Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Struktur Modal (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009)

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP

STRUKTUR MODAL (STUDI EMPIRIS PADA

PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK

INDONESIA PERIODE

2007-2009)

TESIS

Oleh

Pasca Dwi Putra

097017070/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP

STRUKTUR MODAL (STUDI EMPIRIS PADA

PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK

INDONESIA PERIODE

2007-2009)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

Pasca Dwi Putra

097017070/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Telah Diuji pada

Tanggal : 28 September 2011

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA Anggota : 1. Drs. Idhar Yahya, MBA. Ak

2. Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak 3. Dr. Rina Bukit, SE, M.Si, Ak


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul :

“Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Struktur Modal (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009)”

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, September 2011 Yang membuat pernyataan:


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Pertumbuhan Perusahaan, Investment Opportunity Set, Profitabilitas, Risiko Bisnis, Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva, Operating Leverage terhadap struktur modal pada Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengujian hipotesis dengan menggunakan tekhnik purposive sampling. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2007-2009 yang berjumlah 364 dan sampel penelitian sebanyak 36 perusahaan selama 3 tahun dari 2007-2009, sehingga total observasi dalam penelitian ini menjadi 108 perusahaan yang dianalisis dengan model analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dan uji F.

Hasil penelitian secara simultan, diperoleh bahwa pertumbuhan perusahaan, Investment Opportunity Set (IOS), profitabilitas, resiko bisnis, ukuran perusahaan, struktur aktiva, dan operating leverage berpengaruh terhadap struktur modal. Sedangkan Secara parsial menunjukkan bahwa variabel resiko bisnis ,ukuran perusahaan, dan struktur aktiva berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Sebaliknya, variabel pertumbuhan perusahaan, Investment Opportunity Set, profitabilitas dan operating leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode pengamatan 2007-2009.

Kata Kunci: Pertumbuhan Perusahaan, Investment Opportunity Set (IOS), Profitabilitas, Resiko Bisnis, Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva, Operating Leverage, Struktur Modal


(6)

ABSTRACT

This research aims to examine the influence of firm Growth, Investment Opportunity Set, Profitability, Business Risk, Firm Size, Structure Assets, and Operating Leverage on the capital structure in the Indonesia Stock Exchange from 2007 to 2009.

This type of research was the hypothesis testing by using purposive sampling technique. The population in this study are all companies listed in the Indonesia Stock Exchange during the years 2007-2009, amounting to 364 and the study sample as many as 36 companies for 3 years from 2007 to 2009, bringing the total observations in this study to 108 companies analyzed by regression analysis model multiple linear. The data used are secondary data from financial statements. Hypothesis testing using the t test and F test

The results simultaneously, showed that the firm growth, Investment Opportunity Set (IOS), profitability, business risk, firm size, asset structure, and operating leverage effect on capital structure. Partially indicate that business risk variables, firm size and asset structure significantly influence the capital structure. Conversely, firm growth, Investment Opportunity Set, profitability and operating leverage of no significant impact on the capital structure of manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange observation period from 2007 to 2009.

Keywords: Firm Growth, Investment Opportunity Set (IOS), Profitability, Business Risk, Firm Size, Structure Assets, Operating Leverage, Capital Structure


(7)

RIWAYAT HIDUP

1. NAMA : PASCA DWI PUTRA

2. TEMPAT/TGL LAHIR : STABAT/ 31 OKTOBER 1987

3. AGAMA : ISLAM

4. ORANG TUA

a. AYAH : Drs. M. NASIR, M.Si

b. IBU : Dra. ENI SAMSULISTARI

5. ALAMAT : JL. PERHUBUNGAN DUSUN TERATAI

LAUT DENDANG KEC. PERCUT SEI TUAN, KAB. DELI SERDANG.

6. PENDIDIKAN

a. SD : SD NEGERI 106162 MEDAN ESTATE

b. SMP : SMP NEGERI 1 PERCUT SEI TUAN

c. SMU : SMA NEGERI 11 MEDAN

d. S1 : UNIVERSITAS SYIAH KUALA


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya serta kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat beiring salam atas junjungan Nabi Muhammad SAW yang insya Allah memberikan safaat kepada penulis dan seluruh umatnya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa segala yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H.,M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister di Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA. CPA, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang juga selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberi bimbingan dan


(9)

arahan di sela-sela kesibukannya dari awal penulisan hingga selesainya penulisan tesis ini.

4. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA. Ak, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan dan mengarahkan penulis di sela-sela kesibukannya dari awal penulisan hingga selesainya penulisan tesis ini.

5. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, Ibu Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak, dan Ibu Dr. Rina Bukit, SE, M.Si, Ak selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar Program Magister Ilmu Akuntansi atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan, dan seluruh staf administrasi Program Magister Ilmu Akuntansi.

7. Ibunda dan Ayahanda tercinta, yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan moril maupun materil serta bantuan yang tak ternilai dalam bentuk apapun juga, sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan tesis ini.

8. Abang dan Adik-adikku tersayang, yang telah memberi dukungan dan motivasi yang tak pernah henti.

9. Teman-teman di Program Magister Ilmu Akuntansi, yang penuh dengan rasa kekeluargaan dan persahabatan dalam memberi sumbangan pikiran selama perkuliahan.


(10)

Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah dan hidayah-Nya, dan apa yang penulis lakukan ini mendapatkan ridho-Nya serta berguna bagi penulis khususnya dan pembaca umum. Amin

Medan, September 2011 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 10

1.3.Tujuan Penelitian ... 10

1.4.Manfaat Penelitian ... 11

1.5.Originalitas ... 11

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Struktur Modal ... 13

2.1.1 Pecking Order Theory ... 16

2.1.2 Trade Off Theory ... 17


(12)

2.3 Investment Opportunity Set (IOS)... 23

2.4 Profitabilitas ... 25

2.5 Risiko Bisnis... 26

2.6 Ukuran Perusahaan... 28

2.7 Struktur Aktiva... 29

2.8 Operating Leverage ... 30

2.9 Pertumbuhan Perusahaan dan Struktur Modal... 32

2.10 Investment Opportunity Set (IOS) dan Struktur Modal ... 34

2.11 Profitabilitas dan Struktur Modal... 36

2.12 Risiko Bisnis dan Struktur Modal ... 39

2.13 Ukuran Perusahaan dan Struktur Modal ... 40

2.14 Struktur Aktiva dan Struktur Modal ... 42

2.15 Operating Leverage dan Struktur Modal ... 43

2.16 Penelitian Sebelumnya ... 45

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep ... 50

3.2 Hipotesis Penelitian... 56

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian... 57

4.2 Lokasi Penelitian... 57

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 58


(13)

4.5 Definisi dan Operasional Variabel ... 59

4.5.1 Variabel Dependen... 59

4.5.2 Variabel Independen ... 60

4.6 Metode Analisis Data... 64

4.7 Uji Asumsi Klasik ... 65

4.8 Pengujian Hipotesis ... 68

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 70

5.2 Statistik Deskriptif ... 71

5.3 Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 78

5.4 Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda ... 83

5.4.1 Hasil Uji Statistik F ... 83

5.4.2 Hasil Uji Statistik t ... 84

5.4.3 Hasil Adjusted R2 ... 88

5.5 Pembahasan Hasil Penelitian ... 89

5.5.1 Pengujian Secara Simultan... 89

5.5.2 Pengujian Secara Parsial ... 90

5.5.2.1 Pertumbuhan Perusahaan Berpengaruh Terhadap Struktur Modal ... 90

5.5.2.2 Investment Opportunity Set Berpengaruh Terhadap Struktur Modal ... 91


(14)

5.5.2.4 Pengaruh Risiko Bisnis Terhadap Struktur Modal ... 94

5.5.2.5 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal ... 95

5.5.2.6 Pengaruh Struktur Aktiva Terhadap Struktur Modal ... 96

5.5.2.7 Pengaruh Operating Leverage Terhadap Struktur Modal ... 97

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 98

6.2 Keterbatasan Penelitian ... 100

6.3 Saran Penelitian ... 101


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Hasil Deskripsi Penelitian Terdahulu ... 47

4.1 Sampel perusahaan manufaktur tahun 2007-2009 ... 58

4.2 Operasional Variabel ... 63

5.1 Statistik Deskriptif ... 71

5.2 Uji Normalitas Data ... 79

5.3 Uji Autokorelasi ... 80

5.4 Uji Multikolinearitas ... 81

5.5 Uji Heteroskedastisitas ... 82

5.6 Hasil Uji Statistik F ... 83

5.7 Hasil Uji Statistik t ... 84

5.8 Hasil Adjusted R2... 89


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Perbandingan hutang dan ekuitas ... 3 3.1 Pengaruh karakteristik perusahaan (pertumbuhan perusahaan,

Investment Opportunity Set, Profitabilitas, resiko perusahaan, ukuran perusahaan, struktur aktiva, dan operating leverage)


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Hal

1 Daftar Sampel Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009... 110

2 Variebel Penelitian Tahun 2007... 111

3 Variabel Penelitian Tahun 2008... 112

4 Variabel Penelitian Tahun 2009... 113

5 Item Pengukuran Tahun 2007 ... 114

6 Item Pengukuran Tahun 2008 ... 115

7 Item Pengukuran Tahun 2009 ... 116

8 Statistik Deskriptif, Uji Asumsi Klasik, dan Uji Hipotesis... 117


(18)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Pertumbuhan Perusahaan, Investment Opportunity Set, Profitabilitas, Risiko Bisnis, Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva, Operating Leverage terhadap struktur modal pada Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengujian hipotesis dengan menggunakan tekhnik purposive sampling. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2007-2009 yang berjumlah 364 dan sampel penelitian sebanyak 36 perusahaan selama 3 tahun dari 2007-2009, sehingga total observasi dalam penelitian ini menjadi 108 perusahaan yang dianalisis dengan model analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dan uji F.

Hasil penelitian secara simultan, diperoleh bahwa pertumbuhan perusahaan, Investment Opportunity Set (IOS), profitabilitas, resiko bisnis, ukuran perusahaan, struktur aktiva, dan operating leverage berpengaruh terhadap struktur modal. Sedangkan Secara parsial menunjukkan bahwa variabel resiko bisnis ,ukuran perusahaan, dan struktur aktiva berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Sebaliknya, variabel pertumbuhan perusahaan, Investment Opportunity Set, profitabilitas dan operating leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode pengamatan 2007-2009.

