yang tidak merata menimbulkan sejumlah permasalahan. Hal ini bertambah rumit dengan adanya sistem perpindahan penduduk dari desa untuk menetap di kota-kota besar tersebut.

Penyediaan fasilitas yang wajar, bagi pertambahan penduduk secara alamiah belum berimbang, ditambah dengan pertambahan penduduk akibat urbanisasi tersebut. Salah satu peran pemerintah untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat adalah melaksanakan pembangunan di bidang perumahan dan pemukiman.

Pembangunan perumahan di Indonesia pada dasarnya menghadapi 4 (empat) kendala. Pertama, tingkat keterjangkauan masyarakat yang relatif rendah. Kedua, pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ketiga, keterbatasan lahan, baik pengadaan maupun harganya yang terus melonjak. Keempat, keterbatasan kemampuan pemerintah dalam membangun sarana dan prasarana perumahan, baik listrik, air, jalan, telepon maupun yang lainnya.1

1

Tati Suhartati Yusron, “Analisis Penawaran Kredit Pemilikan Rumah di PT. Papan Sejahtera

dan Bank-Bank Swasta di Kodya Bandung,” (Laporan penelitian Universitas Padjajaran Bandung,

1990), h.1.


(9)

Dua kendala yang pertama menyangkut sisi permintaan perumahan. Dilihat dari keterjangkauan masyarakat, terjadi penurunan yang sangat besar. Memang, penghasilan masyarakat meningkat, namun lajunya tidak secepat peningkatan harga rumah. Akibatnya, masyarakat menjadi tidak mampu membeli rumah.

Dari sisi penawaran dijumpai kendala keterbatasan lahan dan keterbatasan pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana pemukiman. Keterbatasan lahan membawa konsekuensi pada tingginya harga tanah. Kondisi ini semakin berat dengan meluasnya kegiatan spekulasi, yang membuat harga tanah semakin sulit dikendalikan.

Pemenuhan kebutuhan rumah merupakan hak individu yang sepenuhnya merupakan tanggung jawab masing-masing individu. Dalam konteks ini, Pemerintah menempatkan diri sebagai fasilitator dalam pemenuhan kebutuhan rumah.

Masalah paling utama yang dihadapi pemerintah adalah pengadaan perumahan bagi masyarakat yang berpenghasilan relatif rendah, utamanya di perkotaan. Hal ini terutama disebabkan karena rendahnya tingkat penghasilan dan daya beli sebagian besar masyarakat Indonesia.

Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 menunjukan bahwa kurang lebih 81% penduduk perkotaan di Indonesia merupakan kelompok masyarakat


(10)

berpenghasilan rendah (MBR) yakni yang berpendapatan s.d. Rp. 2.000.000 per bulan.2

Willy mengungkapkan, jumlah penduduk Indonesia tahun 2004 mencapai 224 juta jiwa dengan angka pertambahan penduduk rata-rata 1,68 persen atau 3,7 juta jiwa per tahun. Dengan asumsi penghuni sebuah rumah rata-rata 4,6 orang maka dibutuhkan rumah baru 800 ribu unit per tahun.3

Sejalan dengan program Pembangunan Nasional 2001-2004 serta Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman, Pemerintah terus berusaha membantu pemenuhan kebutuhan rumah bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang salah satunya melalui bantuan pembiayaan pemilikan perumahan. Bantuan pembiayaan ini disalurkan melalui kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi yang penyelenggaraanya melibatkan bank-bank yang sanggup menyalurkan KPR bersubsidi tersebut. Ada dua hal penting dalam pengelolaan penyaluran KPR bersubsidi, yaitu menyangkut masalah skim pembiayaan dan delivery program yang melibatkan banyak pihak khususnya Bank Pelaksana. Dalam hal ini BTN Syariah sebagai bank pelaksana.

Pemerintah saat ini tengah mengembangkan skim bantuan pemilikan rumah melalui KPR syariah. Untuk mendukung berjalannya skim ini, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat akan mengembangkan subsidi uang

2

Tito Murbaintoro, ed., Kebijakan Pembiayaan Perumahan (Jatinagor: Kementerian Negara Perumahan Rakyat, 2006), h.18.


(11)

muka atau urbun dengan besar bantuan antara Rp. 3 juta - 5 juta sesuai dengan kelompok penghasilan masyarakat. Dengan demikian diharapkan keinginan masyarakat luas untuk dapat memenuhi kebutuhan perumahan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah secara luas dapat terpenuhi. Dengan diterapkannya skim KPR syariah diharapkan konsumen yang merupakan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dapat dihindarkan dari kerugian akibat turun naiknya suku bunga, sehingga konsumen tidak di dzalimi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Perkembangan dari perbankan dan ekonomi syariah belakangan ini cukup pesat. Maka, dalam pencarian alternatif pembiayaan rumah bagi golongan MBR, salah satu skema yang harus didorong adalah KPR/KPRS Syariah Bersubsidi.

Untuk memenuhi target pembangunan perumahan bagi MBR, pemerintah mulai memberikan subsidi kepada KPR syariah. Jumat 21 Oktober 2005, Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Muhammad Yusuf Asyari meluncurkan kebijakan tersebut. Untuk merealisasikan itu, Menpera telah menanda tangani nota kesepahaman dengan Bank Syariah Mandiri (BSM) dan BTN Syariah.4

Perkembangan dan potensi pasar perbankan syariah mendorong BTN untuk turut serta dalam meningkatkan pelayanan pada nasabah dengan dual

banking system sesuai dengan UU Perbankan No. 10/1998, yaitu perbankan

4


(12)

konvensional dan perbankan syariah. Sesuai dengan core bisnisnya dalam bidang perumahan yang visi dan misinya saat ini. Yaitu “menjadi bank yang terkemuka dan menguntungkan dalam pembiayaan perumahan” dan “memberikan pelayanan unggul dalam pembiayaan perumahan dan industri ikutannya kepada lapisan masyarakat menengah ke bawah, serta menyediakan produk dan jasa perbankan lainnya”.

Dalam perkembangannya KPR tidak hanya dimonopoli oleh bank konvensional saja, tetapi juga sudah dijalankan oleh bank syariah. Produk KPR pertama kali diperkenalkan oleh Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk. yang awalnya menggunakan instrumen bunga sebagai alat untuk memperoleh keuntungan dari produk tersebut. Setelah BTN membuka Unit Usaha Syariah (UUS), produk KPR yang dijual disesuaikan dengan konsep syariah, baik mengenai akadnya ataupun mekanisme transaksinya.

Produk KPR pada perbankan konvensional difahami sebagai Kredit Perumahan Rakyat yang akadnya didasarkan pada prinsip pinjam-meminjam

(credit atau qard) dengan memanfaatkan bunga sebagai variabelnya. Hubungan

yang terjalin antara pihak bank dengan nasabah yang mengambil produk KPR ini adalah hubungan antara pihak kreditor dan pihak debitor. Pihak bank mengucurkan pinjaman bagi nasabah yang dimanfaatkan untuk keperluan KPR. Bank konvensional mengambil keuntungan (profit) dari bunga pinjaman yang dikenakan kepada nasabah.


(13)

Di sinilah letak ketidaksesuaian apa yang dipraktekkan perbankan konvensional dengan konsep ekonomi syariah yang prinsip utamanya melarang keras praktek bunga bank. Bunga yang dipraktekkan oleh perbankan konvensional merupakan riba yang ada dalam ajaran Islam, yaitu bagian dari riba nasi’ah. Pada dasarnya, model pinjam-meminjam dengan memakai pinsip qard dibolehkan dalam ajaran Islam dengan catatan tanpa memungut tambahan (ziyadah), baik dengan memakai istilah bunga ataupun menggunakan istilah yang lain, yang intinya merupakan tambahan dari yang pokok. Kalau masih tetap mengharuskan adanya tambahan berarti praktek tersebut sudah menyerupai riba yang diharamkan dalam ajaran Islam.

Sedangkan KPR yang dikembangkan oleh bank syariah dimaknai sebagai Kepemilikan Perumahan Rakyat yang mekanismenya didasarkan pada akad jual-beli (tabadduli). Hubungan yang terjalin antara bank syariah dengan pihak nasabah yang mengambil produk KPR adalah hubungan antara penjual (al-ba’iu) dan pembeli (musytari). Dalam hal ini, bank syariah sebagai pihak penjual yang menjual produk KPR kepada nasabah. Sedang nasabah sebagai pihak pembeli. Karena prinsip yang digunakan dalam model ini adalah jual-beli, maka kelaziman pada akad jual-beli memungkinkan adanya proses tawar menawar antara pihak bank dengan nasabah.

Keuntungan bank syariah pada produk KPR ini dalam bentuk margin penjualan yang dikenakan kepada pihak nasabah. Tingkat margin yang ditetapkan oleh bank syariah menjadi obyek pembeda yang memungkinkan antar bank


(14)

syariah melakukan kompetisi dalam menentukan tingkat marginnya. Bisa jadi, satu bank syariah mengambil margin keuntungannya lebih rendah dibanding dengan tingkat margin yang ada pada bank syariah lainnya, atau jika memungkinkan bisa kompetitif dengan tingkat bunga yang ditetapkan oleh perbankan konvensional.

Biasanya, bank syariah dalam menjual produk KPR-nya menggunakan fasilitas pembiayaan murabahah yang memungkinkan nasabah untuk membayar KPRnya secara angsuran. Di sini, ada unsur ta’awun (tolong-menolong) antara pihak bank syariah dengan nasabah. Nasabah tertolong oleh pihak bank syariah karena diberi keleluasaan membayar dengan melalui angsuran (cicilan). Sedang pihak bank tertolong dengan mendapatkan keuntungan (margin) dari penjualan KPR.

