Pelaksanaan Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Di PT. Wijaya Karya Beton, Binjai Tahun 2013

(1)

LAMPIRAN I

PEDOMAN WAWANCARA PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI

PEMBUATAN BETON DI PT. WIJAYA KARYA BETON, BINJAI SUMATERA UTARA

TAHUN 2013 Data Umum Responden

Nama :

Bidang pekerjaan anda saat ini : LAMPIRAN I.I

Lembar wawancara mendalam bagi pekerja bagian produksi 1. Perlindungan Ekonomis

Penghasilan yang layak. 2. Perlindungan Sosial

Jamsostek

3. Perlindungan Teknis Pelatihan


(2)

LAMPIRAN II

PEDOMAN OBSERVASI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI

PEMBUATAN BETON DI PT. WIJAYA KARYA BETON, BINJAI SUMATERA UTARA

TAHUN 2013 Data Umum Responden

Nama :

Keterangan :

Ya Tidak

1. Perlindungan Teknis SOP

Wilayah Kerja Perakitan Pakai Tidak Pakai

2. Perlindungan Teknis APD

Helm

Goggle (kacamata las) Apron

Sarung tangan Sepatu boot

Wilayah Kerja Lainnya Pakai Tidak Pakai

3. PerlindunganTeknis APD

Helm

Sarung tangan Sepatu boot


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anizar, 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Anonimus, 2012. Alat Pelindung Diri (APD).

http://lazuardimimpi.blogspot.com/2012/10/alat-pelindung-diri-k3.html. Diakses 16 April 2013.

Anoraga, 1992. Psikologi Kerja, Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta.

Bangun, W, 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Pertama, Erlangga, Bandung.

Fathoni, A, 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Bandung.

Hasan, I, 2004. Analisa Data Penelitian Dengan Statistik, Cetakan Pertama, Media Grafika, Jakarta.

Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 2011. Kasus Pemutusan Hubungan Kerja di Indonesia Menurut Provinsi.

Khakim, A, 2009, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, cetakan Pertama, Edisi III, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Kusuma, I, 2010. Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Karyawan PT. Bitratex Industries, Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Dipenogoro, Semarang.

Mangkunegara, P 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, PT. Remaja Rosdakarya, Jakarta.


(7)

Malau, H, 2007. Mempelajari Pola Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Kegiatan Produksi Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor.

Moleong, L, 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif, Cetakan Ke Tiga Belas, Remaja Rosdakarya. Bnadung.

Partia, A, 2012. Wawancara Berbasis Kompetensi, Erlangga, Bandung.

Ridley, J, 2009. Ikhtisar Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta.

Rivai, V, dan Sagala, E, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Edisi Kedua, Rajawali Pers, Jakarta.

Rosidi, I, 2012. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja ,

http://economy.okezone.com/read/2012/10/16/320/704821/kerugian-kecelakaan-kerja-capai-rp280-triliun-tahun. Diakses tanggal 16 April 2013. Santoso, G, 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Prestasi

Pustaka, Jakarta.

Salman, A. 2009. Peningkatan Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Pekerjaan Kehutanan PT Sarimento Parakantja Timber Kalimantan Tengah. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Suma’mur, 1981, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Cetakan Pertama, Enka Parahiyangan, Jakarta.

________, 2011. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes), Sagung Seto, Jakarta.


(8)

Sunyoto, D, 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Pertama, CAPS, Yogyakarta.

Suryani, T, 2008. Perilaku Konsumen, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta. Syafputri, E, 2013. Kecelakaan Kerja di Indonesia Masih Tinggi.

http://www.antaranews.com/berita/353187/kecelakaan-kerja-di-indonesia-masih-tinggi. Diakses tanggal 16 April 2013.


(9)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang menggambarkan pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, dan masalah-masalah dalam pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja pada area produksi PT. Wijaya Karya Beton yang mengacu pada dasar-dasar perlindungan tenaga kerja dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian di PT. Wijaya Karya Beton Pabrik Produk Beton (PPB) Sumatera Utara yang berlokasi di Jl. Medan-Binjai Km 15,5 No. 1 Diski 20351, Kecamatan Medan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan pemilihan dari lokasi ini karena peneliti mendapat kemudahan melihat pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja bagian produksi beton di PT. Wijaya Karya Beton, Binjai. 3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Febuari - Juli 2013. 3.3. Populasi dan Partisipan

3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja bagian produksi PT. Wijaya Karya Beton, Binjai yang terdiri dari 52 orang pekerja, dan setiap sektor kerja terdiri dari 10-12 orang pekerja untuk setiap sektor kerja.


(10)

3.3.2. Partisipan

Partisipan diambil dari 5 sektor kerja produksi pembuatan beton di PT. Wijaya Karya Beton, setiap sektor kerja peneliti mengambil 7 orang partisipan berdasarkan metode Quota random sampling sebanyak 35 partisipan. Partisipan adalah orang yang ikut dalam membantu memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti dengan melakukan tanya jawab lewat kuesioner dan wawancara.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh melalui penelitian langsung ke objek penelitian yang masih harus diolah oleh peneliti, berupa hasil wawancara dan observasi dengan pekerja bagian produksi, pihak P2K3, dan pihak manajemen PT. Wijaya Karya Beton.

2. Data sekunder, adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber penelitian sebelumnya, yaitu laporan, catatan, karya tulis ilmiah, buku, dan refrensi yang di peroleh dari perpustakaan, dan pihak PT. Wijaya Karya Beton.

3.5. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan : 1. Wawancara (interview)

Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan Tanya jawab langsung kepada objek yang diteliti atau kepada perantara yang mengetahui persoalan dari objek yang diteliti. Wawancara dilakukan kepada pekerja dan pihak manajemen terkait dari PT. Wijaya Karya Beton untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan


(11)

perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, dan jenis perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang diberikan pada pekerja dalam pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja di PT. Wijaya Karya Beton, Binjai.Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (Indepth Interview) dengan metode pendekatan STAR yang merupakan singkatan dari:

A. Situation

B. Task

C. Action

D. Result.

Tahap A dan B. Situation or Task, Pada tahap ini peneliti akan menggambarkan situasi atau kondisi pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dan membuat tugas yang harus diselesaikan oleh partisipan agar mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari pihak manajemen PT. Wijaya Karya Beton, Binjai.

Tahap C. Action: Tahap ini merupakan tahap terpenting dalam metode pendekatan ini. Pada tahap ini partisipan akan memberikan respon atau tanggapan terhadap task yang disusun, agar pekerja mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari pihak manajemen.

Tahap D. Result: Pada tahap inipeneliti akan menjelaskan apa yang terjadi dan bagaimana akhirnya dalam pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja di PT. Wijaya Karya Beton, Binjai. Pada tahap wawancara mendalam ini yang menjadi fokus penelitian adalah pelaksanaan perlindungan ekonomis, pelaksanaan perlindungan sosial dan perlindungan teknis khususnya pelatihan (Partia, 2012).


(12)

2. Observasi (Pengamatan Langsung)

Pada tahap observasi peneliti melihat, mengamati, dan menganalisis pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bagian produksi, terhadap wawancara yang dilakukan. Teknik observasi yang dilakukan adalah structured of controlled observation, karena peneliti menggunakan daftar isian yang tersusun, dan didalamnya tercantum aspek-aspek pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja di PT. Wijaya Karya Beton, Binjai. Dalam pengamatan ini peneliti sebagai pemeran serta yang artinya status peneliti sebagai pengamat diketahui oleh partisipan. Pada tahap ini yang menjadi fokus penelitian adalah pelaksanaan perlindungan teknis yaitu SOP dan penggunaan APD.

3.6. Definisi Istilah

1. Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya untuk melindungi setiap tenaga kerja dari resiko bahaya kerja di lingkungan kerja, agar pekerja dapat terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan bekerja produktif. Dalam perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terdapat 3 aspek mendasar yaitu : 1. Perlindungan Ekonomis

Perlindungan ekonomis adalah perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk jika tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.

2. Perlindungan Sosial

Perlindungan akan jaminan sosial yang diberikan dalam bentuk Jamsostek kepada setiap tenaga kerja bagian produksi PT. Wijaya Karya Beton, Medan.


(13)

3. Perlindungan Teknis

Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja. Perlindungan teknis akan keamanan dari keselamatan kerja yang dimaksud disini ditekankan kepada perlindungan fisik adalah perlindungan akan pelaksanaan kerja yang aman mulai dari penyediaan APD, Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja, SOP (Standard Operasional Procedure), JSA (Job Safety Analysis) sehingga pekerja dapat bekerja dengan nyaman, aman, sehingga meningkatkan efektivitas, efesiensi dan produktivitas kerja.

3.7. Analisa Data

Dalam penelitian kualitatif analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Dimulai dari memperoleh data, mengumpulkan data dengan wawancara dan kuesioner, dan pengolahan data secara sistematis, mereduksi data, dan menyajikan data dalam bentuk yang diperlukan dan menarik kesimpulan (Moleong, 2000).


(14)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Sejarah Umum PT. Wijaya Karya Beton

PT. Wijaya Karya Beton (Wika Beton) adalah suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang konstruksi bangunan beton pracetak. PT. Wika Beton pada mulanya didirikan oleh perusahaan asing yang berasal dari Belanda pada tanggal 11 Maret 1960 dengan nama Naam La Za Vennotschop Techisate Handel Maatschappiz En Baunwbedrijk (VIS En Co) sebagai perusahaan instalatur listrik.

