f. Gunakan mesin las yang sudah dipanaskan.
2. Wilayah kerja penulangan
a. Periksa transporter, apabila berderik dan sulit bergerak beritahukan kepala
jalur. b.
Bersihkan dan panaskan mesin penyatu rangka detension machine. c.
Lihat oli dan sambungkan semua kabel utama ke power turbin. d.
Hidupkan mesin central control. e.
Periksa Indicator lamp, bila mati beri tahukan pada kepala jalur. f.
Jangan memasukkan besi lebih dari catatan pada tabel meja central control. g.
Bila lingkar besi convolute, tekan tombol stop pada meja central control. h.
Perbaiki lingkar dan tekan tombol turn.
Gambar 4.2. Proses Pembentukan Rangka atau Tulang Beton.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3. Mesin Penyatu Rangka Detension Machine
Gambar 4.4. Mesin Pemindah atau Transporter
3. Wilayah kerja pengecoran
a. Bersihkan mixer, periksa ketinggiam pada masing - masing material sump
apabila kurang beritahukan kepala jalur. b.
Hidupkan mesin dan panaskan batching turbin. c.
Hidupkan compressor. d.
Hidupkan mixer. e.
Periksa dan bersihkan cetakan beton, dan hidupkan mesin gridling.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5. Pemeriksaan Cetakan Beton.
Gambar 4.6. Mesin Gridling yang sedang bekerja.
Gambar 4.7. Mesin Batching dan Mixer.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.8. Proses Pengecoran.
4. Wilayah Kerja Penguapan.
a. Periksa dan hidupkan mesin presstressing.
b. Hidupkan mesin heat compressor.
c. Periksa dan bersihkan jalur masuk.
5. Wilayah Kerja Hasil Jadi.
a. Periksa tekanan receiving machine load.
b. Bersihkan dan periksa meja jalur.
c. Periksa perlengkapan finishing machines. Gambar 4.9. Pemeriksaan Hasil Jadi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.10. Pembukaan Kutub Rangka dengan Finishing Machines.
Gambar 4.11. Pendinginan Hasil Jadi.
Pada observasi SOP yang dilakukan peneliti mengambil 35 partisipan dari total 52 sampel. Peneliti menghentikan pengambilan partisipan karena peneliti
menganggap sampel dapat mewakili pelaksanaan SOP pada bagian produksi PT. Wijaya Karya Beton, Binjai dengan hasil sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1. Pelaksanaan SOP pada pekerja bagian produksi. Wilayah Kerja
Ya Tidak
Perakitan 5
2 Penulangan
6 1
Pengecoran 6
1 Penguapan
4 3
Hasil jadi 4
3 Total
25 10
Dari hasil penelitian berdasarkan tabel diatas diketahui belum 100 pekerja secara keseluruhan yang mengikuti ketetapan yang telah ditetapkan oleh pihak
manajemen dalam melaksanakan SOP di setiap sektor kerja. Dari hasil observasi diketahui dari 35 pekerja hanya 25 71 pekerja yang benar-benar mengikuti
pelaksanaan SOP yang baik di setiap sektor kerja.
4.5.5. Penggunaan APD Alat Pelindung Diri
Dari hasil wawancara dan obeservasi maka diketahui APD pada masing-masing sektor kerja adalah sebagai berikut :
1. Wilayah kerja perakitan :
a. Helm
b. Goggle kacamata las
c. Apron
d. Sepatu boot
e. Sarung tangan
Universitas Sumatera Utara
f. Ear plug
2. Wilayah kerja penulangan
a. Helm
b. Sarung tangan
c. Sepatu boot
d. Ear plug
3. Wilayah kerja pengecoran
a. Helm
b. Sarung tangan
c. Sepatu boot
d. Ear plug
4. Wilayah kerja penguapan
a. Helm
b. Sarung tangan
c. Sepatu boot
d. Ear plug
5. Wilayah kerja hasil jadi
a. Helm
b. Sarung tangan
c. Sepatu boot
d. Ear plug.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.12. Alat Pelindung Diri Berupa Helm dan Letak Ear Plug Pada Helm.
