Pengaruh Ergonomi Organisasi terhadap Motivasi Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan

(1)

PENGARUH ERGONOMI ORGANISASI TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT

TK II PUTRI HIJAU KESDAM I/BB MEDAN

TESIS

Oleh

SUHARTO 107032110/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL ERGONOMY ON STAFF NURSES’ WORK MOTIVATION AT THE INPATIENT WARDS OF

PUTRI HIJAU KESDAM I/BB LEVEL II HOSPITAL, MEDAN

THESIS

By

SUHARTO 107032110/ IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH ERGONOMI ORGANISASI TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT TK II

PUTRI HIJAU KESDAM I/BB MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUHARTO 10703211O/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH ERGONOMI ORGANISASI TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP

RUMAH SAKIT TK II PUTRI HIJAU KESDAM I/BB MEDAN

Nama Mahasiswa : Suharto Nomor Induk Mahasiswa : 107032110

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Setiawan, S.Kp, M.N.S, Ph.D)

Ketua Anggota

(dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 14 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Setiawan, S.Kp, M.N.S, Ph.D

Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K 2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes 3. Drs. Tukiman, M.K.M


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH ERGONOMI ORGANISASI TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT TK II

PUTRI HIJAU KESDAM I/BB MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012

Suharto 107032110/IKM


(7)

ABSTRAK

Organisasi tempat kerja merupakan wadah dimana para pegawai melakukan interaksi dalam melaksanakan pekerjaannya. Agar para pegawai dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dibutuhkan suatu perancangan organisasi yang ergonomis. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis pengaruh ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research

yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antar variabel-variabel melalui analisis statistik. Populasi penelitian adalah perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB berjumlah sebanyak I28 orang. Sampel

penelitian ini berjumlah 56 orang, metode stratified random sampling digunakan

untuk mengambil sampel pada tiap ruang rawat inap. Data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data primer. Untuk data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi, ergonomi organisasi dan motivasi kerja. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis univariat dan bivariat (Chi Square). Pengujian Hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 atau 95%.

Penelitian ini menemukan bahwa (1) variabel yang memiliki pengaruh

terhadap motivasi kerja adalah pengembangan karier (ρ=0,000), reward dan

punishment (ρ=0,000), dan komunikasi (ρ=0,000); (2) Variabel yang tidak memiliki pengaruh terhadap motivasi kerja adalah shift kerja (ρ=0,927). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh dari ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana.

Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan agar membuat program perencanaan pola karier, memodifikasi penerapan

reward dan punishment dan membangun sistem komunikasi efektif sehingga dapat

dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja perawat pelaksana.

Kata Kunci : Ergonomi Organisasi, Motivasi Kerja, Perawat Pelaksana


(8)

ABSTRACT

The organization at workplace is a place where employees interact with others in doing their jobs. An ergonomic organizational design is needed to make the employees do their job properly. The aim of the research was to analyze the influence of organizational ergonomy on work motivation of the nurses on duty in the in-patient wards of Putri Hijau Kesdam I/BB Level II Hospital, Medan.

The purpose of this explanatory study was to explain the influence of inter-variables through statistic analysis. The population of this study was all of the 128 staff nurses in the in-patient wards of Putri Hijau Kesdam I/BB Level II Hospital, Medan. Number of samples were 56 and were selected using stratified random sampling technique. The data for this study were secondary and primary data. The primary data were obtained through questionnaires which consisted of demography data, organizational ergonomy and work motivation. The data obtained were analyzed through univariate analysis and bivariate analysis (Chi-square). The hypothesis was tested at the level of significance of 95% or 0.05.

The result of this study showed that (1) the variables of career development (p = 0.000), reward and punishment (p = 0.000) and communication (p = 0.000) had influence on work motivation, and (2) the variable of work shift (p = 0.927) did not have any influence on work motivation. The conclusion drawn is that organizational ergonomy has influenced on the staff nurses’ work motivation.

The management of Putri Hijau Kesdam I/BB Level II Hospital, Medan is suggested to make career pattern planning program, to modify the reward and punishment implementation, and to build an effective communication system that can be used as a means to improve the staff nurses’ work motivation.

Keywords: Organizational Ergonomy, Work Motivation, Staff Nurses


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufiq,rahmat dan , hidayah serta anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis yang berjudul Pengaruh Ergonomi Organisasi terhadap Motivasi Kerja

Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.

Selama penelitian dan penyusunan tesis penulis telah banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak terutama doa restu dan kedua orang tua penulis dan juga semua pihak yang telah membantu oleh karena itu pada kesempatan ini sudah selayaknya penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatam Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

4. Setiawan, S.Kep, M.N.S, Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dari awal sampai selesainya penulisan tesis ini

5. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes dan Drs. Tukiman, M.K.M, selaku penguji tesis

yang telah meluangkan waktu untuk menguji penulis mulai dari proposal hingga ujian komprehensif.

6. Kolonel Ckm dr. Dubel Meriyenes, Sp.B selaku Kakesdam I/BB Medan, Kolonel

Ckm dr. Mochamad Munif selaku Kepala Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan dan Mayor Ckm Zulfikar, SKM selaku Kepala Instaldik Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan yang telah memberikan ijin dalam melakukan penelitian.

7. dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS dan Ferry Novliadi, S.Psi, M.Si yang telah bersedia menjadi validator dalam uji validitas kuesioner penelitian penulis.

8. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Teman-teman Program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya

peminatan Kesehatan Kerja : Patar Lumbanraja, Muchti Yuda P, Melidar Dianita, Sri Mindayani, Noni Desi Munthe, Nanda Novziransyah dan Budi Aswin yang telah memberikan bantuan dan dorongan moril dalam menyelesaikan tesis ini. 10. Istriku tercinta Yuslina dan anaku Haura Alifa Salsabila yang telah memberikan

dorongan dan pengorbanan serta kasih sayang yang diberikan selama menyelesaikan studi.


(11)

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis yang tidak dapat sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan tesis ini, semua itu adalah kesalahan dan kekhilafan dari penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif guna kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, amin.

Medan, September 2012 Penulis

Suharto 107032110/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Suharto, lahir pada tanggal 7 April 1972 di Tangerang Kabupaten Tangerang, anak pertama dari lima bersaudara dari Bapak (Almarhum) Sukriawinata dan Ibu Ening Suhaeni.

Riwayat pendidikan umum. Pada tahun 1978-1984, sekolah di SD Negeri Benda Kecamatan Balaraja Kabupaten Tangerang dengan status berijazah. Tahun 1984-1987, sekolah di SMP PGRI Kaliasin Kecamatan Balaraja Kabupaten Tangerang dengan status berijazah. Tahun 1987-1990, SMA Negeri Balaraja dengan status berijazah. Tahun 1991-1994 Akademi Keperawatan RSPAD Gatot Soebroto Jakarta dengan status berijazah. Tahun 2002-2004 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Mutiara Indonesia Medan Sumatera Utara dengan status berijazah.

Riwayat pendidikan militer. Pada tahun 1995-1996 mengikuti pendidikan Sekolah Perwira Prajurit Karier di Akademi Militer Magelang dengan status berijazah. Tahun 1996 mengikuti pendidikan Kursus Dasar Kecabangan Kesehatan (Sussarcabkes) di Pusat Pendidikan Kesehatan TNI AD Jakarta dengan status berijazah. Pada tahun 2006 mengikuti pendidikan Kursus Perwira Kesehatan Preventif di Pusat Pendidikan Kesehatan TNI AD Jakarta dengan status berijazah dan pada tahun 2007 mengikuti pendidikan Sekolah Lanjutan Perwira Kesehatan dengan status berijazah

Pada tahun 2010 melanjutkan pedidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Studi Kesehatan Kerja di Universitas Sumatera Utara, bekerja


(13)

sejak tahun 1996 sampai sekarang sebagai anggota TNI AD, di luar tugas pokok bekerja sejak tahun 2010 sampai sekarang sebagai dosen tidak tetap di STIKes Flora Medan, Akbid dr. Rusdi Medan dan Akbid Helvetia Medan.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Hipotesis ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Ergonomi Organisasi ... 10

2.1.1 Pengertian ... 10

2.2. Variabel Ergonomi Organisasi ... 11

2.2.1 Pengembangan Karier ... 11

2.2.2 Reward dan Punishment... . 14

2.2.3 Shift Kerja... 16

2.2.4 Komunikasi... 18

2.3. Motivasi kerja... 24

2.3.1. Pengertian ... 24

2.3.2. Teori Motivasi ... 27

2.3.3. Unsur Penggerak Motivasi ... 35

2.3.4 Kaitan Motivasi Kerja dengan Kinerja ... ... 38

2.4. Perawat ... 40

2.4.1. Peran Perawat ... 41

2.4.2 Fungsi Perawat ... 41

2.4.3 Tanggungjawab Perawat ... 42

2.5. Landasan Teori ... 42

2.6 Kerangka Konsep... 45

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 47


(15)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.3. Populasi dan Sampel ... 47

3.3.1. Populasi ... 47

3.3.2. Sampel ... 47

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 48

3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 49

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 51

3.5.1 Variabel Bebas ... 51

3.5.2 Variabel Terikat ... 52

3.6. Metode Pegukuran ... 52

3.7. Metode Analisis Data ... 45

3.8 Pertimbangan Etik ... 55

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 56

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 56

4.1.1. Visi, Misi dan Moto Rumah Sakit... 57

4.1.2. Organisasi Rumah Sakit ... 58

4.1.3. Kondisi dan Kemampuan Rumah Sakit ... 58

4.2. Karakteristik Responden ... 62

4.3. Ergonomi Organisasi Rumah Sakit ... 63

4.3.1. Pengembangan Karier ... 63

4.3.2. Reward dan Punishment ... 64

4.3.3. Shift Kerja ... 65

4.3.4. Komunikasi ... 65

4.4. Motivasi Kerja Perawat Pelaksana ... 66

4.5. Hubungan Ergonomi Organisasi dengan Motivasi Kerja ... 67

BAB 5. PEMBAHASAN ... 69

5.1. Karakteristik Ergonomi Organisasi di Ruang Rawat Inap Rumah sakit Tk II Putri Hijau ... 69

5.1.1. Pengaruh Variabel Pengembangan Karier terhadap Motivasi Kerja ... 69

5.1.2. Pengaruh Variabel Reward dan Punishment ... terhadap Motivasi Kerja ... 75

5.1.3. Pengaruh Variabel Shift Kerja terhadap Motivasi Kerja ... 80

5.1.4. Pengaruh Variabel Komunikasi terhadap Motivasi Kerja ... 81

5.2. Motivasi Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB ... 84


(16)