Namun sejak berlakunya nasionalisasi perusahaan asing yang ada di Indonesia, maka sejak saat itu VIS En Co berubah menjadi Perusahan Negara (PN) dengan nama Wijaya Karya. Pada tahun 1976 PT. Wika mulai melakukan diverifikasi usaha yang diawali dengan usaha perdagangan dan usaha industri. Usaha perdagangan meliputi perdagangan material dan peralatan industri konstruksi seperti material dan peralatan listrik, jaringan transmisi dan distribusi, gardu induk dan sebagainya. Sedangkan jasa konstruksi diawali dengan pembangunan gedung sederhana seperti perumahan susun (Perumnas).

Memasuki tahun 1970 langkah diverifikasi usaha lebih dikembangkan lagi dengan pembuatan komponen bangunan beton pracetak, metal works, dan peralatan kelistrikan. Pada tanggal 20 Desember 1972 dengan adanya kebijaksanaan pemerintah mengenai swastanisasi, status Wika berubah menjadi perusahaan


(15)

Perseroan Terbatas (PT) yang seluruh sahamnya dimilki pemerintah. Memasuki tahun 1980 PT. Wika melangkahkan usahanya lebih jauh lagi dengan mengembangkan industri beton pracetak. Industri ini tumbuh dengan pesat, pada saat ini PT. Wika juga dikenal sebagai produsen tiang beton atau tiang listrik dan tiang pancang beton terbesar di Indonesia dengan pabrik tersebar diseluruh pelosok Nusantara termasuk Negara tetangga seperti Malaysia.

Pada tahun 1987 diperoleh tender power XVIII Asia Development Bank (ADB) untuk lokasi Sumatera Utara disekitar Padang Sidempuan dan Sibolga dengan volume cukup besar sehingga pada tahun ini pula dibangun tiang listrik beton di Padang Sidempuan yang bersifat temporer. Setelah proyek Power XVIII selesai dengan pertimbangan, tahun 1989 pabrik tiang beton di Padang Sidempuan dipindahkan ke Binjai hingga saat ini disebut Pabrik Produk Beton (PPB) Sumut.

Dengan perkembangan proyek-proyek konstruksi yang semakin menuntut percepatan waktu, manajemen Divisi Produk Beton (DPB) melihat ada peluang produk beton lain yang telah diproduksi dan berhasil dipasarkan, maka pada tahun 1991 dibuat rekayasa Sheet pile beton guna meningkatkan dan memperkuat jaringan pemasaran, maka pada tahun 1993 manajemen memandang perlu membangun pabrik di Sulawesi Selatan di Kawasan Industri Makasar. Dengan meningkatnya persaingan produksi beton maka untuk mempertahankan bahkan menguasai pasar, maka pada tahun 1994 manajemen Wika pusat memandang perlu membagi dua wilayah jaringan pemasaran, yakni Indonesia Bagian Barat oleh DPB I sedangkan bagian timur oleh DPB II.


(16)

Menyadari bahwa usaha produk beton merupakan bidang usaha yang semakin kompetitf, manajemen Wika perlu meningkatkan kemandirian organisasi bidang usaha produk beton yang selama ini dikelola DPB I dan DPB II, maka dileburlah DPB I dan DPB II menjadi satu badan hukum, statusnya diubah menjadi perusahaan anak dengan nama PT. Wijaya Karya Beton sesuai dengan Surat Keputusan Direktur PT. Wika nomor SK. 01.01/I. Dir.0950/9 tanggal 24 Desember 1996 dan pada tanggal 11 Maret 1997 secara resmi Wika Beton dibentuk dihadapan Notaris Imas Fatimah, SH dengan akta pendirian Nomor 44.

4.2. Lokasi Penelitian

PT. Wika Beton berlokasi di jalan raya Medan - Binjai Km 15,5, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Dengan luas wilayah kerja kira-kira 1 Ha.

4.3. Visi dan Misi Perusahaan 4.3.1. Visi :

PT. Wijaya Karya Beton (Wika Beton) memiliki visi yaitu menjadi perusahaan terbaik dalam industri beton pracetak.

4.3.2. Misi :

a. Memimpin pasar beton pracetak di Indonesia.

b. Memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan dengan kesesuaian mutu, waktu penyerahan dan harga bersaing atas produk yang dihasilkan.

c. Menerapkan sistem manajemen dan teknologi yang dapat memacu peningkatan efisiensi, konstitensi mutu, kesehatan dan keselamatan kerja yang berwawasan lingkungan.


(17)

d. Tumbuh dan berkembang bersama mitra kerja secara sehat dan berkesinambungan.

e. Mengembangkan kompetensi dan kesejahteraan pegawai. 4.4. Struktur Organisasi

Gambar 4.1. Struktur Organisasi PT. Wijaya Karya Beton, Binjai

WIKA PUSAT

MANAJER PABRIK

SEKSI TEKNIK DAN MUTU

SEKSI PERENCANAAN DAN EVALUASI PRODUK

SEKSI PERALATAN

SEKSI KEUANGAN DAN PERSONALIA


(18)

Adapun tanggung jawab masing-masing fungsi yang terdapat pada PT. Wika Beton adalah sebagai berikut :

1. Pimpinan Pabrik (Manajer Pabrik)

a. Tercapainya produksi sesuai dengan rencana produksi dan penjualan yang ditetapkan perusahaan.

b. Terlaksananya proses produksi untuk menghasilkan produk bermutu dengan metode yang efesien dan efektif, serta sesuai dengan standard produk dan proses yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

c. Terlaksananya pengolahan dan pemanfaatan sumber daya yang menjadi tanggung jawabnya secara efektif dan efisien.

d. Terlaksananya upaya peningkatan produksi yang efisien melalui perbaikan proses produksi secara berkesinambunngan dan merekomendasikan penerapannya kepada unit kerja terkait.

e. Terlaksananya peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam bidang manajemen dan teknis yang meliputi keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan lingkup tugasnya.

f. Terlaksananya kegiatan administrasi dan keuangan serta personalis.

g. Terlaksananya pembinaan hubungan baik antara pabrik dengan lingkungan sekitar.

h. Terlaksananya penerapan Sistem Manajemen ISO 9000 : 2000 dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).


(19)

2. Seksi Teknik dan Mutu :

a. Tersusunnya rencana teknik untuk tercapainya sasaran mutu produk sesuai dengan persyaratan teknis didalam dokumen yang telah disepakati oleh pelanggan dan perusahaan.

b. Tercapainya tingkata efektifitas pemanfaatan sumber daya di pabrik melalui optimalisasi desain dan metode produksi.

c. Terlaksananya pengujian standard yang dihasilkan gugus kendali mutu di pabrik dan merekomendasikan hasil pengujian tersebut sebagai standar produk dalam lingkungan pabrik.

d. Tersusunnya rencana pengawasan dan pengujian berupa prosedur, sistem dan pedoman lingkungan pabrik antara lain meliputi, menetapkan kendali mutu, merumuskan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan saat pengendalian, merumuskan kriteria kendali mutu, merumuskan sistem dokumentasi atau sistem informasi, dan merumuskan alat kendali mutu. e. Terlaksananya penerapan Sistem Manajemen ISO 9000 : 2000 dan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

f. Terlaksananya penelitian terhadap metode produksi serta rekomendasi peningkatan sistem produksi agar tercapainya standard kualitas yang diinginkan.

g. Terlaksananya pembinaan bawahan yang meliputi tanggung jawab sesuai dengan arahan perkembangan perusahaan.


(20)

3. Seksi Perencanaan dan Evaluasi Produksi :

a. Tersusunnya rencana produksi dan kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan untuk proses produksi serta anggaran biayanya.

b. Terselenggaranya pemantauan dan evaluasi produksi dalam rangka menjaga tingkat produktivitas yang optimal dan jadwal penyerahan produksi yang ditetapkan.

c. Terlaksananya tertib administrasi produksi pabrik.

d. Tersusunnya laporan produksi yang akurat secara berkala beserta evaluasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

e. Terlaksananya tertib administrasi.

f. Terlaksananya penerapan Sistem Manajemen ISO 9000 : 2000 dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

g. Terlaksananya pembinaan bawahan yang menjadi tanggung jawab sesuai dengan arah perkembangan perusahaan.

4. Seksi Peralatan :

a. Tersedianya peralatan-peralatan yang akan digunakan dalam proses produksi.

b. Tersedianya suku cadang yang cukup.

c. Terselenggaranya pergantian komponen sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

d. Terlaksananya penerapan Sistem Manajemen ISO 9000 : 2000 dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).


(21)

5. Seksi Keuangan dan Personalia :

a. Tersusunnya anggaran secara terpadu guna tercapainya sasaran produksi. b. Tercapainya efisiensi dan efektivitas pemanfaatan dan pabrik.

c. Tersedianya informasi keuangan, akutansi, personalia bagi kepentingan pabrik.

d. Terlaksananya pengupayaan penerapan fungsi keuangan, akutansi, dan informasi perpajakan secara tertib.

e. Tersajinya laporan keuangan pabrik secara berkala dengan ketentuan perusahaan.

f. Terlaksananya penerapan Sistem Manajemen ISO 9000 : 2000 dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

6. Seksi Produksi :

a. Tersusunnya perencanaan jadwal produksi detail dan kebutuhan sumber daya untuk keperluan jalur produksi guna tercapainya sasaran produksi. b. Menjamin kualitas hasil sesuai dengan perencanaan dan standard yang

ditetapkan

c. Terselenggaranya kegiatan produksi yang berjalan sesuai dengan prosedur kerja yang ditetapkan.

d. Menjamin kelancaran proses produksi, pekerja, dan keamanan pekerja dan setiap orang yang berada dalam sektor kerja produksi.

e. Terlaksananya penerapan Sistem Manajemen ISO 9000 : 2000 dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).