Kata Kunci: Pertumbuhan Perusahaan, Investment Opportunity Set (IOS), Profitabilitas, Resiko Bisnis, Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva, Operating Leverage, Struktur Modal


(19)

ABSTRACT

This research aims to examine the influence of firm Growth, Investment Opportunity Set, Profitability, Business Risk, Firm Size, Structure Assets, and Operating Leverage on the capital structure in the Indonesia Stock Exchange from 2007 to 2009.

This type of research was the hypothesis testing by using purposive sampling technique. The population in this study are all companies listed in the Indonesia Stock Exchange during the years 2007-2009, amounting to 364 and the study sample as many as 36 companies for 3 years from 2007 to 2009, bringing the total observations in this study to 108 companies analyzed by regression analysis model multiple linear. The data used are secondary data from financial statements. Hypothesis testing using the t test and F test

The results simultaneously, showed that the firm growth, Investment Opportunity Set (IOS), profitability, business risk, firm size, asset structure, and operating leverage effect on capital structure. Partially indicate that business risk variables, firm size and asset structure significantly influence the capital structure. Conversely, firm growth, Investment Opportunity Set, profitability and operating leverage of no significant impact on the capital structure of manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange observation period from 2007 to 2009.

Keywords: Firm Growth, Investment Opportunity Set (IOS), Profitability, Business Risk, Firm Size, Structure Assets, Operating Leverage, Capital Structure


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Seiring dengan meningkatnya minat serta pengetahuan masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal, struktur modal telah menjadi salah satu faktor pertimbangan yang cukup penting. Hal ini terkait dengan risiko dan expected return yang akan dihadapi oleh calon investor dimasa yang akan datang. Dalam melihat struktur modal, informasi keuangan merupakan informasi yang ditunggu–tunggu oleh investor karena informasi tersebut dijadikan dasar untuk membuat keputusan membeli, menjual, atau menahan investasi. Para investor akan melakukan berbagai analisis terkait dengan keputusan untuk menanamkan modalnya pada perusahaan melalui informasi yang salah satunya berasal dari laporan keuangan perusahaan. Keputusan ini dibuat dengan mempertimbangkan return dan risiko yang akan diterima.

Sedangkan bagi perusahaan, sesuai dengan mandat PSAK No. 1 tentang penyajian laporan keuangan, laporan keuangan harus berguna untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan– keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber–sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Sehingga pihak manajemen menjadikan struktur modal sebagai suatu


(21)

pertimbangan didalam mencapai tujuan perusahaan dimana tujuan akhirnya adalah mensejahterakan pemilik saham dan meningkatkan nilai perusahaan.

Kebijakan struktur modal merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk menentukan komposisi pendanaan yang akan digunakan perusahaan. Komposisi pendanaan ini berasal dari dua sumber yaitu sumber internal dan eksternal (Brigham dan Houston, 2001). Sumber pendanaan internal berupa laba ditahan, pinjaman dari pemilik perusahaan, dan keuntungan dari penyusutan aktiva tetap. Tetapi pinjaman dari pemilik perusahaan sangat jarang terjadi karena pemilik perusahaan lebih menyukai membeli saham yang dikeluarkan perusahaan dibandingkan memberikan pinjaman. Sedangkan sumber pendanaan eksternal berasal dari hutang jangka panjang atau obligasi dan saham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang bersifat permanen.

Didalam memperoleh sumber pendanaan yang berasal dari eksternal, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang komprehensif baik keuangan maupun nonkeuangan. Tujuannya untuk memberikan kepercayaan kepada publik agar menanamkan modalnya pada perusahaan dan menarik perhatian investor potensial untuk berinvestasi pada perusahaan. Hal ini terkait dengan semakin meningkatnya minat dan pengetahuan investor dan masyarakat dibidang pasar modal, sehingga investor didalam menanamkan modalnya terlebih dahulu melihat kondisi perusahaan. Menurut pecking order theory perusahaan lebih memilih sumber pendanaan yang berasal dari internal internal perusahaan dibandingkan dengan eskternal. Hal ini terkait dengan risiko yang dihadapi perusahaan. Sedangkan menurut trade off theory, perusahaan lebih menyukai hutang terkait dengan pajak yang dibayarkan oleh


(22)

perusahaan. Tetapi sekarang ini perusahaan membutuhkan dana yang besar untuk menjalankan aktivitasnya. Sumber pendanaan yang berasal dari internal perusahaan tidaklah cukup untuk membiayai aktivitas dan pertumbuhan perusahaan. Sedangkan sumber pendanaan yang berasal dari eksternal yaitu penjualan saham juga tidaklah cukup karena kondisi perekonomian yang tidak stabil. Oleh sebab itu perusahaan, mengharapkan sumber pendanaan yang berasal dari eksternal perusahaan yaitu hutang walaupun akan berakibat risiko yang besar bagi perusahaan.

Pada masa sekarang ini, perusahaan mengalami kesulitan didalam menentukan pendanaan yang baik bagi perusahaan. Seperti peristiwa krisis global yang dialami pada tahun 2008 yang menyebabkan harga saham untuk beberapa perusahaan di Indonesia menjadi turun. Akibatnya perusahaan harus mencari sumber pendanaan yang tepat.

Gambar 1.1

Perbandingan Antara Hutang dan Ekuitas

Jika kita lihat dari gambar diatas, tampak bahwa perusahaan pada tahun 2007– 2009 mayoritas memilih sumber pendanaan yang berasal dari ekuitas perusahaan. Hanya perusahaan yang besar saja yang memilih lebih banyak sumber pendanaan


(23)

yang berasal dari hutang. Walaupun pada tahun 2008 terjadi krisis, perusahaan tetap memilih sumber pendanaan yang berasal dari ekuitas tanpa memperhatikan dampaknya bagi perusahaan apabila harga sahamnya turun. Ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang mempunyai risiko yang besar tidak hanya banyak memiliki hutang tetapi banyak mengambil pendanaan yang berasal dari ekuitas perusahaan. Hal ini juga dapat kita lihat pada tabel lampiran struktur modal dimana merupakan hasil berbandingan antara total kewajiban dan total ekuitas.

Tampak bahwa rata-rata perusahaan manufaktur lebih memilih sumber pendanaan yang berasal dari ekuitas yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata struktur modal sebesar 0,6335 atau 63,35% artinya rata-rata perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia memiliki sumber pendanaan yang berasal dari ekuitas perusahaan. Dari nilai tersebut dapat kita lihat bahwa walaupun pada kondisi ekonomi yang tidak baik, perusahaan tetap lebih banyak mencari sumber pendanaan yang berasal dari ekuitas perusahaan.

Disamping itu, pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menunjukkan penurunan pada saat krisis. Penurunan harga saham gabungan IHSG di Bursa Efek Indonesia yang terkoreksi sangat tajam ke level 1.400-1.500 dibandingkan dengan puncaknya akhir tahun 2007 sebesar 2.800 (okezone.com, 23 Oktober 2008). Walaupun adanya penurunan harga saham gabungan, perusahaan-perusahaan tersebut tetap mencari sumber pendanaan yang berasal dari penjualan saham di Bursa Efek dengan menghiraukan dampak dari krisis global tersebut.


(24)

Dalam menentukan struktur modal yang tepat bagi perusahaan, sebaiknya mempertimbangkan hal-hal seperti karakteristik perusahaan. Karakteristik perusahaan merupakan ciri khas/spesifik perusahaan yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Karakteristik perusahaan tersebut berupa pertumbuhan perusahaan dari periode yang satu ke periode lainnya, Investment Opportunity Set (IOS), profitabilitas, risiko bisnis, ukuran perusahaan, dan struktur aktiva (Pandey, 2001) serta operating leverage (Nugroho, 2006). Setiap karakteristik tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda didalam menentukan komposisi struktur modal yang akan digunakan.

Berdasarkan penjelasan diatas pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perusahaan didalam menentukan struktur modal. Pertumbuhan perusahaan ini mencakup pertumbuhan laba serta merupakan faktor yang penting karena suatu perusahaan yang tumbuh memerlukan dana yang cukup besar didalam menjalankan aktivitas operasinya.

Kebutuhan dana yang cukup besar tersebut menuntut perusahaan untuk memilih sumber pendanaan yang tepat. Adanya pertumbuhan yang semakin besar sumber pendanaan yang berasal dari laba ditahan tidaklah cukup, perusahaan harus meminjam uang yang berasal dari eksternal perusahaan yaitu kreditur. Tetapi peminjaman dana tersebut berdampak terhadap laba yang diperoleh perusahaan karena harus membayar pokok dan bunganya sehingga diharapkan pertumbuhan meningkat karena adanya hutang berdampak terhadap laba yang diperoleh perusahaan.


(25)

Menurut Pandey (2001), pertumbuhan penjualan yang cepat dibutuhkan untuk memperbesar aset perusahaan. Pertumbuhan tersebut membutuhkan dana yang besar sehingga dengan adanya kebutuhan dana yang besar tersebut diharapkan pengembalian yang besar juga bagi perusahaan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Baskin(1989) menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pertumbuhan dengan hutang. Sebaliknya pada penelitian yang dilakukan Titman dan Wessels (1988) menunjukkan tidak terdapat hubungan antara pertumbuhan dengan hutang.

Faktor lain yang mempengaruhi struktur modal perusahaan adalah set kesempatan investasi (Investment Opportunity Set) (Nasruddin, 2001). Konsep ini pertama kali diungkapkan oleh Myers (1977), yang menyatakan bahwa set kesempatan investasi muncul karena adanya pilihan pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang yang didukung oleh aset yang dimiliki sekarang ini.