Adanya problem yang dirasakan oleh sebagian nasabah bank syariah tentang besaran margin yang diambil oleh bank syariah lebih banyak (lebih besar) jika dibanding dengan besaran bunga yang digunakan oleh bank konvensional sangat memungkinkan, karena prinsip yang dipakai oleh bank syariah mengacu pada konsep jual-beli yang memungkinkan mengambil keuntungan dalam batas yang proporsional dan saling rela (an taradhin). Di sisi lain, belum terjadinya tingkat kompetisi antar bank syariah dalam menentukan margin keuntungan yang diperoleh dari penjualan produk KPR.

Dalam hal ini, terlihat bahwa bank syariah mempunyai mandat yang luas dibanding dengan mandat yang dimiliki oleh bank konvensional. Sesuai dengan


(15)

peraturan yang ada, bank syariah diperbolehkan melakukan transaksi jual-beli. Sedang bank konvensional tidak diberi wewenang untuk melakukan transaksi jual-beli. Realita ini sebagai konsekuensi dari pelaksanaan ayat al-Quran tentang penghalalan jual-beli dan pengharaman riba.5

Atas dasar pertimbangan uraian masalah yang dijelaskan di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai hal tersebut yang dituangkan penulis dalam skripsi dengan judul “Analisis Kebijakan Kepemilikan Rumah Bersubsidi dengan Skim Syariah (Studi Kasus BTN Syariah Unit Usaha Harmoni Jakarta)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masaloah

Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap masalah yang hendak ditulis, penulis merasa perlu untuk memberikan batasan dan perumusan masalah terhadap objek yang dikaji, adapun masalah yang dibatasi adalah sebagai berikut :

a. Mekanisme pembiayaan KPR bersubsidi yang dilakukan BTN Syariah dengan skim syariah.

b. Sistem penyaluran pembiayaan BTN Syariah dalam menyalurkan KPR syariah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

5

AM Hasan Ali, “Perbedaan KPR Syariah dan KPR Konvensional”, artikel diakses pada 24 Maret 2008dari http://www.pkesinteraktif.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=329


(16)

c. Tingkat keberhasilan penyaluran KPR syariah bersubsidi pada BTN Syariah.

2. Perumusan masalah

Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka penulis memberikan perumusan antara lain :

a. Bagaimana mekanisme pembiayaan BTN Syariah dalam menyediakan KPR bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah dengan skim syariah ?

b. Bagaimana sistem yang dilakukan BTN Syariah dapat tepat sasaran dalam penyediaan perumahan bersubsidi bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah ?

c. Bagaimana tingkat keberhasilan penyaluran KPR syariah bersubsidi pada BTN Syariah ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penelitian

Setelah memperhatikan judul dari pembahasan ini serta latar belakang masalah, maka penelitian ini bertujuan :

a. Mengetahui mekanisme pembiayaan BTN Syariah dalam menyediakan KPR bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah dengan skim syariah.


(17)

b. Mengetahui sistem penyaluran pembiayaan BTN Syariah dalam menyalurkan KPR syariah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

c. Mengetahui tingkat keberhasilan BTN Syariah dalam penyaluran KPR syariah bersubsidi

2. Manfaat Penelitiian

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah : a. Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan. b. Bagi Akademisi

Diharapkan mampu memperluas informasi dalam rangka menambah serta meningkatkan khasanah pengetahuan di bidang perbankan syariah.

c. Bagi BTN Syariah

Diharapkan menghasilkan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan guna pengembangan usaha dan bisnis perbankan syariah dan perekonomian umat.

d. Bagi Masyarakat

Diharapkan menghasilkan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menginvestasikan dana dan atau memperoleh pembiayaan KPR yang menguntungkan.


(18)

D. Review Studi Terdahulu

Dari beberapa literature sekripsi yang berada di perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum maupun perpustakaan utama UIN Jakarta penulis menemukan beberapa literature yang sejenis dengan penelitian yang penulis lakukan diantaranya sebagaimana sekripsi berikut:

1. Skripsi 2006, Dian Lestari, “Analisa Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) BTN Syariah (Studi Kasus : Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Syariah Jakarta Harmoni).” Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta6. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui konsep, prosedur atau mekanisme pembiayaan KPR syariah, mengetahui tinjauan hukum islam, mengetahui prosedur penentu margin dan mengetahui kebijakan bank yang berkenaan dengan KPR serta menganalisi dan mengevaluasi berdasarkan analisis SWOT dan strateginya. Hasil dari penelitian ini adalah KPR syaria merupakan praktek murabahah

dengan pesan, bila rukun dan syarat pada akad ini terpenuhi sempurna maka dapat dikatakan bahwa transaksi tersebut sah. Prosedur atau mekanisme pengajuan pembiayaan KPR syariah melalui empat tahap yaitu:

a. Tahapan pengajuan permohonan pembiayaan KPR

b. Tahapan analisa, (analisa kemampuan, kemauan dan agunan)

6

Dian Lestari, “Analisa Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) BTN Syariah (Studi Kasus :

Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Syariah Jakarta Harmoni)”, Skripsi S1, Jurusan Muamalat,


(19)

c. Tahapan persetujuan

d. Tahapan pelaksanaan/ penandatanganan akad.

2. Skripsi 2007, Muhammad Khusnul Hakim, “Respon Masyarakat Terhadap Produk Kepemilikan Rumah (KPR) Dengan System Syariah (Studi Kasus

Masyarakat kota Tangerang)”, Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta7 tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep kepemilikan rumah KPR Syariah dalam persepektif syariah, dan untuk mengetahui pengaruh tingkat sosial ekonomi (status pernikahan dan pengeluaran rumah tangga), dan pengetahuan masyarakat tentang perbankan syariah dan KPR syariah, hasil dari penelitian ini sebagaimana berikut respon yang memiliki preferensi terhadap bank syariah sebagian besar merupakan kelompok responden (perumahan) dan responden bisnis. Adapun responden yang memiliki preferensi terhadap tawaran untuk menggunakan KPR syariah sebesar 26 %, sedangkan opportunitynya sebesar 51%. Adapun 23% responden tidak menerima tawaran KPR syariah dengan alasan belum ada kebutuhan, belum tahu system keunggulanya, belum tahu system pembayarannya dan menganggap KPR syariah sama saja dengan KPR konvensional.

7

Muhammad Husnul Hakim, “Respon Masyarakat Terhadap Produk Kepemilikan Rumah (KPR)

dengan system Syariah (Studi Kasus Masyarakat Kota Tangerang)”, Skripsi S1 jurusan Muamalat,


(20)

3. Skripsi 2007, Mahfudin, “Kesesuaian Aplikasi jual Beli Murabahah dalam Pembiayaan KPR Syariah (Studi Kasus pada unit Usaha Syariah PT. Bank Permata), Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta8 skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aplikasi pembiayaan KPR syariah pada Permata Bank, untuk mengetahui bagaiman prosedur pengajuan pembiayaan KPR Syariah, mengetahui kesesuainya antara jual beli murabahah dengan pembiayaan KPR Syariah dan mengetahui perbandingan antar pembiayaan berdasarkan akad

murabahah dalam bank syariah dengan system bunga tetap dalam bank

konvensional. Hasil dari penelitian ini sebagaiman berikut: Dalam prakteknya jualbeli murabahah dalam pembiayaan KPR Syariah pada Permata Bank Syariah adalah bank membelikan terlebih dahulu rumah yang dibutuhkan nasabah, bank melakukan pembelian rumah kepada supplier/ developer yang ditunjuk oleh nasabah atau bank, kemudian bank menetapkan harga jual rumah tersebut berdasarkan kesepakatan bersama nasabah. Nasabah dapat melunasi pembelian rumah tersebut dengan cara sekaligus atau mengangsur. Prosedur pengajuan KPR syariah Permata Bank melalui empat tahap:

a. Tahap pengajuan

b. Tahap analisis yang dilakukan oleh bank

8

Mahfudin, “Kesesuaian Aplikasi Jual Beli Murabahah dalam Pembiayaan KPR syariah (Studi

Pada unit Usaha Syariah PT. Bank Pernata Tbk.), Skripsi S1 jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan


(21)

c. Tahap persetujuan dan d. Tahap pelaksanaan.

4. Skripsi 2008, Cholida Hanum, “Strategi Bank BTN Syariah dalam Pembiayaan KPR Bermasalah (Studi Kasus Pada Bank BTN Kantor Cabang

Syariah Jakarta), Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta9 skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pembiayaan bermasalah terhadap KPR syariah pada Bank Syariah, mengetahui strategi, langkah-langkah dalam mengatasi pembiayaan KPR Bermasalah pada BTN Syariah dan untuk mengetahui tujuan penerapan strategi bank BTN Syariah dalam menangani pembiayaan bermasalah, hasil dari penelitian ini sebagaimana berikut: faktor yang menyebabkan pembiayaan KPR bermasalah pada BTN Syariah diantaranya meliputi:

a. Terbatasnya jumlah personil analisis pembiayaan (Account Officer).

b. Tidak tersedianya petugas khusus untuk melakukan pembinaan nasabah.

c. Luasnya wilayah kerja BTN Syariah Jakarta. Sedangkan faktor eksternal meliputi:

9

Cholida Hanum, “Strategi bank BTN Syariah dalam pembiayaan KPR Bermasalah (Studi Kasus

Pada Bank BTN Kantor Cabang Syariah Jakarta ), Skripsi S1 jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan


(22)

a. Nasabah di PHKdari tempat kerjaanya.

b. Nasabah diturunkan dari jabatanya sehingga penghasilanya menurun.

c. Sisi agunan yang diiayai oleh nasabah belum di huni atau terkena banjir dan lain-lain.

d. Nasabah menunggak karena rumah yang dibiayai tidak sesuai dengan keinginanya.