(22)

4.5. Pelaksanaan Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 4.5.1. Pelaksanaan Perlindungan Ekonomis

a. Situation

Setelah melakukan penelitian diketahui bahwa untuk pemberian upah setiap pekerja bagian produksi, menerima jumlah upah yang sama, baik dalam hal upah lembur maupun pemberian insentif sehingga untuk pendataan peneliti tidak perlu melakukan pembagian - pembagian berdasarkan wilayah kerja.

b. Task

Agar mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terutama dalam aspek perlindungan ekonomis, maka pekerja wajib bekerja selama waktu yang ditentukan (8 jam), tidak boleh terlambat sebanyak 5 kali dalam 1 bulan dengan rentang waktu 15 menit, bila sakit harus memberikan keterangan dari puskesmas atau rumah sakit agar tidak diberikan sanksi berupa pemotongan gaji pokok, waktu sakit tidak boleh lebih dari 1 bulan, dan bekerja lembur sesuai dengan jam yang ditentukan oleh pihak manajemen.

c. Action

Dalam penerapannya pekerja yang terlambat tidak sampai dari 5 kali dalam 1 bulan tidak akan dipotong upah atau gajinya dan keterlambatan sebelumnya juga akan dihapuskan, dan pekerja wajib memberikan surat keterangan sakit dari dokter atau instansi kesehatan jika tidak ingin gaji pokok dipotong dan pekerja yang tidak mampu bekerja selama 1 bulan atau lebih maka pekerja akan diberhentikan oleh pihak manajemen, dan pekerja wajib mengikuti waktu lembur yang ditentukan oleh pihak manajemen tanpa terkecuali.


(23)

d. Result

Hasil wawancara mendalam kepada partisipan bagian produksi PT. Wijaya Karya Beton, Binjai diketahui seluruh pekerja pada bagian produksi memperoleh gaji yang sama. Gaji pokok yang diberikan oleh pihak manajemen sudah melebihi ketetapan UMK Medan maupun UMP Sumut. Pihak manajemen juga memberikan tunjangan hari raya menjelang Lebaran dan Natal, tetapi kepada pekerja yang sedang dalam masa training hanya mendapatkan 28% dari gaji pokok sebagai tunjangan hari raya yang juga diberikan sebanyak dua kali. Setiap pekerja bagian produksi setiap bulan juga menerima bonus berupa 1 karung beras seberat 10 Kg.

Jika terjadi keterlambatan hingga 5 kali maka pihak manajemen memberikan sanksi berupa pemotongan upah pokok sebesar Rp. 10.000 namun apabila keterlambatan tidak mencapai 5 kali maka gaji pokok tidak dipotong, dan jumlah keterlambatan sebelumnya juga dihapuskan pada bulan berikutnya.

Jika pekerja tidak bisa masuk karena sakit maka pekerja wajib memberikan keterangan resmi dari dokter puskesmas atau rumah sakit, apabila absen tanpa ijin maka akan diptong sebesar Rp. 20.000 per hari dengan tengat waktu 3 hari jika tidak memberikan keterangan resmi hingga tengat waktu yang ditentukan maka akan diberikan sanksi tegas dan bila tidak mampu bekerja selama 1 bulan atau lebih, maka pihak manajemen akan memberhentikan pekerja.

Dari hasil wawancara diketahui pihak manajemen belum pernah mengalami keterlambatan dalam pembayaran upah atau gaji, dari hasil wawancara juga diketahui pekerja bagian produksi diberikan upah lembur sebesar Rp.50.000 dengan rata-rata


(24)

waktu lembur 3-4 jam tergantung banyaknya pesanan atau rencana produksi yang harus dikerjakan.

4.5.2. Pelaksanaan Perlindungan Sosial a. Situation

Setelah melakukan penelitian diketahui bahwa setiap pekerja memperoleh jaminan sosial tenaga kerja dengan program yang sama untuk semua pekerja bagian produksi.

b. Task

Pekerja harus menandatangani kontrak kerja yang diberikan oleh pihak manajemen untuk mendapatkan program jamsostek yang disediakan oleh pihak manajemen.

c. Action

Pada tahap ini seluruh pekerja telah menandatangani kontrak kerja, jadi secara keseluruhan pekerja sudah diikutkan dalam anggota jamsostek oleh PT. Wijaya Karya Beton, Binjai.

d. Result

Dari hasil wawancara dengan pekerja bagian produksi, maka diketahui seluruh pekerja bagian produksi telah diikutsertakan dalam program jamsostek lengkap, adapun program jamsostek lengkap yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).


(25)

Dengan menerapkan perlindungan lengkap dari jamsostek ini pekerja merasa lebih tenang dalam bekerja, sehingga sangat mendukung untuk terciptanya suasana aman dan nyaman dalam lingkunga kerja.

4.5.3. Pelaksanaan Perlindungan Teknis (Pelatihan) a. Situation

Setelah melakukan penelitian diketahui bahwa setiap pekerja memperoleh pelatihan sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing dan pelatihan tanggap darurat yang dilakukan agar pekerja bagian produksi mampu melakukan tindakan tepat saat terjadi kondisi darurat.

b. Task

Pekerja yang menandatangani kontrak kerja akan langsung mendapatkan pelatihan sesuai dengan bidang kerja mereka masing-masing. Pekerja yang disertakan dalam pelatihan tanggap darurat akan ditentukan oleh pihak manajemen.

c. Action

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari partisipan maka diketahui seluruh pekerja bagian produksi pernah mendapatkan pelatihan sebelum bekerja dalam bidang pekerjaannya masing-masing, Pelatihan dilakukan oleh pekerja yang telah memiliki pengalaman yang cukup, atau badan/organisasi luar yang telah ditunjuk oleh pihak manajemen.

d. Result

Dari hasil wawancara mendalam secara keseluruhan terhadap partisipan yang dipilih pada setiap sektor kerja produksi termasuk pekerja baru pernah mendapatkan pelatihan mengenai bahaya sesuai dengan pekerjaan yang mereka


(26)

lakukan, serta pencegahan yang harus dilakukan untuk menghindari kecelakaan yang terjadi saat melakukan pekerjaan. Pelatihan tanggap darurat juga diberikan oleh pihak manajemen

Pelatihan tanggap darurat yang diberikan meliputi tanggap darurat bahaya kebakaran, ledakan dan P3K, namun tidak semua pekerja bagian produksi dapat mengikuti pelatihan tanggap darurat yang diberikan oleh pihak manajemen, hanya 10 orang dari 5 wilayah produksi yang dapat mengikuti pelatihan yang diberikan.

4.5.4. Pelaksanaan Perlindungan Teknis SOP (Standard Operasional Prosedure) Untuk mengetahui pelaksanaan SOP pada masing-masing sektor kerja produksi, maka peneliti melakukan observasi pada masing-masing sektor kerja produksi PT. Wijaya Karya Beton dengan pembagian sebagaiberikut :

1. Wilayah kerja perakitan

Pada wilayah kerja perakitan terdapat SOP pada ssaat bekerja yaitu :

a. Lihat berapa jumlah produksi hari ini pada list produksi yang diberikan oleh kepala jalur.

b. Ambil cetakan dalam gudang dengan fork lift dan bawa ke sektor kerja.

c. Periksa jumlah cetakan dan kerusakan fisik bagian luar pada cetakan, apabila kelihatan sudah tidak dapat digunakan lagi kembalikan ke gudang, agar pintu gudang tidak selalu terbuka dan tidak membahayakan pekerja yang bolak – balik mengambil cetakan.

d. Periksa peralatan dalam bagasi, dan panaskan mesin las.


(27)

f. Gunakan mesin las yang sudah dipanaskan. 2. Wilayah kerja penulangan

a. Periksa transporter, apabila berderik dan sulit bergerak beritahukan kepala jalur.

b. Bersihkan dan panaskan mesin penyatu rangka (detension machine). c. Lihat oli dan sambungkan semua kabel utama ke power turbin. d. Hidupkan mesin central control.

e. Periksa Indicator lamp, bila mati beri tahukan pada kepala jalur.

f. Jangan memasukkan besi lebih dari catatan pada tabel meja central control. g. Bila lingkar besi convolute, tekan tombol stop pada meja central control. h. Perbaiki lingkar dan tekan tombol turn.

Gambar 4.2. Proses Pembentukan Rangka atau Tulang Beton.


(28)

Gambar 4.3. Mesin Penyatu Rangka (Detension Machine)

Gambar 4.4. Mesin Pemindah atau Transporter

3. Wilayah kerja pengecoran

a. Bersihkan mixer, periksa ketinggiam pada masing - masing material sump apabila kurang beritahukan kepala jalur.

b. Hidupkan mesin dan panaskan batching turbin. c. Hidupkan compressor.

d. Hidupkan mixer.


(29)

Gambar 4.5. Pemeriksaan Cetakan Beton.

Gambar 4.6. Mesin Gridling yang sedang bekerja.

Gambar 4.7. Mesin Batching dan Mixer.


(30)

Gambar 4.8. Proses Pengecoran.

4. Wilayah Kerja Penguapan.

a. Periksa dan hidupkan mesin presstressing. b. Hidupkan mesin heat compressor.

c. Periksa dan bersihkan jalur masuk. 5. Wilayah Kerja Hasil Jadi.

a. Periksa tekanan receiving machine load. b. Bersihkan dan periksa meja jalur.

c. Periksa perlengkapan finishing machines. Gambar 4.9. Pemeriksaan Hasil Jadi.


(31)

Gambar 4.10. Pembukaan Kutub Rangka dengan Finishing Machines.

Gambar 4.11. Pendinginan Hasil Jadi.