Menurut Gaver dan Gaver (1993), Investment Opportunity Set (IOS) tidak hanya ditunjukkan dengan adanya kegiatan riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan dalam mengeksploitasi kesempatan dan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain dalam satu kelompok industri. Kesempatan mengambil keuntungan ini dipergunakan oleh perusahaan dengan melihat peluang-peluang untuk menghasilkan keuntungan dari kegiatan operasi perusahaan. Karena adanya peluang tersebut, perusahaan dihadapkan pada pilihan untuk mengalokasikan laba perusahaan apakah digunakan untuk membayar dividen pada pemegang saham atau masuk ke dalam laba ditahan yang akan digunakan untuk investasi masa depan.


(26)

Disamping kedua faktor diatas terdapat faktor profitabilitas yang merupakan faktor ketiga yang juga mempengaruhi kebijakan struktur modal perusahaan. Faktor ini terkait dengan kemampuan perusahaan menghasilkan laba atau keuntungan perusahaan. Suatu perusahaan didalam menjalankan aktivitas usahanya mengharapkan keuntungan.

Didalam pecking order theory, yang menjelaskan perusahaan lebih memilih sumber dana yang berasal dari internal perusahaan dibandingkan eksternal perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan yang memperoleh laba yang semakin besar akan lebih memilih dana yang berasal dari internal perusahaan untuk membiayai aktivitas operasinya. Hal ini dikarenakan, perusahaan akan lebih banyak menyimpan labanya sebagai laba ditahan yang akan digunakan untuk investasi atau pendanaan bagi aktivitas operasinya dimasa yang akan datang (Myers, 1984). Tetapi sekarang ini tidaklah cukup jika hanya mengandalkan sumber pendanaan yang berasal dari internal. Adanya profitabilitas yang tinggi memberikan peluang kepada perusahaan untuk meminjam uang dari kreditur. Hal ini berdampak terhadap profitabilitas perusahaan yang akan mengakibatkan profitabilitas menurun dikarenakan perusahaan harus membayar pokok dan bunga atas pinjaman tersebut tepat waktu.

Faktor keempat yang mempengaruhi kebijakan struktur modal adalah risiko bisnis. Didalam manjalankan aktivitas operasinya, perusahaan akan mengalami berbagai peristiwa yang tidak menguntungkan bagi perusahaan seperti ketidakmampuan perusahaan didalam melunasi hutangnya pada tepat waktu, terjadi


(27)

inflasi, dan peristiwa – peristiwa yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Peristiwa tersebut akan mempengaruhi kebijakan struktur modal. Perusahaan mendanai aktivitas operasinya dengan menggunakan dana yang berasal dari internal perusahaan dan eksternal perusahaan. Jika perusahaan lebih banyak mendanai aktivitas melalui dana yang berasal dari eksternal perusahaan, maka akan mengakibatkan tingkat risiko yang meningkat. Oleh sebab itu, semakin besar jumlah modal yang berasal dari luar perusahaan, maka semakin besar pula risiko yang akan didapatkan oleh perusahaan.

Faktor ukuran perusahaan (size) merupakan faktor kelima yang mempengaruhi kebijakan struktur modal. faktor ini terkait dengan jumlah aset yang dimiliki perusahaan. Suatu perusahaan yang besar memerlukan dana yang lebih besar didalam mengelola aktivitas operasinya dibandingkan dengan perusahaan yang kecil. Hal ini dilihat dengan perusahaan yang besar membutuhkan banyak tenaga kerja didalam menjalankan operasinya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan yang besar dapat memberikan keyakinan kepada kreditur dan investor untuk menanamkan uangnya diperusahaan. Hal ini dapat dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Michaelas, dkk (1999); Titman dan Wessels (1988) menunjukkan bahwa perusahaan yang kecil akan lebih memilih hutang jangka pendek dibandingkan dengan hutang jangka panjang.

Faktor keenam yang mempengaruhi penentuan kebijakan struktur modal perusahaan adalah struktur aktiva. Struktur aktiva dikaitkan dengan perbandingan aktiva tetap perusahaan dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Menurut Riyanto (2001), kebanyakan perusahaan industri dimana sebagian besar daripada


(28)

modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed assets), akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal yang permanen yaitu modal sendiri, sedang hutang sifatnya sebagai pelengkap. Perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan hutang. Jadi dapat dikatakan bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh terhadap struktur modal.

Dan faktor terakhir yang mempengaruhi struktur modal perusahaan adalah operating leverage. Operating leverage merupakan perbandingan antara perubahan pendapatan perusahaan sebelum pajak dengan perubahan laba perusahaan. Dikatakan operating leverage berpengaruh terhadap struktur modal yaitu semakin besar operating leverage yang dihasilkan maka menunjukkan bahwa laba yang diperoleh perusahaan semakin besar. Apabila operating leverage perusahaan kecil, maka perusahaan akan mempunyai leverage yang besar. Artinya perusahaan akan lebih banyak mendanai operasinya pada hutang.

Pada penelitian yang dilakukan Sriwardany (2006) yang meneliti tentang pengaruh pertumbuhan terhadap kebijakan struktur modal, menunjukkan bahwa faktor pertumbuhan berpengaruh negatif terhadap kebijakan struktur modal. Pengaruh negatif tersebut terlihat pada perusahaan yang mengalami pertumbuhan, sehingga pihak manajer akan lebih memilih kebijakan struktur modal yang berasal dari ekuitas dibandingkan dengan hutang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Marsh (1982) mengenai ukuran perusahaan menjelaskan bahwa perusahaan yang besar lebih memilih hutang jangka panjang dibandingkan perusahaan yang kecil.


(29)

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2006) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan property yang go publik menunjukkan bahwa operating leverage, current rasio, pertumbuhan perusahaan, PER dan ROA berpengaruh signifikan terhadap struktur modal sedangkan struktur aktiva berpengaruh tidak signifikan terhadap struktur modal perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai: “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Struktur Modal (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009)”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah karakteristik perusahaan (pertumbuhan perusahaan, Investment Opportunity Set, Profitabilitas, risiko bisnis, ukuran perusahaan, struktur aktiva, dan operating leverage) berpengaruh terhadap struktur modal secara simultan dan parsial?.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh bukti empiris tentang: karakteristik perusahaan (pertumbuhan perusahaan, Investment Opportunity Set, Profitabilitas, risiko bisnis, ukuran


(30)

perusahaan, struktur aktiva, dan operating leverage) berpengaruh terhadap struktur modal secara simultan dan parsial.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Bagi pihak manajemen keuangan perusahaan, sebagai bahan pertimbangan didalam melakukan analisis fundamental yang dilakukan untuk mengambil kebijakan struktur modal, dengan memahami pengungkapan pertumbuhan perusahaan, Investment Opportunity Set, profitabilitas, risiko bisnis, ukuran perusahaan struktur aktiva dan operating leverage sebagai faktor – faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan.

2. Bagi akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi penelitian selanjutnya.

3. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam penelitian tentang pengaruh karakteristik perusahaan terhadap struktur modal

1.5 Originalitas Penelitian

Penelitian ini menguji kembali penelitian yang telah dilakukan oleh Pandey (2001), yang meneliti tentang Capital Structure and The Firm characteristics: Evidence From An Emerging Market. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pertumbuhan dan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai buku dan


(31)

pasar dari hutang. Sedangkan profitabilitas, Investment Opportunity Set, Tangibility, dan risiko berpengaruh negatif terhadap rasio hutang.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Pandey, penelitian ini dilakukan pada periode tahun 2007-2009, sedangkan pada penelitian terdahulu dilakukan pada periode 1984-1999. Alasan peneliti menggunakan tahun 2007-2009 karena pada periode tersebut terjadi krisis global sehingga peneliti ingin melihat apakah krisis global tersebut berdampak terhadap struktur modal perusahaan. Selain itu penelitian ini meneliti pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sedangkan pada penelitian sebelumnya meneliti pada perusahaan yang terdaftar di Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE). Dan perbedaan lainnya adalah adanya penambahan variabel lain yaitu operating leverage pada penelitian ini. Penambahan variabel ini dilakukan dengan merujuk pada penelitian yang dilakukan Nugroho (2006) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan properties.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Modal

Salah satu kebijakan yang dibuat manajer keuangan dalam kaitannya dengan keberlangsungan perusahaan (going concern) adalah kebijakan struktur modal. Kebijakan tersebut antara lain kebijakan yang berkaitan dengan komposisi hutang, saham preferen, dan saham biasa yang merupakan sumber pendanaan bagi perusahaan untuk menjalankan operasinya (Susetyo, 2006). Struktur modal merupakan faktor fundamental keberhasilan suatu perusahaan (Brigham dan Houston, 2001). Kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang penting didalam menjalankan aktivitas operasinya, mempertahankan, dan mengembangkan perusahaan.

Menurut Riyanto (2001), struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri. Modal asing yang dimaksudkan adalah hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek, sedangkan modal sendiri bisa terdiri dari laba ditahan (retained earning)dan bisa juga dengan penyertaan kepemilikan perusahaan. Kebijakan struktur modal perusahaan antara lain menyangkut dengan keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan dipergunakan oleh perusahaan. Kebijakan tersebut merupakan perimbangan tentang jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa.


(33)

Sedangkan menurut Frank dan Goyalm (2007) ada 3 sumber pendanaan bagi perusahaan yaitu laba ditahan, hutang, dan ekuitas. Dari ketiga sumber tersebut yang lebih aman didalam pemilihan sumber pendanaan adalah laba ditahan. Hal ini terkait karena sumber pendanaan yang berasal dari laba ditahan mempunyai risiko yang kecil dibandingkan sumber pendanaan yang berasal dari hutang dan ekuitas.

Tetapi jika dibandingkan antara tingkat hutang dan ekuitas, maka dari sudut pandang investor, bahwa ekuitas mempunyai tingkat risiko yang lebih besar dibandingkan dengan hutang walaupun kedua sumber pendanaan tersebut mempunyai tingkat risiko yang besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, investor lebih mengharapkan suatu pengembalian yang besar dari ekuitas dibandingkan dengan hutang. Sedangkan dari sudut pandang perusahaan, laba ditahan merupakan sumber pendanaan yang lebih baik dibandingkan dengan pembiayaan yang berasal dari luar. Jika laba ditahan tidak cukup, maka hutang yang akan digunakan untuk membiayai. Sedangkan ekuitas merupakan jalan terakhir didalam membiayai pendanaan perusahaan.