Dari hasil observasi yang dilakukan pada partisipan mengenai penggunaan APD maka diketahui belum 100 pekerja menggunakan APD lengkap yang diberikan oleh
pihak perusahaan dalam bekerja atau tidak menggunakan APD yang diberikan. Berdasarkan hasil observasi, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.2. Penggunan APD pada tenaga kerja bagian produksi Wilayah Kerja
Pakai Tidak
Pakai Perakitan
6 1
Penulangan 4
3 Pengecoran
3 4
Penguapan 3
4 Hasil jadi
4 3
Total 20
15
Dari tabel diatas yang menggunakan APD lengkap sesuai dengan ketetapan yang diberikan oleh pihak manajemen saat bekerja hanya 20 orang dari 35 sampel
57, kejadian ini dijumpai pada masing-masing wilayah produksi,dalam sektor
Universitas Sumatera Utara
produksi masih ada pekerja yang belum menggunakan APD yang lengkap atau tidak menggunakan APD. Hal ini tentunya sangat membahayakan pekerja tersebut
mengingat resiko bahaya di masing-masing sektor kerja produksi sangat tinggi.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Pelaksanaan Perlindungan Ekonomis
Berdasarkan tabel hasil wawancara mendalam terhadap keseluruhan partisipan dari masing-masing wilayah kerja mengenai pelaksanaan perlindungan ekonomis
terhadap pekerja bagian produksi beton PT. Wika Beton diketahui bahwa dalam sistem pembayaran upah dan nilai pengupahan serta tunjangan pekerja telah
mengikuti anjuran yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 yang berisi “Bahwa setiap pekerjaburuh berhak mendapatkan penghasilan untuk
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Dalam ketetapan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01Men1999 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-226Men2000,
dalam pelaksanaan upah minimum perlu memperhatikan beberapa hal : 1.
Besarnya Upah Minimum Sektoral Provinsi UMSP dan Upah Minimum Sektoral kabupatenkota UMSK mimnimal 5 lebih besar dari Upah
Minimum Provinsi UMP dan Upah Minimum KabupatenKota UMK Pasal 5. 2.
Perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari Upah Minimum Provinsi UMPUpah Minimum KabupatenKota UMK atau Upah Minimum Sektoral
KabupatenKota UMSK Pasal 13. 3.
Dan sebagainya yang diatur dalam keputusan tersebut. Berdasarkan Keputusan tersebut maka gaji pokok yang diterima oleh pekerja telah
melebihi ketetapan UMK Medan maupun UMP Sumut yaitu untuk UMK Medan
Universitas Sumatera Utara
senilai Rp. 1.650.000 dan UMP Sumut senilai Rp. 1.375.000 dengan upahgaji pokok yang diberikan senilai Rp. 1.850.000 oleh pihak manajemen kepada seluruh pekerja
bagian produksi. Namun dalam wawancara mendalam yang dilakukan peneliti kepada
partisipan, diketahui bahwa masih terdapat ketidakpuasan terhadap upahgaji dan tunjangan yang diberikan oleh pihak manajemen dengan alasan upahgaji yang
diterima tidak cukup digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup bila sudah berkeluarga nantinya. Hanya cukup digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
pekerja yang belum berkeluarga. Pihak manajemen PT. Wika beton juga memberikan bonus setiap bulan
berupa 1 karung beras seberat 10 Kg, THR Tunjangan Hari Raya sebanyak dua kali, yaitu pada saat menjelang lebaran dan natal, hal ini telah sesuai berdasarkan bentuk
upah yang diatur dalam Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981, yaitu
a. Hak pekerjaburuh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerjaburuh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau Peraturan
Perundang - Undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan.atau jasa yang telah atau akan dilakukan
Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. b.
Suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan atau akan dilakukan, dinyatakan atau
dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Perundang-Undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan, baik untuk buruh sendiri
maupun keluarganya Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981.
Dari uraian di atas jelas upah diberikan dalam bentuk uang, namun secara normatif masih ada kelonggaran bahwa upah dapat diberikan dalam bentuk lain
berdasarkan perjanjian atau Peraturan Perundang-Undangan, dengan batasan nilainya tidak boleh melebihi 25 dari upah pokok yang seharusnya diterima Pasal 1 huruf a
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981. Berdasarkan tujuan pemberian upah pada Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 bahwa upah diberikan untuk tujuan kesejahteraan dan mampu memenuhi kecukupan secara jasmani, rohani dan sosial, sehingga pemberian upah dapat ditinjau
ulang. Namun Pekerja pada bagian sektor produksi PT. Wika Beton juga mengeluh mengenai pemberian upah lembur yang dinilai terlalu sedikit, tidak sesuai dengan
waktu kerja dan beban kerja yang harus dilakukan sehari-hari, pekerja hanya menerima Rp. 50.000 sampai waktu lembur selesai.