BAB 6 . KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

6.1. Kesimpulan ... 89

6.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

LAMPIRAN ... 95


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Proporsi Pengambilan Sampel ... 48

3.2 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 53

4.1 Kualifikasi Tenaga Dokter ... 59

4.2 Kualifikasi Tenaga Perawat dan Non Perawat ... 60

4.3 Kualifikasi Tenaga Non Medis ... 60

4.4 Klasifikasi Ruangan Rawat Inap ... 61

4.5 Distribusi Karakteristik Responden ... 63

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pengembangan Karier ... 64

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Reward dan Punishment ... 65

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Shift Kerja ... 65

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi ... 66

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Kerja ... 66

4.11 Hubungan Faktor Ergonomi Organisasi dengan Motivasi Kerja ... 68

4.12 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov ... 68


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Proses Motivasi ... 25 2.2. Katub Kepuasan Kerja dan Katub Ketidak Puasan Kerja ... 29 2.3 Kerangka Konsep Penelitian ... 46


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 95

2. Master Data Penelitian ... 105

3. Uji Univariat ... 124

4. Uji Bivariat ... 128

5. Uji Validitas (CVI) ... 134

6. Uji Realibilitas ... 147


(20)

ABSTRAK

Organisasi tempat kerja merupakan wadah dimana para pegawai melakukan interaksi dalam melaksanakan pekerjaannya. Agar para pegawai dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dibutuhkan suatu perancangan organisasi yang ergonomis. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis pengaruh ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research

yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antar variabel-variabel melalui analisis statistik. Populasi penelitian adalah perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB berjumlah sebanyak I28 orang. Sampel

penelitian ini berjumlah 56 orang, metode stratified random sampling digunakan

untuk mengambil sampel pada tiap ruang rawat inap. Data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data primer. Untuk data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi, ergonomi organisasi dan motivasi kerja. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis univariat dan bivariat (Chi Square). Pengujian Hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 atau 95%.

Penelitian ini menemukan bahwa (1) variabel yang memiliki pengaruh

terhadap motivasi kerja adalah pengembangan karier (ρ=0,000), reward dan

punishment (ρ=0,000), dan komunikasi (ρ=0,000); (2) Variabel yang tidak memiliki pengaruh terhadap motivasi kerja adalah shift kerja (ρ=0,927). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh dari ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana.

Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan agar membuat program perencanaan pola karier, memodifikasi penerapan

reward dan punishment dan membangun sistem komunikasi efektif sehingga dapat

dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja perawat pelaksana.

Kata Kunci : Ergonomi Organisasi, Motivasi Kerja, Perawat Pelaksana


(21)

ABSTRACT

The organization at workplace is a place where employees interact with others in doing their jobs. An ergonomic organizational design is needed to make the employees do their job properly. The aim of the research was to analyze the influence of organizational ergonomy on work motivation of the nurses on duty in the in-patient wards of Putri Hijau Kesdam I/BB Level II Hospital, Medan.

The purpose of this explanatory study was to explain the influence of inter-variables through statistic analysis. The population of this study was all of the 128 staff nurses in the in-patient wards of Putri Hijau Kesdam I/BB Level II Hospital, Medan. Number of samples were 56 and were selected using stratified random sampling technique. The data for this study were secondary and primary data. The primary data were obtained through questionnaires which consisted of demography data, organizational ergonomy and work motivation. The data obtained were analyzed through univariate analysis and bivariate analysis (Chi-square). The hypothesis was tested at the level of significance of 95% or 0.05.

The result of this study showed that (1) the variables of career development (p = 0.000), reward and punishment (p = 0.000) and communication (p = 0.000) had influence on work motivation, and (2) the variable of work shift (p = 0.927) did not have any influence on work motivation. The conclusion drawn is that organizational ergonomy has influenced on the staff nurses’ work motivation.

The management of Putri Hijau Kesdam I/BB Level II Hospital, Medan is suggested to make career pattern planning program, to modify the reward and punishment implementation, and to build an effective communication system that can be used as a means to improve the staff nurses’ work motivation.

Keywords: Organizational Ergonomy, Work Motivation, Staff Nurses


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan organisasi. Organisasi itu hanya merupakan alat dan wadah saja (Hasibuan, 2007). Organisasi tempat kerja merupakan wadah dimana para pegawai melakukan interaksi dalam melaksanakan pekerjaannya untuk mencapai tujuan bersama, agar para pegawai dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dalam suatu organisasi tempat kerja dibutuhkan suatu perancangan organisasi yang ergonomis. Menurut Nurmianto (2008) ergonomi adalah studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomis, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain. Sedangkan menurut Harrianto (2009) ergonomi meliputi: ergonomi fisik, ergonomi kognitif dan ergonomi organisasi.

Ergonomi organisasi merupakan studi yang fokus pada optimalisasi sistem sosioteknikal termasuk struktur organisasi, proses dan kebijakan. Ergonomi organisasi meliputi komunikasi, desain pekerjaan, kerjasama tim, manajemen sumber daya pegawai, teleworking, shift kerja, budaya keselamatan, kepuasan kerja dan dorongan (Catherine, 2008). Sedangkan ergonomi organisasi menurut Harrianto (2009) meliputi komunikasi, manajemen sumber daya pegawai, perencanaan tugas, perencanaan waktu kerja, kerja sama tim kerja, perencanaan partisipasi kerja,


(23)

ergonomi komunitas, paradigma kerja yang baru, pola kerja jarak jauh, dan manajemen kualitas kerja.

Ergonomi organisasi penting dalam suatu lingkungan kerja karena organisasi merupakan tempat dimana para pegawai melakukan aktivitas pekerjaanya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh pimpinan organisasi. Oleh karena itu, organisasi tempat kerja harus didesain secara ergonomi sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan, baik dalam hal mempernyaman penggunaan, mengurangi kesalahan, dan meningkatkan produktivitas. Dengan demikian, ergonomi organisasi dapat menambah nilai-nilai kemanusiaan yang diinginkan, seperti meningkatkan keselamatan kerja, mengurangi kelelahan atau stres akibat pekerjaan, meningkatkan kepuasan kerja, dan memperbaiki kualitas hidup.

Organisasi tempat kerja dapat menjadi pendorong atau penarik bagi pegawai untuk melakukan tugas sesuai dengan uraian tugas yang diberikan kepada pegawai. Untuk dapat melakukan tugas dengan baik setiap individu pegawai harus memiliki motivasi kerja yang baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Menurut Gray (1984) (dalam Winardi, 2001) motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seseorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Motivasi kerja merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk melakukan atau berperilaku untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan untuk mencapai suatu


(24)

kepuasan. Motivasi bukanlah sesuatu yang dapat diamati, tetapi lebih merupakan hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu perilaku yang tampak (Sukanto & Hani, 1997). Dalam suatu organisasi, motivasi merupakan masalah yang kompleks. Hal ini akibat kebutuhan dan keinginan setiap pegawai berlainan. Perbedaan tersebut disebabkan karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik, baik secara biologis maupun psikologis. Untuk itu, agar organisasi dapat memelihara dan mempertahankan semangat kerja pegawainya, bagaimana fenomena motivasi tersebut, serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya perlu dipelajari dan dipahami. Menurut Sastrohadiwiryo (2003) motivasi tenaga kerja akan ditentukan oleh perangsangnya. Perangsang yang dimaksud merupakan mesin penggerak motivasi pegawai, sehingga menimbulkan pengaruh perilaku individu pegawai yang bersangkutan. Sagir (1985) (dalam Sastrohadiwiryo, 2003) mengemukakan unsur-unsur penggerak motivasi antara lain kinerja, penghargaan, tantangan, tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan dan kesempatan.

Penelitian Hendiana (1999) menemukan 15 faktor motivasi yang berhubungan dengan pemberdayaan pegawai. Dari 15 faktor motivasi tersebut, yang paling penting pada kelompok bawahan adalah perhatian manajemen terhadap pegawai atau staf terutama yang berkaitan dengan pujian atas keberhasilan pegawai tersebut dalam menjalankan tugas, peluang dalam karier, hubungan antara pimpinan dan staf, kondisi lingkungan kerja baik fisik maupun non fisik, pengelolaan konpensasi, kondisi hubungan antara sesama pegawai.


(25)

Keterkaitan ergonomi organisasi dengan motivasi kerja yaitu organisasi sebagai wadah bagi para pegawai melakukan aktivitas pekerjaan dapat menjadi pendorong atau penarik bagi para pegawai untuk melakukan suatu tugas atau bahkan menjadi faktor penghambat bagi pegawai untuk menunjukan kinerja sehingga dapat berpengaruh terhadap poduktivitas kerja.

Penelitian ini penting dilakukan karena dari tinjauan literatur masih sangat sedikit penelitian-penelitian yang membahas tentang pengaruh ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja, terutama ergonomi organisasi dalam keperawatan. Selain itu berbagai kebijakan dan peraturan organisasi dapat menarik atau mendorong motivasi kerja seorang perawat.

Adapun fokus penelitian ini adalah rumah sakit yang menekankan pada kajian motivasi kerja perawat pelaksana. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 983 tahun 1992 rumah sakit umum mempunyai tugas antara lain melaksanakan upaya kesehatan secara efektif dan efisien, mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk pemenuhan tugas tersebut, sumber daya manusia kesehatan yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya sangat diperlukan. Salah satu sumber daya manusia kesehatan yang melaksanakan tugas pelayanan di rumah sakit adalah perawat.

Perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien harus mempunyai pengetahuan, keterampilan dan etika yang baik, juga harus mempunyai motivasi yang tinggi sehingga dapat memenuhi harapan pasien dan keluarganya


(26)

sesuai dengan kebutuhannya. Motivasi kerja perawat dalam melaksanakan tugasnya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada pada organisasi rumah sakit tersebut. Faktor-fakor tersebut antara lain faktor organisasi khususnya manajemen sumber daya perawat. Motivasi kerja yang tinggi akan berdampak pada kinerja organisasi. Begitu juga dengan tenaga perawat pelaksana di rumah sakit merupakan bagian integral dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan asuhan keperawatan di rumah sakit. Baik buruknya kinerja suatu rumah sakit dipengaruhi oleh kinerja dari para perawat, sedangkan kinerja perawat dipengaruhi oleh motivasi kerjanya.

Survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I Bukit Barisan (Kesdam I/BB) pada tanggal 6-7 Pebruari 2012 didapatkan data sebagai berikut, parameter kinerja rumah sakit tahun 2011 Triwulan empat meliputi: BOR (Bed Occupancy Rate) = 69,4% yaitu persentase pemakaian tempat tidur 69,4%, standar efisiensi BOR 75% - 85%. BTO (Bed Turn Over) = 10,99 kali yaitu produktivitas tempat tidur 10,99, Standar efiesiensi BTO adalah 30 kali. ALOS (Average Length of Stay) = 5,91 hari yaitu rata-rata lama pasien dirawat 5,91 hari, standar efisiensi ALOS 6-9 hari dan ALOS dianjurkan serendah mungkin tanpa mempengaruhi kualitas pelayanan perawatan. TOI (Turn Over Interval) = 4,9 yaitu rata-rata tempat tidur kosong 4,9 hari, standar TOI adalah 1-3 hari. GDR (Gross Death Rate) = 32,5‰ yaitu jumlah pasien meninggal < 48 jam, standar ideal GDR adalah < 45 ‰ dan NDR (Net Death Rate) = 23,3‰ yaitu jumlah pasien mati > 48 jam, angka ideal NDR adalah ≥ 25‰. Sebagai bahan perbandingan parameter kinerja rumah sakit pemerintah di medan yaitu rumah sakit umum dr Pirngadi Medan.


(27)

Menurut data rekam medis RSU Dr Pirngadi Medan Triwulan IV Tahun 2011 adalah BOR (Bed Occupancy Rate) = 68,48%, BTO (Bed Turn Over) = 3,58 kali. ALOS (Average Length of Stay) = 6,42 hari, TOI (Turn Over Interval) = 2,64, GDR (Gross Death Rate) = 89,63‰, NDR (Net Death Rate) = 49,57‰. Jumlah perawat pelaksana di ruang rawat inap adalah 128 orang, pengaturan shift kerja dibuat oleh masing-masing kepala ruangan, tetapi pengaturan shiftnya belum sesuai dengan ketentuan yaitu tidak menganut pola metropolitan (pola 2) atau pola continental (pola 2-2-3). Manajemen sumber daya pegawai untuk pengembangan karier belum ditemukan pola karier yang bisa menjadi motivasi bagi perawat pelaksana. Sementara itu pengembangan pegawai dilaksanakan melalui pelatihan internal dan eksternal secara terbatas serta bimbingan belajar bagi pegawai yang akan naik golongan. Sedangkan bagi perawat yang ingin melanjutkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi hanya diberikan ijin belajar dengan biaya ditanggung oleh yang bersangkutan. Selain itu penerapan sistem reward dan punishmet bagi perawat belum sesuai aturan baku. Komunikasi dalam organisasi yaitu kotak saran untuk menampung saran dari perawat dan pasien serta keluarganya sudah ada disetiap ruang perawatan namun belum berfungsi secara optimal. Dalam setiap pertemuan, apel dan jam komandan pimpinan rumah sakit selalu memberikan himbauan dan dorongan kepada semua pegawai termasuk perawat pelaksana untuk melaksanakan tugas dengan baik dalam rangka mencapai tujuan organisasi tetapi aplikasinya di lapangan belum seperti harapan dari pimpinan tersebut.


(28)

Sedangkan data yang berkaitan dengan tanda-tanda rendahnya motivasi kerja antara lain dalam pergantian shift kerja masih ditemukan ada yang tidak sesuai dengan ketentuan, tingkat kehadiran apel belum optimal, masih ditemukan waktu penyelesaian tugas yang lamban, masih adanya keluhan dari pasien dan keluarganya tentang lambatnya respon perawat terhadap keluhan pasien.

Berdasarkan data tersebut diatas dan pengalaman peneliti selama berdinas di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan dari seluruh variabel ergonomi organisasi yang menonjol adalah masalah manajemen sumber daya pegawai yaitu

pengembangan karier dan reward dan punishment, shift kerja dan komunikasi

sehingga penulis hanya memilih empat variabel ini.

Mengingat pentingnya ergonomi organisasi dalam lingkungan kerja termasuk juga di rumah sakit maka peneliti berkeinginan untuk meneliti bagaimana pengaruh ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.

1.3. Tujuan Penelitian


(29)

organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.

1.5. Manfaat Penelitan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Rumah Sakit Tk II Putri

Hijau dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan. 1.5.1. Manajemen Rumah Sakit Tk II Putri Hijau

Bagi manajemen Rumah Sakit Tk II Putri Hijau hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai:

1. Pentingnya ergonomi organisasi dalam meningkatkan motivasi kerja

perawat pelaksana yang hasil outputnya dapat meningkatkan produktivitas kerja.

2. Pentingnya menerapkan sistem manajemen sumber daya pegawai yang

dapat membangkitkan motivasi kerja pegawai, sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawai khusunya para perawat pelaksana.

1.5.2. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Khususnya Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Manfaat bagi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU Medan hasil penelitan ini diharapkan dapat memperkaya bahasan dalam bidang


(30)

keselamatan dan kesehatan kerja yang berhubungan dengan ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana, dan sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tinjauan pustaka akan diuraikan berbagai teori atau konsep yang berkaitan dengan ergonomi organisasi, motivasi kerja dan perawat.

2.1. Ergonomi Organisasi

Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai pengertian dan variabel-variabel dari ergonomi organisasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

2.1.1. Pengertian

Menurut Nurmianto (2008) ergonomi adalah studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomis, fisiologi,

psikologi, engineering, manajemen dan desain. Sedangkan pegertian organisasi

menurut Hasibuan (2007) Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan organisasi. Organisasi itu hanya merupakan alat dan wadah saja. Harrianto (2009) menyatakan ergonomi meliputi: ergonomi fisik, ergonomi kognitif dan ergonomi organisasi.

Ergonomi organisasi merupakan studi yang fokus pada optimalisasi sistem sosioteknikal termasuk struktur organisasi, proses dan kebijakan (Catherine, 2008). Ergonomi Organisasi meliputi komunikasi, desain pekerjaan, kerjasama tim, manajemen sumber pegawai, teleworking, shift kerja, budaya keselamatan, kepuasan kerja dan dorongan (Catherine, 2008). Sedangkan ergonomi organisasi menurut


(32)

Harrianto (2009) meliputi komunikasi, manajemen sumber daya pegawai, perencanaan tugas, perencanaan waktu kerja, kerja sama tim kerja, perencanaan partisipasi kerja, ergonomi komunitas, paradigma kerja yang baru, pola kerja jarak jauh, dan manajemen kualitas kerja.

2.2.Variabel Ergonomi Oragnisasi

Dari semua variabel ergonomi organisasi yang ada hanya akan diuraikan beberapa variabel yang berkaitan dengan penelitian ini, meliputi pengembangan karier, reward dan punishment, shift kerja dan komunikasi.

2.2.1. Pengembangan Karier

Menurut Siagian (2009) kerier adalah semua jabatan yang dipangku oleh seseorang dalam kekaryaannya. Dan pengembangan karier adalah peningkatan kemampuan pribadi untuk mewujudkan rencana karier seseorang. Sedangkan Nawawi (2005) menyatakan pengembangan karier adalah suatu rangkaian (urutan) posisi atau jabatan yang ditempati seseorang selama masa kehidupan tertentu. Pengertian ini menempatkan posisi/jabatan seseorang pegawai di lingkungan suatu organisasi atau perusahaan, sebagai bagian rangkaian dari posisi jabatan yang ditempatinya selama masa kehidupannya.

Siagian (2009) menyatakan bahwa cara-cara yang mungkin ditempuh dengan menggunakan jalur karier ialah:

1. Promosi dalam suatu organisasi yang sesungguhnya, merupakan penghargaan atas kinerja dan potensi seseorang.


(33)

2. Transfer yang bisa berarti alih tugas atau alih wilayah dalam lingkungan satu organisasi, akan tetapi mendapat tugas pekerjaan yang dianggap lebih menantang.

3. Mengambil cuti panjang yang dimanfaatkan oleh pegawai yang bersangkutan

untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi, mungkin dengan meraih gelar akademis tambahan.

4. Selesai mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi, pegawai yang

bersangkutan mungkin memutuskan pindah ke organisasi lain, karena ditempat baru kesempatan mengembangkan karier dianggapnya terbuka lebih lebar.

5. Promosi tempat baru dengan segala manfaatnya.

6. Memasuki masa usia pensiun. Jalur itulah yang akan ditempuh sejak seseorang

mulai bekerja hingga mencapai usia pensiun.

Pihak yang paling berkepentingan dalam perencanaan karier adalah pegawai yang bersangkutan itu sendiri, karena hal itu dipandang sebagai salah satu bukti keberhasilannya. Akan tetapi telah dimaklumi pula, bahwa atasan langsungnya seyogianya ikut berperan.

