BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Modal
Salah satu kebijakan yang dibuat manajer keuangan dalam kaitannya dengan keberlangsungan perusahaan going concern adalah kebijakan struktur modal.
Kebijakan tersebut antara lain kebijakan yang berkaitan dengan komposisi hutang, saham preferen, dan saham biasa yang merupakan sumber pendanaan bagi
perusahaan untuk menjalankan operasinya Susetyo, 2006. Struktur modal merupakan faktor fundamental keberhasilan suatu perusahaan Brigham dan Houston,
2001. Kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang penting didalam menjalankan aktivitas operasinya, mempertahankan, dan mengembangkan perusahaan.
Menurut Riyanto 2001, struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri. Modal asing yang
dimaksudkan adalah hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek, sedangkan modal sendiri bisa terdiri dari laba ditahan retained earningdan bisa juga dengan
penyertaan kepemilikan perusahaan. Kebijakan struktur modal perusahaan antara lain menyangkut dengan keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan
dipergunakan oleh perusahaan. Kebijakan tersebut merupakan perimbangan tentang jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham
preferen dan saham biasa.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Frank dan Goyalm 2007 ada 3 sumber pendanaan bagi perusahaan yaitu laba ditahan, hutang, dan ekuitas. Dari ketiga sumber tersebut yang
lebih aman didalam pemilihan sumber pendanaan adalah laba ditahan. Hal ini terkait karena sumber pendanaan yang berasal dari laba ditahan mempunyai risiko yang kecil
dibandingkan sumber pendanaan yang berasal dari hutang dan ekuitas. Tetapi jika dibandingkan antara tingkat hutang dan ekuitas, maka dari sudut
pandang investor, bahwa ekuitas mempunyai tingkat risiko yang lebih besar dibandingkan dengan hutang walaupun kedua sumber pendanaan tersebut mempunyai
tingkat risiko yang besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, investor lebih mengharapkan suatu pengembalian yang besar dari ekuitas dibandingkan dengan
hutang. Sedangkan dari sudut pandang perusahaan, laba ditahan merupakan sumber pendanaan yang lebih baik dibandingkan dengan pembiayaan yang berasal dari luar.
Jika laba ditahan tidak cukup, maka hutang yang akan digunakan untuk membiayai. Sedangkan ekuitas merupakan jalan terakhir didalam membiayai pendanaan
perusahaan. Ghosh, dkk 2000, mendefinisikan struktur modal sebagai perbandingan
antara hutang perusahaan total debt dan total aktiva total asset. Perbandingan ini dilihat dengan bagaimana distribusi aktiva perusahaan terhadap total kewajiban
perusaahaan. Disamping itu, Sartono 1999 juga menjelaskan bahwa suatu perusahaan didalam menentukan struktur pendanaan terlebih dahulu menganalisa
sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhinya dan kemudian menetapkan struktur modal yang ditargetkan. Target ini selalu berubah sesuai dengan perubahan kondisi,
Universitas Sumatera Utara
tetapi pada setiap manajemen perusahaan terdapat bayangan dari struktur modal yang ditargetkan tersebut. Jika tingkat hutang yang sesungguhnya berada dibawah target,
mungkin perlu dilakukan ekspansi dengan melakukan pinjaman, sementara jika rasio hutang sudah melampaui target, barangkali saham perlu dijual.
Kebijakan pendanaan atau struktur modal dikatakan optimal apabila terjadi keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga dapat memaksimalkan harga
saham Brigham dan Houston, 2001. Jika risiko lebih besar dibandingkan dengan tingkat pengembalian maka struktur modal dikatakan kurang optimal dan sebaliknya.
Pada prinsipnya struktur modal dapat diperoleh dalam dua sumber Brigham dan Houston, 2001, yaitu:
1. Sumber internal perusahaan
Dana yang berasal dari sumber internal perusahaan adalah dana yang dihasilkan sendiri didalam perusahaan, yaitu:
a. Laba ditahan
Yaitu dana yang berasal dari laba yang dihasilkan dari aktivitas operasi perusahaan periode sebelumnya yang tidak dibagikan kepada
pemegang saham.
b. Pinjaman dari pemilik perusahaan owner’s
Yaitu hutang yang diberikan kepada pemilik perusahaan. Peristiwa ini jarang terjadi karena pemilik perusahaan lebih memilih membeli
saham yang diterbitkan oleh perusahaan.
2. Sumber eksternal perusahaan
Dana yang berasal dari sumber eksternal perusahaan adalah dana yang dihasilkan yang berasal dari luar perusahaan, yaitu:
a. Hutang kepada kreditor
Yaitu pinjaman yang diberikan berupa hutang kepada perusahaan yang memiliki jatuh tempo.
b. Penerbitan surat berharga
Yaitu penerbitan surat berharga yang menunjukkan kepemilikan seseorang didalam suatu perusahaan.