Pada observasi SOP yang dilakukan peneliti mengambil 35 partisipan dari total 52 sampel. Peneliti menghentikan pengambilan partisipan karena peneliti menganggap sampel dapat mewakili pelaksanaan SOP pada bagian produksi PT. Wijaya Karya Beton, Binjai dengan hasil sebagai berikut :


(32)

Tabel 4.1. Pelaksanaan SOP pada pekerja bagian produksi.

Wilayah Kerja Ya Tidak

Perakitan 5 2

Penulangan 6 1

Pengecoran 6 1

Penguapan 4 3

Hasil jadi 4 3

Total 25 10

Dari hasil penelitian berdasarkan tabel diatas diketahui belum 100% pekerja secara keseluruhan yang mengikuti ketetapan yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen dalam melaksanakan SOP di setiap sektor kerja. Dari hasil observasi diketahui dari 35 pekerja hanya 25 (71%) pekerja yang benar-benar mengikuti pelaksanaan SOP yang baik di setiap sektor kerja.

4.5.5. Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri)

Dari hasil wawancara dan obeservasi maka diketahui APD pada masing-masing sektor kerja adalah sebagai berikut :

1. Wilayah kerja perakitan : a. Helm

b. Goggle (kacamata las) c. Apron

d. Sepatu boot e. Sarung tangan


(33)

f. Ear plug

2. Wilayah kerja penulangan a. Helm

b. Sarung tangan c. Sepatu boot d. Ear plug

3. Wilayah kerja pengecoran a. Helm

b. Sarung tangan c. Sepatu boot d. Ear plug

4. Wilayah kerja penguapan a. Helm

b. Sarung tangan c. Sepatu boot d. Ear plug

5. Wilayah kerja hasil jadi a. Helm

b. Sarung tangan c. Sepatu boot d. Ear plug.


(34)

Gambar 4.12. Alat Pelindung Diri Berupa Helm dan Letak Ear Plug Pada Helm.

Dari hasil observasi yang dilakukan pada partisipan mengenai penggunaan APD maka diketahui belum 100% pekerja menggunakan APD lengkap yang diberikan oleh pihak perusahaan dalam bekerja atau tidak menggunakan APD yang diberikan. Berdasarkan hasil observasi, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2. Penggunan APD pada tenaga kerja bagian produksi

Wilayah Kerja Pakai Tidak

Pakai

Perakitan 6 1

Penulangan 4 3

Pengecoran 3 4

Penguapan 3 4

Hasil jadi 4 3

Total 20 15

Dari tabel diatas yang menggunakan APD lengkap sesuai dengan ketetapan yang diberikan oleh pihak manajemen saat bekerja hanya 20 orang dari 35 sampel (57%), kejadian ini dijumpai pada masing-masing wilayah produksi,dalam sektor


(35)

produksi masih ada pekerja yang belum menggunakan APD yang lengkap atau tidak menggunakan APD. Hal ini tentunya sangat membahayakan pekerja tersebut mengingat resiko bahaya di masing-masing sektor kerja produksi sangat tinggi.


(36)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Pelaksanaan Perlindungan Ekonomis

Berdasarkan tabel hasil wawancara mendalam terhadap keseluruhan partisipan dari masing-masing wilayah kerja mengenai pelaksanaan perlindungan ekonomis terhadap pekerja bagian produksi beton PT. Wika Beton diketahui bahwa dalam sistem pembayaran upah dan nilai pengupahan serta tunjangan pekerja telah mengikuti anjuran yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 yang berisi “Bahwa setiap pekerja/buruh berhak mendapatkan penghasilan untuk memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Dalam ketetapan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-226/Men/2000, dalam pelaksanaan upah minimum perlu memperhatikan beberapa hal :

1. Besarnya Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP dan Upah Minimum Sektoral kabupaten/kota (UMSK) mimnimal 5% lebih besar dari Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Pasal 5. 2. Perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari Upah Minimum Provinsi

(UMP)/Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) atau Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) Pasal 13.

3. Dan sebagainya yang diatur dalam keputusan tersebut.

Berdasarkan Keputusan tersebut maka gaji pokok yang diterima oleh pekerja telah melebihi ketetapan UMK Medan maupun UMP Sumut yaitu untuk UMK Medan


(37)

senilai Rp. 1.650.000 dan UMP Sumut senilai Rp. 1.375.000 dengan upah/gaji pokok yang diberikan senilai Rp. 1.850.000 oleh pihak manajemen kepada seluruh pekerja bagian produksi.

Namun dalam wawancara mendalam yang dilakukan peneliti kepada partisipan, diketahui bahwa masih terdapat ketidakpuasan terhadap upah/gaji dan tunjangan yang diberikan oleh pihak manajemen dengan alasan upah/gaji yang diterima tidak cukup digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup bila sudah berkeluarga nantinya. Hanya cukup digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja yang belum berkeluarga.

Pihak manajemen PT. Wika beton juga memberikan bonus setiap bulan berupa 1 karung beras seberat 10 Kg, THR (Tunjangan Hari Raya) sebanyak dua kali, yaitu pada saat menjelang lebaran dan natal, hal ini telah sesuai berdasarkan bentuk upah yang diatur dalam Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981, yaitu

a. Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau Peraturan Perundang - Undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan.atau jasa yang telah atau akan dilakukan (Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003).

b. Suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau


(38)

Peraturan Perundang-Undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan, baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya (Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981).

Dari uraian di atas jelas upah diberikan dalam bentuk uang, namun secara normatif masih ada kelonggaran bahwa upah dapat diberikan dalam bentuk lain berdasarkan perjanjian atau Peraturan Perundang-Undangan, dengan batasan nilainya tidak boleh melebihi 25% dari upah pokok yang seharusnya diterima (Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981).

Berdasarkan tujuan pemberian upah pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 bahwa upah diberikan untuk tujuan kesejahteraan dan mampu memenuhi kecukupan secara jasmani, rohani dan sosial, sehingga pemberian upah dapat ditinjau ulang. Namun Pekerja pada bagian sektor produksi PT. Wika Beton juga mengeluh mengenai pemberian upah lembur yang dinilai terlalu sedikit, tidak sesuai dengan waktu kerja dan beban kerja yang harus dilakukan sehari-hari, pekerja hanya menerima Rp. 50.000 sampai waktu lembur selesai.

Upah/gaji lembur yang diberikan pihak manajemen PT. Wika beton kepada pekerja bagian produksi seharusnya mengacu kepada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP 102/Men/VI/2004 mengenai perhitungan upah lembur di dasarkan pada upah bulanan dengan cara menghitung upah sejam adalah 1/173 upah sebulan, dengan perhitungan apabila upah lembur dilakukan pada hari kerja maka :


(39)

1. Untuk jam kerja lembur pertama harus di bayar upah sebesar 150% kali upah sejam.

2. Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah lembur sebesar 200% kali upah sejam.

Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan hari libur resmi, untuk waktu kerja selama enam hari kerja, empat puluh jam dalam seminggu, perhitungannya, yaitu :

1. Untuk tujuh jam kerja pertama dibayar 200% kali upah sejam, jam kerja kedelapan dibayar 300% kali upah sejam, serta jam kerja ke sembilan hingga jam kerja ke sepuluh dibayarkan 400% kali upah sejam.

2. Apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek, perhitungan upah lembur lima jam kerja pertama dibayar 200% kali upah sejam, jam kerja ke enam dibayar 300% upah sejam, serta jam kerja lembur ke tujuh dan ke delapan dibayar 400% kali upah sejam.

Tentunya upah yang saat ini dibayarkan oleh pihak manjemen PT. Wika Beton senilai Rp. 50.000 sangat berbeda jauh dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui pekerja yang tidak mampu bekerja selama 1 bulan akan diberhentikan oleh pihak manajemen namun berdasarkan prinsip pekerjaan, walaupun terdapat prinsip “no work no pay” dalam sistem pengupahan, namun karena alasan tertentu pekerja/buruh tetap berhak menerima upah dari pengusaha. Pengecualian prinsip “no work no pay” diatur dalam Undang-Undang


(40)

Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan Peraturan Pemeritah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindung Upah sebagai berikut :

Jika pekerja/buruh sakit (maksudnya sakit biasa, bukan akibat kecelakaan kerja) terus menerus sampai dua belas bulan, maka upah yang dibayarkan pengusaha (Pasal 93 ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003) yaitu

a. 100% dari upah tiga bulan pertama. b. 75% dari upah tiga bulan kedua. c. 50% dari upah untuk tiga bulan ketiga. d. 25% dari upah untuk tiga bulan keempat.

Dan berbagai bentuk perlindungan kepentingan lain yang mengakibatkan pekerja tidak/belum dapat bekerja yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Namun dalam pelaksanaannya pekerja yang tidak mampu bekerja selama 1 bulan lebih akan diberhentikan oleh pihak manajemen.

5.2. Pelaksanaan Perlindungan Sosial

Dalam memberikan perlindungan sosial berupa Jamsostek kepada pekerja bagian produksi, PT. Wika Beton mengikutsertakan seluruh pekerja bagian produksi kedalam program Jamsostek lengkap, yang terdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JK), dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Iuran jamsostek diambil dari gaji pekerja setiap bulannya.

Namun setelah dilakukan wawancara mendalam kepada partisipan yang diambil, maka diketahui sebagian besar pekerja belum memahami dengan baik isi program dan kegunaan Jamsostek dengan baik.


(41)

Pekerja selama ini menganggap dan menggunakan kepersertaan Jamsostek hanya digunakan saat pekerja tersebut sakit, namun tidak digunakan apabila ada bagian dari anggota keluarga yang sakit. Selain itu akses menuju rumah sakit atau puskesmas rujukan masih menjadi kendala bagi pekerja yang letaknya jauh dari fasilitas kesehatan. Sehingga penggunaan Jamsostek belum dapat dimanfaatkan dengan baik.