Upahgaji lembur yang diberikan pihak manajemen PT. Wika beton kepada pekerja bagian produksi seharusnya mengacu kepada Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. KEP 102MenVI2004 mengenai perhitungan upah lembur di dasarkan pada upah bulanan dengan cara menghitung upah sejam adalah
1173 upah sebulan, dengan perhitungan apabila upah lembur dilakukan pada hari kerja maka :
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk jam kerja lembur pertama harus di bayar upah sebesar 150 kali upah
sejam. 2.
Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah lembur sebesar 200 kali upah sejam.
Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan hari libur resmi, untuk waktu kerja selama enam hari kerja, empat puluh jam dalam seminggu,
perhitungannya, yaitu : 1.
Untuk tujuh jam kerja pertama dibayar 200 kali upah sejam, jam kerja kedelapan dibayar 300 kali upah sejam, serta jam kerja ke sembilan hingga jam
kerja ke sepuluh dibayarkan 400 kali upah sejam. 2.
Apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek, perhitungan upah lembur lima jam kerja pertama dibayar 200 kali upah sejam, jam kerja ke enam
dibayar 300 upah sejam, serta jam kerja lembur ke tujuh dan ke delapan dibayar 400 kali upah sejam.
Tentunya upah yang saat ini dibayarkan oleh pihak manjemen PT. Wika Beton senilai Rp. 50.000 sangat berbeda jauh dengan apa yang diatur dalam Undang-
Undang Ketenagakerjaan. Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui pekerja yang tidak mampu bekerja
selama 1 bulan akan diberhentikan oleh pihak manajemen namun berdasarkan prinsip pekerjaan, walaupun terdapat prinsip “no work no pay” dalam sistem pengupahan,
namun karena alasan tertentu pekerjaburuh tetap berhak menerima upah dari pengusaha. Pengecualian prinsip “no work no pay” diatur dalam Undang-Undang
Universitas Sumatera Utara
Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan Peraturan Pemeritah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindung Upah sebagai berikut :
Jika pekerjaburuh sakit maksudnya sakit biasa, bukan akibat kecelakaan kerja terus menerus sampai dua belas bulan, maka upah yang dibayarkan pengusaha Pasal
93 ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yaitu a.
100 dari upah tiga bulan pertama. b.
75 dari upah tiga bulan kedua. c.
50 dari upah untuk tiga bulan ketiga. d.
25 dari upah untuk tiga bulan keempat. Dan berbagai bentuk perlindungan kepentingan lain yang mengakibatkan pekerja
tidakbelum dapat bekerja yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Namun dalam pelaksanaannya pekerja yang tidak mampu bekerja
selama 1 bulan lebih akan diberhentikan oleh pihak manajemen.
5.2. Pelaksanaan Perlindungan Sosial
Dalam memberikan perlindungan sosial berupa Jamsostek kepada pekerja bagian produksi, PT. Wika Beton mengikutsertakan seluruh pekerja bagian produksi
kedalam program Jamsostek lengkap, yang terdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja JKK, Jaminan Hari Tua JHT, Jaminan Kematian JK, dan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan JPK Iuran jamsostek diambil dari gaji pekerja setiap bulannya. Namun setelah dilakukan wawancara mendalam kepada partisipan yang
diambil, maka diketahui sebagian besar pekerja belum memahami dengan baik isi program dan kegunaan Jamsostek dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
Pekerja selama ini menganggap dan menggunakan kepersertaan Jamsostek hanya digunakan saat pekerja tersebut sakit, namun tidak digunakan apabila ada bagian dari
anggota keluarga yang sakit. Selain itu akses menuju rumah sakit atau puskesmas rujukan masih menjadi kendala bagi pekerja yang letaknya jauh dari fasilitas
kesehatan. Sehingga penggunaan Jamsostek belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Pekerja juga tidak mengetahui besar kompensasi yang dapat diperoleh dari
kepersertaan Jamsostek. Hal ini dikarenakan informasi dari pihak manajemen sangat minim memberikan informasi mengenai hak pekerja yang dapat diterima dalam
program perlindungan Jamsostek, penjelasaninformasi hanya diberikan ketika pekerja pertama kali diterima menjadi pekerja di PT. Wika Beton yang tertuang di
dalam kontrak kerja. Berdasarkan ketentuan Jamsostek maka besar iuran yang diterima adalah :
c. JHT Jaminan Hari Tua :
I. Ditanggung Perusahaan = 3,7, ditanggung Tenaga Kerja = 2.
d. JPK Jaminan Pemeliharaan Kesehatan :
I. Tiga persen 3 dari upah tenaga kerja maks Rp 4.725.000 untuk tenaga kerja
lajang. II.