Dengan demikian, kebijakan struktur modal merupakan kebijakan perusahaan yang bertujuan untuk menentukan sumber pembiayaan kegiatan operasi perusahaan
Universitas Sumatera Utara
baik itu dengan menggunakan dana yang berasal dari dalam perusahaan maupun dana yang berasal dari luar perusahaan. Disamping itu, hal tersebut merupakan tugas dari
manajer keuangan didalam menentukan kebijakan pendanaan yang optimal bagi perusahaan.
Banyak model yang digunakan untuk menjelaskan mengenai perilaku pendanaan perusahaan. Teori yang menjelaskan hal tersebut antara lain adalah teori
pecking order Myers, 1984, dan teori trade-off Modigliani dan Miller, 1963. 2.1.1 Pecking Order Theory
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Donaldson pada tahun 1961, akan tetapi penamaan Pecking Order Theory dilakukan oleh Stewart C. Myers tahun 1984
dalam Journal of Finance volume 39 dengan judul The Capital Structure Puzzle. Teori ini menyatakan bahwa ada semacam tata urutan pecking order bagi perusahaan dalam
menggunakan modal. Teori tersebut juga menjelaskan bahwa perusahaan lebih mengutamakan pendanaan ekuitas internal menggunakan laba yang ditahan daripada
pendanaan ekuitas eksternal menerbitkan saham baru.
Berikut beberapa implikasi dari Myers 1984, terhadap perilaku pendanaan perusahaan didalam pecking order theory:
1. Perusahaan lebih menyukai sumber pendanaan internal Laba Ditahan.
Hal ini disebabkan penggunaan laba ditahan lebih murah dan tidak perlu
mengungkapkan sejumlah informasi perusahaan yang harus diungkapkan dalam prospektus saat menerbitkan obligasi dan saham baru;
2. Perusahaan menyesuaikan target rasio pembayaran dividen dividend payout
ratioDPR kepada peluang investasi, meskipun dividen kaku sticky dan target rasio pembayaran hanya menyesuaikan secara bertahap terhadap
pergeseran peluang investasi yang menguntungkan;
3. Kebijakan dividen yang kaku, ditambah dengan fluktuasi tingkat keuntungan
dan peluang investasi yang tidak dapat diprediksi, menunjukkan bahwa arus kas yang dihasilkan secara internal dapat lebih atau kurang dari pengeluaran
Universitas Sumatera Utara
investasi. Jika arus kas internal kurang, perusahaan pertama kali mengurangi jumlah kas atau portofolio sekuritasnya;
4. Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan menerbitkan sekuritas yang
paling aman terlebih dahulu. Perusahaan memulai dari hutang, kemudian hybrid securities seperti convertible bonds, kemudian ekuitas sebagai
alternatif terakhir.
Penerbitan saham baru menduduki urutan terakhir sebab penerbitan saham baru merupakan tanda atau sinyal bagi pemegang saham dan
calon investor tentang kondisi perusahaan saat sekarang dan prospek mendatang yang tidak baik.
Myers 1984, didalam pecking order theory menyatakan bahwa permasalahan utama keputusan struktur modal perusahaan adalah informasi yang
tidak simetris asymmetric information diantara manajer dan investor mengenai kondisi internal perusahaan, serta argumentasi bahwa manajer berpihak kepada
pemegang saham lama. Kedua permasalahan tersebut menyebabkan perusahaan memiliki hierarki pendanaan yang dimulai dari arus kas internal, hutang, kemudian
saham. Shyam-Sunder dan Myers 1999, menguji teori ini dengan menganalisis
hubungan antara defisit pendanaan internal dengan perubahan tingkat hutang perusahaan dan menemukan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan satu-
satu, yang menunjukkan bahwa defisit pendanaan internal akan selalu dibiayai melalui hutang, dan saham bukan merupakan alternatif pendanaan eksternal yang
akan dipilih perusahaan. 2.1.2 Trade Off Theory
Teori ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1963 oleh Modigliani dan Miller dalam sebuah artikel American Economic Review 53 1963, June yang
berjudul Corporate Income Taxes on the Cost of Capital: A Correction. Artikel ini
Universitas Sumatera Utara
merupakan perbaikan model awal mereka yang sebelumnya memperhitungkan adanya pajak perseroan akan tetapi tetap mengabaikan pajak perorangan.