Pekerja juga tidak mengetahui besar kompensasi yang dapat diperoleh dari kepersertaan Jamsostek. Hal ini dikarenakan informasi dari pihak manajemen sangat minim memberikan informasi mengenai hak pekerja yang dapat diterima dalam program perlindungan Jamsostek, penjelasan/informasi hanya diberikan ketika pekerja pertama kali diterima menjadi pekerja di PT. Wika Beton yang tertuang di dalam kontrak kerja.

Berdasarkan ketentuan Jamsostek maka besar iuran yang diterima adalah : c. JHT (Jaminan Hari Tua) :

I. Ditanggung Perusahaan = 3,7%, ditanggung Tenaga Kerja = 2%. d. JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan) :

I. Tiga persen (3%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 4.725.000) untuk tenaga kerja lajang.

II. Enam persen (6%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 4.725.000) untuk tenaga kerja berkeluarga.


(42)

e. JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) :

Tergantung dari jenis kecelakaan namun pengusaha memiliki kewajiban pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha. PT. Wijaya Karya Beton termasuk industri besar berdasarkan jumlah karyawannya.

e. JK (Jaminan Kematian)

I. Santunan Kematian: Rp 14.200.000,- II. Biaya Pemakaman: Rp 2.000.000,-

III. Santunan Berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan).

Berdasarkan hasil wawancara informasi mengenai program perlindungan Jamsostek berupa diskusi bersama terakhir kali dilakukan sekitar dua tahun yang lalu, bekerjasama dengan pihak Jamsostek itu sendiri.

5.3. Pelaksanaan Perlindungan Teknis 5.3.1. Pelatihan

Berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan maka diketahui bahwa keseluruhan pekerja pernah mendapatkan pelatihan tentang cara kerja yang baik agar terhindar dari bahaya dan kecelakaan kerja, pelatihan dilakukan oleh mandor/kepala jalur, atau orang yang memiliki pengalaman kerja lebih lama di PT. Wika Beton, pelatihan yang diberikan berdasarkan bidang pekerjaan masing-masing sektor kerja.

Pekerja juga mendapatkan pelatihan tanggap darurat kebakaran, ledakan, dan P3K, namun dalam pelatihan tanggap darurat tidak semua pekerja dapat mengikutinya hanya perwakilan dari masing-masing sektor kerja yang dipilih oleh pihak manajemen yang diikutsertakan.


(43)

Tujuan pelatihan ini agar diharapkan bisa mengarahkan pekerja lain untuk mencapai titik evakuasi secepat mungkin, dan menolong tindakan darurat secepat mungkin apabila terjadi keadaan darurat. Hal ini dinilai dapat mengurangi kepanikan yang terjadi di sektor kerja saat terjadi keadaan darurat. Pelatihan juga dilakukan untuk meningkatkan perlindungan akan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terstruktur dan terintegrasi melalui pelatihan guna menjamin terciptanya suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang baik di lingkungan kerja seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang pelatihan.

Dalam ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan melalui pelatihan kerja.” Pelatihan kerja diselenggarkan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan bagi tenaga kerja. Upaya pembinaan tenaga kerja ditempuh melalui perencanaan dan program ketenagakerjaan, salah satunya adalah pelatihan.

Di dalam Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional juga disebutkan bahwa tujuan dari pelatihan kerja adalah mewujudkan pelatihan kerja nasional yang efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja, memberikan arah dan pedoman dalam penyelenggaraan, pembinaan, dan pengendalian pelatihan kerja, mengoptimalkan pendayagunaan dan pemberdayaan seluruh sumber daya pelatihan kerja.


(44)

Karena itu pelatihan yang baik berdasarkan kompetensi kerja dan potensial bahaya di tempat kerja sangat diperlukan untuk mewujudkan proses produksi yang efektif dan efesien dan menekan angka kecelakaan.

5.3.2. Pelaksanaan Standard Operasional Procedure (SOP).

Standard operation procedure adalah Suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi dan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu.

Dengan mematuhi SOP yang telah ditetapkan oleh manajemen tentunya akan meminimalisir resiko terjadinya kecelakaan kerja. Namun pada sektor produksi PT. Wika Beton, Binjai masih banyak pekerja yang mengabaikan SOP dan melaksanakan pekerjaan tanpa berhati-hati, hal ini tentunya dapat memicu terjadinya kecelakaan kerja. Dari hasil observasi pada pekerja sektor produksi PT. Wika Beton, diketahui : 1. Sebelum menggunakan mesin las seharusnya mesin dipanaskan terlebih dahulu

dalam 15 menit, namun terkadang tidak di panaskan karena dianggap menggunakan gas yang mudah terbakar jadi untuk menyalakannya pekerja langsung menghidupkannya.

2. Pada bagian penulangan pekerja jarang sekali memeriksa transporter (mesin pemindah beton). Rantai besi pada transporter hanya diperiksa pada hari sabtu yang merupakan hari pemeriksaan rutin. Oli pada detension machine juga hanya diperiksa setiap sabtu, yang seharusnya diperiksa sebelum bekerja untuk melihat apakah ada kebocoran pada tangki atau tidak.


(45)

3. Pada bagian pengecoran pekerja jarang membersihkan mixer, pekerja hanya membersihkan mixer pada hari sabtu saja. Juga pada saat memanaskan batching turbin sering kali pekerja sudah menghidupkan compressor sebelum batching turbin panas yang mengakibatkan sering terjadi mati listrik setiap pagi (lompat). 4. Pada bagian penguapan pekerja sering kali tidak membersihkan jalur masuk yang

dipenuhi kerak beton, akibatnya ketika jalur masuk digunakan, sering menimbulkan debu yang mengganggu.

5. Pada bagian hasil jadi pekerja sering kali tidak membersihkan meja jalur yang berakibat ketika meja jalur digunakan, juga akan menimbulkan debu yang dapat mengganggu kesehatan. Perlengkapan finishing machine juga jarang diminyaki sehingga banyak yang telah berkarat.

Hal ini sangat disayangkan sekali mengingat sebelumnya juga pernah terjadi kecelakaan berat pada tahun 2007 pada bagian penguapan yang mengakibatkan hilangnya tangan sebelah kanan salah satu anggota produksi. Hal ini dapat memicu kecelakaan kerja yang lebih berat dan dapat berakibat kematian. Selain sangat membahayakan pekerja, juga dapat memberikan efek negatif bagi perusahaan, seperti meningkatnya angka biaya akibat kecelakaan dan dapat merusak nama baik PT. Wijaya Karya Beton.

5.3.3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bahwa salah satu tindakan pengendalian untuk menciptakan perlindungan bagi pekerja dan


(46)

menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan bebas dari rasa khawatir adalah dengan menggunakan alat pelindung diri.

Namun pekerja pada bagian produksi masih belum mengutamakan penggunaan APD sebagai dasar keselamatan di tempat kerja, adapun masalah dalam penggunaan APD yang dijumpai adalah sebagai berikut :

1. Pada wilayah kerja perakitan, pekerja sering kali tidak menggunakan kacamata las (goggle) karena panas ataupun rusak, pekerja juga sering hanya menggunakan sarung tangan yang tidak lengkap, hanya sebelahnya saja. Juga ear plug yang sangat jarang digunakan padahal intensitas kebisingan sangat mengganggu dan kemungkinan besar dapat menyebabkan gangguan pendengaran.

2. Pada wilayah penulangan pekerja sering kali tidak menggunakan sarung tangan yang lengkap atau tidak menggunakan sama sekali karena dianggap jorok dan bau juga jarang menggunakan ear plug.

3. Pada wilayah pengecoran, penguapan, dan hasil jadi sangat jarang menggunakan sarung tangan yang lengkap dan ear plug.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan lingkungan kerja yang sering terpapar debu semen yang tentunya tidak baik bagi kesehatan pekerja di sektor produksi, pihak manajemen belum memasukkan penggunaan alat pelindung diri berupa masker, untuk mencegah debu masuk ke paru-paru pekerja bagian produksi. Pihak manajemen juga harus mengkaji ulang pemberian alat pelindung diri dari segi kualitas sehingga alat pelindung diri yang diberikan mampu melindungi pekerja dengan baik dan nyaman digunakan, seperti penggunaan sarung


(47)

tangan yang mudah sobek, mudah kotor, dan kedap air yang mengakibatkan pekerja malas menggunakannya dalam bekerja.

Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.08/Men/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri Pasal 2 yaitu pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja alat pelindung diri yang dimaksud tercantum dalam Pasal 3 yaitu pelindung kepala, pelindung mata dan muka, pelindung telinga, pelindung pernapasan beserta perlengkapannya, pelindung tangan, dan/atau pelindung kaki dengan tempat kerja yang diatur dalam Pasal 4. Karena itu penggunaan masker sangat dianjurkan sebagai salah satu APD yang melindungi saluran pernafasan, mengingat potensi paparan debu semen di sektor kerja produksi PT. Wika Beton sangat tinggi.

Penggunaan alat pelindung diri yang baik dapat menurunkan rasa takut dan khawatir terjadinya kecelakaan kerja akibat lingkungan kerja yang tidak aman. Dengan rasa aman dan nyaman dalam bekerja tentunya lingkungan kerja yang kondusif akan mendorong efektivitas dan efisiensi kerja yang akan meningkatkan produktivitas kerja, jika hal ini dapat dipertahankan maka kelancaran dalam proses produksi dapat dipertahankan.


