Dalam perkembangannya senyawa metabolit sekunder tersebut dipelajari dalam disiplin ilmu tersendiri yaitu kimia bahan alam natural product chemistry.
Contoh metabolit sekunder adalah antibiotik, pigmen, toksik, efektor kompetisi ekologi dan simbiosis, feromon, inhibitor enzim, agen immunemodulasi, reseptor
antagonis dan agonis, pestisida, agen antitumor, dan promotor pertumbuhan binatang dan tumbuhan. Identifikasi kandungan metabolit sekunder merupakan
langkah awal yang penting dalam penelitian pencarian senyawa bioaktif baru dari bahan alam yang dapat menjadi prekursor bagi sintesis obat baru atau prototipe
obat beraktivitas tertentu Rasyid, 2012. Identifikasi ini merupakan uji fitokimia. Metode yang dilakukan merupakan metode uji berdasarkan yang telah
dimodifikasi. Uji yang dilakukan antara lain uji flavonoid, senyawa fenolik, alkaloid, saponin, tanin dan terpenoid Harbone, 1987.
2.2.1 Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur.
Khunaifi 2010 menambahkan bahwa senyawa-senyawa flavonoid umumnya bersifat antioksidan dan banyak telah digunakan sebagai salah satu komponen
bahan baku obat-obatan. Senyawa flavonoid dan turunannya memiliki dua fungsi fisiologi tertentu, yaitu sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit
sebagai antibakteri dan anti virus bagi tanaman. Para peneliti lain juga menyatakan pendapat sehubungan dengan mekanisme kerja dari flavonoid dalam
menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain bahwa flavanoid terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri Sabir, 2008. Didukung juga dengan
penelitian Mirzoeva et al, 1997 mendapatkan bahwa flavanoid mampu menghambat motilitas bakteri.
Flavonoida pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus dan kerja terhadap serangga Robinson, 1995. Adapun
fungsi flavonoida dalam kehidupan manusia yaitu sebagai stimulant pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisasi bekerja
sebagi diuretik dan antioksidan pada lemak Sirait, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Tanin
Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat digunakan tumbuhan untuk melindungi dari serangan bakteri dari cendawan Salisbury, 1995.
Secara kimiawi tanin merupakan kompleks, biasanya merupakan campuran polifenol yang sulit dipisahkan karena tidak mengkristal. Apabila tanin
direaksikan dengan air membentuk larutan koloid yang memberikan reaksi asam dan reaksi yang tajam Harborne, 1996. Tanin memiliki peranan fisiologis yang
kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis Hagerman, 2002.
Secara kimia terdapat dua jenis tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan yaitu tanin terkondensasi Proantosianidin dan tanin terhidrolisis
Hydrolyzable tannin Harbone, 1987. Kedua golongan tanin menunjukkan reaksi yang berbeda dalam larutan garam Fe III. Tanin terkondensasi
menghasilkan warna hijau kehitaman sedangkan tanin terhidrolisis memberikan biru kehitamanan.
1. Tanin terhidrolisis Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higrokopis, berwarna coklat
kuning yang larut dalam air terutama air panas membentuk larutan koloid bukan larutan sebenarnya. Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam air dan
makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin ini larut dalam pelarut organik yang polar, tetapi tidak larut dalam pelarut organik nonpolar seperti
benzene atau kloroform Robinson, 1995. 2. Tanin terkondensasi
Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal galokatekin yang membentuk senyawa dimer dan
kemudian oligimer yang lebih tinggi. Proantosianidin merupakan nama lain dari tanin terkondensasi karena jika direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan
karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin Harborne, 1987.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Biosintesa Senyawa Flavonoida dan Tanin