Matrik AktorSubyek Konlik Perkebunan Eks. HGU PTPN II di Deli Serdang, Binjai dan Langkat
Permasalahan areal lahan HGU diperpanjang seluas 56.341,85 Ha dan lahan HGU yang tidak diperpanjang seluas 5873,06 Ha serta aset
berupa Bangunan dinas milik PTPN II Persero
5. Pada tanggal 14 Januari 2015 keluar surat dari Menteri BUMN RI Rini M. Soemarno Nomor S-30MBU012015 tentang Penyelesaian
permasalahan areal Eks. HGU PTPN II, ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara ,
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pelepasan Aset berupa tanah dapat dilakukan apabila didalamnya disertai Ganti Rugi, dan proses
pelepasan Aset adalah sah secara hukum apabila pelepasan aset dilakukan oleh kementerian yang berwenang.
Selama tanah tersebut belum dilepas maka tanah tersebut belum dapat dilakukan inventarisasi dan diberikan hak atas tanah di atasnya kepada
pihak lain. Proses pelepasan aset merupakan awal penguraian masalah agar dapat diselesaikan, sehingga saat ini adalah bagaimana proses pelepasan
aset bisa segera dilakukan. Permasalahannya adalah instansi-instansi seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Pemerintah Daerah Sumatera
Utara tidak dapat melakukan intervensi terhadap pelepasan aset. Secara hierarki lembaga tertingi yaitu Presiden yang dapat memberikan intervensi
terhadap penyelesaian permasalahan pelepasan aset.
Selain pelepasan aset, kondisi real yang ada di lapangan adalah perluasan terhadap okupasi tanah-tanah perkebunan semakin meluas dan
menyebar di luar tanah eks. HGU PTPN-II. Persoalan ini tentunya menjadi kendala tersendiri dalam hal penertiban tanah di Deli Serdang, Binjai,
dan Langkat. Penertiban tersebut tentunya akan menimbulkan gejolak dan pertempuran antara masyarakatpelaku okupasi tanah dengan aparat
penertiban tanah.
Mendasarkan peraturan perundang-undangan dari Kementerian BUMN yaitu mendasarkan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN
secara normatif bahwa setiap tanah BUMN harus mendapat ganti rugi, namun secara kenyataanreal di lapangan berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa PTPN II membiarkan tanah perkebunan tersebut
tidak terurus dan berdasarkan buklti yang ada PTPN II tidak dapat mengelola tanah secara baik. Selain pembiaran terhadap tanah, pihak
PTPN II membiarkan tidak ada penegakan hukum terhadap tanah tersebut yang berlangsung cukup lama.
Analisis terhadap konlik tanah eks. HGU PTPN II adalah bahwa setelah dilakukan penelitian lapang dan analisis terhadap data-data isik, data yuridis
serta kenyataan yang ada di lapangan tanah di lokasi eks. HGU PTPN II sudah dikuasai lama oleh masyarakat, penggarap tanah, sehingga sekiranya
terhadap tanah eks. HGU tersebut tidak perlu melalui proses ganti rugi. Bahwa terhadap tanah yang dibiarkan dan telah digarap oleh masyarakat
serta secara yuridis tanah tidak diperpanjang HGU-nya mendasarkan pada SK nomor 42, 43 dan 44HGUBPN2002 dan SK Nomor 10 HGU
BPN2004, maka tanah tersebut dapat dikategorikan ke dalam tanah negara yang sudah dikuasai lama oleh petani, masyarakat, penggarap, dsb.