(48)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian pada tenaga kerja bagian produksi PT. Wijaya Karya Beton mengenai pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :

6.1.1. Pelaksanaan Perlindungan Ekonomis

1. Pelaksanaan perlindungan ekonomis dalam bentuk gaji pokok, bonus, dan tunjangan hari raya, yang diberikan pihak manajemen PT. Wika Beton kepada pekerja bagian produksi, jumlahnya telah mengikuti acuan yang ditetapkan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 mengenai perlindungan upah, bentuk upah, dan asas pengupahan juga Keputusan Gubernur Sumut dan Keputusan Walikota Medan mengenai penetapan UMSP dan UMSK.

2. Pelaksanaan perlindungan ekonomis berupa upah/gaji lembur yang diberikan pihak manajemen PT. Wika Beton kepada pekerja bagian produksi, jumlahnya masih sangat kecil dibandingkan upah/gaji lembur yang ditetapkan dalam Undang - Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 mengenai pembayaran upah/gaji lembur.

6.1.2. Pelaksanaan Perlindungan Sosial

1. PT. Wika Beton telah menjalankan kewajiban melaksanakan Perlindungan sosial berupa Jamsostek bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan berdasarkan hubungan kerja yang diatur dalam Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.


(49)

2. Pihak manajemen PT. Wika Beton mengikutsertakan seluruh pekerja bagian produksi dalam program Jamsostek lengkap yang terdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).

3. Pihak manajemen PT. Wika Beton minim melakukan sosialisasi terkait pelaksanaan program Jamsostek, sehingga banyak pekerja yang belum mengerti apa saja kelebihan yang bisa didapatkan sebagai anggota peserta Jamsostek, dan besar kompensasi yang diterima dari masing-masing program lengkap Jamsostek sehingga masih banyak pekerja yang belum memaksimalkan penggunaan kepesertaan Jamsostek.

6.1.3. Pelaksanaan Perlindungan Teknis 1. Pelatihan

Pihak manajemen PT. Wika Beton telah menyelengarakan pelatihan dengan baik sesuai dengan ketetapan Undang-Undang. Secara keseluruhan pekerja pernah mendapatkan pelatihan tentang cara bekerja yang baik agar terhindar dari bahaya dan kecelakaan kerja dalam menjalankan pekerjaannya. Untuk pelatihan tanggap darurat hanya perwakilan pekerja pada setiap masing-masing sektor kerja saja yang diikutkan dalam pelatihan tanggap darurat. Peserta yang dipilih nantinya diharapkan dapat membimbing pekerja yang lain menuju titik aman apabila terjadi keadaan darurat. 2. SOP (Standard Operasional Procedure)

Pelaksanaan SOP pada masing-masing sektor kerja belum berjalan dengan baik, setelah dilakukan penelitian pada masing-masing sektor kerja masih banyak pekerja yang belum melaksanakan SOP yang telah ditetapkan, yaitu :


(50)

- Pada sektor kerja perakitan, penggunaan meja las yang masih kurang, jarak yang terlalu dekat antara mesin las yang digunakan dengan objek las, dan mesin las yang tidak dipanaskan terlebih dahulu sebelum memulai pekerjaan.

- Pada sektor kerja penulangan pekerja pada sektor kerja jarang sekali memeriksa dan merawat rantai transporter (mesin pemindah) dan oli pada detension machine juga jarang diperiksa.

- Pada sektor kerja pengecoran pekerja jarang sekali membersihkan mixer, dan menghidupkan kompressor sebelum mesin batching turbin panas yang sering mengakibatkan padamnya listrik pada sektor kerja.

- Pada sektor kerja penguapan pekerja jarang sekali membersihkan jalur masuk. - Pada sektor kerja hasil jadi pekerja jarang membersihkan meja jalur, dan jarang

merawat mesin finishing. 3. APD (Alat Pelindung Diri)

Dari hasil penelitian mengenai penggunaan APD pada masing-masing sektor kerja diketahui bahwa penggunaan APD masih belum berjalan sebagaimana mestinya. Masih banyak pekerja yang tidak menggunakan APD lengkap seperti yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen, yaitu :

- Pekerja pada sektor perakitan sering kali tidak menggunakan kacamata las , sarung tangan yang hanya dipakai sebelahnya saja atau tidak dipakai sama sekali dan juga ear plug yang jarang digunakan.

- Pekerja pada sektor penulangan, pengecoran, penguapan, dan hasil menggunakan sarung tangan yang hanya dipakai sebelahnya saja atau tidak dipakai sama sekali dan juga ear plug yang jarang digunakan.


(51)

- Pada setiap sektor kerja tidak semua pekerja menggunakan masker, hanya beberapa sektor saja yang diberikan masker, seperti laboratorium padahal lingkungan kerja pada masing-masing sektor kerja mengandung sumber bahaya yang dapat mengganggu sistem pernafasan pada pekerja berupa debu semen, yang dapat dijumpai disetiap sektor kerja, namun masker pada setiap sektor kerja belum disediakan oleh pihak manajemen, karena dianggap belum penting.


(52)

6.2. Saran

6.2.1. Pelaksanaan Perlindungan Ekonomis

Pihak manajemen dapat meninjau ulang pemberian upah atau gaji lembur yang diberikan pada pekerja di PT. Wijaya Karya Beton agar pekerja dapat memperoleh kesejahteraan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sehingga dalam menjalankan tugas-tugasnya yang berat pekerja dapat menjaga ketahanan fisik dan mentalnya.

6.2.2. Pelaksanaan Perlindungan Sosial

1. Pihak manajemen dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan Jamsostek kepada pekerja agar pekerja dapat mengerti dan mau menggunakan fasilitas dari keanggotaan Jamsostek yang diterima sebagai anggota sehingga pembayaran premi yang diambil dari gaji pekerja dan subsidi dari perusahaan tidak sia-sia. 2. Pihak manajemen dapat menjalin kerjasama dengan pihak penyelenggara

Jamsostek dan Pemerintah untuk sama – sama berperan aktif dalam mempromosikan kelebihan Jamsostek bagi para pekerja, sehingga pekerja lebih mengerti, memahami, dan tertarik untuk menggunakan kepersertaan Jamsostek dengan baik.

6.2.3. Pelaksanaan Perlindungan Teknis 6.2.3.1. Pelatihan

1. Pelatihan yang diberikan oleh pihak manajemen PT. Wika Beton sangat baik sesuai dengan Undang-Undang namun pihak manajemen PT. Wika Beton dapat menambahkan jenis pelatihan lain sesuai dengan potensial bahaya yang ada di


(53)

tempat kerja, sehingga apabila terjadi keadaan darurat selain ledakan dan kebakaran pekerja dapat siap mengambil tindakan darurat yang sesuai.

2. Pihak PT. Wika Beton juga dapat menambahkan jumlah pekerja yang mengikuti pelatihan sehingga apabila pekerja yang dilatih tidak hadir pada saat terjadi kondisi darurat masih ada pekerja lain yang dapat mengambil tindakan darurat untuk mencegah kepanikan dan mengarahkan pekerja lain menuju titik aman. 6.2.3.2. Pelaksanaan SOP (Standard Operasional Procedure)

1. Perlu dilakukan pengawasan disiplin dan sanksi tegas dalam pelaksanaan SOP untuk meningkatkan kesadaran para pekerja akan pentingnya pelaksanaan SOP yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen.

2. Pihak manajemen juga dapat melaksanakan pengarahan atau diskusi bersama mengenai pentingnya pelaksanaan SOP yang baik di masing-masing sektor kerja. 3. Pihak manajemen PT. Wika Beton dapat memberikan pengarahan kepada masing - masing kepala jalur agar lebih memperhatikan pelaksanaan SOP yang baik dan benar dalam masing - masing sektor kerja tanpa mengesampingkan proses produksi.

6.2.3.3. Penggunaan APD

1. Perlu dilakukan pengawasan disiplin dan sanksi tegas dalam penggunaan APD untuk meningkatkan kesadaran para pekerja akan pentingnya penggunaan APD yang telah ditetapkan.

2. Pihak manajemen harap meninjau kualitas APD apakah nyaman digunakan sehari – hari, apakah kuat dan tidak mudah rusak, dan apakah APD sesuai dengan potensi bahaya pada lingkungan kerja.


(54)

3. Pihak manajemen juga dapat melaksanakan pengarahan atau diskusi bersama mengenai pentingnya penggunaan APD yang baik di masing-masing sektor kerja. 4. Pihak manajemen PT. Wika Beton dapat memberikan pengarahan kepada

masing-masing kepala jalur agar lebih memperhatikan penggunaan APD yang baik dan benar dalam masing-masing sektor kerja tanpa mengesampingkan proses produksi.


(55)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya untuk melindungi setiap tenaga kerja dari resiko bahaya kerja di lingkungan kerja agar pekerja dapat terjamin keselamatan serta kesehatannya sehingga dapat bekerja dengan produktif, efektif dan efesien, dan terhindar dari resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Ketentuan secara yuridis akan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja telah diatur dengan baik dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Pasal yang Keempat huruf c yaitu “Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan juga pada Pasal 86 Ayat 1 yaitu “Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama juga pasal-pasal lain yang berisi tentang perlindungan hak dan kewajiban tenaga kerja (Khakim, 2009).

Selain dalam Undang-Undang, asas pemberlakuan ketentuan perlindungan akan keselamatan dan kesehatan kerja juga diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-100/Men/VI/2004 yang menyebutkan bahwa syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT “Tidak boleh lebih rendah daripada ketentuan dalam peraturan Perundang-Undangan yang berlaku serta Keputusan


(56)

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-220/Men/X/2004 Pasal yang Ke 5 menyebutkan bahwa setiap perjanjian pemborongan pekerjaaan wajib memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja sebagaimana diatur dalam peraturan Perundang - Undangan yang berlaku (Khakim, 2009).