Siagian (2009) menyatakan manajer sumber daya manusia diharapkan turut berperan, paling sedikit dalam dua segi, yaitu menerapkan prinsip keadilan dalam pemberian kesempatan kepada para anggota organisasi untuk berkembang, jika perlu melalui persaingan dan kedua, menumbuhkan kesadaran dalam diri para karyawan tentang terbukanya kesempatan meniti karier yang lebih tinggi. Untuk itu, baik atasan langsung maupun manajer sumber daya manusia perlu memahami dengan tepat latar


(34)

belakang pendidikan, pelatihan, pengalaman, bakat, minat, dan potensi setiap orang dalam jajaran organisasi agar dapat ditawarkan kesempatan yang lebih baik, dan menunjukan jalur yang paling tepat untuk ditempuh. Jika bantuan ini dapat diberikan dengan baik, dan para pegawai dapat berhasil meraih kemajuan dalam kariernya, berarti tingkat kepuasan para pegawai akan meningkat. Hal tersebut akan menjadi pendorong yang kuat dalam meningkatkan produktivitas kerja guna meraih keberhasilan yang lebih besar di masa depan.

Ada banyak manfaat dari pengembangan karier. Siagian (2009) menyatakan manfaat yang dapat dipetik dari pengembangaan karier:

1. Menyelaraskan strategi organisasi dengan tuntutan dibidang sumber daya

manusia.

2. Berkembangnya pegawai yang potensial dapat dipromosikan.

3. Mempermudah manajemen sumber daya manusia yang semakin beraneka

ragam, karena misalnya makin banyak kaum wanita yang memasuki lapangan kerja.

4. Menurunkan persentase pegawai yang pindah karena puas dengan keadaan

yang dihadapinya dalam organisasi tempatnya bekerja sekarang,

5. Teridentifikasinya potensi para pegawai yang masih dapat digali dan

dikembangkan,

6. Mendorong pertumbuhan pribadi para pegawai,

7. Tidak terjadinya ’pengumpulan’ tenaga-tenaga yang baik dalam satu satuan


(35)

8. Terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri para pegawai.

Perkembangan karier yang mantap sangat penting dalam meningkatkan kepuasan kerja, meredam keinginan pindah, dan meningkatkan produktivitas kerja Siagian (2009). Manajemen mutlak perlu menyusun program yang sistematik untuk pengembangan para bawahannya, baik melalui jalur-jalur yang sifatnya informal, maupun yang sifatnya formal. Pengembangan yang sifatnya informal adalah semua cara yang ditempuh untuk meningkatkan kemampuan kerja para bawahan seperti pemberian petunjuk, menunjukan cara kerja yang benar, perbaikan kesalahan yang diperbuat tanpa sanksi yang bersifat punitif dan lain sebagainya.

2.2.2. Penghargaan dan Hukuman (Reward dan Punishment) 1. Penghargaan

Kreitner dan Kinicki (2001) (dalam Wibowo, 2007) membagi reward menjadi extrinsic reward dan intrinsic reward.

a. Penghargaan Ekstrinsik (Extrinsic Reward)

Menurut Gibson dkk (2000) dalam Wibowo (2007) penghargaan ekstrinsik

adalah penghargaan eksternal terhadap pekerjaan, seperti gaji, promosi, atau jaminan sosial. Kreitner dan Kinicki (2001) dalam Wibowo (2007) menyatakan sebagai penghargaan finansial, materiil atau sosial dari lingkungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penghargaan ekstrinsik merupakan penghargaan yang bersifat eksternal yang diberikan terhadap kinerja yang telah diberikan oleh pegawai.

1) Penghargaan finansial a) Upah dan gaji


(36)

Uang merupakan penghargaan ekstrinsik utama namun cara bekerjanya sering kurang dipahami. Keberhasilan memerlukan perhatian dan observasi secara berhati-hati terhadap pegawai. Uang tidak akan menjadi motivator apabila pegawai tidak melihat hubungan antara kinerja dan peningkatan konpensasi.

b) Jaminan sosial

Jaminan sosial finansial utama dalam banyak organisasi adalah program pensiun, asuransi kesehatan, dan liburan biasanya tidak tergantung pada kinerja. 2) Penghargaan interpersonal

Menurut Wibowo (2007) penghargaan interpersonal adalah penghargaan ekstrinsik seperti menerima pengakuan atau menjadi mampu berinteraksi sosial tentang pekerjaan. Manajer berperan dalam memberikan status pekerjaan sedangkan pengakuan merupakan pernyataan manajemen bahwa pekerjaan telah dilakukan dengan baik dan dapat memperbaiki status.

3) Promosi

Manajer membuat keputusan penghargaan promosi sebagai usaha untuk mencocokan orang yang tepat dengan pekerjaannya. Kriteria yang sering dipergunakan untuk mencapai keputusan promosi adalah kinerja dan senioritas.

b. Penghargaan Instrinsik

Menurut Gibson dkk (2000) (dalam Wibowo, 2007) penghargaan instrinsik adalah merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri, seperti tangung jawab, tantangan dan karakteristik umpan balik dari pekerjaan.


(37)

2. Hukuman (Punishment)

Menurut Azouly (1999) punishment mempunyai definisi spesifik yang lazim digunakan dalam psikologi: sebagai penolakan stimulus yang terjadi setelah beberapa respon spesifik dan sebagai bentuk respon tekanan yang diharapkan (Grusec dkk, 1990). Punishment dapat menjadi sesuatu yang menurunkan peristiwa dari perilaku: perasaan sakit fisik, menarik diri dari perhatian, kehilangan aktivitas yang nyata, teguran atau segala sesuatu yang sama ditemukan pada reward tetapi tidak sisukai individu.

2.2.3. Shift Kerja

1. Karakteristik dan Kriteria Shift Kerja

Menurut Nurmianto (2008) Shift kerja mempunyai dua macam bentuk, yaitu shift berputar (rotation) dan shift tetap (permanent). Dalam merancang perputaran shift ada dua macam yang harus diperhatikan:

a. Kekurangan istirahat atau tidur hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat meminimumkan kelelahan.

b. Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehidupan keluarga dan kontak sosial.

Knauth (1988) (dalam Nurmianto, 2008) dalam jurnalnya yang berjudul The Design of Shift Systems mengemukakan bahwa terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan dalam shift kerja, antara lain jenis shift (pagi, siang, malam), panjang waktu tiap shift, waktu dimulai dan diakhiri satu shift, distribusi waktu istirahat dan arah transisi shift.


(38)

Nurmianto (2008) menyatakan ada lima kriteria dalam mendesain suatu shift kerja, antara lain:

a. Setidaknya ada jarak 11 jam antara permulaan dua shift yang berurutan

b. Seseorang pekerja tidak boleh bekerja lebih dari tujuh hari berturut-turut (seharusnya lima hari kerja, dua hari libur)

c. Sediakan libur akhir pekan (setidaknya dua hari) d. Rotasi shift mengikuti matahari

e. Buat jadwal sederhana dan mudah diingat. 2. Sistem Shift Kerja

Ada beberapa jenis sistem shift kerja yang dikenal perusahaan. Merancang

perputaran shift tidak bisa dilakukan sembarangan, ada hal-hal yang harus

diperhatikan dan diingat, seperti yang dikemukakan oleh Pribadi (1998) (dalam Nurmianto, 2008) yaitu:

a. Kekurangan tidur atau istirahat hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat meminimumkan kelelahan.

b. Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehidupan keluarga dan kontak

sosial.

Pembuatan jadwal shift kerja tidak bisa mengabaikan aspek-aspek yang mempengaruhinya. Granjean (1986) (dalam Nurmianto, 2008) mengemukakan teori Schwartzenau yang menyebutkan ada beberapa saran yang harus diperhatikan dalam penyusunan shift kerja, yaitu:


(39)

b. Pekerja yang cenderung punya penyakit di perut dan usus, serta yang punya emosi tidak stabil disarankan untuk tidak ditempatkan di shift malam.

c. Yang tinggal jauh ditempat kerja atau yang berada di lingkungan yang ramai tidak dapat bekerja malam.

d. Sistem shift tiga rotasi biasanya berganti pada pukul 6 – 14 – 22, lebih baik diganti pada pukul 7 – 15 – 23 atau 8 – 16 – 24.

e. Rotasi pendek lebih baik daripada rotasi panjang dan harus dihindarkan kerja malam secara terus menerus.

f. Rotasi yang baik 2 – 2 – 2 (metropolitan pola) atau 2 – 2 – 3 (continental pola).

g. Kerja malam tiga hari berturut-turut harus segera diikuti istirahat paling sedikit 24 jam.

h. Perencanaan shift meliputi akhir pekan dengan dua hari libur berurutan. i. Tiap shift terdiri dari satu kali istirahat yang cukup untuk makan. 2.2.4. Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Menurut Sopiah (2008) komunikasi didefinisikan sebagai penyampaian atau pertukaran informasi dari pengirim kepada penerima, baik secara lisan, tertulis maupun menggunakan alat komunikasi. Sedangkan menurut Winnett (2004) (dalam Liliweri, 2006) komunikasi adalah segala aktivitas interaksi manusia yang bersifat human relationships disertai dengan peralihan sejumlah fakta. Definisi lain tentang komunikasi dari Knapp (2003) (dalam Liliweri, 2006) komunikasi merupakan


(40)

interaksi antar pribadi yang menggunakan simbol linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata), verbal dan non-verbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual).