Berdasarkan review terhadap studi-studi sebelumnya dimana didapatkan bahwa para peneliti sebelumnya tidak membahas mengenai kebijakan kepemilikan rumah bersubsidi dengan skim syariah, maka penulis mendapatkan

loop hole (celah) untuk melakukan penelitian ini.

E. Kerangka Teori

Prinsip adalah sesuatu yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan suatu tindakan. Prinsip analisis pembiayaan adalah pedoman-pedoman yang harus diperhatikan oleh pejabat pembiayaan bank syariah pada saat melakukan analisis pembiayaan.

Bank sebagai pemberi dana (shahibul maal/pemilik dana), dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan akan memperhatikan beberapa


(23)

prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon peminjam (mudharib). Prinsip ini dikenal dengan prinsip 5C, yaitu: 10

1. Character artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman.

Penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon peminjam untuk memperkirakan kemungkinan bahwa peminjam dapat memenuhi kewajibannya.

2. Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan

mengembalikan pinjaman yang diambil.

Penilaian tentang kemampuan peminjam untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi peminjam di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti karyawan, mesin, sarana produksi, cara usahanya, dan lain sebagainya.

3. Capital artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam.

Penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon peminjam, diukur dengan posisi usaha/perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh rasio keuangan dan penekanan pada komposisi modalnya.

4. Collateral artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam

kepada bank.

10

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h.60.


(24)

Jaminan yang dimiliki calon peminjam. Penilaian ini untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya.

5. Conditions artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak.

Pihak bank harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon peminjam. Hal tersebut dilakukan karena kondisi eksternal memiliki pengaruh yang cukup besar dalam proses berjalannya usaha calon peminjam dalam jangka panjang.

Prinsip 5C tersebut terkadang di tambahkan dengan 1C, yaitu Constraint

artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha.

Untuk bank syariah, dasar analisis 5C belumlah cukup. Sehingga perlu memperhatikan kondisi sifat Amanah, Kejujuran, Kepercayaan, dari masing-masing nasabah.

F. Metodelogi Penelitian

Metode Penelitian yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini sebagai berikut:

1. Lokasi penelitian

Adapun lokasi penelitian ini di bank BTN kantor cabang Syariah Jakarta, Gedung Menara BTN Lt. 2 Jl. Gajah mada No. 1 Jakarta 10130. Telp (021) 63870226, 63870229, 6336789 ext. 8240.


(25)

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis bersifat deskriptif analitis melalui studi kasus yakni berupa : penelitian lapangan (field research) dan studi kepustakaan (library reseach). Penelitian lapangan digunakan untuk analisa data kualitatif dan kuantitatif, dilakukan dengan mengumpulkan data dari bank syariah yang menjadi objek penelitian. Studi kepustakaan digunakan untuk menunjang temuan-temuan lapangan sebagai langkah konfirmasi yang berusaha memberikan pemecahan masalah dengan jalan mengumpulkan data, meyusun, mengklasifikasikan, menganalisa, mengevaluasi dan menginterpretasikannya.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian menggunakan Studi kasus. Jenis pendekatan studi kasus merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu objek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh termasuk kondisi dan lingkungan masa lalunya.11

Kasus yang diangkat dalam penelitian ini berkaitan dengan masalah cara menganalisis kebijakan kepemilikan rumah bersubsidi dengan skim syariah yang dilakukan BTN Syariah Cabang Harmoni Jakarta.

4. Sumber Data a. Data Primer

11

Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 23.


(26)

Data primer yaitu data yang didapatkan secara langsung dari sumber aslinya seperti subyek yang diwawancarai, literatur buku yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang didapatkan dari sumber yang kedua, seperti dokumen atau arsip-arsip yang didapat dari BTN Syariah.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam menyusun skripsi ini, penulis melakukan pengumpulan data dengan cara :

a. Studi Kepustakaan (library research)

Salah satu hal penting yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu mempelajari beberapa literatur tetulis baik yang bersumber pada buku, jurnal, majalah, artikel, makalah, koran dan internet, maupun dari sumber tertulis lainnya yang mengandung informasi berkaitan dengan masalah yang dibahas, yang dihimpun dari berbagai tempat.

b. Studi Lapangan (field research)

Dalam hal ini penulis terjun langsung ke lokasi penelitian dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

1) Wawancara (interview), yaitu percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu penulis (interviwer) yang mengajukan pertanyaan dan pihak atau staf Bank BTN Syariah (interviwee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan


(27)

itu.12 Dengan melakukan wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait. Dalam hal ini tatap langsung dengan tokoh lembaga atau fungsionaris BTN Syariah.

2) Observasi, yaitu penulis melakukan observasi atau pengamatan langsung terutama bagian yang berhubungan dengan topik bahasan dengan maksud untuk mencocokkan data yang diperoleh dengan keadaan lapangan.

3) Studi Dokumentasi, yaitu dengan membaca buku literatur yang relevan dengan topik masalah dalam penelitian ini, serta mempelajari dokumen-dokumen atau arsip-arsip bank tentang kebijakan KPR bersubsidi.

6. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sample menggunakan pengambilan sample purposif, di mana termasuk dalam teknik pengambilan sample non-acak. Dalam hal ini penulis cukup menanyakan pada pimpinan bank atau orang yang terkait dalam BTN Syariah. Dengan kata lain penarikan sampel purposif menekan pada pertimbangan karakteristik tertentu dari subjek penelitiannya.13

12

Lexy J. Moleong, “Metode Penelitian Kualitatif”, (Bandung: Remaja Rosda karya, 2004), h. 5 13

M. Subana, dan Sudrajat, Dasar-DasarPenelitian Ilmiah, (BAndung: Pustaka Setia, 2005), h. 126.


(28)

7. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah pendekatan Kualitatif Diskriptif-analisis14, yaitu untuk memberikan pemecahan masalah dengan mengumpulkan data lapangan, menyusun atau mengklasifiksikan data dan menjelaskan gambaran mengenai kebijakan kepemilikan rumah bersubsidi dengan skim syariah pada Bank BTN Kantor cabang Syariah Jakarta. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk menggambarkan dan menganalisa secara mendalam mengenai kebijakan kepemilikan rumah bersubsidi pada BTN syaria, dalam menganalisis data, akan digunakan metode deskriftif kuantitatif, yaitu suatu teknik analisa data di mana terlebih dahulu dipaparkannya semua data yang telah diperoleh kemudian menganalisisnya dengan berpedoman pada sumber-sumber tertulis dalam bentuk angka.

8. Pedoman Penulisan Laporan

Penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007.

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan beberapa sub bab. Agar mendapat arah dan gambaran yang jelas mengenai hal yang tertulis, berikut ini sistematika penulisannya secara lengkap:

14

Winarmo Surachmand, “Dasar dan Teknik Research”, (Bandung: CV. Tarsito, 1972), ed v, h. 131.


(29)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, objek penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tinjauan umum pembiayaan KPR Syariah bersubsidi, pengertian pembiayaan subsidi syariah, murabahah, tujuan dan manfaat KPR syariah bersubsidi.

BAB III GAMBARAN UMUM

Pada bab ini menjelaskan tentang profil dari objek penelitian yaitu dari sejarah dan perkembangannya, visi dan misi, bentuk, bentuk prodak Sistem pembiayaan KPR pada perbankanserta mekanisme pembiayaan KPR pada perbankan Syariah

BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN KEPEMILIKIAN RUMAH BERSUBSIDI DENGAN SKIM SYARIAH

Dalam bab ini memaparkan tentang mekanisme pembiayaan BTN Syariah dalam menyediakan KPR bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah dengan skim syariah, sistem yang dilakukan BTN Syariah dapat tepat sasaran dalam penyediaan perumahan bersubsidi bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah, dan tingkat keberhasilan penyaluran KPR syariah bersubsidi yang dilakukan BTN Syariah.


(30)

BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisikan kesimpulan penelitian yang merupakan jawaban dari perumusan masalah dalam penelitian. Selain itu juga berisi saran dari penulis selama melakukan penelitian.


(31)

A. Pembiayaan

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang yang merupakan defisit unit.1

1. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan menurut Muhammad pada bukunya Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.2

Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.

Dalam UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, menjelaskan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah:

1

Rifaat Ahmad Abdul Karim, “The Impact of the Basle Capital Adequacy Ratio Regulation on the Financial Strategy of Islamic Bank” dalam Proceeding of the 9th Expert Level Conference on

Islamic Banking, disponsori oleh Bank Iindonesia dan International Association of Islamic Banks, 7-8

April 1995, Jakarta, dikutip dari Syafii Antonio, Muhammad, “Bank Syariah dari Teori ke

Praktek”(Jakarta: Gema Insani, 2001), h.160.

2

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN 2005, h


(32)

“Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang di persamakan itu berupa:

a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istisna’;

d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan / atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan / atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.”3 Di dalam memberikan pembiayaan terdapat dua pihak yang berkepentingan langsung, yaitu pihak yang berkelebihan uang disebut pemberi pembiayaan dan yang membutuhkan uang disebut penerima pembiayaan. Bila terjadi pemberian pembiayaan berarti pihak yang berkelebihan uang memberikan uangnya (prestasi) kepada pihak yang memerlukan uang, dan berjanji akan mengembalikan uang tersebut pada waktu jatuh tempo sesuai dengan perjanjian.

Dalam kehidupan sehari-hari kata kredit tidak asing lagi bagi kita. Kredit berasal dari bahasa latin yaitu Credere yang berarti percaya.4 Dengan demikian seseorang yang memperoleh kredit pada dasarnya adalah memperoleh kepercayaan.

3

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

4

Moh. Tjoekam. Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 1999) h.1


(33)

Pada kontra prestasi dari kredit tersebut adalah berupa bunga sedangkan kontra prestasi dari imbalan hasil keuntungan merupakan kontra prestasi yang khusus terdapat dalam pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sangat berbeda sekali perhitungannya dengan kontra prestasi berupa bunga.

2. Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Syariah a. Pembiayaan Modal Kerja

Unsur-unsur modal kerja terdiri atas komponen-komponen alat likuid (cash), piutang dagang (recivabel), dan persediaan (inventory) yang umumnya terdiri atas persediaan bahan baku (raw material), persediaan barang dalam proses (Iwork in process), dan persediaan barang jadi (Ifinished goods). Oleh karena itu pembiayaan modal kerja merupakan salah satu atau kombinasi dari pembiayaan likuiditas (cash financing), pembiayaan piutang (receivable financing), dan pembiayaan pesediaan (inventory financing).5

b. Pembiayaan Investasi

Pembiayaan investasi diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitas, perluasan usaha ataupun pendirian proyek baru.

Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah: 1) Untuk pengadaan barang-barang modal;

5

Syafii Antonio, Muhammad, ”Bank Syariah: Bagi Bankirdan Praktisi Keuangan” (Jakarta, Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 1999)


(34)

2) Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah; 3) Berjangka waktu menegah dan panjang.

Pada umumnya, pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar dan pengendapanya cukup lama. Oleh karena itu, perlu disusun proyeksi arus kas (project cash flow) yang mencakup semua komponen biaya dan pendapatan sehingga akan dapat diketahui berapa dana yang tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Setelah itu, barulah disusun jadwal

amortisasi yang merupakan angsuran (pembayaran kembali)

pembiayaan.6

c. Pembiayaan Konsumtif

Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok baik berupa barang seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, maupun berupa jasa, seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang,

6


(35)

Pada dasarnya, bank konvensional membatasi pemberian kredit untuk pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai dengan bukti kepemilikan yang sah, seperti rumah dan kendaraan bermotor, yang kemudian menjadi barang jaminan utama (main collateral). Adapun untuk pemenuhan kebutuhan jasa, bank meminta jaminan berupa barang lain yang dapat diikat sebagai collateral. Sumber pembiayaan kembali atas pembiayaan tersebut berasal dari fasilitas ini.

Bank Syariah dapat menyediakan pembiayaan komersial untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan sekema berikut:

1) Al-ba’i bi tsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual beli dengan angsuran

2) Al-ijarah al muntahia bit-tamlik atau sewa beli.

3) Al-musyarakah mutanaqhishah atau descreasing participation

dimana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya

4) Ar-Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa

Pembiayaan konsumsi tersebut diatas lazim digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Adapun kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersial. Seseorang yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau miskin. Oleh karena itu ia wajib diberi zakat atau sedekah, atau maksimal


(36)

diberikan pinjaman kebijakan (al-qardh al-hasan) yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya salja tanpa imbalan apapun7

B. KPR Syariah

1. Konsep KPR Syariah

Kepemilikan Rumah Syariah dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 08/PERMEN/M/2008 adalah pembiayaan yang diterbitkan oleh lembaga penerbit pembiayaan yang meliputi KPR Bersubsidi, KPR/KPRS Mikro Bersubsidi, baik konvensional maupun berprinsip Syariah.

Dalam perbankan syariah, pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR Syariah) dapat diberikan dengan menerapkan dua macam prinsip yaitu Ijarah Muntahiya Bitamlik (IMB) atau perjanjian sewa beli ataupun Ba’I Bithaman Ajil (BBA) atau perjanjian jual beli dengan angsuran.8

Dengan prinsip IMB, nasabah KPR mengajukan sewa rumah kepada bank untuk menyewa rumah yang diinginkannya dalam jangka tertentu, misalnya 20 tahun, dan membayar sewanya setiap bulan. Dalam perjanjian tersebut juga disertai dengan akad tambahan bahwa pada akhir sewa nasabah dapat membeli rumah tersebut atau bank dapat menghibahkan rumah tersebut kepada nasabah.

7

Ibid, h.168

8


(37)

Pada prinsip yang kedua BBA atau jual beli dengan angsuran, nasabah membeli rumah yang diinginkannya ke bank dengan harga pkok plus keuntungan bank. Kemudian nasabah akan membayar uang pembelian tersebut dengan angsuran setiap bulan selama jangka waktu yang disepakati misalnya 10 atau 20 tahun.

Dibandingkan dengan sistem IMB atau sewa beli, sistem BBA lebih mudah karena hanya membutuhkan satu kali perjanjian. Dengan sistem ini harga jual ditentukan di muka saat akad jual beli.

Harga jual bank ditentukan oleh besarnya harga pokok, rate keuntungan dan jangka waktu angsuran. Besar angsuran tiap bulan dapat dibuat sama persis dengan angsuran KPR konvensional. Hanya bedanya, angsuran KPR syariah ini tidak akan berubah sampai kredit lunas.

2. Skim KPR Syariah

Dalam pembiayaan kepemilikan rumah secara syariah skim yang sering di gunakan oleh bank dalam taransaksi ini adalah menggunakan murabahah (jual-beli).

C. Pengertian dan Landasan Hukum Murabahah 1. Pengertian Murabahah

Menurut istilah fiqh, murabahah adalah bentuk jual-beli barang dengan tambahan harga atas harga pembelian yang pertama secara jujur. Penjual


(38)

harus memberi tahukan harga pokok yang dibeli dengan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan9.

Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (ﺢْﺑﺮﻟا) yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan)10. Sedangkan dalam definisi para ulama terdahulu adalah jual beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui. Hakekatnya adalah menjual barang dengan harga (modal) nya yang diketahui kedua belah transaktor (penjual dan pembeli) dengan keuntungan yang diketahui keduanya. Sehingga penjual menyatakan modalnya adalah seratus ribu rupiah dan saya jual kepada kamu dengan keuntungan sepuluh ribu rupiah. Syeikh Bakr Abu Zaid menyatakan: (Inilah pengertian yang ada dalam pernyataan mereka: Saya menjual barang ini dengan sistem murabahah rukun akad ini adalah pengetahuan kedua belah pihak tentang nilai modal pembelian dan nilai keuntungannya, dimana hal itu diketahui kedua belah pihak maka jual belinya shohih dan bila tidak diketahui maka batil. Bentuk jual beli Murabahah seperti ini adalah boleh tanpa ada khilaf diantara ulama, sebagaimana disampaikan ibnu Qudaamah , bahkan Ibnu Hubairoh menyampaikan ijma' dalam hal itu demikian juga al-Kaasaani. Inilah jual beli Murabahah yang ada dalam kitab-kitab ulama fikih terdahulu. Namun jual beli Murabahah yang sedang marak di masa ini tidaklah demikian

9

Muhammad Rifa’I, Konsep Perbankan Syariah, (Semarang: CV Wicaksana, 2002), h. 61

10

Kamus Al-Munawir, Ahmad Warsono Munawwar, Pustaka Progresif, Surabaya: 1997, cet,14


(39)

a. Bank melaksanakan realisasi permintaan orang yang bertransaksi dengannya dengan dasar pihak pertama (Bank) membeli yang diminta pihak kedua (nasabah) dengan dana yang dibayarkan bank secara penuh atau sebagian dan itu dibarengi dengan keterikatan pemohon untuk membeli yang ia pesan tersebut dengan keuntungan yang disepakati didepan (diawal transaksi).

b. Lembaga keuangan bersepakat dengan nasabah agar lembaga keuangan melakukan pembelian barang baik yang bergerak (dapat dipindah) atau tidak. Kemudian nasabah terikat untuk membelinya dari lembaga keuangan tersebut setelah itu dan lembaga keuangan itupun terikat untuk menjualnya kepadanya. Hal itu dengan harga didepan atau dibelakang dan ditentukan nisbat tambahan (profit) padanya atas harga pembeliaun dimuka.

c. Orang yang ingin membeli barang mengajukan permohonan kepada lembaga keuangan, karena ia tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar kontan nilai barang tersebut dan karena penjual (pemilik


(40)

barang) tidak menjualnya secara tempo. Kemudian lembaga keuangan membelinya dengan kontan dan menjualnya kepada nasabah (pemohon) dengan tempo yang lebih tinggi.

d. Ia adalah yang terdiri dari tiga pihak; penjual, pembeli dan bank dengan tinjauan sebagai pedagang perantara antara penjual pertama (pemilik barang) dan pembeli. Bank tidak membeli barang tersebut disini kecuali setelah pembeli menentukan keinginannya dan adanya janji memberi dimuka.

Adapun Syarat dari Ba’i al- Murabahah Yaitu sebagai berikut: 1) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.

2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. 3) Kontrak harus bebas dari riba.

4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.

5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (4), atau (5) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan:

1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.

2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.


(41)

3) Membatalkan kontrak.

Jual beli secara murabahah di atas hanyalah untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negoisasi dan berkontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual, sistem yang digunakan adalah murabahah kepada pemesan pembelian (murabahah KPP)11. Hal ini dinamakan demikian karena si penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya.

Secara umum, aplikasi perbankan dari murabahah dapat digambarkan dalam skema berikut ini.

Skema Murabahah pada Perbankan

1. Negosiasi & Persyaratan

11

Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, hal. 103

5 Terima Barang & Dokumen

4. Kirim

3. Beli SUPLIER

PENJUAL 2. Akad Jual

BANK NASABAH


(42)

2. Rukun dan Syarat Murabahah

Ide tentang jual beli murabahah KPP tampaknya berakar pada alasan mencari pembiayaan. Dalam operasi perbankan syariah, motif pemenuhan penggandaan aset atau modal kerja merupakan alasan utama yang mendorong orang datang ke bank. Pada gilirannya, pembiayaan yang diberikan akan membantu memperlancar arus kas (cash flow) yang bersangkutan.