2.2. Jenis Perlindungan Kerja

Perlindungan kerja yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang dan perlindungan kerja menurut aspek keselamatan dan kesehatan saling berhubungan. Aspek perlindungan kerja yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang mencakup bagian dari perlindungan kerja menurut aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Terdapat 3 jenis perlindungan kerja menurut Khakim (2009) yang mengutip pendapat Soepomo yaitu:

a. Perlindungan Ekonomis

Perlindungan ekonomis adalah perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang layak bagi kemanusiaan, termasuk jika tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya. Didalam perlindungan ekonomis ini termasuk perlindungan jaminan akan pengahsilan yang cukup dari bekerja. Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 88 Ayat 1 “Pekerja berhak atas penghidupan yang layak di mana jumlah pendapatan pekerja dari hasil pekerjaannya mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja atau buruh dan keluarganya secara wajar, yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.”Pemberian gaji atau upah yang sesuai dengan nilai yang ditetapkan Undang-Undang tentunya akan


(57)

menghindarkan tenaga kerja dari stres kerja akibat kekhawatiran akan pemenuhan kebutuhan keluarga dan diri sendiri (Khakim, 2009).

b. Perlindungan Sosial

Perlindungan sosial merupakan perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi. Jaminan kesehatan kerja disini berupa asuransi kesehatan. Asuransi kesehatan adalah salah satu jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para nasabah asuransi tersebut apabila mereka mengalami gangguan kesehatan atau mengalami kecelakaan.

Adapun program yang diterima dalam Jamsostek yaitu JHT (Jaminan Hari Tua), JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan), JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja), JK (Jaminan Kematian). Adapun besar kompensasi yang diterima yaitu :

a. JHT (Jaminan Hari Tua) :

Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.

1. Ditanggung Perusahaan = 3,7%, 2. Ditanggung Tenaga Kerja = 2%.

b. JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan) :

Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja.JPK adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi


(58)

masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Manfaat JPK bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif. Seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang berisi tenaga kerja, suami atau isteri, dan anak berhak memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan yang meliputi :

a. Rawat jalan tingkat pertama. b. Rawat jalan tingkat lanjutan. c. Rawat inap.

d. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan e. Penunjang diagnostik.

f. Pelayanan khusus. g. Pelayanan gawat darurat.

Program JPK memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap jenjang PPK dengan rincian cakupan pelayanan sebagai berikut:


(59)

a. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai Pengobatan atau Dokter praktek.

b. Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan), adalah pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari dokter PPKI sesuai dengan indikasi medis.

c. Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit, adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit.

d. Pelayanan Persalinan, adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta program JPK maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga).

e. Pelayanan Khusus, adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan untuk mengembalikan fungsi tubuh.

f. Emergensi, Merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa. Iuran JPK dibayar oleh perusahaan sesuai dengan Peraturan Pemerintah. No. 53 Tahun 2012 tentang perubahan kedelapan atas Peraturan Pemeritah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dengan perhitungan sebagai berikut:

a. Tiga persen (3%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 4.725.000) untuk tenaga kerja lajang.


(60)

b. Enam persen (6%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 4.725.000) untuk tenaga kerja berkeluarga.

c. Dasar perhitungan persentase iuran dari upah setinggi-tingginya Rp 4.725.000,-

c. JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja)

Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya.Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha (Jamsostek). d. JK (Jaminan Kematian)

Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 21.000.000,- terdiri dari Rp 14.200.000,- santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman dan santunan berkala. Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti:


(61)

a. Santunan Kematian: Rp 14.200.000,- b. Biaya Pemakaman: Rp 2.000.000,-

c. Santunan Berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan) (Jamsostek).

Pembayaran iuran dapat dilakukan secara bulanan atau setiap tiga bulan dengan menyetorkan langsung kepada Badan Penyelenggara atau melalui Penanggung Jawab Wadah/Kelompok secara lunas.

c. Perlindungan Teknis

Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja. Perlindungan teknis akan keamanan dari keselamatan kerja yang dimaksud disini adalah perlindungan akan pelaksanaan kerja yang aman mulai dari penyediaan APD, Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja, SOP (Standard Operasional Procedure), JSA (Job Safety Analysis) dan sebagainya yang dilakukan, diupayakan, dan diperbuat, terutama agar tenaga kerja tahu bagaimana prosedur kerja yang baik, terlindungi dari bahaya kerja di lingkungan kerja yang tidak dan serta menjaga hasil produksi agar tetap aman sehingga pekerja dapat bekerja dengan nyaman, aman, sehingga meningkatkan efektivitas, efesiensi dan produktivitas kerja.

Selain itu untuk melindungi setiap orang yang berada di tempat kerja (non pekerja) dan juga masyarakat umum dari resiko penularan dan penyebaran bahaya dan resiko bahaya kerja (Khakim, 2009).

2.3.Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk pada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan tindakan tindakan


(62)

keselamatan dan kesehatan yang efektif, maka lebih sedikit pekerja yang menderita cedera atau penyakit jangka pendek maupun panjang sebagai akibat dari pekerjaan mereka (Rivai dan Sagala, 2003).

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah usaha untuk menciptakan keadaan lingkungan kerja yang aman dan sehat bebas dari bahaya kecelakaan. Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang berhubungan dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan kondisi lingkungannya (Sabdoadi, 1999).

Kesehatan kerja adalah spesialisasi ilmu kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit dan gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta efek terhadap penyakit-penyakit umum (Sunyoto, 2012).

Pelaksanaan Kesehatan dan keselamatan kerja yang baik akan menghindarkan tenaga kerja dari bahaya kerja yang beresiko mengakibatkan kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. Kecelakaan menurut Sulaksomo di dalam Santoso (2004) adalah suatu kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki, yang dapat mengacaukan proses aktivitas yang telah diatur.

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu program yang dibuat bagi pekerja atau buruh maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) bagi timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian


(63)

(Sunyoto, 2012). Seorang ahli dalam keselamatan dan kesehatan kerja Willie Hammer mengatakan bahwa program keselamatan dan kesehatan kerja diadakan karena tiga alasan penting, yaitu alasan berdasarkan prikemanusiaan, alasan berdasarkan Undang-Undang, dan alasan ekonomis.

a. Alasan berdasarkan prikemanusiaan

Pertama-tama para manajer mengadakan pencegahan kecelakaan kerja atas dasar perikemanusiaan yang sesungguhnya, mereka melakukan demikian untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit, dan pekerja yang menderita luka serta keluarganya sering diberi penjelasan mengenai akibat kecelakaan kerja. b. Alasan berdasarkan Undang-Undang

Ada juga alasan yang mengadakan program keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan Undang. Sekarang di Amerika Serikat terdapat Undang-Undang federal, Undang-Undang-Undang-Undang Negara bagian dan Undang-Undang-Undang-Undang kota Praja tentang keselamatan dan kesehatan kerja, dan bagi mereka yang melanggar ketentuan akan dikenakan denda, dan saksi.

c. Alasan ekonomis

Dengan tingginya biaya akibat kecelakaan bagi perusahaan, akhirnya mereka sadar pentingnya program keselamatan dan kesehatan kerja. (Wilson, 2012) Dengan demikian perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja adalah perlindungan yang berkaitan dengan prinsip keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu perlindungan yang bertujuan untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang diakibatkan hubungan kerja dalam lingkungan kerja.


(64)

Menurut Fathoni (2006), kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Hal ini dikarenakan dalam peristiwa tersebut tidak terdapat unsur kesengajaan atau bentuk perencanaan. Sedangkan kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja perusahaan.

2.3.1.Tujuan dan Manfaat Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Mangkunegara (2004), tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut :

a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya, seefektif mungkin.

c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.

g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Manfaat keselamatan dan kesehatan kerja menurut Mangkunegara (2004), adalah sebagai berikut

1. Manfaat ekonomis :

a. Berkurangnya kecelakaan dan sakit karena kerja.


(65)

c. Meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja yang nyaman dan aman, serta motivasi kerja yang meningkat.

2. Manfaat psikologis :

a. Meningkatkan kepuasan kerja.

b. Kepuasan kerja tersebut akan meningkatkan motivasi kerja dan selanjutnya akan meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja.

c. Perusahaan akan merasa bangga bahwa telah ikut serta dalam pembangunan nasional.

d. Nama baik/citra perusahaan akan meningkat, (Arep dan Tanjung, 2004). 2.4. Faktor – Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja

Secara umum pembagian penyebab kecelakaan kerja di berbagai dunia memiliki kesamaan yaitu :

1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (Unsafe human acts).

2. Keadaan lingkungan yang tidak aman ( Unsafe condition).

Dari penyelidikan – penyelidikan ternyata faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan memiliki andil yang besar menurut Suma’mur (1981) bahwa 80-85 % kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada pendapat yang mengemukakan bahwa penyebab langsung dan tidak langsung dari suatu kecelakaan kerja adalah faktor manusia.

Malau (2007) mengemukakan bahwa faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja dapat dilihat dari berbagai sudut, yaitu:


(66)

1. Kebijakan pemerintah

a. Undang-Undang ketenagakerjaan, khususnya yang menyangkut tentang keselamatan dan kesehatan kerja belum ada.

b. Peraturan pemerintah tentang pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan belum ada atau kalaupun sudah ada, tetapi belum diterapkan dengan tegas.