Pentingnya komunikasi dalam hubungannya dengan pekerjaan ditujukan oleh banyaknya waktu yang dipergunakan untuk berkomunikasi dalam pekerjaan. Suatu studi menemukan bahwa pekerja bagian produksi melakukan komunikasi antara 16 sampai 46 kali dalam satu jam. Hal ini berarti mereka berkomunikasi setiap satu sampai empat menit. Manajer tingkat bawah menggunakan waktu berkisar antara 20 sampai 50 persen untuk berkomunikasi secara verbal atau lisan, sedangkan waktu yang dipergunakan manajer tingkat menengah dan atas untuk berkomunikasi lebih banyak lagi, yaitu berkisar antara 29 sampai 64 persen. Dan 84 persen komunikasi dilakukan dalam bentuk verbal, baik berhadapan langsung maupun melalui telpon. 2. Fungsi Komunikasi

Menurut Sopiah (2008), ada empat fungsi komunikasi yaitu:

a. Komunikasi berfungsi sebagai pengendali perilaku anggota. Fungsi ini berjalan

jika pegawai diwajibkan untuk menyampaikan keluhan terkait dengan pelaksanaan tugas kewajiban pegawai itu dalam perusahaan.

b. Komunikasi berfungsi untuk membangkitkan motivasi pegawai. Fungsi ini

berjalan ketika manajer ingin meningkatkan kinerja pegawainya, misalnya manajer menjelaskan atau menginformasikan seberapa baik pegawai telah bekerja dan dengan cara bagaimana pegawai dapat meningkatkan kinerjanya.


(41)

c. Komunikasi berperan sebagai pengungkapan emosi. Fungsi ini berperan ketika kelompok kerja karyawan menjadi sumber pertama dalam interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok ini merupakan mekanisme fundamental di mana masing-masing anggota dapat menunjukan kekecewaan ataupun rasa puas mereka.

d. Komunikasi berperan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Dimana komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan kelompok untuk mengambil keputusan dengan penyajian data guna mengenali dan menilai berbagai alternatif keputusan.

3. Proses dan Unsur-Unsur Komunikasi

Menurut Sopiah (2008) proses komunikasi terdiri dari tujuh unsur utama, yaitu:

a. Pengirim

Pengirim adalah orang yang memiliki informasi dan kehendak untuk menyampaikannya kepada orang lain. Pengirim atau komunikator dalam organisasi bisa karyawan atau bisa juga pimpinan.

b. Penyandian (Encoding)

Penyandian merupakan proses mengubah informasi ke dalam isyarat-isyarat atau simbol-simbol tertentu untuk ditransmisikan. Proses penyandian ini dilakukan oleh pengirim.


(42)

c. Pesan

Pesan adalah informasi yang hendak disampaikan pengirim kepada penerima. Sebagian besar pesan dalam bentuk kata, baik berupa ucapan maupun tulisan. Akan tetapi beraneka ragam perilaku non-verbal dapat juga digunakan untuk menyampaikan pesan, seperti gerakan tubuh, raut muka, dan lain sebagainya.

d. Saluran

Saluran atau sering disebut juga dengan media adalah alat dengan mana pesan berpindah dari pengirim ke penerima. Saluran merupakan jalan yang dilalui informasi secara fisik. Saluran yang paling mendasar dari komunikasi antar pribadi adalah komunikasi berhadapan muka secara langsung. Beberapa saluran media utama seperti televisi, radio, jaringan komputer, surat kabar, majalah, buku dan lain sebagainya.

e. Penerima

Penerima adalah orang yang menerima informasi dari pengirim. Penerima melakukan proses penafsiran atas informasi yang diterima dari pengirim.

f. Penafsiran

Penafsiran (decoding) adalah proses menerjemahkan (menguraikan sandi-sandi) pesan dari pengirim, seperti mengartikan huruf morse dan lain sebagainya. Sebagian besar proses decoding dilakukan dalam bentuk menafsirkan isi pesan oleh penerima.

g. Umpan balik


(43)

informasi yang disampaikan pengirim. Umpan balik hanya terjadi pada komunikasi dua arah.

h. Gangguan

Gangguan (noise) adalah setiap faktor yang mengganggu penyampaian atau penerimaan pesan dari pengirim kepada penerima. Gangguan dapat terjadi pada setiap elemen komunikasi.

4. Aliran Komunikasi Formal dalam Organisasi

Menurut Sopiah (2008), aliran komunikasi formal dalam organisasi dapat dibedakan menjadi empat, yaitu komunikasi dari atas ke bawah, dari bawah ke atas, horizontal dan diagonal.

a. Komunikasi dari atas ke bawah

Komunikasi dari atas ke bawah merupakan aliran komunikasi dari tingkat atas ke tingkat bawah melalui hierarki organisasi. Bentuk aliran komunikasi dari atas ke bawah berupa prosedur organisasi, instruksi, tentang bagaimana melakukan tugas, umpan balik prestasi bawahan, penjelasan tentang tujuan organisasi dan lain sebagainya. Salah satu kelemahan komunikasi dari atas ke bawah adalah ketidak-akuratan informasi karena harus melalui beberapa tingkatan. Pesan yang disampaikan dengan suatu bahasa yang tepat untuk suatu tingkat, tetapi tidak tepat untuk tingkat paling bawah yang menjadi sasaran informasi tersebut.

b. Komunikasi dari bawah ke atas

Komunikasi dari bawah ke atas dirancang untuk menyediakan umpan balik tentang seberapa baik organisasi telah berfungsi. Bawahan diharapkan memberikan


(44)

informasi tentang prestasinya, praktek serta kebijakan organisasi. Komunikasi dari bawah ke atas dapat berbentuk laporan tertulis maupun lisan, kotak saran, pertemuan kelompok dan lain sebagainya.

Permasalahan utama yang terjadi dalam komunikasi dari bawah ke atas adalah bias dan penyaringan atas informasi yang disampaikan oleh bawahan. Komunikasi dari bawah ke atas digunakan untuk memonitor prestasi organisasi. Bawahan sering kali memberikan informasi yang kurang benar kepada atasannya, terutama untuk informasi yang tidak mengenakan. Akibatnya, komunikasi dari bawah ke atas sering kali dikatakan sebagai informasi yang menyenangkan atasan dan bukan informasi yang perlu diketahui atasan.

c. Komunikasi horizontal

Komunikasi horizontal merupakan aliran komunikasi kepada orang-orang yang memiliki hierarki yang sama dalam suatu organisasi, misalnya komunikasi yang terjadi antara manajer bagian pemasaran dengan manajer bagian produksi atau antara karyawan bagian produksi dengan karyawan bagian keuangan.

d. Komunikasi diagonal

Komunikasi diagonal merupakan aliran komunikasi dari orang-orang yang memiliki hierarki yang berbeda dan tidak memiliki hubungan kewewenangan secara langsung. Misalnya komunikasi antar manajer pemasaran dengan kepala bagian sub pengendalian mutu.


(45)

1.3. Motivasi Kerja 2.3.1 Pengertian

Motivasi (Motivation) berasal dari perkataan bahasa latin, yakni Movere, yang berarti “menggerakan” (To Move). Pengertian motivasi menurut Mithcell (1982) (dalam Winardi, 2001) adalah motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (Volunter) yang diarahkan kearah tujuan tertentu.

Menurut Gray (1984) (dalam Winardi, 2001) bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.

Menurut Munandar (2008) motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ketercapainya tujuan tertentu. Tujuan yang, jika berhasil dicapai, akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dengan kebutuhan dimaksudkan suatu keadaan (internal state) yang menyebabkan hasil-hasil atau keluaran-keluaran tertentu menjadi menarik. Misalnya, rasa haus (kebutuhan untuk minum) menyebabkan tertarik pada air segar. Jika tidak haus maka akan bersikap netral terhadap air.

Pendapat lain tentang definisi motivasi dari Machrany (1985) (dalam Siswanto, 2003) bahwa motivasi dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau menggerakan dan


(46)

mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Secara singkat, motivasi dapat diartikan sebagai bagian integral dan hubungan perburuhan dalam rangka proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan sumber daya manusia dalam suatu perusahaan. Sedangkan pengertian motivasi menurut Robbins (2003) (dalam Wibowo, 2011) menyatakan motivasi sebagai proses yang menyebabkan intensitas (intensity), arah (direction), dan usaha terus-menerus (persistence) individu menuju pencapaian tujuan.

Menurut Munandar (2008), berlangsungnya motivasi bisa dilihat pada gambar 2.1.

Sekelompok kebutuhan yang belum dipuaskan menciptakan suatu ketegangan yang menimbulkan dorongan-dorongan untuk melakukan serangkaian kegiatan (berperilaku mencari) untuk menemukan dan mencapai tujuan-tujuan khusus yang akan memuaskan sekelompok kebutuhan tadi yang berakibat berkurangnya ketegangan.

Kelompok kebutuhan yang belum dipuaskan

Dorongan-dorongan Ketegangan

Melakukan

serangkaian kegiatan (perilaku mencari) Tujuan telah

tercapai (kebutuhan

yang telah Reduksi dari

ketegangan


(47)

Munandar (2008) menyatakan perilaku mencari dapat merupakan perilaku yang aktif atau proaktif, mencari sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan, dapat pula merupakan perilaku yang lebih reaktif. Lingkungan yang menyodorkan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan. Contoh, kita mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahlian dan minat kita. Pada kesempatan lain, sewaktu kita lagi bekerja, datang orang menawarkan pekerjaan yang kita rasakan lebih sesuai dengan minat dan keahlian kita. Pada waktu melakukan perilaku mencari secara aktif, motivasi “didorong keluar”. Pada waktu perilaku mencari lebih reaktif, motivasi “ditarik keluar”.

Pada tahap ‘dorongan-dorongan’ dan tahap ‘melakukan kegiatan-kegiatan’ individu berada dalam situasi pilihan: tujuan-tujuan apa saja yang ingin dan diperkirakan dapat dicapai, yang diharapkan akan memenuhi kelompok kebutuhan apa saja. Masing-masing tujuan memiliki harkat (valence) yang berbeda-beda bagi individu.