Cara menjual secara kredit sebenarnya bukan bagian dari syarat sistem murabahah atau murabahah KPP. Meskipun demikian, transaksi secara angsuran ini mendominasi praktik pelaksanaan kedua jenis murabahah tersebut. Hal ini karena memang seseorang tidak akan datang ke bank kecuali untuk mendapatkan kredit dan membayar secara angsuran.

Dalam praktek perbankan syariah, murabahah disamakan dengan praktek jual-beli. Sehingga rukun dan syaratnya sama dengan jual-beli. Menurut jumhur rukun jual-beli antara lain:

a. Ada orang yang berakad. Dalam hal ini adanya penjual dan pembeli dengan syarat antara lain:

1) Baligh dan berakal.

2) Orang yang berakad adalah orang yang berbeda. Artinya seseorang tidak boleh bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli.


(43)

b. Ada lafal ijab dan qabul dengan syarat:

1) Qabul sesuai dengan ijab. Misal penjual menyatakan:”Saya jual barang ini seharga Rp 5,000,-. Kemudian pembeli menjawab:”Saya beli barang ini seharga Rp 5,000,-.

2) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu tempat. Artinya kedua belah pihak dalam melakukan transaksi jual-beli berada dalam satu tempat dan membicarakan hal yang sama.

c. Ada barang yang diperjual belikan, dengan syarat: 1) Barang yang diperjual-belikan milik penjual.

2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh karena itu bangkai, khamar dan darah tidak sah menjadi objek jual-beli.

3) Barang yang diperjual-belikan ada pada saat akad atau tidak ada tetapi penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang tersebut.

d. Ada nilai tukar pengganti barang (harga barang)12.

Para ulama fiqh membedakan nilai tukar ini ke dalam dua macam yaitu as-saman dan as-si’r. As-saman artinya harga pasar yang berlaku di tengah masyarakat secara aktual. Sedangkan as-si’r artinya modal barang yang seharusnya diterima pedagang sebelum dijual kepada konsumen. Adapun syaratnya antara lain:

12


(44)

1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas.

2) Dapat diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum pembayaran dengan cek ataupun kartu kredit itu boleh. Jika harga barang dibayar dikemudian hari, maka harus jelas waktu pembayarannya.

3) Jika jual-beli dilakukan dengan saling mempertukarkan barang (barter), maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara’.

3. Jenis-Jenis Murabahah

a. Murabahah Konsumtif Multiguna (MKM), yaitu pembiayaan bagi pegawai, pengusaha dan lain-lain untuk pembelian barang yang tidak bertentangan dengan UU yang berlaku serta tidak termasuk barang yang diharamkan syariat Islam.

b. Murabahah Konsumtif Rumah (MKR). c. Murabahah Konsumtif Kendaraan (MKK).

4. Tujuan dan Manfaat Murabahah

a. Tujuan murabahah dibagi dalam dua kelompok, yaitu bagi bank dan nasabah. Adapun tujuan bagi bank antara lain:

1) Meningkatkan peranan bank syariah dan pelayanan dalam pemberian pembiayaan serta prosedur yang lebih sederhana tanpa menghilangkan prinsip kehati-hatian.


(45)

2) Meningkatkan pendapatan bank.

3) Menolong nasabah yang tidak memiliki keuangan yang cukup untuk pembayaran secara tunai. Dengan demikian nasabah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sedangkan tujuan bagi nasabah:

1) Mencari pembiayaan dimana dalam operasi perbankan syariah motif pemenuhan pengadaan aset atau modal kerja merupakan alasan utama yang mendorong nasabah datang ke bank.

2) Mencari pengalaman, dimana satu pihak yang berkontrak (penjual) meminta kepada pihak lain (pembeli) untuk membeli barangnya.

3) Nasabah melakukan pembelian barang dengan pembayaran

ditangguh. Artinya bank memiliki piutang sebesar nilai transaksi atas pembelian barang tersebut dan nasabah memiliki utang sebesar nilai transaksi juga.

b. Manfaat murabahah juga dibagi dalam dua kelompok. Adapun manfaat bagi bank antara lain:

1) Bank memperoleh keuntungan dari selisih harga jual dengan harga beli barang tersebut.

2) Memiliki sistem yang sangat sederhana, sehingga memudahkan administrasinya.


(46)

1) Menambah modal usaha yang dapat digunakan untuk membiayai usaha produktif atau untuk membuka usaha baru.

2) Memperoleh sarana produksi secara terus menerus.

3) Meningkatkan pendapatan yang diperoleh sebagai akibat dari pertambahan modal tersebut.

5. Landasan Hukum Murabahah

a. Terdapat dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:

Artinya :”……dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan

mengharamkan riba….(QS Al-Baqarah: 275)13

Dan juga dalam QS An-Nisa ayat 29 yang berbunyi:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu”(QS An- Nisa: 29)14

13

Al-Qur’an Al-Karim dan terjemahnya Departemen Agama RI

14


(47)

b. Al-Hadits yang artinya: Dari Rafi’ Bahwasanya Rasulullah SAW ditanya: Pekerjaan apakah yang paling baik? Rasulullah menjawab:”Pekerjaan orang yang dengan tangannya sendiri dan semua jual-beli yang mabrur”. (Riwayat Al Bazar dan Dishahihkan oleh Al-Hakim)15.

Ada pula hadits riwayat Aisyah R.A “Bahwa ketika Rasulullah SAW ingin hijrah, Abu Bakar membeli dua ekor unta, kemudian Rasulullah berkata serahkan salah satunya untukku (dengan harga yang sepandan). Abu Bakar menjawab:”ya ini untukmu tanpa sesuatu apapun, kemudian Rasulullah mengatakan kalau tanpa harga jual (tsaman), maka tidak jadi saya ambil”.(HR Bukhari dan Ahmad)

c. Ijma Ulama16, Menurut Abdullah Saeed mengatakan bahwa Al-Quran tidak membuat acuan langsung berkenaan dengan murabahah, walaupun tidak ada acuan didalamnya tentang menjual, keuntungan, kerugian dan perdagangan. Demikian juga tidak ada hadits yang memiliki acuan langsung kepada murabahah. Para ahli hukum harus membenarkan murabahah berdasarkan landasan lain.

d. Fatwa DSN-MUI tentan pembiayaan murabahah:

1. Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.

2. Fatwa DSN No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka dalam Murabahah.

3. Fatwa DSN No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon Murabahah.

15

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughu al Maram min Adilah al-Ahkam, (Beirut: Muassasah al-Royan, 2000), h.158

16

Dewan Syari’ah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, (Jakarta, MUI Pusat, 2003), edisi ke 2, h. 21-25. Lihat pula Ibnu Rusyd, Bidayah Mujtahid wa Nihayah


(48)

4. Fatwa DSN No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan dalam Murabahah

D. Subsidi

Subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran (output).17

Subsidi pembagunan atau perbaikan rumah yaitu subsidi untuk membantu menambah dana pembagunan atau perbaikan rumah sehingga dapat menurunkan pagu pembiayaan yang akan diangsur setiap bulan secara tetap berikut marginya yang selanjutnya disebut subsidi membangun atau memperbaiki rumah.18

Sedangkan subsidi disini adalah bantuan atau tunjangan yang diberikan oleh pemerintah lewat lembaga Keuangan baik Bank Syariah, Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) Syariah. Maupun Koperasi Syariah dengan tujuan untuk kepemilikan atau perbaikan rumah bagi masyarakat miskin.

17

Kamus Besar Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Balai Pustaka: Jakarta 1989, cet. 2.

18

Membangun atau Memperbaiki Rumah dengan fasilitas subsidi perumahan melalui KPRS/ KPRS Mikro Syariah Bersubsidi, Kementrian Negara Perumahan Rakyat.


(49)

Kemudian menurut Suparmoko, subsidi (Transfer) adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatan Riil apabila mereka mengkonsumsi atau membeli barang – barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah. Subsidi dapat dibedakan dalam dua bentuk barang atau subsidi innatura (inkind subsidi): 1. Subsidi dalam bentuk uang

Subsidi dalam bentuk uang ini diberikan oleh pemerintah kepada konsumen sebgai tambahan penghasilan atau kepada produsen untuk dapat menurunkan harga barang. Keunggulan subsidi dalam bentuk uang kepada konsumen:

a. Lebih murah bagi pemerintah dari pada subsidi dalam bentuk penurunan harga.

b. Memberikan kebebasan dalam membelanjakannya 2. Subsidi dalam bentuk barang

Subsidi dalam bentik barang adalah subsidi yang dikaitkan dengan jenis barang tertentu yaitu pemerintah menyediakan suatu jenis barang tertentu dengan jumlah yang tertentu pun kepada konsumen tanpa dipungut bayaran atau pembayaran dibawah harga pasar.

3. Pengaruh subsidi innatura adalah:

a. Mengurangi jumlah pembelian untuk harga yang disubsidi tetapi konsumsi total bertambah, misalkan pemerintah memberikan subsidi


(50)

pangan tanpa harga dengan syarat konsumen tidak boleh menjual kembali barang tersebut.

b. Tidak mengubah konsumsi total, hal ini terjadi jika pemerintah disamping memberikan subsidi juga menarik pajak yang sama besarnya dengan subsidi.

c. Konsumsi menjadi terlalu tinggi (over consumtion), hal ini terjadi jika jumlah yang disediakan oleh pemerintah lebih besar dari pada jumlah sesungguhnya yang tersedia untuk di beli konsumen.

4. Efek positif subsidi

Kebijakan pemberian subsidi biasanya dikaitkan kepada barang dan jasa yang memiliki positif eksternalis dengan tujuan agar untuk menambah output dan lebih banyak sumber daya yang dialokasikan kebarang dan jasa tersebut misalnya pendidikan teknologi tertinggi.

5. Efek negatif subsidi

Secara umum efek negatif subsidi adalah:

a. Subsidi menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien, karena konsumen membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah dari pada harga pasar maka ada kencenderungan konsumen tidak hemat dan mengkonsumsi barang yang disubsidi. Karena harga yang disubsidi lebih rendah dari pada biaya kesempatan (oportunity cost) maka terjadi


(51)

pemborosan dalam penggunaan sumber daya untuk memproduksi barang yang disubsidi.

b. Subsidi menyebabkan distorsi harga. Menurut Basri, subsidi yang tidak transparan dan tidak well – targeted akan mengakibatkan:

1) Subsidi besar yang digunakan untuk program populis cenderung menciptakan distorsi baru dalam perekonomian.


(52)

A. Sejarah Berdirinya BTN Unit Usaha Syariah

Dalam prakteknya ternyata Bank Syariah bukan hanya diminati oleh kalangan umat muslim, tetapi juga dimanfaatkan oleh kalangan non muslim, baik dalam kapasitasnya sebagai nasabah, karyawan maupun pemilik. Hal ini menunjukkan bahwa Bank Syariah merupakan Bank yang universal dan tidak semata-mata dimanfaatkan atas pertimbangan agama, tetapi juga pertimbangan ekonomis dan manfaatnya.

Untuk mengantisipasi kecenderungan tersebut, maka Bank BTN Unit Usaha Syariah berdiri berdasarkan risalah RUPS tanggal 16 Januari 2004 dan perubahan Anggaran Dasar dengan akta No. 29 tanggal 27 Oktober 2004 oleh Emi Sulistyowati,SH Notaris di Jakarta yang ditandai dengan terbentuknya Divisi Syariah berdasarkan Ketetapan Direksi No. 14/DIR/DSYA/2004 tanggal 4 November 2004. Bank BTN telah pula mendapatkan izin prinsip operasional Unit Usaha Syariah dari Bank Indonesia melalui surat BI No. 6/1350/DPbS tanggal 15 Desember 2004. Selanjutnya Bank BTN Unit Usaha Syariah disebut “BTN Syariah” dengan moto “Maju dan Sejahtera Bersama”.1

Dalam pelaksanaannya, Unit Usaha Syariah didampingi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yaitu badan independent yang ditempatkan oleh

1

Bank BTN, Laporan Tahunan Annual Report 2006, Jakarta, hal.85


(53)

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) pada bank yang bertugas sebagai pengawas, penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan Divisi Syariah dan Pimpinan Kantor Cabang Syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan prinsip Syariah. Adapun jajaran Dewan Pengawas Syariah pada Bank Tabungan Syariah yaitu:2

1. Ketua DPS : Drs. H. Ahmad Nazri Adlani

2. Anggota DPS :Drs. H. Mohammad Hidayat, MBA, MBL.

3. Anggota DPS : Dr. H. Endy M. Astiwara, MA, AAIJ, FIIS, CPLHI, ACS

Pada tahun 2006, dalam operasionalnya Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah telah didukung oleh 9 (sembilan) Kantor Cabang Syariah dan 27 (dua puluh tujuh) Kantor Layanan Syariah (Office Channeling) pada kantor-kantor cabang dan kantor cabang konvensional. Adapun kantor cabang syariah telah tersebar di berbagai kota, di antaranya Jakarta, Bandung, Makassar, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang, Batam dan Medan.3

BTN Syariah yang baru beroperasi kurang dari dua tahun membukukan laba pada tahun 2006 sebesar Rp 1,65 miliar dengan asset Rp 413,03 miliar dan pembiayaan Rp 256,89 miliar serta berhasil mendapatkan

2

Ibid,. h. 85 3


(54)

beberapa penghargaan baik untuk kinerja tahun 2005 maupun pencapaian kinerja tahun 2006 yaitu :4

1. The Best Customer Service and Teller dari Karim Business Consulting

tahun 2005.

2. The Most Growing Earning Asset Market Share Unit Usaha Syariah untuk

kelompok asset > 100 miliar rupiah tahun 2006.

3. The Best Sharia Unit (Overall) peringkat ke 2 Unit Usaha Syariah untuk kelompok asset > 100 miliar rupiah tahun 2006.

4. Sharia Acceleration Award sebagai Best Outlet Productivity (Bank

Indonesia) tahun 2007.

Penghargaan ini diserahkan pada acara Islamic Finance Summit 2007 untuk Islamic Finance Quality Award & Islamic Financial Award 2006 oleh

Karim Business Consulting.

B. Visi dan Misi BTN Unit Usaha Syariah

Menjadi Strategic Business Unit BTN yang sehat dan terkemuka dalam penyediaan jasa keuangan syariah dan mengutamakan kemaslahatan bersama.” adalah Visi dari Bank Tabungan Negara Syariah. Sedangkan Misi BTN Syariah yaitu:5

4

Ibid hal.86 5


(55)

1. Memberikan pelayanan unggul dalam pembiayaan perumahan dan industri yang terkait, serta menyediakan produk dan jasa perbankan perbankan lainnya.

2. Menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan professional serta memiliki integritas yang tinggi.

3. Meningkatkan keunggulan kompetitif melalui inovasi berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan nasabah.

4. Melaksanakan manajemen perbankan yang sehat sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan good corporate governance untuk meningkatkan Shareholder Value.

5. Mempedulikan kepentingan masyarakat dan lingkungannya. C. Struktur Organisasi Kantor Cabang BTN Syariah Jakarta

Berdasarkan pasal 30 Anggaran Dasar Perseroan yang termuat dalam akta No. 136 tanggal 31 Juli 1992 yang dibuat dihadapan Muhani Salim, SH. Notaris di Jakarta serta Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 145/KMK.01/2000 tanggal 16 Mei 2000 dan No. 150/KMK.01/2000 tanggal 17 Mei 2000.

Dasar Struktur Organisasi Kantor Cabang BTN Syariah mengacu pada Keputusan Direksi No.15/DIR/DSYA/2004, tanggal 4 November 2004, Tentang : Struktur Organisasi Kantor Cabang BTN Syariah.

Konsep Dasar dan Metodologi Struktur Organisasi Kantor Cabang BTN Syariah, yaitu :


(56)

1. Susunan Core Unit di Struktur Organisasi Kantor Cabang adalah suatu unit kerja yang harus ada di suatu kantor cabang sebagai berikut :

a. Branch Manager (kepala Cabang) b. Retail Service (Layanan Ritel) c. Operation (Operasional)

d. Accounting & Control (Akuntansi dan Kontrol)

e. Financing Recovery (Pembinaan dan Penyelamatan Pembiayaan) 2. Di bawah Core Unit Kerja Retail Service (teller sevice, customer

service, financing service) dan Operation (transaction processing, financing administration, general branch administration) maksimal dijabat oleh Assistant Manager atau Supervisor (Penyelia) yang akan disesuaikan dengan jumlah rasio supervise terhadap jumlah staffing atau cabang tumbuh.

3. Branch Manager (Kepala Cabang)

Mempunyai Tanggung Jawab sebagai berikut:

1. Memberikan kontribusi laba yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan Divisi Syariah.

2. Menjaga tingkat efisiensi operasionalisasi Kantor Cabang BTN Syariah.

3. Memberikan pelayanan yang terbaik kepada nasabah bank syariah. Tanggung jawab yang harus dilakukan sebagai berikut :


(57)

1. Bertanggung jawab atas pelaksanaan otorisasi sesuai batas kewenangan.

2. Bertanggung jawab atas pengelolaan risiko bisnis, baik yang dilakukan oleh cabang syariah, kancapem syariah maupun kantor kas syariah.

3. Bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang menyangkut operasional bank, baik ketentuan intern maupun ekstern.

4. Retail Service Misi :

1. Mencapai standar pelayanan prima yang berbasis kepada customer fokus.

2. Meningkatkan pangsa pasar baik dana, pembiayaan, feebased yang berbasis kepada customer focus.

Tanggung jawab yang harus dilakukan sebagai berikut :

a. Bertanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal nasabah. b. Bertanggung jawab atas perencanaan dan penetapan strategi

bisnis di unit kerja yang menjadi tanggung jawabnya sesuai kebijakan bank.

5. Operational Misi :


(58)

b. Menyediakan pelayanan administrasi pembiayaan dan umum yang tepat waktu dan efisien kepada cabang.

Tanggung jawab yang harus dilakukan sebagai berikut :

a. Bertanggung jawab terhadap pengelolaan operasional harian cabang untuk menjamin efektifitas dan efisiensi.

b. Bertanggung jawab terhadap standar kualitas yang tinggi dalam bidang pemprosesan transaksi, administrasi pembiayaan dan administrasi umum cabang.

D. Produk-produk pada Bank BTN Unit Usaha Syariah 1. Produk Pendanaan BTN Syariah (Funding Product)

• Produk Pendanaan BTN Syariah 1. Tabungan Batara Mudharabah

Tabungan Batara Mudharabah Adalah tabungan yang bersifat investasi yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu dengan imbalan yang disyarat-syaratkan dan disepakati dalam bentuk nisbah yang tertuang dalam akad pembukaan rekening. 2. Tabungan Batara Wadiah

Tabungan Batara Wadiah adalah tabungan yang bersifat simpanan yang bisa diambil kapan saja, tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) bonus yang


(59)

bersifat sukarela, tidak disyaratkan dan tidak diinformasikan baik secara lisan maupun tulisan dari pihak bank.

3. Tabungan Haji Baitullah

Tabungan yang bersifat investasi atau berjangka yang diperuntukkan bagi calon jamaah haji dalam rangka persiapan Biaya Perjalanan Ibadah Haji.

4. Deposito Batara Syariah

Deposito Batara Syariah adalah jenis penanaman dana nasabah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanijian nasabah dengan bank. Digunakan prinsip Al-Mudharabah Mutlaqah yakni suatu perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama selaku pemilik dana (shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua selaku pengelola dana (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan dana. Hasil keuntungan dari pengelolaan dana akan dibagikan sesuai dengan nisbah / rasio yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak.