2. Kondisi pekerjaan

a. Standard kerja yang kurang tepat dan pelaksanaannya juga tidak tepat.

b. Jenis pekerjaan fisik yang sangat berbahaya. Namun di sisi lain fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja sangat kurang.

c. Kenyamanan kerja yang sangat kurang karena kurang tersedianya unsur pendukung keselamatan dan kesehatan kerja.

d. Tidak tersedianya prosedur unsur manual petunjuk kerja.

e. Kurang kontrol, evaluasi, dan pemeliharaan tentang alat-alat kerja secara rutin. 3. Kondisi karyawan

a. Keterampilan karyawan dalam hal K3 rendah. b. Kondisi kesehatan fisik karyawan yang tidak prima.

c. Kondisi kesehatan mental, seperti rendahnya motivasi tentang K3serta tingginya derajat stress dan depresi.

d. Kecanduan merokok, minuman keras, dan narkoba. 4. Kondisi fasilitas perusahaan

a. Ketersediaan fasilitas yang kurang cukup (jumlah dan mutu). b. Kondisi ruang kerja yang kurang nyaman.


(67)

c. Tidak tersedianya fasilitas kesehatan dan klinik perusahaan. d. Tidak tersedianya fasilitas asuransi perusahaan.

e. Kurangnya pelatihan dan sosalisasi tentang pentingnya. 2.5. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang digunakan untuk meminimalkan resiko bahaya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dan meningkatkan keamanan dari pengguna alat. Alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi terhadap bahaya kecelakaan kerja (Suma’mur, 2009).

2.5.1. Jenis Alat Pelindung Diri 1. Alat pelindung mata

Mata harus terlindung dari panas, sinar yang menyilaukan dan debu. Berbagai jenis kacamata pengaman mempunyai kegunaan yang berbeda. Kacamata debu berguna melindungi mata dari bahaya debu, bram (tatal) pada saat menggerinda, memahat dan mengebor. Kacamata las berguna melindungi mata dari bahaya sinar yang menyilaukan (kerusakan retina mata) pada saat melaksanakan pengelasan. Kacamata las dapat dibedakan terutama pada kacanya, antara pekerjaan las asetilin dan las listrik. Kacamata las listrik lebih gelap dibandingkan dengan kacamata las asetilin. Selain kacamata las terdapat juga kedok yang lazim disebut helm las atau kacamata las yang dipadukan dengan topi.

2. Alat pelindung kepala

Topi adalah alat pelindung kepala secara umum, bila kita bekerja pada mesin-mesin yang berputar, topi melindungi terpuntirnya rambut oleh putaran mesin-mesin bor atau rambut terkena percikan api pada saat mengelas.


(68)

3. Alat pelindung telinga/Ear plug

Alat pelindung telinga ialah alat yang melindungi telinga dari gemuruhnya mesin yang bising, juga penahan bising dari letupan / letusan.

4. Alat Pelindung Tangan.

Alat pelindung tangan (sarung tangan) terbuat dari bermacam-macam bahan disesuaikan kebutuhan. Yang sering dijumpai adalah :

a. Sarung tangan kain

Digunakan untuk memperkuat pegangan. Hendaknya dibiasakan bila memegang bendayang berminyak, bagian-bagian mesin atau bahan logam lainnya.

c. Sarung tangan asbes

Sarung tangan asbes digunakan terutama untuk melindungi tangan terhadap bahaya pembakaran api. Sarung tangan ini digunakan bila setiap memegang benda yang panas, seperti pada pekerjaan mengelas dan pekerjaan menempa (pande besi).

c. Sarung tangan kulit

Sarung tangan kulit digunakan untuk memberi perlindungan dari ketajaman sudut pada pekerjaan pengecoran. Perlengkapan ini dipakai pada saat harus mengangkat atau memegang bahan tersebut.

d. Sarung tangan karet

Terutama pada pekerjaan pelapisan logam seperti pernikel, perkhrom dsb. Sarung tangan menjaga tangan dari bahaya pembakaran asam atau melindungi dari kepedasan cairan pada bak atau panic dimana pekerjaan tersebut


(69)

berlangsung. Sarung tangan karet digunakan pula untuk melindungi kerusakan kulit tangan karena hembusan udara pada saat membersihkan bagian-bagian mesin dengan menggunakan kompresor.

5. Alat pelindung kaki

Untuk menghindarkan kerusakan kaki dari tusukan benda tajam, tertimpa benda yang berat, terbakar oleh zat kimia, maka sebagai pelindung digunakan sepatu. Sepatu ini harus terbuat dari bahan yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan. 6. Alat pelindung badan

a. Apron

Ketentuan memakai sebuah apron pelindung harus dibiasakan diluar baju kerja. Apron kulit dipakai untuk perlindungan dari rambatan panas nyala api.

b. Pakaian pelindung

Dengan menggunakan pakaian pelindung yang dibuat dari kulit, maka pakaian biasa akan terhindar dari percikan api terutama pada waktu mengelas dan menempa. Lengan baju jangan digulung, sebab lengan baju akan melindungi tangan dari sinar api.

2.6. Pelatihan

Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan potensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerja, pelatihan kerja juga diatur secara lebih lanjut di dalam pasal 9 sampai dengan pasal 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 (Khakim, 2009).


(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACK ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1.Tujuan Umum... 9

1.3.2.Tujuan Khusus ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Keselamatan dan KesehatanKerja ... 11

2.2. Jenis Perlindungan Kerja ... 12

a. Perlindungan Ekonomis... 12

b. Perlindungan Sosial ... 13

c. Perlindungan Teknis ... 14

2.3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 17

2.3.1. Tujuan dan Manfaat Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 19

2.4. Faktor - Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja ... 21

2.5. Alat Pelindung diri ... 22

2.5.1. Jenis Alat Pelindung Diri ... 23

2.6. Pelatihan ... 25

2.7. Standard Operation Procedure (SOP) ... 25


(2)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ... 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 28

3.2.2. Waktu Penelitian ... 28

3.3. Populasi dan Partisipan ... 28

3.3.1. Populasi ... 28

3.3.2. Partisipan ... 29

3.4. Metode Pengumpulan data ... 29

3.4.1. Jenis Data ... 29

3.5. Cara Pengumpulan Data ... 29

3.6. Defenisi Istilah ... 31

3.7. Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 33

4.1.1. Sejarah Umum PT. Wijaya Karya Beton ... 33

4.2. Lokasi Penelitian ... 35

4.3. Visi dan Misi Perusahaan ... 35

4.4. Struktur Organisasi ... 36

4.5. Pelaksanaan Perlindungan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja ... 40

4.5.1. Pelaksanaan Perlindungan Ekonomis ... 40

4.5.2. Pelaksanaan Perlindungan Sosial ... 42

4.5.3. Pelaksanaan Perlindungan Teknis (Pelatihan) ... 43

4.5.4. Pelaksanaan Perlindungan Teknis (SOP) ... 44

4.5.5. Penggunaan APD ... 50

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Pelaksanaan Perlindungan Ekonomis ... 54

5.2. Pelaksanaan Perlindungan Sosial ... 58

5.3. Pelaksanaan Perlindungan Teknis ... 60

5.3.1. Pelatihan ... 60

5.3.2. Standard Operation Procedure (SOP) ... 62

5.3.3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) ... 63


(3)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 66

6.1.1. Pelaksanaan Perlindungan Ekonomis ... 66

6.1.2. Pelaksanaan Perlindungan Sosial ... 66

6.1.3. Pelaksanaan Perlindungan Teknis ... 67

6.2. Saran ... 70


(4)

DAFTAR TABEl

Table 4.1. Pelaksanaan SOP Pada Pekerja Bagian Produksi ... 50 Tabel 4.2. Penggunaan APD Pada Pekerja Bagian Produksi ... 52


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Struktur Organisasi PT. Wijaya Karya Beton ... 36

Gambar 4.2. Proses Pembentukan Rangka atau Tulang Beton ... 45

Gambar 4.3. Mesin Penyatu Rangka ... 46

Gambar 4.4. Mesin Pemindah atau Transporter ... 46

Gambar 4.5. Pemeriksaan Cetakan Beton ... 47

Gambar 4.6. Mesin Gridling ... 47

Gambar 4.7. Mesin Batching dan Mixer ... 47

Gambar 4.8. Proses Pengecoran ... 48

Gambar 4.9. Pemeriksaan hasil jadi ... 48

Gambar 4.10. Pembukaan Kutub Rangka ... 49

Gambar 4.11. Pendinginan Hasil Jadi ... 49


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman wawancara Lampiran 2 Lembar Observasi Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Lampiran 4 Surat Selesai Penelitian Lampiran 5 Dokumentasi


Dokumen yang terkait

Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Produktivitas Kerja Pada Pekerja Bagian Produksi Tulangan Beton Di Pt Wijaya Karya Beton Medan Tahun 2015

2 54 113

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA FISIK DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI TULANGAN BETON Hubungan Antara Beban Kerja Fisik Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Tulangan Beton di PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Majalen

0 1 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Beban Kerja Fisik Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Tulangan Beton di PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Majalengka.

0 2 5

Pelaksanaan Perlindungan Kesetan dan Kesehatan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Di PT. Wijaya Karya Beton, Binjai Tahun 2013

0 0 14

Pelaksanaan Perlindungan Kesetan dan Kesehatan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Di PT. Wijaya Karya Beton, Binjai Tahun 2013

0 0 2

Pelaksanaan Perlindungan Kesetan dan Kesehatan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Di PT. Wijaya Karya Beton, Binjai Tahun 2013

0 0 10

Pelaksanaan Perlindungan Kesetan dan Kesehatan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Di PT. Wijaya Karya Beton, Binjai Tahun 2013

0 0 17

Pelaksanaan Perlindungan Kesetan dan Kesehatan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Di PT. Wijaya Karya Beton, Binjai Tahun 2013

0 0 3

Pelaksanaan Perlindungan Kesetan dan Kesehatan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Di PT. Wijaya Karya Beton, Binjai Tahun 2013

0 0 5

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DALAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT DANLIRIS SUKOHARJO

0 1 90