Munandar (2008) menyatakan pada akhir tahap ‘melakukan serangkaian kegiatan’ individu telah mengambil keputusan, apa saja yang telah dipilih, sehingga memasuki situasi masalah. Dalam menghadapi berbagai rintangan untuk dapat mencapai tujuannya dan memenuhi sekelompok kebutuhannya. Tidak semua kebutuhan dapat dipuaskan pada satu saat. Pada suatu saat sekelompok kebutuhan dapat dipuaskan, pada saat lain kelompok kebutuhan lain. Pemuasan kebutuhan berlangsung terus menerus, secara sadar maupun tidak sadar.


(48)

2.3.2. Teori Motivasi

Banyak teori motivasi yang telah dikembangkan. Dari teori-teori motivasi yang ada, ada yang lebih menekankan pada ‘apa’ yang memotivasi pegawai, yaitu teori motivasi isi, dan ada yang memusatkan perhatiannya pada ‘bagaimana’ proses memotivasi berlangsung, yatu teori proses. Teori motivasi isi berkeyakinan tentang adanya kondisi internal dalam individu yang dinamakan kebutuhan atau motif. Teori proses menemukenali dan mempelajari proses-proses yang memprakarsai, mempertahankan dan mengakhiri perilaku.

1. Teori Motivasi Isi

a. Teori Tata Tingkat Kebutuhan (Teori Abraham Maslow)

Menurut Maslow, (dalam Munandar, 2008) individu dimotivasi oleh kebutuhan yang belum dipuaskan, yang paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat. Begitu tingkat kebutuhan ini dipuaskan, tidak akan lagi memotivasi perilaku. Kebutuhan pada tingkat berikutnya pada tingkat yang lebih tinggi menjadi dominan.

1) Kebutuhan fisiologikal

Kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi fisiologikal badan, seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman, kebutuhan akan udara segar (oksigen). Kebutuhan fisiologikal merupakan kebutuhan primer atau kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti eksistensinya.


(49)

2) Kebutuhan rasa aman

Kebutuhan ini masih sangat dekat dengan kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Dalam pekerjaan, dapat jumpai kebutuhan ini dalam bentuk ‘rasa asing’ sewaktu menjadi pegawai baru, atau sewaktu waktu pindah ke kota baru.

3) Kebutuhan sosial

Kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging). Setiap orang ingin menjadi kelompok sosial, ingin mempunyai teman, kekasih. Dalam pekerjaan kita jumpai kelompok informal yang merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sosial tenaga kerja.

4) Kebutuhan harga diri (esteem needs)

Kebutuhan harga diri meliputi dua jenis : pertama, yang mencakup faktor-faktor internal, seperti kebutuhan harga diri, otonomi dan kompetensi. Kedua, yang mencakup faktor-faktor eksternal, kebutuhan yang mencakup reputasi seperti kebutuhan untuk dikenali dan diakui (recognition), dan status. Kebutuhan harga diri ini dapat terungkap dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya, keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya.

5) Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh. Kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.


(50)

b. Teori Dua Faktor

Teori dua faktor juga dinamakan teori hygiene-motivasi. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja dinamakan faktor motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor instrinsik dari pekerjaan itu:

1) Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang

dirasakan diberikan kepada seorang pegawai;

2) Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat

maju dalam pekerjaannya;

3) Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan pegawai dari pekerjaannya;

4) Pencapaian (achievement) besar kecilnya kemungkinan pegawai mencapai

prestasi kerja yang tinggi;

5) Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada

pegawai atas unjuk-kerjanya;

Jika faktor-faktor tersebut tidak dirasakan ada, pegawai menurut Herzberg, merasa not satisfied (tidak lagi puas), yang berbeda dari dissatisfied (tidak puas).

Tidak lagi puas Puas Tidak puas Tidak lagi tidak puas


(51)

Kelompok faktor lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, dan meliputi faktor-faktor:

1) Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan pegawai dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan;

2) Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh

pegawai;

3) Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan

unjuk-kerjanya;

4) Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan pegawai lainnya;

5) Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan

tugas pekerjaannya. 2. Teori Motivasi Proses

a. Teori Pengharapan (Expectation)

Menurut Lawler (1983) (dalam Munandar, 2008) Model teori harapan dari Lawler mengajukan empat asumsi:

1) `Orang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang secara

potensial dapat mereka gunakan. Dengan perkataan lain, setiap hasil-keluaran alternatif mempunyai harkat (valence = V), yang mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang. Hasil keluaran alternatif, juga disebut tujuan-tujuan pribadi (personal goals), dapat disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan. Jika disadari,


(52)

makanya serupa dengan penetapan tujuan-tujuan. Jika tidak disadari, motivasi kerjanya lebih bercorak reaktif.

2) Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort =

E) mereka akan mengarah ke perilaku unjuk-kerja (performance = P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P.

3) Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil

keluaran (outcomes = O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk-kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan P-O.

4) Dalam setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan dengan

tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P, dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.

Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi seseorang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Menurut Lawler, faktor-faktor yang menentukan E-P (kemungkinan besarnya upaya menyebabkan tercapainya unjuk-kerja yang diinginkan) ialah harga diri atau kepercayaan diri, pengalaman lampau dalam situasi serupa, situasi sekarang yang aktual, komunikasi (informasi dan persepsi) dari orang lain.

Besar kecilnya harapan P-O (sebesar apa kemungkinannya untuk mendapatkan berbagai hasil-keluaran jika mencapai unjuk-kerja tertentu) juga


(53)

ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu: pengalaman yang lalu dalam situasi yang serupa, ketertarikan dari hasil-keluaran, kepercayaan dalam kendali internal melawan eksternal, harapan-harapan E-P, situasi aktual dan komunikasi dari orang lain. Tercapainya unjuk-kerja yang diinginkan tidak menyebabkan adanya kebutuhan yang dipenuhi. Tetapi dengan tercapainya unjuk-kerja tersebut akan terkait kemungkinan diperolehnya hasil-keluaran yang memenuhi atau gagal memenuhi kebutuhan-kebutuhan.

Komponen ketiga dari model Lawler ialah harkat atau valence (V) yang mencerminkan bagaimana perasaan anda terhadap berbagai hasil-keluaran. Hasil-keluaran adalah positif, jika anda lebih ingin mencapainya dari pada tidak ingin mencapainya. Negatif, jika tidak ingin mencapainya dan netral, jika tidak mempedulikan hasil-keluarannya. Harkat diungkapkan dalam angka dan berkisar antara +1 sampai -1. Misalnya mendapat promosi jabatan mendapat harkat +0,9 sedangkan menimbulkan iri hati pada rekan seangkatan mungkin harkatnya -0,5. b. Teori Keadilan

Teori keadilan, yang dikembangkan oleh Adam bersibuk diri dengan memberi batasan tentang apa yang diangap adil atau wajar oleh orang dalam kebudayaan ini, dan dengan reaksi-reaksi mereka kalau berada dalam situasi-situasi yang dipersepsikan sebagai tidak adil/wajar.

Salah satu asumsi dari Adam adalah bahwa jika orang melakukan pekerjaanya dengan imbalan gaji, mereka memikirkan tentang apa yang mereka berikan kepada pekerjaannya (masukan) dan apa yang mereka terima untuk keluaran kerja. Masukan


(54)

adalah segala sesuatu yang dianggap oleh tenaga kerja sebagai yang patut menerima imbalan. Misalnya, macam pendidikan, jumlah jam kerja, pengalaman kerja sebelumnya. Keluaran adalah segala jenis hal yang dipersepsikan orang sebagai imbalan terhadap upaya yang diberikan, seperti, gaji, tunjangan kemaslahatan (fringe benefits) dan penghargaan/pengakuan. Menurut Munandar (2008) teori keadilan mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut:

1) Orang berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondisi keadilan;

2) Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan

ketegangan yang memotivasi orang untuk menguranginya atau menghilangkannya;

3) Makin besar pesepsi ketidakadilannya, makin besar motivasinya untuk

bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu;

4) Orang akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan

(misalnya, menerima gaji terlalu sedikit) lebih cepat daripada ketidak- adilan yang menyenangkan (misalnya, mendapat gaji terlalu besar).

Menurut teori kondisi keadilan dapat diungkapkan kedalam rumusan sebagai berikut:

Hasil-keluaran seseorang Hasil-keluaran orang lain =

Masukan seseorang Masukan orang lain

Keadilan dirasakan ada jika orang merasa bahwa perbandingan antara hasil-keluarannya dengan masukannya sama dengan perbandingan hasil-keluaran orang lain (yang dianggap penting bagi dirinya) dengan masukannya. Sebaliknya kondisi


(55)

ketidakadilan timbul jika perbandingan antara hasil-keluaran kita dengan masukan kita tidak sama besarnya (lebih besar atau lebih kecil) daripada perbandingan hasil-keluaran orang lain dengan masukannya. Misalnya perawat disalah satu ruang perawatan merasa (tidak perlu berarti benar) bahwa berdasarkan kesibukannya sehari-hari bekerja jauh lebih keras (sampai sering harus lembur) daripada perawat di ruangan lain, sehingga mengharapkan hasil-keluaran (gaji) yang lebih besar daripada rekannya. Akan merasa tidak adil jka ternyata gaji yang diterima sama besarnya dengan gaji yang diterima oleh rekannya.

Jika terjadi persepsi tentang ketidakadilan, menurut teori keadilan orang akan dapat melakukan tindakan-tindakan berikut (Howell & Dipboye, 1986).

1) Bertindak mengubah masukannya, menambah atau mengurangi upayanya untuk bekerja;

2) Bertindak untuk mengubah hasil keluarannya, ditingkatkan atau diturunkan; 3) Menggeliat/merusak secara kognitif masukan dan hasil-keluarannya sendiri,

mengubah persepsinya tentang perbandingan masukan dan hasil-keluarannya sendiri;

4) Bertindak terhadap orang lain untuk mengubah masukan dan/atau

hasil-keluarannya;

5) Secara fisik meninggalkan situasi, keluar dari pekerjaan;

6) Berhenti membandingkan masukan dan hasil-keluaran dengan orang lain dan


(56)

Menurut Lawler, teori keadilan dan teori harapan cenderung membuat perkiraan-perkiraan yang sama dan sebagai hasilnya ada usaha untuk memasukan aspek-aspek yang diperhatikan oleh teori keadilan ke dalam kerangka teori harapan. Corak motivasi kerja pada teori keadilan ini termasuk proaktif.