Ghosh, dkk (2000), mendefinisikan struktur modal sebagai perbandingan antara hutang perusahaan (total debt) dan total aktiva (total asset). Perbandingan ini dilihat dengan bagaimana distribusi aktiva perusahaan terhadap total kewajiban perusaahaan. Disamping itu, Sartono (1999) juga menjelaskan bahwa suatu perusahaan didalam menentukan struktur pendanaan terlebih dahulu menganalisa sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhinya dan kemudian menetapkan struktur modal yang ditargetkan. Target ini selalu berubah sesuai dengan perubahan kondisi,


(34)

tetapi pada setiap manajemen perusahaan terdapat bayangan dari struktur modal yang ditargetkan tersebut. Jika tingkat hutang yang sesungguhnya berada dibawah target, mungkin perlu dilakukan ekspansi dengan melakukan pinjaman, sementara jika rasio hutang sudah melampaui target, barangkali saham perlu dijual.

Kebijakan pendanaan atau struktur modal dikatakan optimal apabila terjadi keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga dapat memaksimalkan harga saham (Brigham dan Houston, 2001)). Jika risiko lebih besar dibandingkan dengan tingkat pengembalian maka struktur modal dikatakan kurang optimal dan sebaliknya.

Pada prinsipnya struktur modal dapat diperoleh dalam dua sumber (Brigham dan Houston, 2001), yaitu:

1. Sumber internal perusahaan

Dana yang berasal dari sumber internal perusahaan adalah dana yang dihasilkan sendiri didalam perusahaan, yaitu:

a. Laba ditahan

Yaitu dana yang berasal dari laba yang dihasilkan dari aktivitas operasi perusahaan periode sebelumnya yang tidak dibagikan kepada pemegang saham.

b. Pinjaman dari pemilik perusahaan (owner’s)

Yaitu hutang yang diberikan kepada pemilik perusahaan. Peristiwa ini jarang terjadi karena pemilik perusahaan lebih memilih membeli saham yang diterbitkan oleh perusahaan.

2. Sumber eksternal perusahaan

Dana yang berasal dari sumber eksternal perusahaan adalah dana yang dihasilkan yang berasal dari luar perusahaan, yaitu:

a. Hutang kepada kreditor

Yaitu pinjaman yang diberikan berupa hutang kepada perusahaan yang memiliki jatuh tempo.

b. Penerbitan surat berharga

Yaitu penerbitan surat berharga yang menunjukkan kepemilikan seseorang didalam suatu perusahaan.

Dengan demikian, kebijakan struktur modal merupakan kebijakan perusahaan yang bertujuan untuk menentukan sumber pembiayaan kegiatan operasi perusahaan


(35)

baik itu dengan menggunakan dana yang berasal dari dalam perusahaan maupun dana yang berasal dari luar perusahaan. Disamping itu, hal tersebut merupakan tugas dari manajer keuangan didalam menentukan kebijakan pendanaan yang optimal bagi perusahaan.

Banyak model yang digunakan untuk menjelaskan mengenai perilaku pendanaan perusahaan. Teori yang menjelaskan hal tersebut antara lain adalah teori pecking order (Myers, 1984), dan teori trade-off (Modigliani dan Miller, 1963). 2.1.1 Pecking Order Theory

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Donaldson pada tahun 1961, akan tetapi penamaan Pecking Order Theory dilakukan oleh Stewart C. Myers tahun 1984 dalam Journal of Finance volume 39 dengan judul The Capital Structure Puzzle. Teori ini menyatakan bahwa ada semacam tata urutan (pecking order) bagi perusahaan dalam menggunakan modal. Teori tersebut juga menjelaskan bahwa perusahaan lebih mengutamakan pendanaan ekuitas internal (menggunakan laba yang ditahan) daripada pendanaan ekuitas eksternal (menerbitkan saham baru).

Berikut beberapa implikasi dari Myers (1984), terhadap perilaku pendanaan perusahaan didalam pecking order theory:

1. Perusahaan lebih menyukai sumber pendanaan internal (Laba Ditahan). Hal ini disebabkan penggunaan laba ditahan lebih murah dan tidak perlu mengungkapkan sejumlah informasi perusahaan (yang harus diungkapkan dalam prospektus saat menerbitkan obligasi dan saham baru);

2. Perusahaan menyesuaikan target rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio/DPR) kepada peluang investasi, meskipun dividen kaku (sticky) dan target rasio pembayaran hanya menyesuaikan secara bertahap terhadap pergeseran peluang investasi yang menguntungkan;

3. Kebijakan dividen yang kaku, ditambah dengan fluktuasi tingkat keuntungan dan peluang investasi yang tidak dapat diprediksi, menunjukkan bahwa arus kas yang dihasilkan secara internal dapat lebih atau kurang dari pengeluaran


(36)

investasi. Jika arus kas internal kurang, perusahaan pertama kali mengurangi jumlah kas atau portofolio sekuritasnya;

4. Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. Perusahaan memulai dari hutang, kemudian hybrid securities seperti convertible bonds, kemudian ekuitas sebagai alternatif terakhir. Penerbitan saham baru menduduki urutan terakhir sebab penerbitan saham baru merupakan tanda atau sinyal bagi pemegang saham dan calon investor tentang kondisi perusahaan saat sekarang dan prospek mendatang yang tidak baik.

Myers (1984), didalam pecking order theory menyatakan bahwa permasalahan utama keputusan struktur modal perusahaan adalah informasi yang tidak simetris (asymmetric information) diantara manajer dan investor mengenai kondisi internal perusahaan, serta argumentasi bahwa manajer berpihak kepada pemegang saham lama. Kedua permasalahan tersebut menyebabkan perusahaan memiliki hierarki pendanaan yang dimulai dari arus kas internal, hutang, kemudian saham.

Shyam-Sunder dan Myers (1999), menguji teori ini dengan menganalisis hubungan antara defisit pendanaan internal dengan perubahan tingkat hutang perusahaan dan menemukan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan satu-satu, yang menunjukkan bahwa defisit pendanaan internal akan selalu dibiayai melalui hutang, dan saham bukan merupakan alternatif pendanaan eksternal yang akan dipilih perusahaan.

2.1.2 Trade Off Theory

Teori ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1963 oleh Modigliani dan Miller dalam sebuah artikel American Economic Review 53 (1963, June) yang berjudul Corporate Income Taxes on the Cost of Capital: A Correction. Artikel ini


(37)

merupakan perbaikan model awal mereka yang sebelumnya memperhitungkan adanya pajak perseroan (akan tetapi tetap mengabaikan pajak perorangan). Selanjutnya model tersebut dikenal dengan sebutan model MM-2 atau model MM dengan pajak perseroan (Brigham, and Ehrhardt, 2005:588-592). Dalam teori ini menjelaskan ide bahwa berapa banyak hutang perusahaan dan berapa banyak ekuitas perusahaan sehingga terjadinya keseimbangan antara biaya dan keuntungan. Teori ini menyatakan bahwa suatu perusahaan memiliki tingkat hutang yang optimal dan berusaha untuk menyesuaikan tingkat hutang aktualnya ke arah titik optimal, ketika perusahaan tersebut berada pada tingkat hutang yang terlalu tinggi (overlevered) atau terlalu rendah (underlevered). Pada kondisi yang stabil, perusahaan akan menyesuaikan tingkat hutangnya kepada tingkat rata-rata hutangnya dalam jangka panjang.

Dari model MM-2, dapat dipetik dua hal utama yang berbeda dengan model MM-1 sebelumnya adalah (Brigham, and Ehrhardt, 2005:588-592):

1. Dalam model pertama, struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam kenyataan, struktur modal mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan: bertambahnya penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan kata lain, pajak memberi manfaat dalam pendanaan yang berasal dari hutang, sebesar: Manfaat pajak dari penggunaan hutang diperoleh dari beban biaya bunga hutang yang dapat diperhitungkan sebagai elemen biaya yang mengurangi besaran laba kena pajak, sedangkan pembayaran dividen tidak dapat diperhitungkan sebagai elemen biaya. Jadi, perusahaan (seperti) menerima subsidi dari pemerintah atas penggunaan hutang untuk menambah modal.

2. Dengan adanya pajak perseroan, diperoleh dua manfaat penggunaan hutang yakni: hutang merupakan sumber modal yang lebih murah daripada ekuitas, dan biaya bunga menjadi elemen pengurang pajak. Dari model MM-1, diketahui bahwa penghematan dari penggunaan hutang yang lebih murah sepenuhnya digantikan oleh peningkatan biaya penggunaan ekuitas. Meskipun demikian, dalam situasi dengan adanya pajak perseroan, keuntungan yang


(38)

diperoleh perusahaan dari penggunaan hutang lebih besar daripada peningkatan biaya ekuitas.

Ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak banyaknya. Suatu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya tersebut terdiri dari 2 (dua) hal (Brigham dan Houstan, 2001:610) , yaitu :

a. Biaya Langsung

Yaitu, biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, atau biaya lainnya yang sejenis.

b. Biaya Tidak Langsung

Yaitu, biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier tidak akan mau memasok barang karena mengkwatirkan kemungkinan tidak akan membayar.

Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga.

Setiap perusahaan memiliki tingkat hutang yang berbeda-beda, tergantung pada jenis industrinya. Perusahaan perangkat lunak (software) memiliki target leverage yang berbeda dengan perusahaan manufaktur karena karakteristik aset kedua perusahaan ini berbeda. Perusahaan perangkat lunak memiliki proporsi aset tak berwujud yang lebih besar dibandingkan perusahaan manufaktur dalam bentuk lisensi atau paten, sehingga penilaian asetnya menjadi lebih sulit. Karena itu, umumnya perusahaan manufaktur memiliki tingkat hutang yang lebih tinggi daripada perusahaan perangkat lunak. Pendapat ini juga mendukung teori pecking order. Pada


(39)

kasus lain, banyak perusahaan yang dibatasi oleh regulasi pemerintah dalam menentukan tingkat hutangnya. Perusahaan yang bergerak di bidang perbankan dibatasi oleh regulasi dalam menentukan tingkat hutangnya melalui penentuan CAR (capital adequacy ratio) oleh bank sentral.