5. Giro Batara Syariah

Giro Batara Syariah adalah simpanan pihak ketiga pada bank berdasarkan prinsip Wadiah Yad Dhamanah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan Cek atau Bilyet


(60)

Giro, Kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan.

• Produk Jasa BTN Syariah

1) Real Time Gross Settlement (RTGS)

Real Time Gross settlement adalah sistem transfer dana online dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan pertransaksi secara individual.

Jenis layanan :

a. Single Credit Transaction a. Multiple Credit Transaction. 2) Kiriman Uang

Kiriman Uang adalah fasilitas jasa pelayanan Bank BTN Syariah untuk pengiriman uang dalam bentuk rupiah yang ditujukan kepada pihak lain di suatu tempat (Dalam Negeri) dengan menggunakan sarana Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

3) Penerimaan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH)

Memberi kepastian keberangkatan Ibadah Haji berkat sistem online dan SISKOHAT. Manfaat : keberangkatan menunaikan Ibadah Haji lebih terjamin berkat sistem online dan SISKOHAT.


(61)

Manfaat : Keberangkatan menunaikan Ibadah Haji lebih terjamin berkat system online dan SISKOHAT. Kelebihan BPIH pada BTN Syariah:

a. Asuransi dengan pertanggungan sejak keberangkatan dari rumah, selama berada di tanah suci hingga kembali ke rumah.

b. Memberikan perlengkapan yang bermanfaat selama menunaikan Ibadah Haji di tanah suci secara Cuma-cuma.

c. Melayani penukaran nilai mata uang Riyal atau mata uang lainnya.

Persyaratan yang harus dipenuhi antara lain:

a. Melakukan penyetoran BPIH dengan melampirkan surat kepastian keberangkatan ibadah haji dari kantor Departemen Agama setempat.

b. Penyetoran BPIH dilunasi sekaligus.

c. Saat dimulai dan berakhirnya waktu penyetoran, ditentukan Pemerintah (Departemen Agama).

4) Inkaso

Inkaso adalah jasa pelayanan Bank BTN untuk melakukan penagihan kepada pihak ketiga atas inkaso tanpa dokumen di tempat lain di Dalam Negeri. Warkat yang digunakan : Cek dan Bilyet Giro

Jenis Warkat Inkaso : a. Warkat Inkaso Sendiri


(62)

Adalah warkat yang diterbitkan oleh Kantor Cabang Bank BTN yang wilayah kliringnya berbeda dengan wilayah kliring Bank pengirim.

b. Warkat Inkaso Bank Lain

Adalah warkat yang diterbitkan oleh Bank lain yang wilayah kliringnya berbeda dengan Bank pengirim.

• Produk Pembiyaan BTN Syariah (Financing Products) 1) Pembiayaan KPR BTN Syariah (Murabahah)

Diperuntukkan untuk membiayai nasabah yang akan membeli rumah, rumah toko, rumah kantor, apartemen, dan jenis rumah tinggal lainnya dan/atau berikut tanah untuk dimiliki atau dipergunakan sendiri (rumah baru/lama).

BANK NASABAH

GAMBAR : Pembiayaan KPR BTN Syariah (Murabahah) DEVELOPER


(63)

Fitur produk pembiayaan KPR (Murabahah) sebagai berikut : a. Nilai pembiayaan bebas

b. Uang muka minimal 10% (kolektif) dan 20% (non kolektif). c. Maksimal jangka waktu pembiayaan 15 tahun.

d. Kemampuan mengansur pembiayaan 70% dari sisa penghasilan bersih

e. Berada pada lokasi yang marketable.

f. Discover dengan asuransi jiwa dan kebakaran syariah. g. Pelunasan dipercepat tanpa penalty.

h. Margin bersifat tetap sejak akad dihitung dengan sistem flat. Biaya realisasi akad pembiayaan sebagai berikut:

a. Biaya administrasi b. Biaya appraisal

c. Biaya asuransi jiwa dan kebakaran d. Biaya notaries

e. Biaya SKMHT / APHT

2) Pembiayaan Multiguna BTN Syariah (Murabahah)

Diperuntukkan untuk membiayai nasabah yang akan membeli kendaraan bermotor untuk dimiliki dan dipergunakan sendiri.

Fitur Produk pembiayaan multiguna (murabahah) multiguna adalah sebagai berikut :


(64)

b. Uang muka minimal 10% (kolektif) dan 20% (non kolektif). c. Kemampuan mengangsur 70% dari sisa penaghasilan bersih. d. Maksimal jangka waktu 5 tahun untuk mobil.

e. Maksimal jangka waktu pembiayaan 4 tahun untuk sepeda motor.

f. Discover dengan asuransi jiwa dan kerugian syariah. g. Pelunasan dipercepat tanpa penalty.

Biaya Realisasi akad pembiayaan murabahah multiguna sebagai berikut:

a. Biaya administrasi

b. Biaya asuransi jiwa dan kerugian (single premium) mobil (all risk) sepeda motor (TLO).

c. Biaya notaries.

d. Biaya akta fiducia & pendaftaran Depkeh HAM. 3) Pembiayaan Musyarakah (Konstruksi) BTN Syariah.

Adalah pembiayaan yang diberikan Bank kepada pengembang/ developer berbentuk Perseroan Terbatas, Koperasi, CV, atau perorangan, untuk membantu modal kerja pengembang dalam pendanaan pembangunan proyek perumahan yang meliputi rumah/ bangunan berikut sarana dan prasarananya dimana masing-masing pihak menyertakan modal dengan berbagi keuntungan menurut


(65)

nisbah yang disepakati dan risiko kerugian usaha sesuai dengan porsi penyertaan modal masing-masing.

Fitur Produk :

a. Pembiayaan yang dapat diberikan maksimal 80% dari kebutuhan modal kerja konstruksi.

b. Jangka waktu dapat diberikan maksimal selama jangka waktu 24 bulan.

c. Nisbah bagi hasil ditetapkan sesuai hasil analisa usaha yang dilakukan oleh pihak Bank dan disetujui Nasabah.

d. Biaya–biaya lain yaitu biaya notaris, pengikatan barang agunan/jaminan, dan biaya asuransi.

e. Agunan barupa lokasi proyek yang dibiayai. 4) Pembiayaan Mudharabah Modal Kerja BTN Syariah

Adalah penyediaan dana oleh Bank (Shahibul Maal) untuk memenuhi kebutuhan modal kerja nasabah (Mudharib) berbentuk PT, CV, Koperasi Instansi Pemerintah / BUMN / Swasta, BMT, BPRS yang terdiri dari :

a. Memenuhi kebutuhan modal kerja usaha untuk industri sektor perumahan dan industri ikutannya, perdagangan atau jasa.

b. Pengadaan barang atau jasa atau proyek dengan Surat Perintah Kerja (SPK) oleh kontraktor.


(1)

g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf f, perlu penetapan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan melalui KPR Bersubsidi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman;

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Amandemen Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1992) tentang Perbankan;

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan

dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007;

9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009;

10.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2005;

11.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang

Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia;

12.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004

tentang Susunan Kabinet Indonesia Bersatu;

13.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 54/PRT/1991 tentang

Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sangat Sederhana;

14.Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 73/PMK.02/2005 tentang Tata Cara

Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Sehat (KPRSH);

15.Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 04/PERMEN/M/2006

Tentang Rencana Strategis Kementerian Negara Perumahan Rakyat Tahun 2005 – 2009;

16.Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/KPTS/1986 tentang

Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun;

17.Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor

403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat);

M E M U T USK A N

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT TENTANG PENGADAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN DUKUNGAN FASILITAS SUBSIDI PERUMAHAN MELALUI KPR BERSUBSIDI.


(2)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Sehat (KPRSH) adalah kredit atau pembiayaan yang

diterbitkan oleh Lembaga Penerbit Kredit atau Pembiayaan yang meliputi KPR Bersubsidi, KPRS/KPRS Mikro Bersubsidi, atau KPR Rusuna Bersubsidi, baik konvensional maupun dengan prinsip syariah yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

2. Kredit Pemilikan Rumah Bersubsidi, selanjutnya disebut KPR Bersubsidi, adalah kredit yang

diterbitkan oleh Lembaga Penerbit Kredit kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam rangka pemilikan rumah sederhana sehat (RSH) yang dibeli dari pengembang.

3. Kelompok Sasaran adalah keluarga/rumah tangga termasuk perorangan baik yang

berpenghasilan tetap maupun tidak tetap, belum pernah memiliki rumah, belum pernah menerima subsidi perumahan dan termasuk ke dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang berpenghasilan per bulan sampai dengan Rp. 2.500.000,-.

4. Bantuan Pembiayaan Perumahan adalah subsidi perumahan dalam bentuk:

a. Subsidi untuk membantu menurunkan angsuran yang harus dibayarkan oleh debitur

melalui pembayaran komponen bunga saja dalam kurun waktu tertentu (subsidi Interest Only–Balloon Payment), yang selanjutnya disebut subsidi IO-BP;

b. Subsidi untuk membantu menurunkan angsuran yang harus dibayarkan oleh debitur

melalui pengurangan suku bunga angsuran dalam kurun waktu tertentu, yang selanjutnya disebut subsidi selisih bunga;

c. Subsidi untuk membantu menambah uang muka sehingga jumlah keseluruhan uang

muka yang dibayar debitur mampu menurunkan pagu kredit yang akan diangsur setiap bulan berikut bunganya, yang selanjutnya disebut subsidi uang muka.

5. Maksimum Harga Rumah adalah batas maksimum harga rumah yang memperoleh subsidi

dari Pemerintah berdasarkan Peraturan Perundangan yang berlaku yang dibeli dari pengembang.