2.3.3. Unsur Penggerak Motivasi

Menurut Sastrohadiwiryo (2003) motivasi tenaga kerja akan ditentukan oleh perangsangnya. Perangsang yang dimaksud merupakan mesin penggerak motivasi pegawai, sehingga menimbulkan pengaruh perilaku individu pegawai yang bersangkutan. Sagir (1985) (dalam Sastrohadiwiryo, 2003) mengemukakan unsur-unsur penggerak motivasi antara lain kinerja, penghargaan, tantangan, tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan dan kesempatan.

a. Kinerja (Achievement)

Seseorang yang memiliki keinginan bekerja sebagai suatu “kebutuhan” atau needs dapat mendorongnya mencapai sasaran. McCleland menjelaskan bahwa tingkat needs of Acheivment (n – Ach) yang telah menjadi naluri kedua (Second nature), merupakan kunci keberhasilan seseorang, n – Ach biasanya juga dikaitkan dengan sikap positif, keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan (bukan gambling, calculated risk) untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan.

b. Penghargaan (Recognition)

Penghargaan, pengakuan, atau recognition atas suatu kinerja yang telah

dicapai seseorang akan merupakan perangsang yang kuat. Pengakuan atas suatu kinerja akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi dari pada penghargaan


(57)

bentuk materi atau hadiah. Penghargaan atau pengakuan dalam bentuk piagam penghargaan atau medali, dapat menjadikan perangsang yang lebih kuat dibandingkan dengan hadiah berupa bonus.

c. Tantangan (Challenge)

Adanya tantangan yang dihadapi, merupakan perangsang kuat bagi manusia untuk mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi perangsang, bahkan cenderung menjadi kegiatan rutin. Tantangan demi tantangan biasanya akan menumbuhkan kegairahan untuk mengatasinya.

d. Tanggung-Jawab (Responsibility)

Adanya rasa ikut memiliki (sence of belonging) atau rumongso handarbeni akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab. Dalam hal ini Total Quality Control (TQC), atau dalam istilah Indonesianya Peningkatan Mutu Terpadu (PMT) berhasil memberikan tekanan pada pegawai, bahkan setiap pegawai dalam tahapan proses produksi telah turut menyumbang, suatu proses produksi sebagai mata rantai dalam suatu “sistem” akan sangat ditentukan oleh “tanggung jawab’ subsistem (mata rantai) dalam proses produksi. Apabila setiap tahap atau “mata rantai” dapat dikendalikan mutu produksinya, sebagai hasil rasa tanggung jawab kelompok (subsistem) maka produk akhir merupakan hasil dari Total Quality Control.


(58)

Tanggung jawab kelompok dalam mata rantai proses produksi tersebut, merupakan QCC (Quality Control Cerke + PMT/Kelompok Mutu terpadu) tanggung jawab bersama.

e. Pengembangan (Development)

Pengembangan kemampuan seseorang, baik dari pengalaman kerja atau kesempatan untuk maju, dapat merupakan perangsang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih giat atau lebih bergairah. Apalagi jika pengembangan perusahaan selalu dikaitkan dengan kinerja atau produktivitas pegawai.

f. Keterlibatan (Involvement)

Rasa ikut terlibat atau Involved dalam suatu proses pengambilan keputusan atau bentuknya, dapat pula “kotak saran” dari tenaga kerja, yang dijadikan masukan untuk manajemen perusahaan, merupakan perangsang yang cukup kuat untuk pegawai.

Melalui kotak saran, pegawai merasa diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan atau langkah-langkah kebijakan yang akan diambil manajemen. Rasa terlibat akan menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab, rasa dihargai yang merupakan “tantangan” yang harus dijawab, melalui peran serta berkinerja untuk pengembangan usaha dan pengembangan pribadi.

Adanya rasa keterlibatan (involvement) bukan saja menciptakan rasa memiliki (sence of belonging) dan rasa tangung jawab (sence of responsibility), tetapi juga menimbulkan mawas diri untuk bekerja lebih baik, menghasilkan produk yang lebih bermutu.


(59)

g. Kesempatan (Opportunity)

Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karier yang terbuka dari tingkat bawah sampai tingkat manajemen puncak merupakan perangsang yang cukup kuat bagi pegawai. Bekerja tanpa harapan atau kesempatan untuk meraih kemajuan atau perbaikan nasib, tidak akan merupakan perangsang untuk berkinerja atau bekerja produktif.

2.3.4. Kaitan Motivasi Kerja dengan Kinerja

Menurut Robin (2000) (dalam Munandar, 2008) kaitan motivasi kerja dengan kinerja dapat diungkapkan sebagai berikut: unjuk-kerja (kinerja) adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja, kemampuan (abilities), dan peluang (opportunities), dengan perkataan lain unjuk-kerja adalah fungsi dari motivasi kerja kali kemampuan kali peluang. Diungkapkan ke dalam rumus menjadi:

Bila motivasi kerja rendah, maka unjuk kerjanya akan rendah pula meskipun kemampuannya ada dan baik, serta peluangnya pun tersedia. Misalnya, seorang sarjana komputer bekerja dalam perusahaan konsultasi dalam bidang teknologi informasi sebagai tenaga ahli (peluang ada, dan punya kemampuan yang diperlukan). Namun suasana kerja, hubungan antar pegawai, kebijakan perusahaan tidak dirasakan sesuai, maka ‘semangat’ kerjanya menurun dengan hasil unjuk kerjanya kurang. Sebaliknya jika motivasi kerjanya besar, namun peluang untuk menggunakan kemampuan-kemampuannya tidak ada atau tidak diberikan, unjuk-kerjanya juga akan


(60)

rendah. Terakhir, kalau motivasi kerja tinggi, peluang ada, namun karena keahliannya dalam bidang ilmu komputer tidak pernah ditingkatkan lagi, unjuk-kerjanya juga tidak akan tinggi.

Motivasi kerja seseorang dapat lebih bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang proaktif orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuan-kemampuanya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya dan/atau akan berusaha untuk mencari, menemukan dan/atau menciptakan peluang dimana dapat menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat berunjuk-kerja yang tinggi, sebaliknya motivasi kerja seseorang yang lebih reaktif, cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya. Maka baru mau bekerja jika didorong, dipaksa (dari luar dirinya) untuk bekerja. McGregor (dalam Munandar, 2008) membedakan antara tipe X dan tipe Y. Orang dari tipe X adalah orang yang malas, yang harus dipaksa untuk bekerja, yang tidak mau dibebani tangggug jawab. Sebaliknya orang dari tipe Y adalah orang yang suka bekerja dan senang mendapat tanggung jawab. Orang tipe Y adalah orang memiliki motivasi kerja proaktif, sedangkan orang dari tipe X adalah orang yang memiliki motivasi kerja yang reaktif.

2.4. Perawat

Menurut Kepmenkes RI No.1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat, perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Menurut Kusnanto (2004) dalam melaksanakan praktek


(61)

keperawatan, perawat juga dituntut melakukan peran dan fungsi sebagaimana yang diharapkan oleh profesi dan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan keperawatan.

2.4.1. Peran Perawat

Menurut Kusnanto (2004) peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar profesi keperawatan dan bersifat konstan.

Doheny (1982) (dalam Kusnanto, 2004) mengidentifikasi beberapa peran perawat professional, meliputi:

a. Care giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan;

b. Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi pasien; c. Counsellor, sebagai pemberi bimbingan/konseling klien; d. Educator, sebagai pendidik klien;

e. Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat

bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya;

f. Coordinator, sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumber-sumber

dan potensi klien;

g. Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk pengadakan

perubahan-perubahan;

h. Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan


(62)

2.4.2. Fungsi Perawat

Menurut Kusnanto (2004) fungsi perawat meliputi: a. Pelaksana fungsi keperawatan mandiri.

Tindakan keperawatan mandiri (independent) adalah aktivitas keperawatan yang dilaksanakan atas inisiatif perawat itu sendiri dengan dasar pengetahuan dan keterampilannya. Dalam hal ini perawat menentukan bahwa klien membutuhkan intervensi keperawatan yang pasti, salah satunya adalah membantu memcahkan masalah yang dihadapi atau mendelegasikan pada anggota keperawatan yang lain, dan bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya (akuntabilitas).

b. Pelaksana fungsi keperawatan ketergantungan

Tindakan keperawatan ketergantungan (dependent) adalah aktivitas keperawatan yang dilaksanakan atas instruksi dokter atau di bawah pengawasan dokter dalam melaksanakan tindakan rutin yang spesifik. Contoh dari tindakan fungsi ketergantungan adalah memberikan injeksi antibiotik. Aktivitas ketergantungan dalam praktek keperawatan dilaksanakan sehubungan dengan penyakit klien dan hal ini sangat penting untuk mengurangi keluhan yang diderita klien.

c. Pelaksana fungsi keperawatan kolaboratif

Tindakan keperawatan kolaboratif (interdependent) adalah aktivitas yang dilaksanakan atas kerja sama dengan pihak lain atau tim kesehatan lain.

Tindakan kolaboratif terkadang menimbulkan adanya tumpang tindih pertanggungjawaban diantara personel kesehatan dan hubungan langsung kolega antar profesi kesehatan. Untuk melaksanakan praktek keperawatan kolaboratif secara


(63)

efektif, perawat harus mempunyai kemampuan klinis, mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai dan rasa pertanggungawaban yang tinggi dalam setiap tindakan.