Enam persen 6 dari upah tenaga kerja maks Rp 4.725.000 untuk tenaga kerja berkeluarga.
III. Dasar perhitungan persentase iuran dari upah setinggi-tingginya Rp 4.725.000,-
Universitas Sumatera Utara
e. JKK Jaminan Kecelakaan Kerja :
Tergantung dari jenis kecelakaan namun pengusaha memiliki kewajiban pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang
berkisar antara 0,24 - 1,74 sesuai kelompok jenis usaha. PT. Wijaya Karya Beton termasuk industri besar berdasarkan jumlah karyawannya.
e. JK Jaminan Kematian
I. Santunan Kematian: Rp 14.200.000,-
II. Biaya Pemakaman: Rp 2.000.000,-
III. Santunan Berkala: Rp 200.000,- bulan selama 24 bulan.
Berdasarkan hasil wawancara informasi mengenai program perlindungan Jamsostek berupa diskusi bersama terakhir kali dilakukan sekitar dua tahun yang lalu,
bekerjasama dengan pihak Jamsostek itu sendiri.
5.3. Pelaksanaan Perlindungan Teknis 5.3.1. Pelatihan
Berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan maka diketahui bahwa keseluruhan pekerja pernah mendapatkan pelatihan tentang cara kerja yang baik agar
terhindar dari bahaya dan kecelakaan kerja, pelatihan dilakukan oleh mandorkepala jalur, atau orang yang memiliki pengalaman kerja lebih lama di PT. Wika Beton,
pelatihan yang diberikan berdasarkan bidang pekerjaan masing-masing sektor kerja. Pekerja juga mendapatkan pelatihan tanggap darurat kebakaran, ledakan, dan
P3K, namun dalam pelatihan tanggap darurat tidak semua pekerja dapat mengikutinya hanya perwakilan dari masing-masing sektor kerja yang dipilih oleh
pihak manajemen yang diikutsertakan.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan pelatihan ini agar diharapkan bisa mengarahkan pekerja lain untuk mencapai titik evakuasi secepat mungkin, dan menolong tindakan darurat secepat
mungkin apabila terjadi keadaan darurat. Hal ini dinilai dapat mengurangi kepanikan yang terjadi di sektor kerja saat terjadi keadaan darurat. Pelatihan juga dilakukan
untuk meningkatkan perlindungan akan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terstruktur dan terintegrasi melalui pelatihan guna menjamin terciptanya
suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang baik di lingkungan kerja seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang pelatihan.
Dalam ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh
danatau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan melalui pelatihan kerja.” Pelatihan kerja diselenggarkan dan diarahkan
untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan bagi tenaga kerja. Upaya
pembinaan tenaga kerja ditempuh melalui perencanaan dan program ketenagakerjaan, salah satunya adalah pelatihan.
Di dalam Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional juga disebutkan
bahwa tujuan dari pelatihan kerja adalah mewujudkan pelatihan kerja nasional yang efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja, memberikan
arah dan pedoman dalam penyelenggaraan, pembinaan, dan pengendalian pelatihan kerja, mengoptimalkan pendayagunaan dan pemberdayaan seluruh sumber daya
pelatihan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Karena itu pelatihan yang baik berdasarkan kompetensi kerja dan potensial bahaya di tempat kerja sangat diperlukan untuk mewujudkan proses produksi yang
efektif dan efesien dan menekan angka kecelakaan.
5.3.2. Pelaksanaan Standard Operasional Procedure SOP.
Standard operation procedure adalah Suatu standarpedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai
tujuan organisasi dan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu.
Dengan mematuhi SOP yang telah ditetapkan oleh manajemen tentunya akan meminimalisir resiko terjadinya kecelakaan kerja. Namun pada sektor produksi PT.
Wika Beton, Binjai masih banyak pekerja yang mengabaikan SOP dan melaksanakan pekerjaan tanpa berhati-hati, hal ini tentunya dapat memicu terjadinya kecelakaan
kerja. Dari hasil observasi pada pekerja sektor produksi PT. Wika Beton, diketahui : 1.
Sebelum menggunakan mesin las seharusnya mesin dipanaskan terlebih dahulu dalam 15 menit, namun terkadang tidak di panaskan karena dianggap
menggunakan gas yang mudah terbakar jadi untuk menyalakannya pekerja langsung menghidupkannya.