6. Lembaga Penerbit Kredit, selanjutnya disebut LPK, adalah bank atau lembaga keuangan

non bank atau koperasi yang bersedia dan telah menyampaikan Surat Pernyataan Kesanggupan untuk melaksanakan Program Bantuan Perumahan serta mampu menyediakan pokok kredit yang dibutuhkan untuk pemilikan Rumah Sederhana Sehat sebagaimana dituangkan didalam Memorandum Kesepahaman (MoU) dan atau Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) dengan Kementerian Negara Perumahan Rakyat.

BAB II

KELOMPOK SASARAN DAN PILIHAN SUBSIDI PERUMAHAN

Pasal 2

(1) Bantuan pembiayaan perumahan diberikan kepada keluarga/rumah tangga yang baru

pertama kali memiliki rumah dan baru pertama kali menerima subsidi perumahan dan termasuk ke dalam kelompok sasaran masyarakat berpenghasilan rendah, sebagai berikut:


(3)

Kelompok sasaran Batasan Penghasilan (Rp / Bulan)

I 1.700.000 ≤ Penghasilan ≤ 2.500.000

II 1.000.000 ≤ Penghasilan < 1.700.000

III Penghasilan < 1.000.000

(2) Penghasilan adalah penghasilan pemohon yang didasarkan atas gaji pokok pemohon atau pendapatan pokok pemohon perbulan.

Pasal 3

Bantuan Pembiayaan Perumahan diberikan kepada kelompok sasaran, baik yang berpenghasilan tetap maupun yang berpenghasilan tidak tetap, yang memenuhi persyaratan untuk memperoleh fasilitas kredit melalui LPK yang bersedia memberikan kredit perumahan bersubsidi.

Pasal 4

(1) Kredit perumahan bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk masing-masing kelompok sasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berupa KPR Bersubsidi.

(2) Pilihan skim subsidi yang diberikan melalui KPR Bersubsidi dapat berupa salah satu dari: (i)

Subsidi IO-BP yang dikombinasikan dengan Subsidi Selisih Bunga; atau (ii) Subsidi Uang

Muka, dengan besaran nilai subsidi untuk masing-masing kelompok sasaran adalah sebagai berikut:

Maksimum Nilai Subsidi / Rumah Tangga (Rp) Kelompok

Sasaran Subsidi IO-BP dikombinasikan dengan

Subsidi Selisih Bunga Subsidi Uang Muka

I 7.500.000 7.500.000

II 10.000.000 -

III 12.500.000 -

(3) Subsidi Uang Muka hanya diberikan kepada kelompok sasaran I dengan

mempertimbangkan kuota maksimum yang dialokasikan bagi kelompok sasaran tersebut.

BAB III KPR BERSUBSIDI

Pasal 5

(1) KPR Bersubsidi diterbitkan oleh LPK dalam rangka pemilikan rumah sederhana sehat (RSH)

oleh masyarakat berpenghasilan rendah yang merupakan kelompok sasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

(2) LPK yang berpartisipasi dalam program kredit bersubsidi bertanggung jawab untuk

menyediakan pokok pinjaman yang dibutuhkan. Sedangkan Pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan dana subsidi yang dibutuhkan bagi:

a. subsidi IO-BP yang dikombinasikan dengan selisih bunga; dan


(4)

(3) Jenis rumah yang dapat dibeli oleh masing-masing kelompok sasaran mencakup seluruh pilihan jenis RSH, dan sesuai dengan batas maksimum harga rumah yang diperbolehkan untuk dibeli melalui KPR Bersubsidi sebagai berikut:

Kelompok Sasaran Batas Maksimum Harga Rumah (Rp)

I 49.000.000 II 37.000.000 III 25.000.000

Pasal 6

(1) KPR Bersubsidi diberikan kepada kelompok sasaran yang memenuhi batas maksimum

harga rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), dan memenuhi persyaratan yang diberlakukan atas: (i) Minimum Uang Muka dari Debitur; (ii) Maksimum KPR; dan (iii) Skim Subsidi.

(2) Persyaratan atas minimum uang muka dari debitur dan maksimum KPR sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: Subsidi IO-BP dikombinasikan dengan

Subsidi Selisih Bunga Subsidi Uang Muka

Kelompok

sasaran Minimum

uang muka (%)

Maksimum KPR (Rp)

Maksimum Tenor (tahun)

Minimum uang muka

(%)

Maksimum KPR (Rp)

Maksimum Tenor (tahun)

I 7,5 45.325.000 - 0 41.500.000 -

II 7,5 34.225.000 - - - -

III 5,0 23.750.000 - - - -

(3) Persyaratan atas skim subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk

kombinasi subsidi IO–BP dan selisih bungaadalah sebagai berikut:

a. Bunga Bersubsidi yang diberikan oleh Pemerintah diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

Suku Bunga Bersubsidi (%/Tahun) Tahun

Kelompok Sasaran

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

I 9* 9* 11,5 12,25 13,5 13,5 Bunga Pasar (BP)

II 7* 7* 7,5 9 10 11,5 12,5 13,5 Bunga Pasar (BP)

III 4,5* 4,5* 4,5 5,5 5,5 6 6 6,5 6,5 7 BP

* Hanya membayar komponen bunga (interest only)

b. Tingkat Bunga Pasar selama masa subsidi dan setelah masa subsidi berakhir ditetapkan oleh LPK sesuai dengan kesanggupan LPK yang dituangkan didalam MoU dan atau PKO dengan Kementerian Negara Perumahan Rakyat;

c. Rumah Sederhana Sehat (RSH) yang perolehannya melalui fasilitas ayat ini tidak boleh diperjualbelikan atau dipindahtangankan dengan bentuk perbuatan hukum apapun, kecuali:

1) untuk kepentingan LPK dalam rangka penyelamatan kredit; atau

2) telah melampaui jangka waktu 5 tahun sejak perolehannya.

d. Pelaksanaan perihal sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 1) dan angka 2) ditetapkan dan diatur dengan ketentuan tersendiri.


(5)

(4) Persyaratan atas skim subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk subsidi uang muka adalah sebagai berikut:

a. Subsidi Uang Muka dari Pemerintah diberikan untuk membayar sebagian atau

keseluruhan dari total uang muka yang harus disediakan oleh Debitur; Uang Muka

Kelompok

Sasaran Uang Muka yang Harus

Disediakan Debitur (Rp.)

Maksimum Subsidi dari Pemerintah (Rp.)

I ≥ 0 7.500.000

II - -

III - -

b. Tingkat Bunga Pasar untuk Subsidi Uang Muka ditetapkan oleh LPK sesuai dengan

kesanggupan LPK yang dituangkan didalam MoU dan atau PKO dengan Kementerian Negara Perumahan Rakyat;

c. Rumah Sederhana Sehat (RSH) yang perolehannya melalui fasilitas ayat ini tidak boleh

diperjualbelikan atau dipindahtangankan dengan bentuk perbuatan hukum apapun, kecuali:

1) untuk kepentingan LPK dalam rangka penyelamatan kredit; atau

2) telah melampaui jangka waktu 5 tahun sejak perolehannya.

d. Pelaksanaan perihal sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 1) dan angka 2) ditetapkan dan diatur dengan ketentuan tersendiri.

(5) Ketentuan tentang tenor, disepakati oleh kedua belah pihak yakni LPK dan debitur yang

disesuaikan dengan kemampuan masing-masing kelompok sasaran.

Pasal 7

(1) Koordinasi pelaksanaan subsidi perumahan untuk pemilikan rumah menjadi tanggung

jawab Menteri Negara Perumahan Rakyat.

(2) Mekanisme pelaksanaan subsidi perumahan untuk pemilikan rumah ditetapkan dan diatur

oleh Kementerian Negara Perumahan Rakyat dengan ketentuan tersendiri.

BAB IV

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 8

(1) Kelompok sasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 diperbolehkan

memiliki rumah dengan batas harga mengikuti kelompok sasaran lebih rendah sepanjang tetap menggunakan skim dan nilai subsidi maksimum yang diberlakukan bagi kelompok sasaran asal.

(2) Kelompok sasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 diperbolehkan

memiliki rumah dengan batas harga mengikuti kelompok sasaran lebih tinggi dengan ketentuan skim dan nilai subsidi maksimum yang diterimanya mengikuti kelompok sasaran yang dipilih.

(3) Masa Subsidi KPR Bersubsidi untuk setiap kelompok sasaran dihitung mulai saat penerbitan

kredit ditambah masa subsidi yang berlaku untuk masing-masing kelompok sasaran.

(4) Mengingat pemenuhan kebutuhan lahan dalam rangka pembangunan RSH, khususnya di

kota-kota metro dan besar di Jabotabek, Jawa dan Bali terkendala oleh kelangkaan ketersediaan lahan, maka di lokasi-lokasi tersebut pembangunan RSH dapat menggunakan


(6)

(5) Untuk meningkatkan akses Masyarakat Berpenghasilan Rendah kepada KPR Bersubsidi, setiap penerbitan KPR Bersubsidi yang memenuhi persyaratan akan mendapatkan dukungan Asuransi KPR. Ketentuan tentang Dukungan Asuransi KPR akan diatur tersendiri melalui Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat.

(6) Semua ketentuan dalam Peraturan Menteri ini merupakan satu kesatuan dan mengikat bagi

semua instansi/lembaga Pemerintah, Pemerintah Daerah, perbankan, lembaga keuangan non bank, atau koperasi yang bergerak dalam bidang perumahan serta masyarakat yang akan memanfaatkan fasilitas subsidi perumahan.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP Pasal 9

(1) Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini maka Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 05/PERMEN/M/2005 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR/KPRS Bersubsidi dan Peraturan Perubahannya dinyatakan tidak berlaku.

(2) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

(3) Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada para pihak yang berkepentingan untuk diketahui dan dilaksanakan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 9 Februari 2007

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT