Perjanjian Franchise sebagai Perjanjian Innominat

53 pengaturan master franchisedan perjanjian pengembangan area into a development agreement relative mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan metode franchiselainnya. Pengaturan master franchisesendiri adalah perjanjian yang di dalamnya Franchisor memberikan franchisesecara langsung dengan suatu perusahaan sebagai sub-franchisor, biasanya perusahaan dari negara penerima franchise .Menurut perjanjian tersebut sub-franchisorakan mengembangkan dan mendapatkan sendiri outlet-outlet franchisemelalui perjanjian dengan penyewa di negara penerima.

C. Perjanjian Franchise sebagai Perjanjian Innominat

Saat ini franchise telah merambah berbagai aspek aktivitas bisnis seperi bidang property, furniture, konstruksi, jasa pendidikan dan pelatihan, travel, penginapan, komputer, laundry, jasa kebersihan, kesehatan, kecantikan dan retail lainnya. 73 Ketentuan ini berdampak pada positif bagi kelangsungan usaha franchise karena adanya kepastian hukum bagi masing-masing pihak. Kedudukan setara Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi franchise dengan penerima franchise. Perjanjian tersebut harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia. Di dalam Permen No. 31MDAGPER2008 secara tegas dinyatakan bahwa pemberi franchise memiliki kedudukan hukum yang setara dengan penerima franchise dalam suatu perjanjian franchise. 73 Arus Akbar Silondae, Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010, hal 30. Universitas Sumatera Utara 54 memberi isyarat bahwa setiap pihak dapat meminta dilaksanakannya setiap kewajiban bagi pihak lain sesuai dengan perjanjian yang disepakati dan pencantuman hak dan kewajiban di dalam perjanjian yang dibuat akan menjadi ancaman atau dasar bagi pemberi waralaba ataupun bagi penerima franchise untuk melakukan tindakan hukum apabila salah satu pihak melanggar isi perjanjian. 74 Tenggang waktu ini diharapkan cukup memberi ruang dan kesempatan kepada calojn penerima franchise untuk memahami mengerti atau mendiskusikan isi perjanjian sampai dicapainya kata sepakat. Dengan demikian diharapkan pihak pemberi franchise maupun penerima franchise akan berusaha untuk mentaati setiap kesepakatan yang telah dituangkan dalam perjanjian franchise dan oleh sebab itu maka iklim usaha akan terjaga dan berjalan baik dan pada akhirnya secara umum akan mendorong kondisi perekonomian menjadi lebih baik.Selain hal tersebut di dalam Permen No. 31 diatur juga perihal keharusan bagi pemberi franchise untuk menyampaikan perjanjian franchise kepada calon penerima franchise paling lama dua minggu sebelum penandatangan perjanjian. 75 Perjanjian franchise antara pemberi franchise dengan penerima franchise dapat disertai atau tidak disertai dengan pemberian hak untuk membuat perjanjian franchise lanjutan. Apabila penerima franchise diberikan hak untuk menunjukkan Sekalipun tidak disebutkan konsekuensi hukumnya apabila perjanjian tidak diberikan terlebih dahulu kepada calon penerima franchise, hal ini mengisyaratkan bahwa isi perjanjian telah dan akan dipersiapkan dengan matang akan menjadi pemicu perselisihan. 74 Ibid, hal 31. 75 Ibid , hal 32. Universitas Sumatera Utara 55 lebih lanjut penerima franchise lanjutan, maka penerima franchise utama wajib mempunyai dan melaksanakan sendiri sekurang-kurangnya satu tempat usaha untuk melakukan kegiatan usaha franchise. Ketentuan ini perlu dicermati, sehingga tidak memungkinkan apabila seseorang melakukan perjanjian franchise kemudian melakukan perjanjian franchise berikutnya dengan penerima franchise lanjutan sedangkan yang bersangkutan tidak melakukan usaha franchise, karena ini dapat diartikan bahwa tujuannya hanyalah untuk memperoleh freetanpa melakukan usaha franchise. 76 1. Nama, alamat dan tempat kedudukan perusahaan masing-masing pihak. Beberapa hal yang biasanya dimuat di dalam perjanjian yang dibuat antara pemberi franchise dengan penerima franchise antara lain sebagai berikut : 2. Nama dan jabatan masing-masing pihak yang berwenang mendatangani perjanjian. 3. Nama dan jenis hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek franchise. 4. Hak dan kewajiban masing-masing pihak serta bantuan dan fasilitas D. Subjek dan Objek Franchise Objek dalam perjanjian franchise adalah lisensi. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Franchisor kepada franchisee.Berdasarkan kriteria tersebut, maka lisensi dibagi menjadi tiga macam: 77 76 Ibid, 77 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 166. Universitas Sumatera Utara 56 1. Licence exchange contract, yaitu perjanjian antara para pesaing yang bergerak dalam kegiatan yang samaatau memiliki hubungan yang erat, sehingga disebabkan masalah-masalah teknis, mereka tidak dapat melakukan kegiatan tanpa adanya pelanggaran hak-hak termasuk hak milik perindustrian dari pihak lain. 2. Return contract , artinya perjanjian ini tampak dari luarnya saja sebagai perjanjian lisensi, namun sebenarnya bukan perjanjian lisensi dalam arti sebenarnya. Perjanjian tersebut dibuat semata-mata untuk tujuan penyelundupan pajak, dengan cara seolah-olah suatu cabang perusahaan di suatu negara tertentu membayar royalti kepada perusahaan induknya di negara lain. 3. Perjanjian lisensi dalam arti sebenarnya, tanpa camouflaging effects sebagaimana diuraikan di atas. Pemberian lisensi dalam franchise seyogianya digolongkan sebagai lisensi dalam arti yang sebenarnya. Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memerhatikan hukum Indonesia. Subjek hukum dalam perjanjian franchise, yaitu: 78 1. Franchisor pemberi waralaba, adalah orang perseorangan atau badan usahayang memberikan hak untukmemanfaatkan danatau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba. Dengan kata lain, 78 Ibid Universitas Sumatera Utara 57 perusahaan yang memberikan lisensi, berupa paten, merek perdagangan, merek jasa, maupun lainnya kepada franchise. 2. Franchisee penerima waralaba, adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan danatau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba. Dengan kata lain, perusahaan yang menerima lisensi dari Franchisor. 3. Pihak-pihak yang kena dampaknya dari perjanjian franchise: a. Franchisee lain dalam system franchisefranchising system yang sama. b. Konsumen atau klien dari franchisee maupun masyarakat pada umumnya.

E. Perkembangan Franchise di Indonesia