Di sisi lain, tingkat hutang yang terlalu tinggi menyebabkan perusahaan memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi. Permasalahan lain yang dapat timbul adalah perilaku substitusi aset berisiko lebih rendah kepada aset-aset berisiko tinggi. Perilaku ini timbul karena kerugian atas aset-aset berisiko tersebut berdampak lebih besar terhadap debtholders, bukan pemegang saham. Underinvestment juga merupakan perilaku yang mungkin timbul, dimana manajer akan melepaskan peluang-peluang investasi menguntungkan yang dimilikinya karena keuntungan dari investasi tersebut dinikmati lebih besar oleh debtholders, sehingga mengakibatkan pengalihan kesejahteraan dari pemegang saham kepada debtholders. Ketiga masalah ini menyebabkan biaya pendanaan yang lebih tinggi ketika perusahaan memiliki tingkat hutang yang terlalu besar. Tingkat hutang yang optimal adalah ketika keuntungan dari hutang sebanding dengan biaya yang ditimbulkannya.

2.2 Pertumbuhan Perusahaan

Salah satu faktor yang menentukan struktur modal perusahaan adalah pertumbuhan perusahaan (Pandey, 2001). Hal ini dilihat bahwa perusahaan yang tumbuh membutuhkan dana didalam menjalankan aktivitas operasinya. Pertumbuhan


(40)

perusahaan ini mencakup pertumbuhan penjualan, laba, dan aktiva. Pertumbuhan perusahaan ini dilihat dengan semakin tinggi tingkat pertumbuhan suatu perusahaan maka semakin baik juga perusahaan tersebut. Salah satu pengukuran pertumbuhan perusahaan adalah penjualan. Hal ini dapat dilihat melalui peningkatan penjualan perusahaan dari satu periode ke periode berikutnya. Adanya peningkatan penjualan maka akan terjadi juga peningkatan atas laba yang diperoleh.

Pertumbuhan menurut Beaver, Ketter, dan Scholes (1970) didefinisikan sebagai perubahan tahunan dari total aktiva. Perubahan tersebut dilihat melalui peningkatan aktiva perusahaan dari setiap periodenya. Peningkatan aktiva tersebut menyebabkan perusahaan membutuhkan dana yang besar. Karena kebutuhan dana semakin besar maka perusahaan cenderung menahan sebagian besar pendapatannya. Semakin besar pendapatan yang ditahan menyebabkan semakin kecil dividen yang dibagikan kepada pemegang saham.

Disamping itu, Kallapur dan Trombley (2001) menjelaskan bahwa pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan ukuran perusahaan melalui peningkatan aktiva. Tingkat pertumbuhan yang semakin cepat mengindikasikan bahwa perusahaan sedang mengadakan ekspansi. Kegagalan yang disebabkan oleh ekspansi akan meningkatkan beban perusahaan karena perusahaan harus menutup pengembalian beban ekspansi. Hal ini menyebabkan pembagian dividen kepada pemegang saham menurun. Kondisi tersebut dapat menyebabkan investor tidak berminat lagi untuk menanamkan modalnya pada perusahaan sehingga cenderung akan menjual saham yang dimilikinya.


(41)

Brigham dan Houston (2001), mendefinisikan pertumbuhan sebagai perubahan aset tahunan dari total aktiva. Hal ini dapat dibuktikan melalui perusahaan yang tumbuh dapat dilihat dari peningkatan aktiva untuk memperbesar ukuran perusahaan. Konsep ini didasarkan pada dua argumentasi Pertama, pertumbuhan aktiva berbeda dengan pertumbuhan penjualan yang setiap usaha yang dilakukan secara langsung membawa implikasi pada penerimaan. Pertumbuhan aktiva mencerminkan waktu yang lebih panjang dari pertumbuhan penjualan. Kedua, investasi pada aktiva membutuhkan waktu sebelum dioperasikan, sehingga aktifitas yang dilakukan tidak terkait dengan penerimaan (Kaaro, 2002).

Disamping itu perusahaan yang tumbuh cenderung memiliki leverage dan kebijakan dividen yang lebih rendah dibandingkan perusahaan tidak tumbuh (Gaver dan Gaver, 1993). Karena perusahaan yang tumbuh memerlukan banyak dana untuk meningkatkan pertumbuhannya dibandingkan membayar dividen. Sedangkan menurut Porter (1980) dalam Fijrijanti dan Hartono (2001) menyatakan bahwa perusahaan yang tumbuh memiliki pertumbuhan laba dan penjualan yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan Jogiyanto, dkk (2002), menunjukkan bahwa pertumbuhan aset perusahaan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh pihak internal perusahaan yaitu manajemen maupun eksternal perusahaan seperti investor dan kreditor. Pertumbuhan ini diharapkan dapat memberikan aspek yang positif bagi perusahaan seperti adanya suatu kesempatan berinvestasi di perusahaan tersebut. Prospek perusahaan yang tumbuh bagi investor merupakan suatu prospek yang menguntungkan, karena investasi yang ditanamkan diharapkan akan memberikan


(42)

return yang tinggi. Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan Vogt (1997), menunjukkan bahwa perusahaan yang bertumbuh akan direspon positif oleh pasar.

Disamping itu pada penelitian Porter (1980) dalam Fijrijanti dan Hartono (2001), merumuskan bahwa perusahaan yang tumbuh merupakan perusahaan yang memiliki pertumbuhan margin, laba dan penjualan yang tinggi. Kallapur dan Trombely (1999), juga menyatakan bahwa pertumbuhan laba pada perusahaan yang tumbuh lebih besar dibandingkan pada perusahaan tidak tumbuh, karena kesempatan investasi pada periode berikutnya semakin besar.

Smith dan Watts (1992), menyatakan bahwa potensi pertumbuhan suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh perusahaan (seperti kebijakan pendanaan, dividen, dan kompensasi). Hal ini dapat dibuktikan pada perusahaan yang berpotensi untuk tumbuh mempunyai rasio debt to equity yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak tumbuh. Kecenderungan perusahaan mempunyai rasio debt to equity yang rendah dilakukan untuk mengurangi masalah agensi yang potensial berasosiasi dengan eksistensi hutang yang berisiko dalam struktur modal (Sriwardany, 2006).

2.3 Investment Opportunity Set (IOS)

Kesempatan investasi (Investment Opportunity Set) merupakan faktor lain yang juga mempengaruhi kebijakan struktur modal selain faktor pertumbuhan perusahaan (Pandey, 2001). Faktor ini mempunyai nilai yang tidak berwujud karena


(43)

merupakan opsi yang dilihat oleh suatu perusahaan dimasa depan yang akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Pada faktor ini, perusahaan harus mampu melihat kesempatan dibandingkan dengan perusahaan lain.

Konsep ini pertama sekali diperkenalkan oleh Myers (1977). Menurut Myers (1977), Investment Opportunity Set merupakan kombinasi antara aset yang dimiliki perusahaan (asset in place) yang sifatnya tangible dengan pilihan investasi dimasa depan (future investment option) atau growth option yang sifatnya intangible. Future investment option mencerminkan kesempatan investasi saat ini yang akan menghasilkan keuntungan dimasa depan.

Menurut Hartono (1999), kesempatan investasi adalah tersedianya alternatif investasi dimasa datang bagi perusahaan. Tersedianya alternatif investasi tersebut menyebabkan perusahaan lebih baik menyimpan laba yang diperoleh dari hasil operasi kedalam laba ditahan dibandingkan dengan membayar dividen.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kole (1991), menjelaskan bahwa nilai Investment Opportunity Set bergantung pada pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa depan (future discretionary expenditure) yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal (cost of equity) dan dapat menghasilkan keuntungan. Faktor ini juga menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan pengeluaran perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang.


(44)

2.4 Profitabilitas

Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasinya merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan (analisis fundamental perusahaan). Karena laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang.

Laba adalah hasil dari suatu periode yang telah dicapai oleh perusahaan sebagaimana disebutkan dalam Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) No. 1. Laba merupakan salah satu informasi potensial yang terkandung di dalam laporan keuangan dan yang sangat penting bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan, untuk melakukan penaksiran earning power perusahaan dimasa yang akan datang. Munawir (1999) dan Riyanto (2001) mendefinisikan profitabilitas sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Sedangkan Chhim (1999), menyatakan profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Disamping itu Machfoedz (1994) mendefinisikan profitabilitas sebagai suatu indikator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan. Menurut Weston, dkk (1987) dalam Hosana (2005) profitabilitas merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijaksanaan dan keputusan.

Profitabilitas diukur dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal pada perusahaan


(45)

tersebut. Profitabilitas sering digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam suatu perusahaan dengan membandingkan antara modal yang dicapai dengan laba operasi.

Rasio profitabilitas dimanfaatkan oleh investor untuk memprediksi seberapa besar perubahan nilai atas saham yang dimiliki. Rasio profitabilitas akan memberikan informasi bagi investor, misalnya, pemegang saham untuk melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk deviden. Sedangkan bagi kreditor, rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar pokok dan bunga pinjaman.

Tingkat profitabilitas yang tinggi pada perusahaan akan meningkatkan daya saing antarperusahaan. Perusahaan yang memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi akan membuka lini atau cabang yang baru serta memperbesar investasi atau membuka investasi baru terkait dengan perusahaan induknya. Tingkat profitabilitas merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan. Informasi ini akan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektivitas operasional perusahaan. Untuk mengukur profitabilitas digunakan Return On Asset (ROA).

2.5 Risiko Bisnis

Suatu perusahaan didalam menjalankan usahanya akan menanggung suatu risiko yaitu suatu peristiwa yang dialami suatu perusahaan diluar jangkauan dan tidak direncanakan (Susetyo, 2006). Hal ini dilihat dengan persaingan yang terjadi antar


(46)

perusahaan memberikan tantangan untuk dapat berkembang dan menjadi perusahaan besar. Semakin besar suatu perusahaan didalam menjalankan aktivitas operasinya maka semakin besar juga risiko yang akan dialami (Susetyo, 2006). Risiko ini dilihat dengan semakin besar perusahaan tersebut maka perusahaan akan membutuhkan dana yang besar untuk menjalankan usahanya. Kebutuhan akan dana tersebut memberikan pilihan bagi perusahaan untuk memperoleh dana yang berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan. Sumber dana tersebut membawa risiko yang berbeda bagi perusahaan. Jika perusahaan lebih banyak memilih sumber pendanaan yang berasal dari eksternal perusahaan, maka semakin besar pula risiko bisnis yang terjadi bagi perusahaan.