2. Pada bagian penulangan pekerja jarang sekali memeriksa transporter mesin
pemindah beton. Rantai besi pada transporter hanya diperiksa pada hari sabtu yang merupakan hari pemeriksaan rutin. Oli pada detension machine juga hanya
diperiksa setiap sabtu, yang seharusnya diperiksa sebelum bekerja untuk melihat apakah ada kebocoran pada tangki atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
3. Pada bagian pengecoran pekerja jarang membersihkan mixer, pekerja hanya
membersihkan mixer pada hari sabtu saja. Juga pada saat memanaskan batching turbin sering kali pekerja sudah menghidupkan compressor sebelum batching
turbin panas yang mengakibatkan sering terjadi mati listrik setiap pagi lompat. 4.
Pada bagian penguapan pekerja sering kali tidak membersihkan jalur masuk yang dipenuhi kerak beton, akibatnya ketika jalur masuk digunakan, sering
menimbulkan debu yang mengganggu. 5.
Pada bagian hasil jadi pekerja sering kali tidak membersihkan meja jalur yang berakibat ketika meja jalur digunakan, juga akan menimbulkan debu yang dapat
mengganggu kesehatan. Perlengkapan finishing machine juga jarang diminyaki sehingga banyak yang telah berkarat.
Hal ini sangat disayangkan sekali mengingat sebelumnya juga pernah terjadi kecelakaan berat pada tahun 2007 pada bagian penguapan yang mengakibatkan
hilangnya tangan sebelah kanan salah satu anggota produksi. Hal ini dapat memicu kecelakaan kerja yang lebih berat dan dapat berakibat kematian. Selain sangat
membahayakan pekerja, juga dapat memberikan efek negatif bagi perusahaan, seperti meningkatnya angka biaya akibat kecelakaan dan dapat merusak nama baik PT.
Wijaya Karya Beton.
5.3.3. Penggunaan Alat Pelindung Diri APD
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bahwa salah
satu tindakan pengendalian untuk menciptakan perlindungan bagi pekerja dan
Universitas Sumatera Utara
menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan bebas dari rasa khawatir adalah dengan menggunakan alat pelindung diri.
Namun pekerja pada bagian produksi masih belum mengutamakan penggunaan APD sebagai dasar keselamatan di tempat kerja, adapun masalah dalam
penggunaan APD yang dijumpai adalah sebagai berikut : 1.
Pada wilayah kerja perakitan, pekerja sering kali tidak menggunakan kacamata las goggle karena panas ataupun rusak, pekerja juga sering hanya menggunakan
sarung tangan yang tidak lengkap, hanya sebelahnya saja. Juga ear plug yang sangat jarang digunakan padahal intensitas kebisingan sangat mengganggu dan
kemungkinan besar dapat menyebabkan gangguan pendengaran. 2.
Pada wilayah penulangan pekerja sering kali tidak menggunakan sarung tangan yang lengkap atau tidak menggunakan sama sekali karena dianggap jorok dan
bau juga jarang menggunakan ear plug. 3.
Pada wilayah pengecoran, penguapan, dan hasil jadi sangat jarang menggunakan sarung tangan yang lengkap dan ear plug.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan lingkungan kerja yang sering terpapar debu semen yang tentunya tidak baik bagi kesehatan
pekerja di sektor produksi, pihak manajemen belum memasukkan penggunaan alat pelindung diri berupa masker, untuk mencegah debu masuk ke paru-paru pekerja
bagian produksi. Pihak manajemen juga harus mengkaji ulang pemberian alat pelindung diri dari segi kualitas sehingga alat pelindung diri yang diberikan mampu
melindungi pekerja dengan baik dan nyaman digunakan, seperti penggunaan sarung
Universitas Sumatera Utara
tangan yang mudah sobek, mudah kotor, dan kedap air yang mengakibatkan pekerja malas menggunakannya dalam bekerja.
Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.08MenVII2010 Tentang Alat Pelindung Diri Pasal
2 yaitu pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerjaburuh di tempat kerja alat pelindung diri yang dimaksud tercantum dalam Pasal 3 yaitu pelindung kepala,
pelindung mata dan muka, pelindung telinga, pelindung pernapasan beserta perlengkapannya, pelindung tangan, danatau pelindung kaki dengan tempat kerja
yang diatur dalam Pasal 4. Karena itu penggunaan masker sangat dianjurkan sebagai salah satu APD yang melindungi saluran pernafasan, mengingat potensi paparan debu
semen di sektor kerja produksi PT. Wika Beton sangat tinggi. Penggunaan alat pelindung diri yang baik dapat menurunkan rasa takut dan
khawatir terjadinya kecelakaan kerja akibat lingkungan kerja yang tidak aman. Dengan rasa aman dan nyaman dalam bekerja tentunya lingkungan kerja yang
kondusif akan mendorong efektivitas dan efisiensi kerja yang akan meningkatkan produktivitas kerja, jika hal ini dapat dipertahankan maka kelancaran dalam proses
produksi dapat dipertahankan.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Telah dilakukan penelitian pada tenaga kerja bagian produksi PT. Wijaya Karya Beton mengenai pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, maka
peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :
6.1.1. Pelaksanaan Perlindungan Ekonomis
1. Pelaksanaan perlindungan ekonomis dalam bentuk gaji pokok, bonus, dan
tunjangan hari raya, yang diberikan pihak manajemen PT. Wika Beton kepada pekerja bagian produksi, jumlahnya telah mengikuti acuan yang ditetapkan
Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 mengenai perlindungan upah, bentuk upah, dan asas pengupahan juga Keputusan Gubernur Sumut dan
Keputusan Walikota Medan mengenai penetapan UMSP dan UMSK. 2.
Pelaksanaan perlindungan ekonomis berupa upahgaji lembur yang diberikan pihak manajemen PT. Wika Beton kepada pekerja bagian produksi, jumlahnya
masih sangat kecil dibandingkan upahgaji lembur yang ditetapkan dalam Undang - Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 mengenai pembayaran
upahgaji lembur.
6.1.2. Pelaksanaan Perlindungan Sosial
1. PT. Wika Beton telah menjalankan kewajiban melaksanakan Perlindungan sosial
berupa Jamsostek bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan berdasarkan hubungan kerja yang diatur dalam Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang No. 3 Tahun
1992 tentang penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Universitas Sumatera Utara
2. Pihak manajemen PT. Wika Beton mengikutsertakan seluruh pekerja bagian
produksi dalam program Jamsostek lengkap yang terdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja JKK, Jaminan Kematian JK, Jaminan Hari Tua JHT, dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan JPK. 3.
Pihak manajemen PT. Wika Beton minim melakukan sosialisasi terkait pelaksanaan program Jamsostek, sehingga banyak pekerja yang belum mengerti
apa saja kelebihan yang bisa didapatkan sebagai anggota peserta Jamsostek, dan besar kompensasi yang diterima dari masing-masing program lengkap Jamsostek
sehingga masih banyak pekerja yang belum memaksimalkan penggunaan kepesertaan Jamsostek.
6.1.3. Pelaksanaan Perlindungan Teknis 1. Pelatihan
Pihak manajemen PT. Wika Beton telah menyelengarakan pelatihan dengan baik sesuai dengan ketetapan Undang-Undang. Secara keseluruhan pekerja pernah
mendapatkan pelatihan tentang cara bekerja yang baik agar terhindar dari bahaya dan kecelakaan kerja dalam menjalankan pekerjaannya. Untuk pelatihan tanggap darurat
hanya perwakilan pekerja pada setiap masing-masing sektor kerja saja yang diikutkan dalam pelatihan tanggap darurat. Peserta yang dipilih nantinya diharapkan dapat
membimbing pekerja yang lain menuju titik aman apabila terjadi keadaan darurat.
2. SOP Standard Operasional Procedure
Pelaksanaan SOP pada masing-masing sektor kerja belum berjalan dengan baik, setelah dilakukan penelitian pada masing-masing sektor kerja masih banyak pekerja
yang belum melaksanakan SOP yang telah ditetapkan, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
- Pada sektor kerja perakitan, penggunaan meja las yang masih kurang, jarak yang
terlalu dekat antara mesin las yang digunakan dengan objek las, dan mesin las yang tidak dipanaskan terlebih dahulu sebelum memulai pekerjaan.
- Pada sektor kerja penulangan pekerja pada sektor kerja jarang sekali memeriksa
dan merawat rantai transporter mesin pemindah dan oli pada detension machine juga jarang diperiksa.
- Pada sektor kerja pengecoran pekerja jarang sekali membersihkan mixer, dan
menghidupkan kompressor sebelum mesin batching turbin panas yang sering mengakibatkan padamnya listrik pada sektor kerja.
- Pada sektor kerja penguapan pekerja jarang sekali membersihkan jalur masuk.
- Pada sektor kerja hasil jadi pekerja jarang membersihkan meja jalur, dan jarang
merawat mesin finishing.
3. APD Alat Pelindung Diri