Pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial

perilaku tidak mencuci tangan, mencuci tangan dengan tepat adalah cara yang efektif untuk menghindari semua tipe MRSA baik di tangan maupun tubuh Pearson, 2006. i. Status nutrisi Menurut Patra 2006 dalam Setiawati 2009, umur, status nutrisi, jumlah dan lama inhubasi serta lamanya dilakukan pemasangan ventilasi, pemberian makanan melalui selang nasogastrik adalah faktor yang berisiko menyebabkan berkembangnya pneumonia nosokomial. Status nutrisi dihubungkan dengan pembentukan daya tahan tubuh sebagai mekanisme pertahanan terhadap infeksi.

2.5.8. Pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial

Menurut Uliyah 2006, Beberapa tindakan pencegahan infeksi nosokomial yang dapat dilakukan adalah: a. Aseptik yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan, istilah ini dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengan aman digunakan. b. Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainya. Universitas Sumatera Utara c. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh petugas kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis sebelum pencucian dilakukan. Contohnya adalah meja pemeriksaan, alat-alat kesehatan dan sarung tangan yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh disaat prosedur bedahtindakan dilakukan. d. Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh atau setiap benda asing seperti dabu dan kotoran. e. Desinfeksi, yaitu tindakan menghilangkan sebagian besar tidak semua mikroorganisme penyebab penyakit dan benda mati. Desinfeksi tingkat tinggi dilakukan dengan merebus atau dengan menggunakan larutan kimia. Tindakan ini dapat menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberapa bakteri endospora. f. Sterilisasi, yaitu tindakan untuk meghilangkan semua mikroorganisme bakteri, jamur, parasit dan virus termasuk bakteri endospora. Terjadinya infeksi tergantung pada interaksi kompleks dari kerentanan hospes, agen-agen infeksius dan cara penularan. Faktor-faktor pasien dan perawatan kesehatan berinteraksi untuk menghasilkan resiko infeksi yang signifikan. Identifikasi resiko infeksi, dari mereka yang telah terinfeksi dan sterategi pengendalian infeksi yang direkomendasikan meminimalkan insidens dan konsekuensi infeksi yang serius pada pasien dan petugas perawatan kesehatan, pencegahan dan metode pengendalian berfokus pada tiga area yaitu: Universitas Sumatera Utara a Meningkatkan resisten hospes Resistensi ditingkatkan dengan menggunakan vaksin dan toksoid untuk imunisasi atau imonoglobulin antibodi untuk imunisasi pasif, nutrisi yang adekuat, dan olah raga juga menambah resistensi hospes. b Menginaktifkan agen-agen infeksius Inaktifasi agen-agen infeksius dilakukan dengan metode fisik dan kimiawi, termasuk pemanasan pasteurisasi dan sterilisasi dan memasak makanan dengan adekuat. c Cara penularanmata rantai infeksi Cara penularan adalah mata rantai termudah untuk memutus rantai infeksi. Memutus cara penularan dilakukan dengan isolasi pasien yang terinfeksi, menggunakan cuci tangan dan teknik aseptik Schaffer dkk, 2000. Pencegahan infeksi dilakukan agar perawat dapat mengkhususkan diri dalam kontrol infeksi dan tanggung jawab untuk mengembangkan kebijakan dan program, staf perawat memainkan peran penting dalam menurunkan resiko infeksi nosokomial, peranan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial yaitu: c.1. Mencuci Tangan Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air, tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit Universitas Sumatera Utara dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara, cuci tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan cuci tangan menggunakan sabun antimicrobial Prawirohardjo, 2004. Menurut Schaffer 2000, Indikasi mencuci tangan adalah : 1. Sebelum dan setelah kontak dengan pasien atau melakukan prosedur memasang infus dan lain-lain. 2. Sebelum dan setelah memasang peralatan yang digunakan pasien contohnya kateter urin dan lain-lain. 3. Setelah menggunakan ruangan istirahat dan setelah membersihkan atau mengelap hidung. 4. Sebelum dan setelah makan. 5. Sebelum dan sesudah mengambil specimen. 6. Bila tangan kotor. 