Selanjutnya model tersebut dikenal dengan sebutan model MM-2 atau model MM dengan pajak perseroan Brigham, and Ehrhardt, 2005:588-592. Dalam teori ini
menjelaskan ide bahwa berapa banyak hutang perusahaan dan berapa banyak ekuitas perusahaan sehingga terjadinya keseimbangan antara biaya dan keuntungan. Teori ini
menyatakan bahwa suatu perusahaan memiliki tingkat hutang yang optimal dan berusaha untuk menyesuaikan tingkat hutang aktualnya ke arah titik optimal, ketika
perusahaan tersebut berada pada tingkat hutang yang terlalu tinggi overlevered atau terlalu rendah underlevered. Pada kondisi yang stabil, perusahaan akan
menyesuaikan tingkat hutangnya kepada tingkat rata-rata hutangnya dalam jangka panjang.
Dari model MM-2, dapat dipetik dua hal utama yang berbeda dengan model MM-1 sebelumnya adalah Brigham, and Ehrhardt, 2005:588-592:
1. Dalam model pertama, struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
Dalam kenyataan, struktur modal mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan: bertambahnya penggunaan hutang akan meningkatkan nilai
perusahaan. Dengan kata lain, pajak memberi manfaat dalam pendanaan yang berasal dari hutang, sebesar: Manfaat pajak dari penggunaan hutang diperoleh
dari beban biaya bunga hutang yang dapat diperhitungkan sebagai elemen biaya yang mengurangi besaran laba kena pajak, sedangkan pembayaran
dividen tidak dapat diperhitungkan sebagai elemen biaya. Jadi, perusahaan seperti menerima subsidi dari pemerintah atas penggunaan hutang untuk
menambah modal.
2. Dengan adanya pajak perseroan, diperoleh dua manfaat penggunaan hutang
yakni: hutang merupakan sumber modal yang lebih murah daripada ekuitas, dan biaya bunga menjadi elemen pengurang pajak. Dari model MM-1,
diketahui bahwa penghematan dari penggunaan hutang yang lebih murah sepenuhnya digantikan oleh peningkatan biaya penggunaan ekuitas. Meskipun
demikian, dalam situasi dengan adanya pajak perseroan, keuntungan yang
Universitas Sumatera Utara
diperoleh perusahaan dari penggunaan hutang lebih besar daripada peningkatan biaya ekuitas.
Ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang
sebanyak banyaknya. Suatu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya tersebut terdiri dari 2
dua hal Brigham dan Houstan, 2001:610 , yaitu : a.
Biaya Langsung Yaitu, biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, atau biaya
lainnya yang sejenis. b.
Biaya Tidak Langsung Yaitu, biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain
atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier tidak akan mau memasok barang karena mengkwatirkan
kemungkinan tidak akan membayar. Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan
antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkatkan pengawasan
terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga.
Setiap perusahaan memiliki tingkat hutang yang berbeda-beda, tergantung pada jenis industrinya. Perusahaan perangkat lunak software memiliki target leverage
yang berbeda dengan perusahaan manufaktur karena karakteristik aset kedua perusahaan ini berbeda. Perusahaan perangkat lunak memiliki proporsi aset tak
berwujud yang lebih besar dibandingkan perusahaan manufaktur dalam bentuk lisensi atau paten, sehingga penilaian asetnya menjadi lebih sulit. Karena itu, umumnya
perusahaan manufaktur memiliki tingkat hutang yang lebih tinggi daripada perusahaan perangkat lunak. Pendapat ini juga mendukung teori pecking order. Pada
Universitas Sumatera Utara
kasus lain, banyak perusahaan yang dibatasi oleh regulasi pemerintah dalam menentukan tingkat hutangnya. Perusahaan yang bergerak di bidang perbankan
dibatasi oleh regulasi dalam menentukan tingkat hutangnya melalui penentuan CAR capital adequacy ratio oleh bank sentral.
Di sisi lain, tingkat hutang yang terlalu tinggi menyebabkan perusahaan memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi. Permasalahan lain yang dapat timbul
adalah perilaku substitusi aset berisiko lebih rendah kepada aset-aset berisiko tinggi. Perilaku ini timbul karena kerugian atas aset-aset berisiko tersebut berdampak lebih
besar terhadap debtholders, bukan pemegang saham. Underinvestment juga merupakan perilaku yang mungkin timbul, dimana manajer akan melepaskan
peluang-peluang investasi menguntungkan yang dimilikinya karena keuntungan dari investasi tersebut dinikmati lebih besar oleh debtholders, sehingga mengakibatkan
pengalihan kesejahteraan dari pemegang saham kepada debtholders. Ketiga masalah ini menyebabkan biaya pendanaan yang lebih tinggi ketika perusahaan memiliki
tingkat hutang yang terlalu besar. Tingkat hutang yang optimal adalah ketika keuntungan dari hutang sebanding dengan biaya yang ditimbulkannya.
2.2 Pertumbuhan Perusahaan