2.4.3. Tanggung Jawab Perawat

Secara umum, perawat mempunyai tanggung jawab dalam memberikan asuhan / pelayanan keperawatan, meningkatkan ilmu pengatahuan dan meningkatkan diri sebagai profesi. Tanggung jawab dalam memberi asuhan keperawatan kepada klien mencakup aspek bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi:

a. Membantu klien memperoleh kembali kesehatannya;

b. Membantu klien yang sehat untuk memelihara kesehatannya;

c. Membantu klien yang tidak dapat disembuhkan untuk menerima kondisinya;

d. Membantu klien yang menghadapi ajal untuk diperlakukan secara manusiawi

sesuai martabatnya sampai meninggal dengan tenang.

2.5. Landasan Teori

Ergonomi Organisasi meliputi komunikasi, desain pekerjaan, kerjasama tim,

manajemen sumberdaya pegawai, teleworking, shift kerja, budaya keselamatan,

kepuasan kerja dan dorongan (Catherine, 2008). Dari variabel ergonomi organisasi, peneliti mengambil empat variabel untuk diteliti lebih lanjut karena berdasarkan hasil survei pendahuluan peneliti diindikasikan berpengaruh terhadap motivasi kerja


(64)

perawat di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan yaitu pengembangan karir, reward dan punishment, shift kerja, dan komunikasi.

Landasan toeri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Teori Pengharapan (Expectation Theory) dari Lawler. Menurut Sastrohadiwiryo (2003) teori pengharapan mengemukakan bahwa adalah bermanfaat untuk mengukur sikap para individu guna membuat diagnosis permasalahan motivasi. Lawler mengajukan empat asumsi: Orang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang secara potensial dapat mereka gunakan. Dengan perkataan lain, setiap hasil-keluaran alternatif mempunyai harkat (valence = V), yang mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang. Hasil keluaran alternatif, juga disebut tujuan-tujuan pribadi (personal goals), dapat disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan. Jika disadari, makanya serupa dengan penetapan tujuan-tujuan. Jika tidak disadari, motivasi kerjanya lebih bercorak reaktif.

Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort = E) mereka akan mengarah ke perilaku unjuk-kerja (performance = P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (outcomes = O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk-kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan P-O.

Dalam setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan dengan tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P, dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.


(1)

perawat sebaiknya ditekan sekecil mungkin

10 Waktu kerja tiap shift per hari tidak boleh lebih dari 8 jam bila menggunakan pola tiga shift dalam sehari

8 14, 3

23 41,1 22 39,3 3 5,4

11 Perawat yang cenderung punya penyakit diperut dan usus serta emosi tidak stabil disarankan untuk tidak ditempatkan di shift malam

1 1,8 16 28,6 24 42,9 15 26,8

12 Pelaksanaan kerja di siang hari lebih disukai

6 10, 7

12 21,4 29 51,8 19 33,9 13 Jadwal shift kerja yang

ditetapkan sudah sesuai dengan keinginan para perawat.

0 0 6 10,7 15 26,8 35 62,5

14 Pengaturan shift kerja mendorong para perawat untuk bekerja lebih baik lagi.

3 5,4 15 26,8 16 28,6 22 39,3

15 Berkurangnya jumlah dan kualitas tidur pada perawat yang kerja malam dapat menurunkan penampilan kerja.

6 10, 7

25 44,6 17 30,4 8 14,3

4. Tabel Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Komunikasi

No Pertanyaan

Jawaban Sangat

Setuju Setuju

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

F % F % f % F %

1 Pimpinan rumah sakit menerapkan sistem komunikasi terbuka dan transparan tentang visi,

misi, pengelolaan keuangan, dan tujuan

organisasi.


(2)

2 Pimpinan rumah sakit menerima saran yang disampaikan oleh perawat untuk perbaikan organisasi

0 0 14 25,0 33 58,9 9 16,1

3 Pimpinan telah memberikan instruksi yang jelas pada setiap perawat untuk bekerja

0 0 23 41,1 21 37,5 12 21,4

4 Pemberian informasi secara rutin kepada perawat dapat menimbulkan rasa aman dan percaya diri pada perawat dalam bekerja.

12 21, 4

29 51,8 11 19,6 4 7,1

5 Informasi dari para perawat pelaksana dijadikan masukan oleh

pimpinan dalam membuat kebijakan.

4 7,1 24 42,9 10 17,9 8 14,3

6 Pimpinan menyiapkan media komunikasi yang cukup sebagai sarana penunjang dalam pekerjaan.

3 5,3 10 17,8 27 48,2 16 28,6

7 Pimpinan rumah sakit menyiapkan kotak saran di setiap ruang perawatan.

0 0 17 30,4 17 30,4 22 39,3

8 Informasi dari perawat mempunyai peran dalam membantu tercapainya tujuan organisasi.

3 5,4 19 33,9 21 37,5 13 23,2

9 Pimpinan menerapkan komunikasi langsung dalam setiap pemecahan masalah.

3 5,3 14 25,0 29 51,8 10 17,9

10 Saling memperhatikan antara atasan dan bawahan serta sesama rekan kerja adalah aspek penting dalam komunikasi


(3)

11 Pimpinan memberikan kesempatan kepada para

perawat untuk menyampaikan semua

keluhannya.

5 8,9 22 29,3 21 37,5 8 14,3

12 Sarana komunikasi yang tersedia dapat digunakan

dalam menunjang pekerjaan.

2 2,6 11 19,6 26 46,4 17 30,4

13 Kotak saran yang tersedia disetiap ruang berfungsi untuk menampung saran

2 3,6 12 21,4 26 46,4 16 28,6

14 Rumah sakit memiliki SOP jenis pelayanan kesehatan.

2 3,6 15 26,8 16 28,6 23 41,1 15 Pemberian informasi secara

rutin kepada perawat dapat menimbulkan rasa aman dan percaya diri pada perawat dalam bekerja.

1 1,8 26 46,4 18 32,1 11 19,6

5. Tabel Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Motivasi Kerja di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan

No Pertanyaan

Jawaban Sangat

Setuju Setuju

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

F % F % F % F %

1 Bekerja pada Rumah Sakit ini membuat saya merasa berguna di dalam kehidupan bermasyarakat

13 23, 2

22 39,3 19 33,9 2 3,6

2 Atasan selalu memberi perhatian pada perawat

0 0 18 32,1 27 48,2 11 19,6 3 Dalam menyelesaikan

masalah atasan bertindak bijaksana

0 0 19 33,9 21 37,5 16 28,6

4 Hubungan kerja antara atasan dan bawahan baik dan tidak kaku


(4)

5 Pemberian penghargaan dapatmeningkatkan

motivasi kerja

16 28,6 25 44,6 7 12,5 8 14,3

6 Prakarsa yang disampaikan oleh perawat akan dinilai positif oleh Atasan

0 0 16 28,6 25 44,6 15 26,8

7 Atasan memberikan

pelatihan-pelatiahan kepada

perawat untuk meningkatkan keterampilan

dan pengetahuan

0 0 22 39,3 20 35,7 14 25,2

8 Di rumah sakit ini standar prestasi jelas

0 0 11 19,6 18 32,1 27 48,2

9 Atasan selalu

mengkomunikasikan

dengan perawat segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas bidang keperawatan

2 3,6 12 21,4 27 48,2 15 26,8

10 Atasan selalu memberikan pujian bila ada perawat yang menjalankan tugas

pekerjaan dengan memuaskan

0 0 9 16,1 31 55,3 16 28,6

11 Situasi lingkungan kerja baik dan menyenangkan

1 1,8 23 41,1 28 50,0 4 7,1 12 Sarana pendukung dan

peralatan bekerja memadai

2 3,6 14 25,0 24 42,8 16 28,6 13 Hampir setiap pekerjaan

dapat saya lakasanakan dengan baik dan menantang

2 3,6 14 25,0 24 42,8 16 28,6

14 Tugas dan tanggungjawab yang diberikan sesuai dengan pendidikan dan kemampuan saya

1 1,8 20 35,7 28 50,0 7 12,5

15 Hubungan kerja dengan sesama rekan kerja berjalan dengan baik

3 5,4 23 41,1 19 33,9 11 17,8

16 Besarnya gaji yang diperoleh sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan


(5)

17 Saya memiliki peluang untuk belajar hal-hal baru yang berhubungan dengan pekerjaan saya

1 1,8 21 37,5 26 46,4 8 14,3

18 Saya memiliki peluang untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan saya

1 1,8 20 35,7 25 44,6 10 17,8

19 Saya berusaha untuk memperbaiki kinerja saya sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya

3 5,3 22 39,3 18 32,1 13 23,2

20 Persaingan yang positip dalam melaksanakan tugas mendorong saya untuk bekerja lebih baik lagi.

5 8,9 22 39,3 17 30,4 12 21,4

21 Saya menikmati kepuasan dalam menyelesaikan pekerjaan yang sukar

5 8,9 14 25,0 22 39,3 15 26,8

22 Saya menikmati bekerja dengan secara tim

13 23, 2

21 37,5 16 28,6 6 10,7 23 Sarana pendukung dan

peralatan bekerja memadai

1 1,8 19 33,9 20 35,7 16 28,6 24 Hampir setiap pekerjaan

dapat saya lakasanakan dengan baik dan menantang

3 5,4 26 46,4 20 35,7 7 12,5

25 Tugas dan tanggungjawab yang diberikan sesuai dengan pendidikan dan kemampuan saya

2 3,6 17 30,4 19 33,9 18 32,1

26 Hubungan kerja dengan sesama rekan kerja berjalan dengan baik

1 1,8 18 32,1 27 48,2 10 17,8

27 Besarnya gaji yang diperoleh sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan

9 16, 1

29 51, 8

13 23,1 5 8,9

28 Saya memiliki peluang untuk belajar hal-hal baru yang berhubungan dengan pekerjaan saya

8 14, 3

25 44, 6

14 25,0 9 16,1

29 Saya memiliki peluang untuk mengembangkan

4 7,1 19 33, 9


(6)

keterampilan dan kemampuan saya

30 Saya berusaha untuk memperbaiki kinerja saya sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya

0 0 15 26, 8