Brigham dan Houston (2001: 178), mendefinisikan risiko sebagai peluang atau kemungkinan terjadinya beberapa peristiwa yang tidak menguntungkan. Risiko bisnis merupakan ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Risiko bisnis tersebut menurut Hamada (dalam Moh'd, Perry dan Rimbey, 1998) merupakan risiko yang mencakup intrinsic business risk, financial leverage risk, dan operating leverage risk.

Beberapa pengukuran terhadap risiko bisnis yang digunakan dalam studi yang berbeda. Seperti deviasi standar dari laba terhadap penjualan (Booth dkk, 2001), deviasi standar terhadap perbedaan yang pertama dalam arus kas operasi dibagi dengan total aktiva (Wald, 1999). Dalam penelitian ini, risiko bisnis diproxy dengan menggunakan varian dari laba sebelum pajak (Titman & Wessels, 1988).


(47)

2.6 Ukuran Perusahaan

Suatu perusahaan yang mapan dan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal, dibandingkan perusahaan kecil. Kemudahan aksesibilitas ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan perusahaan untuk menciptakan hutang atau memunculkan dana yang lebih besar dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan yang lain. Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh penting terhadap integrasi antar bagian dalam perusahaan. Hal ini disebabkan karena ukuran perusahaan yang besar memiliki sumber daya pendukung yang lebih besar dibanding perusahaan yang lebih kecil.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Jiang, (2001) menjelaskan bahwa perusahaan besar cenderung melakukan diversifikasi usaha lebih banyak daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu, kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih kecil. Ukuran perusahaan sering dijadikan indikator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan dengan ukuran lebih besar dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya. Hal ini akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk memperoleh pinjaman atau dana eksternal. Pada penelitian yang dilakukan Machfoedz (1994), menunjukkan bahwa penentuan ukuran perusahaan didasarkan pada total asset perusahaan. Semakin besar ukuran total aset maka akan mencerminkan keadaan perusahaan yang semakin kuat.


(48)

Fama dan French (2002), menjelaskan bahwa perusahaan kecil sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi dan cenderung kurang menguntungkan. Elton dan Grubber dalam Damayanti (2000), juga menyatakan bahwa perusahaan dengan ukuran yang lebih besar akan mudah mengakses ke pasar modal dibandingkan dengan perusahaan dengan ukuran kecil. Di samping itu, saham perusahaan kecil tingkat frekuensi perdagangannya tidak secepat dan semudah saham perusahaan besar. Menurut Rajan dan Zingales (1995), perusahaan yang lebih besar cenderung untuk mengungkapkan lebih banyak informasi kepada investor luar daripada perusahaan kecil.

2.7 Struktur Aktiva

Berdasarkan cara dan lamanya perputaran, kekayaan suatu perusahaan dapat dibedakan antara aktiva lancar dan aktiva tetap. Perbandingan atau perimbangan antara kedua aktiva tersebut akan menentukan struktur kekayaan atau lebih dikenal dengan struktur aktiva. Struktur aktiva menurut Riyanto ,(2001) adalah perimbangan atau perbandingan baik dalam artian absolut maupun dalam artian relatif antara aktiva lancar dengan aktiva tetap.

Sedangkan Ghosh, dkk (2000) mendefinisikan struktur aktiva sebagai perbandingan antara hutang jangka panjang perusahaan (long term debt) dengan total aktiva (total assets). Pengukuran struktur aktiva dilakukan dengan melakukan perbandingan antara total hutang perusahaan dengan total aktiva yang dimiliki.


(49)

Pemenuhan kebutuhan dana akan diutamakan dari modal sendiri jika perusahaan menggunakan sumber pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan sedangkan modal asing hanya sebagai pelengkap (Mayangsari, 1996). Hal ini disebabkan oleh penggunaan aktiva tetap akan menimbulkan adanya beban tetap yang berupa fixed cost. Apabila perusahaan memakai modal asing, untuk membelanjakan aktiva tetapnya maka cost tetap yang akan ditanggungnya juga akan besar. (Mayangsari, 1996).

Haris dan Raviv (1991) menyatakan bahwa perusahaan dengan level fixed assets yang rendah mempunyai lebih banyak masalah asymmetric information dibandingkan perusahaan dengan level fixed asset yang tinggi. Perusahaan dengan level fixed assets yang tinggi umumnya adalah perusahaan yang besar, yang dapat menerbitkan saham dengan harga yang fair sehingga tidak menggunakan hutang untuk mendanai investasinya. Dengan demikian diharapkan asset tangibility berpengaruh terhadap leverage.

2.8 Operating Leverage

Leverage merupakan penggunaan assets dan sumber dana (sources of founds) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Jika semua biaya bersifat variabel, maka akan memberikan kepastian bagi perusahaan dalam menghasilkan laba. Tapi karena sebagai biaya perusahaan bersifat biaya tetap, maka untuk


(50)

menghasilkan laba diperlukan tingkat penjualan minimum tertentu. Oleh sebab itu, biaya-biaya yang ditanggung perusahaan dapat dibagi atas dua jenis, yaitu: biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap atau tida berubah dalam kisaran produksi tertentu. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang berubah berdasarkan jumlah output yang dihasilkan.

Operating leverage merupakan keadaan dimana perusahaan mempunyai biaya tetap yang harus ditanggung oleh unit yang dihasilkan. Dengan kata lain bahwa operating leverage terjadi ketika perusahaan harus menanggung biaya tetapnya berdasarkan output yang dihasilkan (Husnan, 2001). Houston dan Brigham (2001), menyatakan bahwa operating leverage menunjukkan seberapa besar biaya tetap operasi perusahaan yang merupakan bagian dari biaya total operasi suatu perusahaan. Sedangkan pada artikel yang ditulis oleh Bucicino dan Mckinley (1997) mendefinisikan operating leverage sebagai dampak dari perubahan didalam pendapatan dari keuntungan atau arus kas. Ketika suatu perusahaan dapat meningkatkan pendapatannya tanpa suatu peningkatan proporsional didalam beban operasi. Kas dialokasikan untuk meningkatkan pendapatan, seperti pemasaran dan pengeluaran pengembangan bisnis yang cepat.

Perusahaan menggunakan operating leverage bertujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya assets dan sumber dananya, dengan demikian akan meningkatkan keuangan pemegang saham. Disamping itu, leverage juga menigkatkan variabilitas (risiko) keuntungan, karena jika perusahaan ternyata


(51)

mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham.

Dengan menggunakan operating leverage, perusahaan berharap dengan adanya perubahan penjualan akan mengakibatkan perubahan laba sebelum bunga dan pajak yang lebih besar. Multiplier effect hasil penggunaan biaya operasi tetap terhadap laba sebelum bunga dan pajak disebut dengan degree of operating leverage atau disingkat menjadi DOL. Berdasarkan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa operating leverage terjadi pada saat adanya biaya tetap yang harus ditutupi oleh besarnya volume yang dihasilkan.

2.9 Pertumbuhan Perusahaan dan Struktur Modal

Perusahaan yang tumbuh memerlukan banyak dana didalam menjalankan aktivitas perusahaan. Hal ini dilihat melalui perusahaan yang terus-menerus tumbuh akan lebih banyak membutuhkan dana didalam menjalankan aktivitas operasinya untuk mencapai tujuan perusahaan. Menurut Kieso (2004) perusahaan dapat tumbuh menjadi lebih besar dengan cara meminjam uang untuk diinvestasikan dalam proyek baru. Demikian juga, perusahaan dapat menerbitkan saham baru untuk perluasan.

Bagi perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan penjualan dan laba yang tinggi cenderung menggunakan utang sebagai sumber dana yang berasal dari eksternal dibandingkan dengan perusahaan–perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan penjualan yang rendah. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang


(52)

dilakukan oleh Thies dan Klock (1992), yang menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan perusahaan berpengaruh positif dan signifikan dengan leverage. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Baskin (1989) yang menemukan tingkat pertumbuhan penjualan berhubungan positif dengan utang.

Menurut Sriwardany, (2006) tingkat pertumbuhan suatu perusahaan akan menunjukkan sampai seberapa jauh perusahaan akan menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaannya. Dalam hubungannya dengan leverage, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan. Sebaliknya, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaannya karena penggunaan hutang akan mengharuskan perusahaan tersebut membayar bunga secara teratur.

Sedangkan Myers (1977) menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan yang tinggi memberikan lebih banyak pilihan yang riil untuk investasi dimasa yang akan datang dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang rendah. Jika pertumbuhan suatu perusahaan tinggi maka memerlukan tambahan pembiayaan pendanaan yang cukup tinggi untuk pembiayaan dimasa yang akan datang.

Perusahaan yang memiliki kesempatan pertumbuhan yang tinggi tidak mungkin mengeluarkan utang pada tempat pertama, dan diharapkan berhubungan negatif dengan kesempatan pertumbuhan. Pernyataan diatas didukung oleh penelitian yang dilakukan Jensen dan Meckling (1976) yaitu leverage meningkat dengan


(53)

berkurangnya kesempatan pertumbuhan. Sebaliknya penelitian yang dilakukan Pandey, (2001) menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan struktur modal. Ini berarti semakin besar pertumbuhan perusahaan maka semakin besar pula perusahaan membutuhkan dana yang berasal dari hutang untuk mendanai pertumbuhannya tersebut.

Hasil penelitian Mayangsari, (1996) menjelaskan bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan penjualan dan laba yang tinggi cenderung menggunakan hutang sebagai sumber dana eksternal yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualannya rendah. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Baskin (1989) yang juga menemukan tingkat pertumbuhan penjualan berpengaruh positif dengan hutang.