7. Bila akan bertugas dan bila selesai bertugas. Prosedur mencuci tangan yang rutin sangat diperlukan sepanjang waktu tiga komponen untuk mencuci tangan ambil air sabun, air, gosokan, prosedur ini dilakukan minimal dalam waktu 10-15 detik. Yaitu dengan cara: a. Basahi tangan dengan air mengalir, b. Usapkan sabun ditengah-tengah tangan yang basah c. Gosokkan sampai berbusa banyak, d. Gunakan friksi yang kuat dan cepat dengan menggosokkan kedua tangan gosok dasar kuku dan sela-sela jari, e. Bilas tangan Universitas Sumatera Utara secara menyeluruh dengan air, f. Keringkan tangan dengan handuk dan g. Matikan kran dengan menggunakan alas handuk Schaffer, 2000. c.2. Penggunaaan sarung tangan Pakai sarung tangan bila menyentuh darah, cairan yang mengandung darah, sekresi dan benda-benda yang terkontaminasi. Pakai sarung tangan yang bersih tepat sebelum menyentuh membran mukosa dan kulit yang tidak utuh. Lepaskan sarung tangan dengan cepat setelah digunakan, sebelum menyentuh benda-benda yang tidak terkontaminasi dan permukaan lingkungan, dan sebelum ke pasien yang lainnya. Cuci tangan dengan segera untuk menghindari pemindahan mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain Schaffer, 2000. c.3. Gaun Baju Kerja Pakai gaun bila memasuki ruangan pasien jika anda mengantisipasi bahwa pakaian anda akan kontak dengan pasien, permukaan lingkungan, atau alat-alat di runganan pasien atau jika pasien mengalami inkontinensia diare dan drainase luka yang tidak ditutup dengan balutan. Lepaskan gaun sebelum keluar dari ruangan pasien. Setelah gaun dilepaskan, pastikan bahwa pakaian tidak kontak dengan permukaan lingkungan yang dicurigai terkontaminasi. Pakai gaun bersih untuk melindungi kulit dan mencegah pakaian basah selama prosedur dan aktivitas perawatan pasien yang sepertinya dapat mencetuskan semburan atau percikan darah, cairan tubuh, sekresi, atau ekskresi atau yang menyebabkan pakaian menjadi basah. Lepaskan gaun yang telah basah Universitas Sumatera Utara secepat mungkin dan cuci tangan untuk menghindari transfer mikroorganisme ke pasien lain atau lingkungan Schaffer, 2000. c.4. Masker sebagai pelindung wajah Pakai masker dan pelindung mata atau tutup wajah untuk melindungi membran mukosa mata, hidung dan mulut selama prosedur dan aktifitas perawatan pasien yang sepertinya akan mencetuskan percikan atau semprotan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi. c.5. Tangani peralatan perawatan pasien yang basah atau darah, cairan tubuh sekresi, ekskresi dengan cara yang mencegah pemajanan kulit atau membran mukosa, kontaminasi pakaian dan pemindahan mikroorganisme kepasien lain dan lingkungan. Peralatan yang dapat digunakan kembali harus diproses dengan tepat sebelum peralatan tersebut digunakan kembali untuk pasien lainnya, alat-alat sekali pakai harus dibuang dengan tepat Schaffer, 2000. c.6. Linen alat tenun Tangani,transport dan proses linen yang telah digunakan yang basah oleh darah, cairan tubuh, sekresi, dan ekskresi dengan cara mencegah pemajanan kulit dan membran mukosa serta kontaminasi pakaian Schaffer, 2000 c.7. Pembuangan Jarum Suntik Dilakukan dengan hati-hati agar tidak mencederai ketika menggunakan jarum suntik dan benda-benda tajam lainnya, ketika menangani instrument yang tajam setelah prosedur, ketika membersihkan instrumen yang telah digunakan dan Universitas Sumatera Utara ketika membuang jarum suntik yang telah digunakan dan ketika membuang jarum suntik yang telah digunakan dari spuit, jangan membengkokkan, mematahkan, letakkan jarum suntik sekali pakai dan alat tajam lainnya, dalam wadah yang tahan bocor yang diletakkan sedekat mungkin kedaerah dimana alat tersebut digunakan, agar dapat dipindahkan ke daerah pemrosesan Schaffer, 2000. Perlengkapan pelindung diri yang dipakai oleh petugas harus menutupi bagian-bagian tubuh petugas mulai dari kepala hingga telapak kaki. Perlengkapan ini terdiri dari tutup kepala, gaun, sarung tangan, masker, sampai dengan alas kaki. Perlengkapan-perlengkapan ini tidak harus digunakan dipakai semuanya bersamaan, tergantung dari tingkat risiko saat mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta perawatan. Menurut Darmadi 2009, Tiga hal yang penting harus diketahui dan dilaksanakan oleh petugas agar tidak terjadi transmisi mikroba patogen ke penderita saat mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta perawatan, yaitu : 1. Petugas diharapkan selalu berada dalam kondisi sehat, dalam arti kata bebas dari kemungkinan “menularkan” penyakit. 2. Setiap mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta perawatan, petugas harus membiasakan diri untuk mencuci tangan serta tindakan hygiene lainnya. 3. Menggunakanmemakai perlengkapan pelindung diri sesuai kebutuhan dengan cara yang tepat. Universitas Sumatera Utara

2.5.9. Macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial