Perkembangan Konlik Perkebunan PTPN-II di Sumatera Utara

BAB III SOLUSI PENYELESAIAN KONFLIK TANAH PERKEBUNAN EKS. HGU PTPN II

A. Analisis Yuridis terhadap Konlik Perkebunan PTPN II

Beberapa hal yang menjadi catatan dalam konlik tanah perkebunan eks. HGU PTPN II dan analisis yuridis terhadap konlik tanah adalah sebagai berikut: 1. Inventarisasi dan redistribusi tanah eks. HGU belum bisa dilakukan dikarenakan tanah eks. HGU tersebut belum mendapatkan pelepasan Aset dari kementerian yang berwenang Kementerian BUMN. 2. Prosedur pelepasan aset dapat dilakukan apabila pihak PTPN-II mengajukan permohonan pelepasan aset kepada Kementerian BUMN. Hingga saat ini proses permohonan pelepasan aset oleh PTPN-II kepada Kementerian BUMN belum dilakukan. 3. Berdasarkan pendapat hukum legal opinion dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia tanggal 23 Januari 2014. Bahwa terhadap tanah yang tidak diperpanjang HGU nya seluas 5873,06 Ha maka PTPN II berkewajiban melakukan penghapusbukuan mengacu pada pasal 18 Peraturan Menteri BUMN tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN. Selanjutnya veriikasi dan pengukuran ulang terhadap tanah seluas 5873, 06 ha perlu dilakukan. Proses penghapusbukuan tersebut sah apabila disetujui oleh Menteri dengan proses ganti rugi. 4. Hingga saat ini langkah yang dilakukan PTPN – II adalah tahap konsultasi kepada BUMN sehingga pada tanggal 30 September 2014 keluar surat Nomor S-567MBU092014 dari Menteri BUMN Dahlan Iskan tertanggal 30 September 2014 tentang Penyelesaian Permasalahan areal lahan HGU diperpanjang seluas 56.341,85 Ha dan lahan HGU yang tidak diperpanjang seluas 5873,06 Ha serta aset berupa Bangunan dinas milik PTPN II Persero 5. Pada tanggal 14 Januari 2015 keluar surat dari Menteri BUMN RI Rini M. Soemarno Nomor S-30MBU012015 tentang Penyelesaian permasalahan areal Eks. HGU PTPN II, ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara. Berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara , Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pelepasan Aset berupa tanah dapat dilakukan apabila didalamnya disertai Ganti Rugi, dan proses pelepasan Aset adalah sah secara hukum apabila pelepasan aset dilakukan oleh kementerian yang berwenang. Selama tanah tersebut belum dilepas maka tanah tersebut belum dapat dilakukan inventarisasi dan diberikan hak atas tanah di atasnya kepada pihak lain. Proses pelepasan aset merupakan awal penguraian masalah agar dapat diselesaikan, sehingga saat ini adalah bagaimana proses pelepasan aset bisa segera dilakukan. Permasalahannya adalah instansi-instansi seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Pemerintah Daerah Sumatera Utara tidak dapat melakukan intervensi terhadap pelepasan aset. Secara hierarki lembaga tertingi yaitu Presiden yang dapat memberikan intervensi terhadap penyelesaian permasalahan pelepasan aset. Selain pelepasan aset, kondisi real yang ada di lapangan adalah perluasan terhadap okupasi tanah-tanah perkebunan semakin meluas dan menyebar di luar tanah eks. HGU PTPN-II. Persoalan ini tentunya menjadi kendala tersendiri dalam hal penertiban tanah di Deli Serdang, Binjai, dan Langkat. Penertiban tersebut tentunya akan menimbulkan gejolak dan pertempuran antara masyarakatpelaku okupasi tanah dengan aparat penertiban tanah. Mendasarkan peraturan perundang-undangan dari Kementerian BUMN yaitu mendasarkan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN secara normatif bahwa setiap tanah BUMN harus mendapat ganti rugi, namun secara kenyataanreal di lapangan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa PTPN II membiarkan tanah perkebunan tersebut