2.10 Investment Opportunity Set (IOS) dan Struktur Modal

Investment Opportunity Set (IOS) merupakan salah satu faktor lain yang mempengaruhi struktur modal. Adanya harapan yang dimiliki oleh perusahaan untuk tetap going concern merupakan salah satu faktor yang memotivasi perusahaan lebih banyak melihat kesempatan dan peluang yang dapat diperoleh untuk memperoleh keuntungan.

Kesempatan investasi telah terbukti memiliki hubungan dengan kebijakan struktur modal dan kebijakan dividen melalui proksi-proksinya. Hasil penelitian Smith & Watts, (1992) dan Gaver & Gaver, (1993) menunjukkan bahwa level


(54)

kesempatan investasi yang bervariasi antar perusahaan merupakan salah satu penentu perbedaan keputusan kebijakan struktur modal dan dividen antar perusahaan. Mereka menggunakan proksi IOS untuk menentukan klasifikasi tingkat pertumbuhan perusahaan dan menemukan bukti bahwa perusahaan yang bertumbuh memiliki leverage dan kebijakan deviden yaitu devidend payout yang lebih rendah dibanding perusahaan tidak bertumbuh.

Berbagai penelitian tentang kesempatan investasi telah berhasil membuktikan bahwa kesempatan investasi berhubungan dengan berbagai variabel kebijakanan perusahaan, yaitu antara lain kebijakan pendanaan atau struktur utang, kebijakan dividen, kebijakan leasing, dan kebijakan kompensasi. Sami, dkk (1999)

menunjukkan bahwa teori kesempatan investasi memiliki explanatory power yang

lebih tinggi dalam hal kebijakan pendanaan dan kompensasi daripada aspek dividen. Apabila kondisi perusahaan sangat baik maka pihak manajemen akan cenderung lebih memilih investasi baru daripada membayar dividen yang tinggi. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada pemegang saham akan digunakan untuk pembelian investasi yang menguntungkan, bahkan untuk mengatasi masalah underinvestment. Sebaliknya, perusahaan yang mengalami

pertumbuhan lambat cenderung membagikan dividen lebih tinggi untuk mengatasi masalah overinvestment.

Penelitian yang dilakukan oleh Pakaryaningsih, (2004) tentang pengaruh pertumbuhan perusahaan yang diproksi dengan investment opportunity set (IOS)


(55)

penelitian yang dilakukan oleh Al Najjar dan Belkaoui (2001), Lestari (2004) menunjukkan pengaruh yang signifikan negatif, tetapi penelitian yang dilakukan oleh Pagalung (2002) menunjukkan pengaruh yang signifikan positif antara kebijakan utang dan Investment Opportunity Set (IOS). Sedangkan penelitian yang dilakukan

Pandey (2001) menunjukkan bahwa IOS berpengaruh negatif terhadap kebijakan struktur modal perusahaan. Pada penelitian yang dilakukan Isnaeni, (2001) dan Ratnawati (2000) menunjukkan bahwa proxy dari Investment Opportunity Set

memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap kebijakan struktur modal.

2.11 Profitabilitas dan Struktur Modal

Faktor lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan struktur modal perusahaan adalah profitabilitas. Hal ini dikarenakan perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung menggunakan hutang relatif kecil karena keuntungan atau laba yang diperoleh perusahaan tidak semua dibayarkan pada investor dalam bentuk dividen tetapi juga disimpan dalam bentuk laba ditahan yang merupakan sumber pendanaan internal bagi perusahaan. Sesuai dengan Pecking Order Theory, yang menjelaskan bahwa perusahaan akan lebih memilih sumber pendanaan yang berasal dari internal perusahaan dibandingkan dengan eksternal perusahaan.

Menurut Brigham dan Houston (2001) perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil karena tingkat pengembalian tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai


(56)

sebagian besar pendanaan dengan dan interal. Arifin (2001) juga menyatakan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal. Tetapi hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan Sawitri (2001) yang menunjukkan bahwa profitabilitas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal.

Peningkatan hutang akan mempengaruhi besar kecilnya laba bagi perusahaan. Hal ini dilihat dengan laba yang dihasilkan perusahaan akan terlebih dahulu diprioritaskan untuk membayar bunga serta angsuran hutang perusahaan. Semakin besar hutang perusahaan maka semakin besar pula kewajiban yang akan dibayar oleh perusahaan. Sehingga setiap pertumbuhan laba yang terjadi pada perusahaan tumbuh tidak terlalu cepat.

Bringham dan Houston (2001), menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Pernyataan tersebut didukung juga oleh penelitian yang dilakukan Mayangsari (1996), yang menyatakan bahwa perusahaan dengan rate of return tinggi cenderung menggunakan proporsi utang yang relatif kecil, Karena dengan rate of return yang tinggi, kebutuhan dana dapat diperoleh dari laba ditahan.

Beberapa bukti penelitian (Baskin 1989, Titman dan Wessels 1988, Thies dan Klock 1992), menunjukkan bahwa perusahaan yang tingkat pengembalian keuntungan pada investasi tinggi menggunakan hutang yang relatif kecil. Sedangkan


(57)

Jensen (1986), menyatakan terdapat hubungan positif antara leverage dengan profitability jika pasar dalam mengontrol perusahaan efektif. Sebaliknya, jika pasar dalam mengontrol perusahaan tidak efektif terdapat hubungan negatif antara profitability dengan leverage perusahaan.

Perusahaan dengan tingkat keuntungan yang lebih besar memiliki sumber pendanaan internal yang lebih besar dan memiliki kebutuhan untuk melakukan pembiayaan investasi melalui pendanaan eksternal yang lebih kecil. Karena itu, pecking order theory memprediksi hubungan yang berkebalikan antara profitabilitas dengan tingkat hutang jangka panjang. Sehingga penelitian ini mengganggap bahwa terdapat pengaruh negatif antara profitability dengan leverage untuk Pecking Order Theory. Artinya, perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang rendah mempunyai tingkat leverage yang tinggi.

Sebaliknya Sofiati (2001) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa profitabilitas mempengaruhi struktur modal secara positif signifikan dan juga menyatakan bahwa hutang mempengaruhi ekuitas secara positif signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2001) untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan elektronika yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sejak tahun 1992 sampai tahun 1999. Hasil pengujian menunjukkan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal. Karena perusahaan yang mempunyai profit yang tinggi akan lebih menyimpan labanya sebagai laba ditahan yang akan digunakan sebagai sumber pendanaan internal perusahaan.


(58)

Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Mayangsari (1996), menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pendanaan. Penelitian yang dilakukan oleh Harjanti dan Tandelilin (2007), juga membuktikan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan struktur modal.

2.12 Risiko Bisnis dan Struktur Modal

Kebijakan struktur modal akan sangat menentukan kemampuan perusahaan dalam melakukan aktivitas operasinya dan juga akan berpengaruh terhadap risiko bisnis itu sendiri. Jika perusahaan meningkatkan leverage maka perusahaan ini dengan sendirinya akan meningkatkan risiko bisnis perusahaan. Oleh karena itu, manajer tidak sepenuhnya mendanai perusahaannya dengan modal tetapi juga disertai penggunaan dana melalui hutang baik itu hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang karena terkait dengan sifat penggunaan dari hutang tersebut yaitu bersifat mengurangi pajak.

Struktur modal merupakan masalah penting dalam pengambilan keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Keputusan struktur modal secara langsung berpengaruh terhadap besarnya risiko yang ditanggung pemegang saham serta besarnya tingkat pengembalian atau keuntungan yang diharapkan (Brigham dan Houston, 2001). Penentuan kebijakan struktur modal merupakan tugas dari manajer keuangan untuk menentukan komposisi struktur modal perusahaan. Manajer


(59)

keuangan harus mengusahakan agar perusahaan memperoleh dana yang diperlukan dengan biaya minimal dan syarat-syarat yang paling menguntungkan.

Dalam perusahaan, risiko bisnis akan meningkat jika menggunakan hutang yang tinggi. Hal ini juga akan meningkatkan kemungkinan kebangrutan. Hasil penelitian membuktikan bahwa perusahaan dengan risiko yang tinggi seharusnya menggunakan hutang yang lebih sedikit untuk menghindari kemungkinan kebangrutan (Titman & Wessels, 1988). Keputusan pendanaan keuangan perusahaan akan sangat menentukan kemampuan perusahaan dalam melakukan aktivitas operasinya dan juga akan berpengaruh terhadap risiko bisnis itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Pandey (2001), yang meneliti tentang karakteristik perusahaan dan struktur modal, menunjukkan hasil bahwa risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap struktur modal.

2.13 Ukuran Perusahaan dan Struktur Modal

Suatu perusahaan yang besar memerlukan dana yang besar didalam menjalankan aktivitas operasinyta. Oleh karena itu, terdapat pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap kebijakan struktur modal dimana perusahaan tersebut membutuhkan dana untuk melakukan kegiatan operasi. Hal ini disebabkan oleh perusahaan besar memiliki kebutuhan dana yang besar, dan salah satu pemenuhan kebutuhan akan dana tersebut berasal dari internal dan eksternal perusahaa.


(60)

Banyak penelitian yang menyatakan bahwa kebijakan struktur modal suatu perusahaan dipengaruhi oleh ukuran besar suatu perusahaan dan menyatakan bahwa besar ukuran perusahaan berhubungan positif terhadap rasio utang. Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk memiliki utang kepada pihak eksternal. Sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan Marsh (1982) menemukan bahwa perusahaan besar lebih sering memiliki hutang jangka panjang sedangkan perusahaan kecil memilih utang jangka pendek.

Perusahaan yang memiliki ukuran yang besar memungkinkan memperoleh keuntungan dalam skala ekonomi dengan melakukan pinjaman hutang jangka panjang. Suatu ukuran perusahaan juga menjadi alternatif untuk informasi yang dimiliki oleh pihak eksternal. Fama and Jensen (1983) mengatakan bahwa perusahaan besar cenderung untuk memberikan lebih banyak informasi kepada lender dari yang kecil. Pada penelitian yang dilakukan Rajan dan Zingales (1995), juga mengatakan bahwa perusahaan yang lebih besar cenderung untuk mengungkapkan lebih banyak informasi kepada investor luar dari pada perusahaan kecil.

Penelitian empirik yang dilakukan Marsh (1982), Rajan dan Zingales (1995), Wald (1999), dan Booth, dkk (2001), menemukan bahwa leverage berkorelasi secara positif dengan ukuran perusahaan. Tetapi, pada penelitian yang dilakukan Rajan dan Zingales (1995) dan Wald (1999) menemukan bahwa perusahaan yang lebih besar di Jerman cenderung memiliki utang lebih kecil.


(1)

Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi (Model Summary(b))

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .506a .256 .204 .334031532 2.179

a. Predictors: (Constant), Operating Leverage, Profitabilitas, Pertumbuhan Perusahaan, IOS, Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Resiko Bisnis

b. Dependent Variable: Struktur Modal

Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients Collinearity Statistics Model

B Std. Error Beta Tolerance VIF

(Constant) -10.074 2.477

Pertumbuhan Perusahaan .027 .053 .049 .862 1.160

IOS .038 .066 .049 .901 1.110

Profitabilitas .128 .415 .028 .871 1.149

Resiko Bisnis 11.412 4.109 .287 .689 1.451

Ukuran Perusahaan 5.932 1.524 .381 .813 1.229

Struktur Aktiva .655 .192 .307 .923 1.083

1

Operating Leverage -.032 .035 -.081 .976 1.024

a. Dependent Variable: Struktur Modal


(2)

Uji Heteroskedastisitas

(Coefficients(a))

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

Model

B

Std.

Error

Beta

T

Sig.

1

(Constant)

-4.499 1.281 -3.511 .081

Pertumbuhan Perusahaan

.010 .028 .037 .378 .706

Investment Oppportunity Set

.001 .034 .004 .040 .968

Profitabilitas

-.428 .215 -.192 -1.994 .099

Resiko Bisnis

5.953 2.126 .304 2.801 .106

Ukuran Perusahaan

2.696 .788 .342 3.420 .301

Struktur Aktiva

-.011 .100 -.011 -.113 .910

Operating Leverage

.010 .018 .049 .537 .592

a Dependent Variable: absu

Uji Simultan

Hasil Uji Statistik F

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression 3.845 7 .549 4.922 .000a

Residual 11.158 100 .112

1

Total 15.002 107

a. Predictors: (Constant), Operating Leverage, Profitabilitas, Pertumbuhan Perusahaan, IOS, Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Resiko Bisnis

b. Dependent Variable: Struktur Modal

Uji Parsial


(3)

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta T Sig.

(Constant) -10.074 2.477 -4.067 .000

Pertumbuhan Perusahaan .027 .053 .049 .501 .617

IOS .038 .066 .049 .581 .562

Profitabilitas .128 .415 .028 .308 .759

Resiko Bisnis 11.412 4.109 .287 2.777 .007

Ukuran Perusahaan 5.932 1.524 .381 3.893 .000

Struktur Aktiva .655 .192 .307 3.401 .001

1

Operating Leverage -.032 .035 -.081 -.920 .355

a. Dependent Variable: Struktur Modal

Uji Adjusted R

2

Hasil Adjusted R

2

 

Model

R

R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 0.506a 0.256 0.204 0.334031532

a. Predictors: (Constant), Operating Leverage, Profitabilitas, Pertumbuhan Perusahaan, IOS, Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Resiko Bisnis


(4)

Lampiran 9

Daftar Populasi Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009

No. Kode Nama A B C

1 AALI Astra Agro Lestari Tbk √

2 ADES Akasha Wira International Tbk Tbk √ 3 ADMG Polychem Indonesia Tbk √

4 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk √ 5 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk √

6 AKPI Argha Karya Prima Ind. Tbk √ 7 ALKA Alakasa Industrindo Tbk √

8 ALMI Alumindo Light Metal Industry Tbk √ 9 AMFG Asahimas Flat Glass Tbk √

10 APLI Asiaplast Industries Tbk √

11 AQUA Aqua Golden Mississippi Tbk √

12 ARNA Arwana Citramulia Tbk √ 13 ASII Astra International Tbk √

14 AUTO Astra Otoparts Tbk √

15 BATA Sepatu Bata Tbk √

16 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk √ 17 BIPP Bhuwanatala Indah Permai Tbk √

18 BRAM Indo Kordsa Tbk √

19 BRNA Berlina Tbk √

20 BRPT Barito Pacific Tbk √

21 BTON Betonjaya Manunggal Tbk √

22 BUDI Budi Acid Jaya Tbk √

23 CEKA Cahaya Kalbar Tbk √

24 CNTX Centex Tbk √

25 CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk √

26 CTBN Citra Tubindo Tbk √

27 DAVO Davomas Abadi Tbk √

28 DLTA Delta Djakarta Tbk √

29 DNET Dyviacom Intrabumi Tbk √ 30 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk √ 31 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk √

32 DYNA Dynaplast Tbk √

33 EKAD Ekadharma International Tbk √

34 ERTX Eratex Djaja Tbk √

35 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk √ 36 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk √

37 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk √

38 FPNI Titan Kimia Nusantara Tbk √

39 GDYR Goodyear Indonesia Tbk √

40 GGRM Gudang Garam Tbk √

41 GJTL Gajah Tunggal Tbk √

42 HDTX Panasia Indosyntex Tbk √

43 HMSP HM Sampoerna Tbk √

44 IGAR Kageo Igar Jaya Tbk √


(5)

No. Kode Nama B A C

46 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk √ 47 IMAS Indomobil Sukses Internasional Tbk √

48 INAF Indofarma Tbk √

49 INAI Indal Aluminium Industry Tbk √ 50 INCI Intanwijaya Internasional Tbk √ 51 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk √ 52 INDR Indorama Synthetics Tbk √

53 INDS Indospring Tbk √

54 INKP Indah Kiat Pulp & Paper Tbk √ 55 INRU Toba Pulp Lestari Tbk √ 56 INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk √

57 ITMA Itamaraya Tbk Tbk √

58 JECC Jembo Cable Company Tbk √ 59 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk √ 60 JPFA JAPFA Comfeed Indonesia Tbk √

61 JPRS Jaya Pari Steel Tbk √

62 KAEF Kimia Farma (Persero) Tbk √ 63 KBLI KMI Wire and Cable Tbk Tbk √ 64 KBLM Kabelindo Murni Tbk √ 65 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk √ 66 KIAS Keramika Indonesia Assosiasi Tbk √ 67 KICI Kedaung Indah Can Tbk √

68 KLBF Kalbe Farma Tbk √

69 LION Lion Metal Works Tbk √

70 LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk √

71 LMSH Lionmesh Prima Tbk √

72 LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk √

73 MAIN Malindo Feedmill Tbk √

74 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk √

75 MERK Merck Tbk √

76 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk √ 77 MLIA Mulia Industrindo Tbk √

78 MRAT Mustika Ratu Tbk √

79 MYOR Mayora Indah Tbk √

80 MYRX Hanson International Tbk √ 81 MYTX APAC Citra Centertex Tbk √

82 NIPS Nipress Tbk √

83 PAFI Panasia Filament Inti Tbk √

84 PBRX Pan Brothers Tbk √

85 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk √ 86 POLY Asia Pacific Fibers Tbk. Tbk √

87 PRAS Prima Alloy Steel Universal Tbk √ 88 PROD Sara Lee Body Care Indonesia Tbk √ 89 PSDN Prasidha Aneka Niaga Tbk √ 90 PTSN Sat Nusapersada Tbk √

91 PYFA Pyridam Farma Tbk √


(6)

No.

Kode

Nama

B A C

93 RMBA

Bentoel International Investama Tbk

94 SAIP

Surabaya Agung Industry Pulp Tbk

95 SCCO

Supreme Cable Manufacturing Corporation Tbk

96 SCPI

Schering Plough Indonesia Tbk

97 SIMA

Siwani Makmur Tbk

98 SIMM

Surya Intrindo Makmur Tbk

99 SIPD

Sierad Produce Tbk

100 SKLT

Sekar Laut Tbk

101 SMCB

Holcim Indonesia Tbk

102 SMGR

Semen Gresik (Persero) Tbk

103 SMSM

Selamat Sempurna Tbk

104 SOBI

Sorini Agro Asia Corporindo Tbk

105 SPMA

Suparma Tbk

106 SRSN

Indo Acidatama Tbk

107 SSTM

Sunson Textile Manufacturer Tbk

108 STTP

Siantar Top Tbk

109 SULI

Sumalindo Lestari Jaya Tbk

110 TBMS

Tembaga Mulia Semanan Tbk

111 TCID

Mandom Indonesia Tbk

112 TFCO

Tifico Fiber Indonesia Tbk

113 TIRT

Tirta Mahakam Resources Tbk

114 TKIM

Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk

115 TOTO

Surya Toto Indonesia Tbk

116 TRST

Trias Sentosa Tbk

117 TSPC

Tempo Scan Pacific Tbk

118 ULTJ

Ultra Jaya Milk Industry Tbk

119 UNIC

Unggul Indah Cahaya Tbk

120 UNIT

Nusantara Inti Corpora Tbk

121 UNTX

Unitex Tbk

122 UNVR

Unilever Indonesia Tbk

123 VOKS

Voksel Electric Tbk

Keterangan

A : Tidak melaporkan LKP selama 3 Tahun berturut‐turut

B : Tidak mengalami laba baik laba bersih maupun EBIT selama 4 tahun berturut‐turut


Dokumen yang terkait

PENGARUH STRUKTUR MODAL, UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS TERHADAP NILAI PERUSAHAAN Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-

0 7 19

PENDAHULUAN Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013).

0 5 8

PENGARUH STRUKTUR MODAL, UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS TERHADAP NILAI PERUSAHAAN Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-

1 6 19

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2012.

0 1 14

PENDAHULUAN Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2012.

0 1 8

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2012.

0 1 27

PENDAHULUAN PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007 - 2009).

0 0 8

PENDAHULUAN Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia) Periode 2009-2010.

0 2 11

Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan (Studi Empiris Pada Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2011).

0 1 14

PENGARUH PROFITABILITAS, STRUKTUR AKTIVA, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013).

0 1 103